Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DISUSUN OLEH

NAMA : RIMAYAZUL AINI

KELAS : A2 / SMT 6 / TING 3

NIM : 081SYUC17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1

MATARAM

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Konsep Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tatabahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

MATARAM, 12 april 2020

i
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………

1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………………

1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………………

1.3 TUJUAN……………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….

2.2.1 Pengkajian Pasien Dengan Kegawatan Prehospital, Hospital, Bencana Alam dan
KLB………………………………………………………………………………………

1. Primary Survey…………………………………………………………………………

2. secondary Survey……………………………………………………………………...

3. Intervensi Resusitasi……………………………………………………………………

2.2.2 Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat………………

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………

3.1 KESIMPULAN………………………………………………………………………..

3.2 SARAN…………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau
banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat,
tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau
cacat atau kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.
Keadaan darurat adalah keadaan yang terjadi mendadak, sewaktu-waktu / kapan saja, terjadi
dimana saja dan dapat menyangkut siapa saja sebagai akibat dari suatu kecelakaan, suatu proses
medic atau perjalanan suatu penyakit.
Dalam keadaan darurat harus dilakukan tindakan penanganan awal untuk mencegah keadaan
pasien menjadi tambah buruk. Pada pasien trauma waktu sangatlah penting, diperlukan cara yang
mudah untuk menangani, biasanya proses ini dinamakan sebagai initial assessment ( penilaian awal ).
Dalam initial assessment terdapat tindakan primary survey dan secondary survey.
Primary survey merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menilai keadaan klien dengan
menggunakan metode ABCDE ( Airwey, Breathing, Circulation, Disability, Exposure ) dilakukan
pada saat waktu emasnya.
Secondary survey merupakan tindakan lanjutan dari primary survey yang dilakukan dengan
mengkaji secara menyeluruh dari ujung kepala sampai ujung kaki klien, biasanya sebagai pengkajian
Head to toe.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengkajian Pasien Dengan Kegawatan Prehospital, Hospital, Bencana Alam dan
KLB?
2. Bagaimana pengkajian primary survey ?
3. Bagaimana pengkajian secondary survey ?
4. Bagaimana intervensi Resusitasi ?
5. Bagaimana Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengkajian pasien dengan keperawatan pre hospital, hospital, bencana alam,
KLB.
2. Untuk mengetahui pengkajian primay survey.
3. Untuk mengetahui secondary survey.
4. Untuk mengetahui intervensi resusitasi.

1
5. Untuk mengetahui proses keperawatan pada area keperawatan gawat darurat

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.2.1 Pengkajian Pasien Dengan Kegawatan Prehospital, hospital, bencana alam dan KLB,
Menjelaskan primary survey, secondary survey dan intervensi resusitasi
.
1. Pengkajian Pada Prehospital
Pengkajian prehospital adalah pengkajian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
pre hospital ( perawat ambulan / PSC ) bertujuan membantu dalam mengetahui kondisi,
penyebab, dan intervensi segera yang bisa diberikan kepada pasien. Prinsip dari
pengkajian pre hospital adalah cepat dan tepat ( berfokus pada pasien ). Diketahui
pengkajian prehospital memiliki empat pokok macam, diantaranya yaitu: scene
assessment, primary assessment, secondary assessment dan reassessment ( pengkajian
ulang ). Semua pengkajian ini saling berhubungan dan melengkapi.
Pengkajian lingkungan ( scene assessment ), merupakan langkah awal bagi
tenaga kesehatan prehospital / perawat ambulan yang akan melakukan pertolongan ke
lokasi kejadian. Adapaun kegiatan scene assessment secara berurutan yaitu :
a. 3A yaitu Aman Diri ( menggunakan perlindungan diri / APD, Aman
Lingkungan ( melihat situasi dan lokasi yang berpotensi menimbulkan
bahaya dan mengamankan orang-orang yang ada disekitar tempat
tersebut ), Aman Pasien ( pasien berada ditempat, dan posisi aman ).
b. Cek kesadaran pasien dengan AVPU.
A: Alert = sadar penuh
V: to Verbal = memberikan respon dengan rangsangan suara
P: to Pain = memberikan respon dengan rangsangan nyeri
U: unresponsive = tidak memberikan respon.
c. Dilakukan Triage. Melakukan pengelompokan pasien sesuai prioritas
kegawatan jika korban atau pasien kegawatan berjumlah lebih dari satu.
Jika satu pasien, berfokus pada prioritas kegawatan.
d. Meninjau kebutuhan alat dan bantuan tambahan sesuai kondisi dan
jumlah pasien.
e. Mengenali mekanisme kecelakaan.

3
2. Pengkajian Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah
yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara loka untuk menentukan
dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar
yang berdekatan
1) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
2) IVP atau Urogram Exerotory dan CT Scanning
Ini dilakukan untuk mengetahui jenis cedera ginjal yang ada
3) Uretografi
Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra
4) Sistografi
Ini diguanakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada fraktur pelvis, traumanon-penetrasi.

b. Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit


1) Pengambilan contoh darah dan urine
Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium
rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah
lengkap, potasium, glukosa, amilase.
2) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin
berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas
di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
3) Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendenens atau
descendens dan dubur. (Hudak & Gallo, 2001).

4
3. Bencana Alam dan KLB
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan
yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai
berikut: “Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka”.
Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan, yaitu peningkatan kasus yang
melebihi situasi yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan
yang sudah kritis, gawat atau berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada
wilayah yang lebih luas.
 Kriteria Kejadian Luar Biasa (Klb)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB
apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1).Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal pada suatu daerah.
2).Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu
dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3).Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis
penyakitnya.
4).Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per
bulan dalam tahun sebelumnya.
5).Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6).Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau

5
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7).Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
 Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Kejadian Luar Biasa (Klb)
Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar
Biasa adalah:
1) Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/ wabah adalah
herd immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah
kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi
penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan individu.
Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit
tersebut.
2) Patogenesitas
Patogenesitas merupakan kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan
reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3) Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism, tetapi mempengaruhi
kehidupan ataupun perkembangan organisme tersebut.

 Penanggulangan KLB
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi:
1) Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk
mengetahui keadaan penyebab KLB dengan mengidentifikasi faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan
perilaku sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian
yang efektif dan efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto, 2009).
2) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk
tindakan karantina.
ujuannya adalah:

6
a) Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh
dan mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan.
b) Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi
mengandung penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat
menularkan penyakit (carrier).
3) Pencegahan dan pengendalian
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada
orang-orang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit
agar jangan sampai terjangkit penyakit.
4) Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit
penyakit/kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan atau benda yang
mengandung bibit penyakit.
5) Penanganan jenazah akibat wabah
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara khusus
menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada
orang lain.
6) Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat
persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar
mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari
penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang
lain. Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta
aktif dalam menanggulangi wabah.
7) Upaya penanggulangan lainnya
Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-
masing penyakit yang dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah.
(Menteri Kesehatan RI, 2010).
4. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :

7
• Airway maintenance dengan cervical spine protection
• Breathing dan oxygenation
• Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
• Disability-pemeriksaan neurologis singkat
• Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa
setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya
hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil.
Setiap anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan
anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll,
sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam
keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu
terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk
perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh
pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang melalui
pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).

Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert.,


D’Souza., & Pletz, 2009) :
a) General Impressions
• Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
• Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
• Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).

8
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain:
• Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
• Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1) Adanya snoring atau gurgling
2) Stridor atau suara napas tidak normal
3) Agitasi (hipoksia)
4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
5) Sianosis
• Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi :
1) Muntahan
2) Perdarahan
3) Gigi lepas atau hilang
4) Gigi palsu
5) Trauma wajah
• Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
• Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien
yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
• Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
1) Chin lift/jaw thrust
2) Lakukan suction (jika tersedia)
3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
4) Lakukan intubasi

9
c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara


lain :
• Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.

• Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
• Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
• Penilaian kembali status mental pasien.
• Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
• Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
1) Pemberian terapi oksigen
2) Bag-Valve Masker
3) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
4) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures.
• Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.

10
d) Pengkajian Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain :
• Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
• CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
• Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
• Palpasi nadi radial jika diperlukan:
1) Menentukan ada atau tidaknya
2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
4) Regularity

• Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia


(capillary refill).
• Lakukan treatment terhadap hipoperfusi.

e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU:
1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan.
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti .
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon)
4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
5. Secondary Survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah
kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik.

11
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi
keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat
keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007). Pengkajian
riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan
dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu,
konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali
melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan
gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh:
a.)Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera
wajah, maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah.
b.)Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal
atau vertebra lain, fraktur ekstremitas.
c.)Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien
dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan
obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama).
Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan
dengan kondisi pasien. Pada pasien dengan kecenderungan konsumsi alkohol, dapat
digunakan beberapa pertanyaan di bawah ini (Emergency Nursing Association,
2007):
• C. have you ever felt should Cut down your drinking?
• A. have people Annoyed you by criticizing your drinking?

12
• G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking?
• E. have you ever had a drink first think in the morning to steady your
nerver or get rid of a hangover (Eye-opener).
6. Intervensi Resusitasi
Bantuam hidup dasar diutamakan pada penanganan airway, breathing, circulation
berdasarkan panduan terbaru dari American Herat Association 2010 mengenai
panduan resusitasi jantung paru ( RJP).
Beberapa hal yang ditekankan pada panduan resusitasi ini yaitu :
1. Kecepatan kompresi minimal 100 kali / menit ( perubahan dari panduan yang
sebelumya menyatakan yang menyatakan “ kurang lebih “ 100x / menit.
2. Kedalaman kompresi paling tidak 2 inch ( 5cm ) pada dewasa dan kedalaman
kompresi paling tidak sepertiga diameter antero posterior dan thorax pada
bayi dan anak ( kurang lebih 1.5 inch ( 4 cm ) pada bayi dan 2 inch ( 5 cm )
pada anak. Perhatikan bahwa rentang 1.5 sampai 2 inchi tidak lagi digunakan
uuntuk korban dewasa, dan kedalaman absolut yang di rekomendasikan
untuk anak dan bayi lebih dalam pada versi AHA sebelumnya.
3. Menciptakan pengembangan dinding dada yang optimal di setiap akhir
kompresi.
4. Minimalkan kompresi saat melakukan kompresi dada
5. Menghindari ventilasi yang berlebihan.

2.2.2 Proses keperawatan pada area keperawatan gawat darurat ( pengakjian, diagnose,
intervensi, implementasi dan evaluasi ).
1. Pengkajian
Proses pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status kesehatan pasien
gawat darurat di rumah sakit secara sistematik, akurat, dan berkesinambungan. Pengkajian ini
dapat memudahkan perawat untuk menetapkan masalah kegawatdaruratan pasien dan rencana
tindakan cepat, tepat, dan cermat sesuai standar.
Standar: perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di awal dan
secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien dalam lingkup
kegawatdaruratan.
Kriteria Proses:
a. Melakukan triase

13
b. Melakukan pengumpulan data melalui primary dan secondary survey pada kasus gawat
darurat di rumah sakit serta bencana internal dan eksternal.
1) Primary Survey
Untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual atau potensian dari kondiri life
threatening (berdampak dalam kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup)
A: Airway atau dengan kontrol servikal
B: Breathing dan ventilasi
C: Circulation dengan kontrol perdarahan
D: Disability pada kasus trauma, "Detibrilation, Drugs, Differential
Diagnosis" pada kasus non trauma
E: Exposure pad a kasus trauma, EKG , "Electrolite Imbalance"
pada kasus non trauma.
2) Secondary Survey
Dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkaajian primer diatasi.
pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat keperawatan
dan pengkajian head to toe.
c. Melakukan re-triase
d. Mengumpulkan data hasil dari pemeriksaan penunjang medik
e. Mengelompokkan dan menganalisa data secara sistematis
f. Melakukan pendokumentasian dengan menggunakan format pengkajian baku.
Krlteria Hasil:
a. Adanya dokumen pengkajian keperawatan gawat darurat yang telah terisi dengan benar
ditandatangani, nama jelas, diberi tanggal dan jam pelaksanaan
b. Adanya rumusan masalah I diagnosa keperawatan gawat darurat.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah diagnosa keperawatan gawat darurat merupakan keputusan klinis perawat
tentang respon pasien terhadap masalah kesehatan aktual maupun resiko yang mengancam
jiwa. Masalah/diagnosa keperawatan yang ditegakkan merupakan dasar penyusunan rencana
keperawalan dalam penyelamatan jiwa dan mencegah kecacatan.
Kriteria proses:
Menetapkan masalah/diagnosa keperawatan mencakup : masalah, penyebab,
tanda dan gejala (PES/PE) berdasarkan prioritas masalah.
Prioritas Masalah Keperawalan Gawat Darurat :
a. Gangguan jalan nalas,

14
b. Tidak efeklifnya bersihan jalan nafas,
c. Pola nafas tidak efektif,
d. Gangguan pertukaran gas,
e. Penurunan curah janlung,
f. Gangguan perfusi jaringan perifer,
g. Gangguan rasa nyaman
h. Gangguan volume cairan tubuh
i. Gangguan perfusi serebral,
j. Gangguan termoregulasi
3. Intervensi Keperawatan
Serangkaian langkah yang bertujuan unluk menyelesaikan masalah diagnosa
keperawatan gawat darurat berdasarkan prioritas masalah yang telah ditetapkna baik secara
mandiri maupun melibatkan tenaga kesehatan lain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Rencana tindakan keperawatan gawat darurat digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan tindakan keperawatan yang sistematis dan efektif.
Kriteria Struktur :
a. Adanya rumusan tujuan dan krileria hasil
b. Adanya rumusan rencana tindakan keperawatan.
Kriteria Proses :
a. Menetapkan tujuan tindakan keperawatan penyelamatan jiwa dan pencegahan kecacatan
sesuai dengan kriteria SMART (Spesific, Measureable, Achieveable, Realiable, Time)
b. Menetapkan rencana tindakan dari tiap-tiap diagnosa keperawatan
c. Mendokumentasikan rencana keperawatan.
Kriteria Hasil:
a. Tersusunnya rencana tindakan keperawatan gawat darurat yang mandiri dan kolaboralif
b. Ada rencana tindakan keperawatan didokumentasikan pada catatan keperawatan.
4. Implementasi
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan yang lelah diidentifikasi dalam rencana asuhan
keperawatan gawat darurat. Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan
gawat darurat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kriteria Proses:
a. Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada standar prosedur operasional yang telah
ditentukan sesuai dengan tingkat kegawatan pasien, berdasarkan prioritas tindakan :
1) Pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit:

15
a) Melakukan triase
b) Melakukan tindakan penanganan masalah penyelamatan jiwa dan pencegahan kecacatan
c) Melakukan tindakan (mandiri dan kolaborasi) sesuai dengan masalah keperawatan yang
muncul.
b. Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan keperawatan
c. Mengutamakan prinsip keselamatan pasien (patient safety), dan privacy
d. Menerapkan prinsip standar baku (standar precaution)
e. Mendokumentasikan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil
a. Adanya dokumen tentang tindakan keperawatan serta respon pasien
b. Ada dokumen tentang pendelegasian tindakan medis (standing order).
5. Evaluasi
Penilaian perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan gawat
darurat mengacu pada kriteria hasil. Evaluasi dilakukan setiap jam, kecuali pasien emergency
setiap 15 menit. Evaluasi ada 2 yaitu proses dan hasil.
Kriteria Proses:
a. Melakukan evaluasi terhadap respon pasien pada setiap tindakan yang diberikan (evaluasi
proses),
b. Melakukan evaluasi dengan cara membandingkan hasil tindakan dengan tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan (evaluasi hasil),
c. Melakukan re-evaluasi dan menentukan tindak lanjut,
d. Mendokumentasikan respon klien terhadap intervensi yang diberikan.
Kriteria Hasil
Ada dokumen hasil evaluasi menggunakan pendekatan SOAP pada tiap
masalah diagnosa keperawatan.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau
banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat,
tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau
cacat atau kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.
Proses pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa terdiri dari primary assessment, secondary
assessment, focused assessment, dan diagnostic procedure.
3.2 SARAN
Pada proses pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa bisa menggunakan format pengkajian
yang telah disusun oleh kelompok sehingga bisa membantu pengumpulan data terkait keluhan dan
kondisi pasien serta mempercepat pemberian penanganan pada pasien secara tepat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Boswick, John A. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta:EGC


Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Numed
Wijaya,S.2010.Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat.Denpasar : PSIK FK Unud

18

Anda mungkin juga menyukai