Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Annisa Pirlaily Pazriani

NIM : I4052201014

Judul Kasus : DM dengan luka

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Diabetes melitus (DM) masih menjadi masalah kesehatan di dunia
dengan prevalensi yang terus meningkat. Diabetes Melitus merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kadar glukosa dalam
darah meningkat atau hiperglikemia. Diabetes militus (DM) memerlukan
penanganan berkelanjutan khususnya dalam pengendalian kadar glukosa
untuk mencegah atau memperlambat terjadinya komplikasi. Komplikasi
sering dialami oleh penderita DM adalah luka yang tidak kunjung sembuh
yang berujung pada ulkus diabetik (Fitriyanti, Febriawati, dan Lussyefrida,
2019 ; Wulandini, Saputra, dan Basri., 2016).
Luka kaki diabetik hampir 85% nya mengalami amputasi. Luka kaki
diabetik umumnya terjadi pada populasi lansia dimana laki laki lebih banyak
terkena dibandingkan pada wanita. Kondisi neuropati menyebabkan
kurangnya sensasi persarafan sehingga pasien kehilangan kepekaannya
terhadap rasa nyeri, akibatnya klien sering tidak menyadari saat ada luka.
Adanya luka menimbulkan gangguan kenyamanan serta mengurangi
pergerakan, pada akhirnya mengurangi kualitas hidup dan kehilangan
kepercayaan diri (Astuti dan Hamka, 2018).
Penyakit Diabetes Melitus berisiko 32 kali terjadi komplikasi ulkus
diabetic. Ulkus diabetik merupakan suatu penyakit yang merupakan
komplikasi lanjut dari keadaan yang dialami oleh seorang penderita Diabetes
Melitus. Ulkus diabetic memiliki dampak negatif yang komplek terhadap
kelangsungan kualitas hidup individu, salah satu diantaranya adalah
amputasi apabila luka atau gangren tersebut mengancam jiwa klien.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan Diabetes Melitus dan
ulkus diabetik yaitu : pengaturan makan atau diet yang baik, tidak boleh
makan gula atau makanan bergula, mengonsumsi makanan dengan kadar
tinggi protein untuk meningkatkan albumin dan mempercepat proses
penyembuhan luka misalnya: daging tanpa lemak, telur, ikan, sayur hijau dan
harus menjauhi makanan dengan kandungan tinggi karbohidrat serta
melakukan latihan fisik / olahraga secara teratur (Wulandini, Saputra, dan
Basri., 2016).
Wagner (1983) dikutip oleh Waspadji. S membagi kerusakan
integritas ( gangren ) menjadi 5 tingkatan , yaitu :
● Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw ,callus”
● Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit
● Derajat 2 : ulkus dalam menembus tendon dan tulang
● Derajat 3 : abses dalam, dengan atau tanpa osteomeilitis
● Derajat 4 : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis
● Derajat 5 : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

2. Etiologi
- Faktor yang tidak bisa di ubah (non-reversile)
Diabetes berkembang cepat di sekitar usia 45 sampai 64 tahun, dan
semakin meningkat pesat lagi pada orang dewasa berusia 65 keatas.
Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam sistem fisiologisnya
seperti kulit yang keriput, turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan
otot, daya lihat, daya dengar, kemampuan berbagai rasa, dan penurunan
fungsi berbagai organ termasuk apa yang terjadi terhadap fungsi
homeostatis glukosa, sehingga penyakit degeneratif seperti DM akan
lebih mudah terjadi (Fitriyanti,, Febriawati, dan Lussyefrida, 2019).
- Faktor yang bisa di ubah (reversile)
Penyebab dari diabetes mellitus yang utama adalah konsumsi gula yang
berlebih, pola makan, konsumsi minuman soda, konsumsi kopi
(Fitriyanti,, Febriawati, dan Lussyefrida, 2019). Teori dari Kementerian
kesehatan republik Indonesia (2015), mengatakan etiologi dari diabetes
mellitus adalah kelebihan berat badan, sering stress, riwayat keturunan
keluarga, kecanduan merokok, dan makanan tinggi gula.

Faktor resiko terjadinya ulkus kaki meliputi usia, lama menderita diabetes
mellitus, jenis kelamin, neuropati diabetes, penyakit arteri perifer, riwayat
ulserasi kaki atau amputasi, kontrol gula darah yang tidak teratur, deformitas
kaki, dan merokok , sedangkan faktor yang mempengaruhi kadar gula darah
antara lain diet yang tidak teratur, olahraga yang kurang, obat-obatan, stress,
dan penyakit atau infeksi lainnya (Veranita, Wahyuni, dan Hikayati., 2016).

3. Patofisiologi

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai oleh kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara
normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di
hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang
diproduksi oleh pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan
mengatur produksi dan penyimpanannya (Wulandini, Saputra, dan Basri.,
2016).

Diabetes tipe 2 adalah bentuk yang paling umum dari diabetes pada
orang dewasa yang lebih tua dan merupakan suatu gangguan yang berkaitan
dengan usia. Kriteria untuk mendiagnosis diabetes melitus sama untuk
semua usia kelompok, karena risiko komplikasi terkait diabetes dikaitkan
dengan hiperglikemia dari waktu ke waktu di semua kelompok umur. Orang
dewasa yang lebih tua memiliki risiko tinggi perkembangan diabetes tipe 2
karena efek gabungan genetik, gaya hidup, dan pengaruh usia (penuaan).
Faktor-faktor ini berkontribusi terhadap hiperglikemia melalui efek kedua
kapasitas sekresi insulin b-sel dan pada sensitivitas jaringan terhadap
insulin.
Hiperglikemia berkembang pada diabetes melitus tipe 2 ketika ada
ketidakseimbangan produksi glukosa, produksi glukosa hepatic selama
berpuasa dan asupan glukosa (konsumsi makanan) dibandingkan dengan
penyerapan glukosa insulin yang dirangsang dalam jaringan target, terutama
otot. Beberapa faktor pada orang yang lebih tua berkontribusi pada
ketidakseimbangan regulasi glukosa. Meskipun resistensi terhadap aksi
insulin perifer berkontribusi terhadap perubahan homostasis glukosa, bukti
saat ini telah menemukan bahwa efek langsung penuaan pada patofisiologi
diabetes melitus adalah melalui gangguan fungsi b-sel, menghasilkan
penurunan sekresi insulin. (Lee & Halter, 2017).
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,
pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas.
Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif, dimana akan
menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi
insulin (Fatimah, 2015).
Terjadinya masalah kaki diawali dengan adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati, baik itu neuropati sensorik maupun motorik
dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot
yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki yang mana selanjutnya akan mempermudah proses terjadinya
ulkus. Kemudian akan menyebabkan kerentanan terhadap infeksi. Ulkus
diabetikum terdri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan
ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan
mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban
terbesar. Neuropati sensori perifer memungkinkan terjadinya trauma
berulang yang menyebabkan terjadinya kerusakan area kalus. Selanjutnya
terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya rupture sampai pada
permukaan kulit menimbulkan ulkus (Rafu, 2019).
4.
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang sangat dirasakan pada penderita DM adalah
sakit kepala, mata berkunang-kunang, sering merasa haus, rasa mengantuk,
sering merasa lapar, meriang, badan lemas, sering berkemih, turunnya berat
badan tanpa sebab yang jelas (Fitriyanti,, Febriawati, dan Lussyefrida, 2019)
pandangan kabur, pemulihan luka yang lama atau sering infeksi, dan warna
kulit gelap (Kusuma, 2017). Pada komplikasi DM dengan ulkus diabetic,
tanda yang terlihat yaitu luka yang merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar
pada bagian tungkai.

6. Pemeriksaan penunjang
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa
darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosa diabetes melitus. Untuk diagnosis DM dan
gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa. Sekurang kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali
abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak
diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi
metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat
(Fatimah, 2015).
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring.
Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi orang
yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan
lebih, hipertensi, riwayat keluarga memiliki penyakit diabetes, riwayat
abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl,
atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang
positif uji penyaring. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui
pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu (GDS) atau kadar glukosa darah
puasa (GDP), kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral
(TTGO) standar (Fatimah, 2015).
Kriteria diagnostic WHO dalam (Padila, 2012) untuk diabetes
mellitus sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa > 140 mg/dL (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) >
200 mg/dL
4. Asetan plasma : hasil (+) mencolok
5. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolestrol
6. Osmolaritas serum (> 300 osm/l)
7. Urinalisis : proteinuria, ketonuria, glukosuria

7. Penatalaksanaan
Penyembuhan luka kaki diabetes bergantung pada beberapa faktor
diantaranya perawatan luka dan gula darah terkontrol yang dilakukan oleh
klien. Penanganan luka kaki diabetic memerlukan waktu penyembuhan yang
panjang dan terapi multidisiplin seperti mengontrol level gula darah dan
revaskularisasi. Pasien DM tipe 2 perlu menjaga kadar gula darah agar tetap
terkontrol dengan cara menjaga asupan sumber glukosa, olah raga rutin dan
menjalani pengobatan secara teratur. Manajemen diabetes dengan adanya
luka pada kaki menekankan pada peningkatan self manajemen pada klien
dimana klien dilibatkan dalam segala hal terkait dengan perawatan yang
diberikan kepadanya dan klien perlu menyadari tanggung jawabnya sebagai
penentu keberhasilan dalam proses penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya luka kembali (Astuti dan Hamka, 2018).

8. Komplikasi
Pada Diabetes melitus kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap
insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan produksi insulin,
keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan
komplikasi metabolik akut seperti Diabetes ketoasidosis dan sindrom
hiperglikemia hiperosmoler nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka
panjang dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis
(penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf).
Diabetes Melitus juga disertai dengan peningkatan insidens penyakit
makrovaskuler yang mencapai infark miokard stroke dan penyakit vaskuler
perifer (Wulandini, Saputra, dan Basri., 2016).
Komplikasi Diabetes Melitus dibandingkan dengan penderita non
Diabetes Melitus memiliki kecendrungan 2 kali lebih mudah mengalami
trombosis serebral, 28 kali terjadi buta, 3 kali terjadi penyakit jantung
koroner, 21 kali terjadi gagal ginjal kronik, dan 53 kali menderita ulkus
diabetik. Komplikasi menahun Diabetes Melitus di Indonesia terdiri atas
neuropati 58%, penyakit jantung koroner 22,5%, ulkus diabetik 17%,
retinopatik 13%, dan nefropatik 9,1(Wulandini, Saputra, dan Basri., 2016).
Penyakit Diabetes Melitus berisiko 32 kali terjadi komplikasi ulkus
diabetik. Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang
disebabkan adanya makroangiopatik sehingga terjadi vaskuler insusifiensi
dan neuropati. Ulkus diabetik mudah berkembang menjadi infeksi karena
masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi menjadi
tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman. Faktor –faktor yang
memperlambat atau mempersulit penyembuhan luka Diabetes Melitus
meliputi hipoksia, dihidrasi, eksudat yang berlebihan, turunnya temperatur,
jaringan nekrotik, hematoma, trauma berulang, infeksi (Wulandini, Saputra,
dan Basri., 2016).

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut (Suddarth, 2014 dalam Rafu, 2019) pengkajian mengenai nama,
umur dan jenis kelamin, perlu dikaji pada penyakit diabetes melitus, umunya
diabetes melitus karena faktor genetik dan bisa menyerang pada usia lebih
dari 45 tahun. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat tinggal
klien berada, dapat mengetahui faktor pencetus diabetes mellitus. Status
perkawinan melihat gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau
lingkungan yang merupakan faktor pencetus diabetes mellitus, pekerjaan
serta bangsa perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen
hal ini yang perlu dikaji tentang : tanggal MRS, No RM, dan diagnosis
Medis.
A. Keluhan utama Menurut (Suddarth, 2014) , keluhan utama meliputi,
antara lain :
1) Nutrisi : peningkatan nafsu makan, mual, muntah, penurunan atau
peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan haus.
2) Eliminasi : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, kesulitan
berkemih, diare.
3) Neurosensori : nyeri kepala, parathesia, kesemutan pada ekstremitas,
penglihatan kabir, gangguan penglihatan.
4) Integumen : gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan vagina, dan
luka ganggren.
5) Musculoskeletal : kelemahan dan keletihan
6) Fungsi seksual : ketidakmampuan ereksi (impoten), regiditas,
penurunan libido, kesulitan orgasme pada wanita
B. Riwayat penyakit sekarang
Adanya gatal pada kulit disertai luka yang tidak sembuh-sembuh,
terjadinya kesemutan pada bagian ekstremitas, menurunnya berat badan,
meningkatnya nafsu makan, sering haus, banyak buang air kecil, dan
menurunnya ketajaman penglihatan.
C. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pernah mengalami penyakit diabetes melitus dan pernah
mengalami luka pada kaki.
D. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga diabetes melitus atau penyakit keturunan yang
menyebabkan terjadinya defesiensi insulin misal, hipertensi, jantung.
E. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sambungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
F. Pola fungsi kesehatan
Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi
Pola persepsi menggambarkan persepsi klien terhadap penyakitnya
tentang pengetahuan dan penatalaksanaan penderita diabetes mellitus
dengan ganggren kaki
2) Pola nutrisi
Penderita diabetes melitus mengeluh ingin selalu makan tetapi berat
badanya justru turun karena glukosa tidak dapat ditarik ke dalam sel
dan terjadi penurunan massa sel.
3) Pola emiliasi
Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada klien daibetes
mellitus tidak ada perubahan yang mencolok. Sedangakan pada
eliminasi buang air kecil (BAK) akan dijumpai jumlah urin yang
banyak baik secara frekuensi maupun volumenya.
4) Pola tidur dan istirahat
Sering muncul perasaan tidak enak efek dari gangguan yang
berdampak pada gangguan tidur (insomnia).
5) Pola aktivitas
Pola pasien dengan diabetes mellitus gejala yang ditimbulkan antara
lain keletihan kelelahan, malaise, dan seringnya mengantuk pada
pagi hari.
Nilai dan keyakinan Gambaran pasien diabetes melitus tentang
penyakit yang dideritanya menurut agama dan kepercayaanya,
kecemasan akan kesembuhan, tujuan dan harapan akan sakitnya.
G. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda-tanda vital.
2) Pemeriksaan head to toe
Menurut (Suddarth, 2014), pemeriksaan fisik pada pasien dengan
ulkus, antara lain :
● Kepala : wajah dan kulit kepala bentuk muka, ekspresi wajah
gelisah dan pucat, rambut, bersih/tidak dan rontok/tidak,
ada/tidak nyeri tekan.
● Mata : mata kanan dan kiri simetris/tidak, mata cekung/tidak,
konjungtiva anemis/tidak, selera ikterit/tidak, ada/tidak
sekret, gerakan bola mata normal/tidak, ada benjolan/tidak,
ada/tidak nyeri tekan/ fungsi pengelihatan menurun/tidak.
● Hidung : ada/tidak polip, ada/tidak sekret, ada/ tidak radang,
ada/ tidak benjolan, fungsi penghidu baik/buruk,
● Telinga : canalis bersih/kotor, pendengaran baik/menurun,
ada/tidak benjolan pada daun telinga, ada/tidak memakai alat
bantu pendengaran,
● Mulut : gigi bersih/kotor, ada/tidak karies gigi, ada /tidak
memakai gigi palsu, gusi ada/ tidak peradangan, lidah
bersih/kotor, bibir kering/lembab.
● Leher : ada/tidak pembesaran thyroid, ada/tidak nyeri tekan ,
ada/tidak bendungan vena jugularis dan ada/tidak pembesaran
kelenjar limfe.
● Paru : bentuk dada normal chesr simetris/tidak, kanan dan
kiri. Inspeksi : pada paru-paru didapatkan data tulang iga
simetris /tidak kanan, payudara normal/tidak, RR normal atau
tidak, pola nafas regular/tidak, bunyi vesikuler/tidak,
ada/tidak sesak napas. Palpasi : vocal fremitus anteria kanan
dan kiri simetris/tidak, ada/tidak nyeri tekan. Auskultasi :
suara napas vesikuler/tidak, ada/ tidak ronchi maupun
wheezing, ada/tidak. Perkusi : suara paru-paru sonor/tidak
pada paru kanan da kiri.
● Abdomen : abdomen simetris/tidak, datar dan ada/tidak luka
auskultasi: peristaltik 25x/menit. Palpasi ada/tidak nyeri, dan
kuadran kiri atas. Perkusi : suar hypertimpani.
● Genitalia data tidak terkaji, terpasang kateter/tidak.
● Musculoskeletal : ekstremitas atas : simetris /tidak, ada/tidak
odema atau lesi, ada/tidak nyeri tekan, ekstremitas bawah :
kaki kanan dan kaki kiri simetris ada/ tidak kelainan. Ada
atau tidak luka
● Integumen : warna kulit, turgor kulit baik/jelek/kering ada
lesi/tidak, ada/tidak pengurasan kulit, ada/tidak nyeri tekanan.

Pemeriksaan fisik pada ulkus diabetikum antara lain :

● Inspeksi Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat


menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki/jari,
kalus, claw toe. Ulkus tergantung saat ditemukan (0-5)
● Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b) Klusi arteri dingin, pulsasi
c) Ulkus : kalus tebal dan keras
● Pemeriksaan vaskuler Tes vaskuler nominvasive : pengukuran
oksigen transkutaneus, ankie brachial index (ABI), absolute
toe systolic betis dengan tekanan sistolik lengan.
● Pemeriksaan radiologis : gas subkutan, benda asing,
oateomietitis
H. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >
120 mg/dl dan 2 jam post prandial >200 mg/dl.

2) Urine
Pemeriksaan didaptkan adnya glokusa dalam urine. Pemeriksaan
dilaukan dengan cara benedict(reduksi). Hasilnya dapatdilihat
melalui perubahan warna pada urine hijau (+), kunig (++), merah
(+++) dan merah bata (++++)
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pasa luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai jenis kuman.

I. Pemeriksaan penunjang
1) Kadar glukosa
● Gula darah sewaktu atau random >200 mg/dl
● Gula darah puasa atau nuchter >140 mg/dl
● Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200 mg/dl
● Aseton plasma jika hasil (+) mencolok
● Asam lemak bebas adanya penignkatan lipid dan kolestrol
● Osmolaritas

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016), diagnosa
keperawatan yang dapat diambil pada pasien Diabetes Melitus dengan Luka
adalah :
1) Gangguan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan
perubahan status nutrisi, kekurangan volume cairan
2) Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis, agens
cedera fisik.
3) Risiko ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri
5) Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk
tuuh, efek tindakan / pengobatan.
6) Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (diabetes
melitus)
3. Rencana Intervensi (Rasional)
1) Gangguan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi
SLKI : Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125)
SIKI : Perawatan Luka (I. 14564)
1. Monitor karakteristik luka (drainase, warna, ukuran, bau)
2. Monitor tanda-tanda infeksi
3. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
4. Bersihkan dengancairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
kebutuhan
5. Bersihkan jaringan nekrotik
6. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
7. Pasang balutan sesuai jenis luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
9. Kolaborasi pemerian antibiotik, jika perlu
2) Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis, agens cedera
fisik.
SLKI : Penyembuhan Luka (L. 14130)
SIKI : Manajemen Nyeri (I. 08238)
1. Identifikasi lokasi, karakter, durasi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentan nyeri.
5. Monitor keberhasilan koplementer yang diberikan
6. Monitor efek samping penggunaan analgesik
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu
3) Risiko ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
SLKI : Kestabilan Kadar Glukosa Darah (L. 03022)
SIKI : Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat
3. Monitor kadar glukos darah, jika perlu
4. Monitor tanda dan gejala hierglikemia
5. Monitor intake dan output cairan
6. Anjurkan monitr kadar glukosa darah secara mandiri
7. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
8. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perllu
9. Kolaborasi pemberian kalium, jiika perlu

4. Evaluasi secara teoritis


Menurut (Mansyoer 2000), proses penyembuhan luka dibagi menjadi
beberapa fase yaitu :
1) Fase inflamasi
Fase ini berlangsung pada hari kelima , masih terjadi perdarahan dan
peradangan dan belum ada kekuatan pertautan luka.
2) Fase proliferasi
Pada fase ini luka di isi oleh sel-sel radang, fibrolas, serat kolagen,
kapiller baru sehingga mebentuk jaringan kemerahan dengan permukaan
tidak rata atau disebut dengan jaringan granulasi atau proses pendeasaan
jaringan.
3) Fase reabsorbsi
Pada fase ini tanda radang sudah hilang parut di sekitarnya pucat, tak ada
rasa sakit dan gatal. Proses penyembuhan luka baikdn berhasil apabila
penatalaksanaan secara medis dilakukan pada kondisi lukan infeksi harus
di perhatikan
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Zulmah dan Hamka. (2018). Case Report : Penyembuhan Luka Kaki Diabetik
Pada Pasien Dengan Gula Darah Terkontrol. Holistik Jurnal Kesehatan,
Volume 12, No.2, April 2018: 112-117.
Fatimah, Restyana Noor. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J MAJORITY | Volume 4
Nomor 5 | Februari 2015. 93-101.
Fitriyanti, Melisa Enni., Febriawati, Henni., dan Yanti, Lussyefrida. (2019). Pengalaman
Penderita Diabetes Mellitus Dalam Pencegahan Ulkus Diabetik. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu Volume 07, Nomor 02.hal 99-105.
Kusuma. (2017). Gejala Diabetes Dan Penangananya. [online] Dari :
https://www.suara.com/health/2017 /11/08/232154/gejala-diabetesmelitus.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Rafu, Meliana. (2019). Asuhan Keperawatan Kepada Pasien Ny.Y M Dengan Diabetes
Mellitus Ulcus Pedis Sinistra Di Ruang Cempaka Rumah Sakit Polri Titus
Ully. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Diploma Iii Keperawatan Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang
Veranita., Wahyuni, Dian., dan Hikayati. (2016). Hubungan Antara Kadar Glukosa
Darah Dengan Derajat Ulkus Kaki Diabetik. Jurnal Keperawatan Sriwijaya,
Volume 3 - Nomor 2, Juli 2016, ISSN No 2355 5459. Hal 44-50.

Wulandini, Putri., Saputra, Roni., dan Basri Hasan. (2016). Hubungan Pengetahuan
Penderita Diabetes Melitus Terhadap Kejadian Luka Diabetes Melitus Di
Ruangan Penyakit Dalam Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. Universitas
Abdurrab.

Anda mungkin juga menyukai