Anda di halaman 1dari 10

TUGAS EPIDEMIOLOGI

(KASUS LEPTOSPIROSIS DI YOGYAKARTA DAN BANTUL)


Dosen Pengampu : Dewi Indah Sari, SKM., M.Kes., MKM.

Kasus Leptospirosis Di Yogyakarta dan Bantul Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Epidemiologi

Disusun Oleh :
Nurmala
P27904117035

Semester IV
Program Study DIV Keperawatan
Jurusan Keperawatan Tangerang
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
TAHUN AKADEMIK 2018-2019
A. PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat
ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Di Indonesia,
hewan penular utama adalah tikus melalui kotoran dan urin. Manusia dapat
tertular melalui kontak, langsung dengan urin hewan yang terinfeksi atau
dengan lingkungan yang terkontaminasi urin. Bakteri masuk ke dalam tubuh
melalui luka pada kulit, atau melalui selaput lendir mulut, hidung, dan mata
(1). Insiden leptospirosis di seluruh dunia sulit diketahui secara tepat, karena
penyakit ini sering tidak terdiagnosis (underdiagnosis) (2). Data Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2013 menunjukan bahwa kasus leptospirosis di
Indonesia pada 2009-2013 cenderung mengalami peningkatan, baik dari
jumlah kasus dan kematian (3). Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
merupakan provinsi dengan kasus leptospirosis terbanyak di Indonesia tahun
2011. Tahun 2010-2011 terjadi kejadian luar biasa (KLB) leptospirosis di
kabupaten Bantul dan pada tahun 2014 jumlah kasus leptospirosis di
kabupaten Bantul meningkat sebanyak 76 kasus (4). Kabupaten Bantul
memiliki kejadian leptospirosis terbanyak di DIY, namun case fatality rate
(CFR) leptospirosis tertinggi berada di kota Yogyakarta. Pada tahun 2014
terlaporkan sebanyak 23 kasus leptospirosis dan 1 meninggal. Kasus
leptospirosis kembali meningkat pada tahun 2015 yaitu sebanyak 39 kasus
dan 9 meninggal (4). Pengetahuan sangat penting peranannya dalam
memberikan informasi dan memperluas wawasan seseorang. Pengetahuan
merupakan faktor penting yang berpengaruh dengan kejadian leptospirosis
(1). Penelitian di Jamaica menemukan bahwa lebih dari 60% responden tidak
mengetahui bahwa leptospirosis dapat terjadi tanpa gejala (5). Faktor
lingkungan seperti kondisi jalan di sekitar rumah, kebiasaan mencuci atau
mandi di sekitar sungai, dan jenis dinding rumah atau atap rumah juga
memiliki peranan penting terhadap kejadian leptospirosis (6,7). Penularan
leptospirosis pada manusia berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan faktor
lingkungan namun belum banyak penelitian di Yogyakarta dan Bantul.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan
faktor lingkungan terhadap kejadian leptospirosis di kota Yogyakarta dan
kabupaten Bantul dan untuk mengetahui keberadaan dan jenis serovar pada
tikus.

B. METODE
Penelitian case control yang melibatkan kelompok kasus dari
penderita leptospirosis yang tercatat di dinas kesehatan kota Yogyakarta dan
kabupaten Bantul pada bulan Juni 2014 sampai Juni 2016 sebanyak 121
orang. Kelompok kontrol adalah 121 orang dari rumah tangga di lokasi yang
sama tanpa riwayat leptospirosis. Pengetahuan adalah kemampuan untuk
menjelaskan secara benar mengenai cara penularan, sumber penularan,
penanganan kasus dan pencegahan leptospirosis. Sikap adalah reaksi atau
respon yang diberikan responden terhadap cara penularan, sumber penularan,
penanganan kasus dan pencegahan leptospirosis. Faktor lingkungan mencakup
keberadaan tikus, jarak selokan, keberadaan hewan ternak, kepemilikan
hewan kesayangan, dan tipe rumah. Data diperoleh dari kuesioner terstruktur,
dan lembar checklist. Penangkapan tikus untuk mengetahui keberadaan
Leptospira. Penangkapan tikus di dalam dan di luar rumah menggunakan
perangkap kawat. Tikus tertangkap kemudian diambil serumnya dan diperiksa
di laboratorium mikrobiologi rumah sakit Dr. Kariadi Semarang. Analisis
bivariat untuk melihat hubungan variabel bebas dengan variabel terikat.
Analisis dilakukan dengan meng hitung nilai odds ratio (OR) dan
nilai confidence interval (CI). Analisis multivariat menggunakan uji
regresi logistik untuk menganalisis faktor risiko secara simultan.
C. KASUS
Rata-rata umur responden secara keseluruhan adalah 46,8 tahun
sedangkan rata-rata umur kelompok kasus lebih tinggi daripada kelompok
kontrol yaitu 49,4 tahun dibanding dengan 44,3 tahun. Jenis kelamin
responden secara keseluruhan yaitu laki-laki sebanyak 150 orang sedangkan
perempuan sebanyak 92 orang. Pada kelompok kasus jenis kelamin laki-laki
lebih banyak daripada perempuan yaitu 100 orang dibanding 20 orang,
sedangkan pada kelompok control jenis kelamin perempuan lebih banyak
daripada laki-laki yaitu 75 orang dibanding dengan 50 orang.

D. UKURAN FREKUENSI EPIDEMIOLOGI


1. Proporsi
Proporsi adalah bentuk pecahan yang pembilangnya merupakan bagian
dari penyebutnya. Bentuk ini sering dinyatakan dalam persen, yaitu
dengan mengalikan pecahan ini dengan 100%.
Rumus : 20 (Pembilang)
---- = 0.04 X 100 = 4%
500 (Penyebut).

Diketahui :
 Jumlah penduduk Laki-laki yang mengalami Leptospirosis = 100 orang
(X)
 Jumlah penduduk Wanita yang mengalami Leptospirosis = 75 orang(Y)
 Konstanta = 100
Ditanya :
 Berapa proporsi penduduk laki-laki yang mengalami Leptospirosis?
 Berapa proporsi penduduk wanita yang mengalami Leptospirosis?
Jawab :
 Proporsi penduduk laki-laki = 100 x 100 = 57,2%
100 + 75
 Proporsi penduduk wanita = 75 x 100 = 42,8%
100 + 75

2. Ratio

Ratio adalah pecahan yang pembilangnya bukan merupakan bagian


dari penyebutnya. Ini yang membedakannya dengan
proporsi. Ratio menyatakan hubungan antara pembilang dan penyebut
yang berbeda satu dengan yang lain.

Rumus : X:Y

Nilai : 100:75 = 20:15= 4:3

3. Rate
Merupakan proporsi dalam bentuk khusus perbandingan antara
pembilang dan penyebut dinyatakan dlm batas waktu tertentu.

Diketahui:
 Jumlah penduduk yang menderita penyakit Leptospirosis = 175 orang
 Jumlah penduduk pada tahun 2014 = 2.400 orang .
 Konstanta = 1.000
Ditanya: Berapa jumlah rate?
Jawab :
 Rate = Jumlah kejadian tertentu yang terjadi dalam kurun waktu tertentu
Jumlah penduduk dalam kurun waktu tertentu
 Rate = 175 x 1000 = 72.916/100.000 penduduk

2.400

4. Insiden rate
Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
jangka waktu tertentu (umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah
penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan
jangka waktu yang bersangkutan dalam persen atau permil.

Insidensi Rate = Jumlah Penderita Baru x K

Jumlah Penduduk yg mungkin terkena

penyakit tersebut pada pertengahan tahun.

= 76+23+39 x 100 = 5,7%

2.400

5. Attack Rate
Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat
dibagi dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut
pada saat yang sama dalam persen atau permil.
Attack Rate = Jumlah penderita baru pada satu saat xK
Jumlah penduduk yg mungkin terkena
penyakit tersebut pada saat itu
= 80 x 100 = 20%
400
6. Second Attack Rate

Jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan


kedua dibagi dengan jumlah penduduk dikurangi penduduk yang terkena
serangan pertama dalam persen atau permil. Manfaatnya untuk
menghitung suatu penyakit menular serta untuk suatu populasi yang kecil
seperti keluarga.

SAR = 2+2+2 x 100%

(10-1) + (15-2) + (8-1)

= 21%

7. Periode prevalence rate

Diketahui:

 Jumlah penduduk di Kota X = 2.400 orang


 Jumlah penduduk yang Penyakit = 175 orang
 Jumlah kasus baru = 76 kasus
 Konstanta = 1.000

Ditanya: Berapa prevalensi kasus diabetes melitus di Kota X ?

Jawab:

 Prevalensi = jumlah kasus lama + jumlah kasus baru x 1.000


jumlah penduduk
= 175 + 76 x 1.000
2.400
= 202.66/100.000
.

8. Point prevalence rate


Point PR = Jumlah penderita lama & baru pada saat tertentu x K
Jumlah penduduk saat itu
= 25 x 100 = 25%
100
9. Hubungan Intervensi dan Preval

Besarnya nilai prevalen ditentukan oleh banyaknya orang yang sakit


sebelumnya (insiden), serta lamanya orang tersebut menderita penyakit
(duration).

Meskipun jumlah orang yang sakit sebelumnya tidak begitu banyak,


tetapi jika penyakit berlangsung cukup lama, maka lama kelamaan jumlah
penderita akan meningkat karena terjadi penumpukan jumlah orang yang
jatuh sakit. Sehingga angka prevalen untuk penyakit akan menjadi tinggi.

Jika diketahui angka insiden dan prevalen suatu penyakit, maka dapat
dihitung lama berlangsungnya penyakit tersebut ( duration) , yaitu :

P=IxD

• Keterangan :
- P = Prevalensi
- I = Insidensi
- D = Lamanya Sakit
2012 2013 2014
A------------------------------- -----------------------
B----------------------- ---------------------------------- ------------------------

C------------------------------- -----------------------

Pada suatu wilayah tersebut ditemukan pola perjalanan penyakit


Leptospirosis untuk tahun 2012 sampai 2014 seperti diatas. Berapakah
angka insiden & prevalen penyakit Leptospirosis tersebut untuk periode
tahun 2013 sampai dengan tahun 2014? Jawab :

1. Insiden

kasus baru yang ditemukan pada periode 2013-2014 ialah :

A +C=2

2. Prevalen

kasus lama dan baru untuk periode 2013-2014 ialah :

A+B+C=3

10. Angka Kematian Kasar ( Crude Death Rate )


Jumlah semua kematian yang ditemukan pada satu jangka waktu
(lazimnya satu tahun) dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan
waktu yang bersangkutan dalam persen atau permil.
AKK = 10 x 100 = 0,4%
2.400
E. SUMBER

237922-epidemiologi-leptospirosis-di-yogyakarta-efad350e.pdf. (Di Akses


pada tanggal 18 Januari 2019, pukul 14:10 WIB).

Anda mungkin juga menyukai