Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya semua
makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan kematian.
Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang sukar
dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir
semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi
oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari
tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau
perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh
terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada
sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Pada usia lanjut terjadi
perubahan anatomik-fisiologik dan dapat timbul pula penyakit-penyakit pada sistem
endokrin khususnya penyakit diabetes mellitus. Perubahan tersebut pada umumnya
berpengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh
pada activity of daily living (Fatmah, 2010). Usia harapan hidup lansia di Indonesia
semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu
pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun
meningkat.
Penyakit DM sering terjadi pada kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia >65
tahun, 8,6 % menderita DM tipe II. Angka ini mencakup 15 % populasi pada panti lansia
(Steele, 2008). Laporan statistik dari International Diabetik Federation menyebutkan,
bahwa sudah ada sekitar 230 juta orang pasien DM. Angka ini terus bertambah hingga 3 %
atau sekitar 7 juta orang tiap tahunnya. Dengan demikian, jumlah pasien DM diperkirakan
akan mencapai 350 juta orang pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di
Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan Indonesia (Tandra, 2007).
Kasus Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 28.858 kasus diderita usia 45-64 tahun, yang
terdiri 4.438 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe 1 dan 24.420
DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM tipe 2. Sedangkan usia >65
tahun terdapat 11.212 kasus DM, yang terdiri 3.820 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung
Insulin) atau DM tipe 1 dan 7.392 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin)
atau DM tipe 2 (Profil Kesehatan Kota Semarang, 2010).
Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak tergantung
insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes melitus makin meningkat pada lanjut usia.
Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang akibat
peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota
besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif.
Hasil pendataan yang dilakukan oleh penulis di puskesmas tanjung rejo desa percut
kecamatan deli serdang tahun 2015 terdapat jumlah usia lanjut > 45 tahun sebanyak 16
orang dan lansia yang menderita penyakit diabetes melitus diwilayah kerja puskesmas
tanjung rejo desa percut sejumlah 14 pasien.
Berkaitan dengan data tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui tentang
pengelolaan keluarga dengan memberikan asuhan keperawatan gerontik untuk “Asuhan
Keperawatan Gerontik Gangguan Sistem Endokrin Dengan Diabetes Mellitus Pada Ny.S Di
Dusun X Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien lansia dengan diabetes mellitus.
2. Tujuan Khusus
2.1 Mengetahui definisi diabetes mellitus
2.2 Mengetahui etiologi diabetes mellitus
2.3 Mengetahui gambaran klinis diabetes mellitus
2.4 Melakukan pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus
2.5 Menyusun intervensi pada klien dengan diabetes mellitus

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup makalah ini adalah hanya membahas tentang asuhan keperawatan pada klien

lansia dengan Diabetes Mellitus (DM).


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian diabetes pada lansia


Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,
dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik
yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan
lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional (Nugroho, 2008).

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan


metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau
secara relatif kekurangan insulin. Klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah
tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).

B. Penyebab terjadinya penuaan pada lansia


Banyak faktor yang menyebabkan setiap orang menjadi tua melalui proses
penuaan. Pada dasarnya berbagai faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi
faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas,
hormon yang menurun kadarnya, proses glikosilasi, sistem kekebalan tubuh yang
menurun dan juga faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal adalah gaya hidup
yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan hidup yang salah, paparan polusi
lingkungan dan sinar ultraviolet, stres dan penyebab sosial lain seperti kemiskinan.
Kedua faktor ini saling terkait dan memainkan peran yang besar dalam penyebab
proses penuaan (Uchil Nissa, 2014).
C. Perubahan lansia pada sistem endokrin
Sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar gula
puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini adalah faktor
diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan. Frekuensi hipertiroid pada lansia
yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari jumlah tersebut mempunyai gejala, dan
sebagian menunjukkan “apatheic thyrotoxicosis”.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem endokrin


akibat proses menua:

1. Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah glukosa darah
puasa 140 mg/dL dianggap normal.
2. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini adalah
kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap normal.
3. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini adalah
pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
4. Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit menurun, dan
waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal ini adalah serum T3
dan T4 tetap stabil.
5.
D. Patofisiologi penyakit diabetes akibat penuaan
Diabetes mellitus adalah “suatu gangguan metabolik yang melibatkan
berbagai sistem fisiologi, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme
glukosa.” Fungsi vaskular, renal, neurologis dan penglihatan pada orang yang
mengalami diabetes dapat terganggu dengan proses penyakit ini, walaupun
perubahan-perubahan ini terjadi pada jaringan yang tidak memerlukan insulin untuk
berfungsi (Stanley, Mickey, 2006).

Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi bagi seseorang untuk mengalami


diabetes, walaupun terdapat dua tipe yang dominan. Diabetes mellitus tergantung
insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)), atau diabetes tipe I, terjadi
bila seseorang tidak mampu untuk memproduksi insulin endigen yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe diabetes ini terutama dialami oleh orang yang
lebih muda. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM)) atau diabetes tipe II, adalah bentuk yang paling sering
pada penyakit ini. Antara 85-90 % orang dengan diabetes memiliki tipe NIDDM,
yang lebih dekat dihubungkan dengan obesitas daripada dengan ketidakmampuan
untuk memproduksi insulin (Stanley, Mickey, 2006).

NIDDM, bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah ancaman
serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan. Pertama, komplikasi kronis yang
dialami dalam hubungannya dengan fungsi penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan
perkemihan dapat lebih menambah beban pada sistem tubuh yang telah mengalami
penurunan akibat penuaan. Kedua, sindrom hiperglikemia hipeosmolar nonketotik,
suatu komplikasi diabetes yang dapat mengancam jiwa meliputi hiperglikemia,
peningkatan osmolalitas serum, dan dehidras, yang terjadi lebih sering di antara
lansia (Stanley, Mickey, 2006).

E. Karakteristik penyakit diabetes mellitus pada lansia


Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan
yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi
mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya (American Diabetes Assosiation, 2004 dalam Smeltzer&Bare,
2008).

Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1
disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun
sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus
diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan
resistensi insulin (American Council on Exercise, 2001; Smeltzer&Bare, 2008). DM
tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi karena gejala
yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas,
poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer&Bare, 2008).

F. Pencegahan
1. Pencegahan primer
Pendidikan tentang kebutuhan diet mungkin diperlukan. Suatu perencanaan
makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% protein, dan 75% karbohidrat
kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah
lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin (Stanley, Mickey, 2006).

Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Berjalan atau


berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang
sanga baik untuk para pemula.

2. Pencegahan sekunder
A. Penapisan
Kadar gula darah harus diperiksa secara rutin sebagai komponen dari
penapisan, tetapi hasil yang negatif dalam gejala ringan yang lain tidak dapat
dianggap sebagai suatu kesimpulan. Tes toleransi glukosa oral pada umumnya
dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator yang dapat diandalkan daripada
kadar glukosa darah puasa dan harus dilakukan untuk menentukan diagnosis dan
perawatan awal NIDDM (Stanley, Mickey, 2006).
3. Nutrisi
Perawat yang membantu lansia dalam merencanakan makan dapat mengambil
kesempatan untuk memberikan pendidikan kepada klien tentang prinsip umum
nutrisi yang baik. Perawat dapat mengajarkan klien tentang membaca label untuk
menghindari asupan sehari-hari, memilih sumber-sumber makanan rendah
kolesterol, dan memasukkan serat yang adekuat dalam diet mereka (Stanley,
Mickey, 2006).

4. Olahraga
Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan
fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina
dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi. Walaupun berenang dan
berjalan cepat telah dinyatakan sebagai pilihan yang sangat baik untuk lansia
dengan NIDDM, tipe aktivitas lainnya juga sama-sama bermanfaat. Khususnya,
aerobik yang menawarkan manfaat paling banyak. Seseorang dengan NIDDM
harus melakukan latihan minimal satu kali setiap 3 hari (Stanley, Mickey, 2006).

5. Pengobatan
Bila intervensi sebelumnya tidak berhasil dalam memodifikasi kadar gula darah
dan gejala-gejala, terapi agens oral dan insulin akan diperlukan untuk menambah
suplai dari tubuh (Stanley, Mickey, 2006).

1. Gambaran Klinis DM pada Lansia

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lansia


umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat
perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi
dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering
muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar
sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :

 Katarak
 Glaukoma
 Retinopati
 Gatal seluruh badan
 Pruritus Vulvae
 Infeksi bakteri kulit
 Infeksi jamur di kulit
 Dermatopati
 Neuropati perifer
 Neuropati viseral
 Amiotropi
 Ulkus Neurotropik
 Penyakit ginjal
 Penyakit pembuluh darah perifer
 Penyakit koroner
 Penyakit pembuluh darah otak
 Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang
tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami
infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi
absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan
dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.
Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan
berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.

Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala


kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas.

2. Penatalaksanaan DM pada Lansia

Menurut Steven diperkirakan 25 – 50% dari DM lansia dapat


dikendalikan dengan baik hanya dengan diet saja. 3% membutuhkan insulin
dan 20 – 45% dapat diobati dengan oral anti diabetik dan diet saja.

Para ahli berpendapat bahwa sebagian besar DM pada lansia adalah


tipe II, dan dalam penatalaksanaannya perlu diperhatikan kasus perkasus, cara
hidup pasien, keadaan gizi dan kesehatannya, adanya penyakit lain yang
menyeertai serta ada/tidaknya komplikasi DM.

Pedoman penatalaksanaan DM lansia adalah :

1. Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan


kepada pasien dan keluarganya.
2. Menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia (quality of life) seperti
rasa haus, sering kencing, lemas, gatal-gatal.
3. Lebih bersifat konservatif, usahakan agar glukosa darah tidak terlalu tinggi
(200-220 mg/dl) post prandial dan tidak sampai normal betul karena
bahaya terjadinya hipoglikemia.
Mengendalikan glukosa darah dan berat badan sambil menghindari resiko
hipoglikemia.
3. Pathway

Defisiensi Insulin

glukagon↑ penurunan pemakaian

glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi

Mual muntah ↓ pH Hemokonsentrasi

Resti Ggn Nutrisi Asidosis Trombosis

Kurang dari kebutuhan

 Koma
 Kematian Aterosklerosis

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN PENYAKIT
DIABETES MELITUS

Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan gerontik ini dilaksanakan didusun X


pada tanggal 30 Januari 2019, yang mana penulis mengadakan kunjungan rumah
sebanyak 15 kepala keluarga diobservasi dengan usia lansia 55-65 tahun keatas
sebanyak 5 orang. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan gerontik penulis
melakukan pelayanan kesehatan hanya pada Ny.S, adapun langkah-langkah
pembuatan asuhan keperawatan gerontik dapat dijelaskan sebagai berikut:

3.1.Pengkajian
3.1.1. Pengumpulan data
1. Identitas
Ny.S berumur 60 tahun, jenis kelamin perempuan, sudah kawin, beragama
islam, suku jawa dan berkebangsaan Indonesia.

2. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi


Ny.S mengatakan semenjak sakit diabetes tidak bekerja lagi hanya Ny.S
menjaga warung disamping rumahnya, pekerjaan sebelumnya Ny.S sebagai
nelayan dan menjual ikan hasil tangkapannya ke pasar sedangkan Tn.Z
bekerja sebagai petani dan membantu suaminya untuk bertani disawah.
Pendapatan Tn.Z tidak menentu dalam 1 bulan, yaitu ± 350.000/bulan. Dan
anak satu-satunya terkadang mau memberi uang tambahan pada orang tuanya.

3. Lingkungan tempat tinggal kebersihan dan kerapihan


Rumah Tn.Z merupakan rumah milik pribadi dengan ukuran kurang lebih 100
m2. Termasuk rumah permanent, berdinding tembok lantainya dari semen.
Mempunyai 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 ruang makan, 1 dapur , 1 kamar mandi
dan WC. Saat dilakukan pengkajian ventilasi rumah sudah mencukupi 10% dari
total bangunan dan lingkungannya tampak kurang bersih, banyak lawa-lawa
diventilasi dan jendela.

Penerangan dalam ruangan dirumah Tn.Z kurang terang pada siang hari
dikarenakan jendela rumah jarang dibuka sehingga sirkulasi dalam ruangan tidak
nyaman, keadaan kamar tidur kurang rapi, dapur terlihat berantakan karena alat-
alat dapur tidak disusun dengan rapi, kamar mandi tampak kotor dan berlumut.

Keluarga memperoleh air minum dari sumur pompa yang ada dirumahnya.
Kualitas air jernih dan tidak berbau. Keluarga selalu memasak air sumur sampai
mendidih.Persediaan air mencukupi kebutuhan keluarga, apabila pompa rusak
keluarga berusaha untuk membeli air minum.

Keluarga mempunyai jamban sendiri, pembuangan tinja melalui septik tank.


Kebiasaan keluarga Tn.Z memelihara jamban tidak dimanfaatkan dengan baik
sehingga jamban menjadi tumpukan sampah, tidak terpelihara dan berbau.

Keluarga memiliki tempat pembuangan sampah dan biasanya keluarga


membakar sampah dibelakang rumahnya. Pengolahan air limbah keluarga kurang
baik, dibuang ke selokan dan tersumbat akibat sampah yang dibuang
sembarangan.

Lingkungan rumah Ny.S tampak bersih, pekarangan tidak dimanfaatkan


secara maksimal hanya ada beberapa tanaman saja.

4. Riwayat kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
Keadaan Ny.S saat ini kurang membaik. Klien mengeluh dengan
penyakitnya, klien mengatakan menderita penyakit diabetes, ada luka pada ibu jari
kaki sebelah kanan berwarna merah sekitar 2 cm dan tidak sembuh sejak 3 bulan
yang lalu. Luka sudah diobati, namun belum bisa sembuh sampai sekarang. Ny.S
merasa banyak minum tapi juga banyak kencing walaupun pada dasarnya Ny.S
juga udah sering minum banyak. Klien tampak lemas, sering ngantuk, berat badan
menurun dari 75 kg menjadi 60 kg, mukosa mulut dan bibir klien kering,
pandangan kabur dan klien cemas dengan kondisinya saat ini. Keluarga
mengatakan Ny.S dibawa berobat ke puskesmas namun penyakitnya tidak bisa
sembuh karena jarang kontrol ke puskesmas.

b. Riwayat kesehatan masa lalu


Ny.S mengatakan tidak ada penyakit masa lalu dan tidak ada alergi terhadap
makanan, obat-obatan dan tidak pernah anggota keluarga yang mengalami
kecelakaan. Ny.S mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit, Ny.S
hanya meminum obat yang ada diwarungnya dan jika tidak sembuh juga Ny.S
berusaha membawa berobat ke klinik maupun puskesmas. Keluarga juga
mengatakan tidak pernah dirawat dirumah sakit.

5. Pola fungsional
a. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
Keluarga mengatakan selalu menjaga kesehatannya dengan makan teratur.
Klien tidak ada riwayat merokok maupun minum-minuman keras. Jika
anggota keluarga sakit, keluarga meminum obat yang ada diwarungnya
maupun obat yang telah diresepkan oleh dokter.

b. Nutrisi metabolik
Kebiasaan keluarga untuk makan dan minum setiap anggota keluarga tidak
sama. Ny.S mempunyai kebiasaan makan tidak tentu kadang 2x atau bisa
lebih, suka makan-makanan yang manis dan kadang tidak tentu berapa kali
dalam sehari namun untuk minum klien lebih senang minum teh yang kental
dan manis. Klien mengatakan setelah mengetahui menderita diabetes, klien
mengurangi makan-makanan yang manis. Klien mengatakan setiap makan
hanya menghabiskan ½ porsi karena takut gula darah semakin naik.
Sedangkan Tn.Z dan anaknya makan seadanya 3x sehari, kebiasaan minum
tergantung aktivitas, ketika aktivitasnya berat minumnya bisa lebih dari 2 liter
perhari, ketika aktivitasnya biasa hanya minum 4-5 gelas berupa air putih dan
air teh.
c. Eliminasi
Ny. S biasa BAB 1x/hari, BAK tergantung banyaknya air yang Ny.S
minum kalau minumnya banyak BAK bisa lebih dari 3x. Ny.S banyak
minum sehingga di sering kali kencing terkadang sampai 10 kali sedangkan
untuk BAB biasanya 1 kali sehari.

d. Aktivitas pola latihan rutinitas


Keluarga mengatakan mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, keramas sekali 2
hari, dan ganti pakaian tiap kali selesai mandi. Kegiatan yang biasa dilakukan
Ny.S dan Tn.Z adalah jalan-jalan disekitar rumah sambil berbincang-bincang
dengan tetangga dekat rumah mereka. Ny.S mengatakan kadang-kadang
kakinya kesemutan.

e. Pola istirahat dan tidur


Ny.S jarang sekali tidur siang, karena tiap hari pergi kesawah. Tidur siang
jamnya tidak tentu dan tidur malam dari pukul 22.00 sampai dengan 04.30
WIB atau ketika adzan subuh setelah itu tidak tidur lagi sedangkan Ny. S
jarang tidur siang atau hampir tidak pernah tidur siang, untuk malam biasanya
tidur diatas pukul 21.00 sampai dengan 05.00 WIB dan setelah itu tidak tidur
lagi.

f. Pola kognitif-persepsi
Ny.S mengatakan mata sebelah kiri tidak bisa melihat dengan jelas,
pangangan kabur terutama menjelang malam hari. Klien mengatakan apabila
keluar ruangan atau jalan-jalan di sekitar rumah harus memegang dinding
terlebih dahulu sebagai sokongan. Klien tampak berjalan sambil memegang
dinding atau pakai tongkat. Klien tampak tidak tahu dan tidak melihat dengan
jelas pada saat seseorang datang kerumah dan menanyakan kepada perawat
siapa yang datang. Klien mengatakan tidak tahu komplikasi dari diabetes
mellitus, penyebab dan perawatan diabetes terutama pada luka yang ada dijari
kaki sebelah kanannya.
g. Persepsi diri-pola konsepsi diri
Ny.S beranggapan bahwa ia mampu membiayai kebutuhan hidup. Ny. S
masih tetap semangat meskipun sudah tua dan suami tak dapat bekerja lagi.
Ny.S mengatakan tetangga-tetangganya sangat baik kepada mereka dan mau
saling membantu dengan sesama.

h. Pola peran-hubungan
Tn. Z mengatakan perannya sebagai ayah dan suami dikeluarga sangat
penting dan berharga meskipun istri saat ini sedang mengalami penyakit
diabetes. Dan Ny. S sebagai istri hanya bisa membantu untuk menjaga
warung dirumah dan mendapat penghasilan secukupnya, sedangkan An.A
yang berperan sebagai anak dan bekerja mengajar anak SMP dan mau
membantu kedua orang tuanya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

i. Sexualitas
Ny.S mempunyai 1 orang anak yang sudah dewasa dan belum menikah. Ny.S
sudah tidak pernah melakukan hubungan seksual lagi karena menderita
penyakit diabetes.

j. Koping-pola toleransi stress


Ny.S mengatakan jika ada kesulitan dalam keluarga, masih mampu untuk
mengatasinya dengan cara bermusyawarah dengan anggota keluarga dirumah.

k. Nilai keyakinan
Ny.S menganut agama Islam dan percaya terhadap agam yang dianutnya.
Ny.S mengatakan selalu berdoa kepada Tuhan jika keluarga ada masalah.

6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : compos mentis
b. TTV :
- TD : 130/80 mmhg
- S : 36,2o C
- P : 68x/menit
- RR : 20 x/menit
c. BB/TB : 60 kg/155 cm
d. Kepala :
- Rambut : pendek, lurus dan hitam dan mulai memutih
- Mata : konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik
- Telinga : bersih, tidak ada serumen
- Mulut : kotor dan terdapat karang gigi
- Gigi : tidak lengkap, sudah ada yang berlubang dan ompong
- Bibir : tampak lembab
- Dada : simetris dan tidak ada pembengkakan
- Abdomen : simetris, tidak terdapat nyeri tekan
- Kulit : berwarna sawo matang, dan tidak pucat
- Ekstremitas : simetris, dan kekuatan otot baik, terdapat luka dibagian
jempol kaki sebelah kanan.

3.1.2. Analisa data


No. Sign symptom Etiologi Problem

1. Ds : Gangguan Kerusakan
metabolisme integritas kulit
- Klien mengatakan ada luka
pada ibu jari kaki sebelah
kanan yang tidak sembuh
sejak 3 bulan yang lalu. Luka
sudah diobati, namun sampai
sekarang luka tersebut tidak
sembuh-sembuh.
- Klien mengatakan setelah
mengetahui menderita
diabetes, klien mengurangi
makan-makanan yang manis.
- Klien mengatakan setiap
makan hanya menghabiskan ½
porsi karena takut gula darah
semakin naik.
Do :

- Ditemukan adanya luka pada


ibu jari kaki sebelah kanan
berwarna merah sekitar 2 cm.
- Klien tampak lemas dan sering
ngantuk.
- Berat badan klien menurun
dari 75 kg menjadi 60 kg.
- Mukosa mulut dan bibir klien
kering.
2. Ds : Penurunan Resiko terjadi
ketajaman cedera
- Klien mengatakan mata
penglihatan
sebelah kiri tidak bisa melihat
dengan jelas, pandangan kabur
terutama menjelang malam
hari.
- Klien mengatakan apabila
keluar ruangan atau jalan-jalan
di sekitar rumah harus
memegang dinding terlebih
dahulu sebagai sokongan.
Do :

- Klien tampak tidak tahu dan


tidak melihat dengan jelas
pada saat seseorang datang
kerumah dan menanyakan
kepada perawat siapa yang
datang.
- Klien tampak berjalan sambil
memegang dinding atau pakai
tongkat.
- Penerangan dalam ruangan
dirumah Tn. Z kurang terang
pada siang hari dikarenakan
jendela rumah jarang dibuka.
3.2.Diagnosa keperawatan
Tanggal
No. Diagnosa keperawatan Paraf
Ditemukan Teratasi

1. Kerusakan integritas kulit 30 Januari 2019


berhubungan dengan gangguan
metabolik yang ditandai dengan
klien mengatakan ada luka pada
ibu jari kaki sebelah kanan yang
tidak sembuh sejak 3 bulan yang
lalu. Luka sudah diobati, namun
sampai sekarang luka tersebut
tidak sembuh-sembuh. Klien
mengatakan setelah mengetahui
menderita diabetes, klien
mengurangi makan-makanan yang
manis. Klien mengatakan setiap PERAWAT
makan hanya menghabiskan ½
porsi karena takut gula darah
semakin naik. Ditemukan adanya
luka pada ibu jari kaki sebelah
kanan berwarna merah sekitar 2
cm, klien tampak lemas dan sering
ngantuk, berat badan klien
menurun dari 75 kg menjadi 60 kg,
mukosa mulut dan bibir klien
kering.

2. Resiko terjadi cedera berhubungan 30 Januari 2019


dengan penurunan ketajaman
penglihatan yang ditandai dengan
klien mengatakan mata sebelah
kiri tidak bisa melihat dengan
jelas, pandangan kabur terutama
menjelang malam hari. Klien
mengatakan apabila keluar
ruangan atau jalan-jalan di sekitar
rumah harus memegang dinding
terlebih dahulu sebagai sokongan.
Klien tampak tidak tahu dan tidak
melihat dengan jelas pada saat
seseorang datang kerumah dan
menanyakan kepada perawat siapa
yang datang. Klien tampak
berjalan sambil memegang dinding
atau pakai tongkat. Penerangan
dalam ruangan dirumah Tn.Z
PERAWAT
kurang terang pada siang hari
dikarenakan jendela rumah jarang
dibuka.
3.3.Intervensi keperawatan
No. Diagnosa keperawatan NOC NIC Paraf

1. Kerusakan integritas Setelah dilakukan 1. Kaji pengetahuan


kulit berhubungan tindakan keperawatan klien mengenai
dengan gangguan 3x30 menit klien adanya faktor resiko
metabolik. mampu yang dapat
mempertahankan menyebabkan
keutuhan kulit dengan kerusakan kulit.
kriteria: 2. Pantau warna, suhu,
- Kadar gula darah dan kelembapan
normal kulit pada klien.
3. Kolaborasi PERAWAT

melakukan
pemeriksaan gula
darah.
2. Resiko terjadi cedera Setelah dilakukan 1. Ajarkan kepada
berhubungan dengan tindakan keperawatan keluarga untuk
penurunan ketajaman selama 3x30 menit, menyediakan
penglihatan. cedera tidak terjadi pada lingkungan yang
klien dengan kriteria: aman untuk pasien.
2. Identifikasi
- Klien terbebas dari
kebutuhan
cedera
keamanan pasien,
- Klien mampu
sesuai dengan
menjelaskan cara
kondisi fisik dan
untuk mencegah
fungsi kognitif
cedera.
pasien dan riwayat
penyakit terdahulu
pasien.
3. Ajarkan kepada
keluarga dan klien
untuk
menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya (misalnya
memindahkan
perabotan
PERAWAT
berbahaya,
kebersihan lantai
rumah dan kamar
mandi).
4. Ajarkan kepada
keluarga untuk
memberikan
penerangan yang
cukup di dalam
rumah.
3.4.Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tanggal Diagnosa keperawatan Jam Implementasi Evaluasi Paraf

30 januari Kerusakan integritas kulit 1. Mengucapkan salam kepada S : - Klien mengatakan sudah
2019 berhubungan dengan pasiealam dijawab oleh pasien mengetahui keadaan
gangguan metabolik. dan keluargan dan keluarga. kulitnya.
2. S.
O : - Klien tampak merasa gatal
3. Menjelaskan tujuan yang akan
dan sakit pada kulitnya
disampaikan pada klien.
4. Mengkaji pengetahuan klien - Klien tidak menjawab
tentang keadaan kulit yang semua pertanyaan dengan
tampak pada klien (lanjut sempurna.
usia).
A : Masalah belum teratasi.
5. Mendiskusikan pada klien cara
untuk mencegah kulit yang P : Lanjutkan rencana tindakan.
pecah-pecah atau ada luka,
(klien mengatakan tidak
mampu melakukannya karena
tidaknya).
6. Memberi kesempatan pada
klien untuk bertanya apabila
ada materi yang belum jelas
(klien mengatakan sudah lupa
tentang cara mencegah kulit
pecah-pecah atau mengobati
luka yang sudah ada).
7. Menjelaskan kembali kepada
klien klien cara untuk
mencegah kulit yang sudah
kering.
8. Memberi kesempatan klien
untuk bertanya.
9. Menanyakan kembali kepada
klien tentang pengobatan luka
pada kulit-kulitnya (klien
menjawab dengan baik tetapi
tidak sempurna).
10. Memberi pujian atas
kemampuan klien mendengar
,dan menjawab sebagian
pertanyaan dari perawat.
11. Kontrak waktu kembali
dengan klien.
31 Januari 1. Menyampaikan salam, pasien S : - Klien mengatakan
2019 menjawab. mengerti sedikit tentang
2. Membicarakan dengan penyakit yang dialaminya.
keluarga tentang ruangan dan
O : - Klien hati-hati dan defektif
lingkungan yang aman
terhadap lingkungan dan
terhadap resiko cedera
ruangan.
berhubungan dengan keadaan
pasien. A : - Masalah belum teratasi.
3. Memotivasi keluarga untuk
P : - Lanjutkan rencana
menuntun pasien dorongan dan
tindakan
lingkungan.
4. Membicarakan
penatalaksanaan kenyamanan
rumah baik dari segi fasilitas
dan kondisi ruangan.
5. Mengidentifikasi tingkat
ketajaman penglihatan pasien
dengan uji lapangan pandang.
6. Merapikan ruangan dan
membantu keluarga untuk
penataan ruangan yang aman
dari kondisi pasien.
7. Memotivasi pasien untuk
makan siang. Makanan habis 1
porsi.
8. Menganjurkan pasien untuk
istirahat siang. Pasien dapat
tidur dengan nyenyak.
9. Menganjurkan pasien dan
keluarga untuk perawatan diri.
31 januari 1. Salam pembuka, S : - Klien mengatakan udah
2019 mengingatkan dengan kontrak lupa ,lebih mudah
yang disepakati. mengingat yang dulu dari
2. Menjelaskan tujuan pertemuan pada penjelasan yang
dilakukan. disampaikan .
3. Mengakaji pengetahuan klien
O : - Klien menceritakan
tentang kejadian-kejadian
kejadian yang dulu kepada
dimasa lampau.
perawat.
4. Membantu mengembalikan
daya ingat klien dengan A : - Masalah teratasi sebagian
menunjukan gambar-gambar
P : - Lanjutkan rencana
atau album foto yang ada pada
keperawatan
keluarga.
5. Memberi kesempatan pada
klien untuk menanyakan atau
tehnik yang belum jelas (klien
mengatakan lebih ingat dengan
kejadian dulu daripada yang
sekarang, klien mudah lupa).
6. Menjelaskan pada klien bahwa
kejadian atau hal yang dialami
pada klien itu karena pengaruh
dari usia yang semakin
bertambah tua, dimana organ
tubuh sudah mulai menurun
fungsinya misalnya otak,
(klien mendengar dengan
antusias).
7. Menganjurkan klien agar tetap
melatih daya ingat.
8. Memberi motivasi kepada
keluarga dan klien.
9. Mengevaluasi tingkat
pengetahuan keluarga dan
klien tentang apa yang yang
sudah diberikan.
31 januari Resiko terjadi cedera 1. Mengucapkan salam kepada S : Klien mengatakn tidak ingat
2019 berhubungan dengan pasien dan keluarga. tentang materi yang dijelskan.
penurunan ketajaman 2. Salam dijawab oleh pasien dan O : Klien tampak duduk santai
penglihatan. keluarga. disamping istri
3. Menjelaskan tujuan yang akan
A : Masalah belum teratasi
disampaikan pada klien.
4. Memberi kesempatan pada P : Lanjutkan tindakan keperawatan
klien untuk bertanya apabila
ada materi yang belum jelas
(klien mengatakan sudah lupa
tentang cara mencegah kulit
pecah-pecah atau mengobati
luka yang sudah ada).
5. Menjelaskan kembali kepada
klien klien cara untuk
mencegah kulit yang sudah
kering.
6. Memberi kesempatan klien
untuk bertanya.
7. Memberi pujian atas
kemampuan klien mendengar
,dan menjawab sebagian
pertanyaan dari perawat.
8. Kontrak waktu kembali
dengan klien.

31 januari 1. Menyampaikan salam. S : - Klien mengatakan


2019 2. Pasien menjawab salam. mengerti sedikit tentang
3. Membicarakan dengan masalah lantai yang kotor
keluarga tentang ruangan dan dan licin.
lingkungan yang aman
O : - Klien tampak berjalan
terhadap resiko cedera
dengan hati –hati karena
berhubungan dengan keadaan
lantai rumah yang licin.
pasien.
4. Menganjurkan pasien untuk A : Masalah belum teratasi .
istirahat siang.
P : Pertahankan rencana
5. Pasien dapat tidur dengan
tindakan.
nyenyak.
6. Menganjurkan pasien dan
keluarga untuk perawatan diri.
1 februari 1. Salam pembuka, S : - Klien dapat menjawab
2019 mengingatkan dengan kontrak sedikit pertanyaan yang
yang disepakati. diberi.
2. Menjelaskan tujuan pertemuan
O : - Klien tampak serius
dilakukan.
mendengar penjelasan
3. Mengkaji pengetahuan klien
perawat.
tentang kejadian-kejadian
dimasa lampau . A : Masalah teratasi sebagian
4. Memberi kesempatan pada
P : Lanjutkan rencana
klien untuk menanyakan atau
keperawatan.
tehknik yang belum jelas
(klien mengatakan lebih ingat -
dengan kejadian dulu daripada
yang sekarang,klien mudah
lupa)
5. Memberi motivasi kepada
keluarga dan klien.
6. Mengevaluasi tingkat
pengetahuan keluarga dan
klien tentang apa yang yang
sudah diberikan.
BAB IV

KESIMPULAN

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang
diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif kekurangan insulin.
Klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia adalah Umur yang
berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin, Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya
massa otot dan perubahan vaskuler, Obesitas, banyak makan, Aktivitas fisik yang kurang, Penggunaan obat yang bermacam-macam,
Keturunan, Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress. Pada DM lansia tidak terjadi poliuria, polidipsia, akan tetapi keluhan
yang sering muncul adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Prinsip penatalaksanaan DM
lansia adalah Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya, Menghilangkan
gejala-gejala akibat hiperglikemia,Lebih bersifat konservatif, Mengendalikan glukosa darah dan berat badan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara,
Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Francis S Greenspan, John D Baxter. Endokrinologi dasar & klinik edisi 4, Jakarta : EGC, 1998.

Anda mungkin juga menyukai