DOSEN KOORDINATOR
DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN OLEH :
SUJANAH
NIM. I4051201002
Kejang Demam
1. Definisi
Kejang demam merupakan kejang yang terkait dengan gejala demam dan usia,
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Demam juga diartikan sebagai kenaikan
suhu tubuh lebih dari 38ºc rektal. Kasus kejang demam terbanyak terjadi pada waktu
anak berusia antara 17 bulan sampai dengan 5 tahun (Yunita & Syarif, 2016).
Menurut Ariffudin (2016) kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf
ditandai dengan kejang yang terjadi pada anak dan bayi usia 6 bulan sampai 5 tahun
dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun
kelainan lain yang jelas di intrakranial.
Kejang demam didefinisikan sebagai kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan,
berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38ºC yang tidak disebabkan oleh
infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat kejang neonatal atau kejang
tanpa sebab sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria kejang simptomatik lainnya
(Hardika & Mahalini, 2019). Menurut Nurarif & Kusuma (2015) kejang demam
(kejang tonik-klonik demam) merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh yang terjadi karena proses intrakranial dan ekstrakranial.
Jadi kesimpulan kejang demam adalah kejang pada anak yang ditandai dengan
kenaikan suhu tubuh >38ºc yang tidak disebabkan proses intrakranial, kejang demam
sering terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun.
2. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) kejang demam dapat disebabkan oleh
hipertermia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau
bakteri. Umumnya berlangsung singkat dan mungkin terdapat predisposisi familial.
Dan beberapa kejadian kejang dapat berlanjut melewati masa anak-anak dan mungkin
dapat mengalami kejang no demam pada kehidupan selanjutnya. Penyebab kejang
demam Menurut Risdha (2014) yaitu:
a. Faktor genetika
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-50%
anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam.
b. Penyakit infeksi
- Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis, tonsillitis, otitis media.
- Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab demam
berdarah).
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam tinggi.
d. Gangguan metabolisme
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun ini
merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan dan
kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat.
3. Faktor Resiko
Menurut Ariffudin (2016) faktor resiko kejang demam pada anak adalah:
a. Riwayat kejang keluarga
Berdasarkan hasil penelitian Ariffudin (2016) anak yang mempunyai riwayat
kejang keluarga berisiko lebih besar untuk menderita kejang demam dibandingkan
anak yang tidak mempunyai riwayat kejang keluarga.
b. Suhu tubuh tinggi
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi
suhu tubuh pada saat timbul kejang merupakan nilai ambang kejang. Ambang
kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C– 41,4°C. Adanya
perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru
timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada
anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan
lebih sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah
c. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
BBLR dapat menyebabkan afiksia atau iskemia otak dan pendarahan
intraventrikuler, iskemia otak dapat menyebabkan kejang. Bayi dengan BBLR
dapat mengalami gangguan metabolisme yaitu hipoglikemia dan hipokalesemia.
Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan otak pada perinatal, adanya kerusakan
otak dapat menyebabkan kejang pada perkembangan selanjutnya. Trauma kepala
selama melahirkan pada bayi dengan BBLR < 2500 gram dapat terjadi pendarahan
intrakranial yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadi komplikasi neurologi
dengan manisfestasi kejang.
4. Klasifikasi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2
yaitu:
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang derlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri.Kejang berbentuk tonik dan klonik,tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
b. Kejang demam kompleks
Kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau persial, kejang berulang
atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam dan kejang umum didahului kejang parsial.
a. Kerusakan neorotransmiter
6. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI -). Akibatnya konsentrasi ion K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel,
maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
Ketidakseimbang Kebutuhan O2
Difusi ion an membran sel ↑ 20 %
K+ dan Na+ neuron
Kenaikan
Pelepasan metabolisme basal
muatan listrik Kejang 10-15 %
meluas ke sel demam
oleh
neurotrasmiter
Kejang demam Kejang demam
simplek komplek
Penyumbatan
jalan napas
Risiko
Aspirasi
sesak
Pola Napas
tidak efektif
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) terdapat pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada kejang demam yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit dan
glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukan kelainan yang
berarti.
b. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien
dengan kejang demam meliputi:
- Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering
tidak jelas
- Bayi antara 12 bulan sampai 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi
kecuali pasti bukan meningitis
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas
d. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa
kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukan gambaran normal. CT
scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi
organik diotak.
9. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
No Diagnosa Tujuan keperawatan Intervensi
1 Hipertermia b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Manajemen hipertermia
proses penyakit termoregulasi klien membaik dengan kriteria hasil: Observasi
(Infeksi) Kriteria Meningkat Cukup Sedang Cukup menurun - Identifikasi penyebab
hasil meningkat menurun hipertermia (mis.
Kejang 1 2 3 4 5 Dehidrasi, terpapar
Takikardia 1 2 3 4 5 lingkungan panas,
Takipneu 1 2 3 4 5 penggunaaan inkubator)
hipoksia 1 2 3 4 5 - Monitor suhu tubuh
Menggigil 1 2 3 4 5 - Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urin
Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik - Monitor komplikasi
memburuk membaik akibar hipertermia
Suhu 1 2 3 4 5 Terapeutik
tubuh - Sediakan lingkungan
Suhu 1 2 3 4 5 yang dingin
kulit - Longgarkan atau
Tekanan 1 2 3 4 5 lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi
darah
permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari
jika mengalami
hiperhidrosis
- Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
- Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena jika perlu
2 Risiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam diharapkan status Pecegahan aspirasi
b.d penurunan neurologis klien membaik dengan kriteria hasil: Observasi
tingkat kesadaran Kriteria meningkat Cukup sedang Cukup menurun - Monitor tingkat
hasil meningkat menurun kesadaran, batuk,
Frekuensi 1 2 3 4 5 muntah dan kemampuan
kejang menelan
Hipertermia 1 2 3 4 5 - Monitor status
Diaforesis 1 2 3 4 5 pernapasan
Pucat 1 2 3 4 5 - Monitor bunyi napas,
Kongesti 1 2 3 4 5 terutama setelah
nasal makan/minum
Terapeutik
- Posisikan semi fowler
(30-45 derajat) 30 menit
sebelum memberi
asupan oral
- Pertahankan posisi semi
fowler (30-45 derajat)
pada pasien tidak sadar
- Pertahankan kepatenan
jalan napas (teknik head
chin lift, jawtrust, in
line)
Lakukan penghisapan
-
jalan napas, jika
produksi sekret
meningkat
- Sediakan suction
diruangan
- Berikan makanan yang
kecil atau lunak
- Berikan obat oral dalam
bentuk cair
Terapeutik
- Anjurkan makan secara
perlahan
- Anjurkan strategi
mencegah aspirasi
- Ajarkan teknik
mengunyah atau
menelan, jika perlu
3 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam diharapkan pola Manajemen jalan napas
efektif b.d napas klien membaik dengan kriteria hasil: Observasi
gangguan Kriteria Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik - Monitor pola napas
neurologis hasil memburuk membaik (frekuensi, kedalaman,
Frekuensi 1 2 3 4 5 usaha napas)
napas - Monitor bunyi napas
Kedalaman 1 2 3 4 5 tambahan (gurgling,
napas whezing, rongkhi)
Ekskursi 1 2 3 4 5 - Monitor sputum
dada (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head
tilt dan chin lift
- Posisikan semi fowler
atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi
dada
- Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
10. Daftar Pustaka/Referensi
Ariffudin, Adhar. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian Kejang Demam Di Ruang
Perawatan Anak Rsu Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako; 2 (2): 50-72.
Hardika, M.S.,& Mahalini, D.S. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Kejang Demam Berulang Pada Anak Di Rsup Sanglah Denpasar.
Jurnal Medika; 8 (4): 1-9.
Lestari, T. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Nuha Medika: Yogyakarta
Ngastiyah. (2012). Perawatan anak sakit. EGC: Jakarta
Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Media Action.
PPNI. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dpp Ppni: Jakarta
PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dpp Ppni: Jakarta
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dpp Ppni: Jakarta
Ridha, N.H. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Penerbit: Yogjakarta
Waskitho, Punguh.A. (2013). Asuhan Keperawatan Hipertermi. Salemba Medika:
Jakarta.
Yunita, V.E.,& Syarif, Iskandar. (2016). Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan
Timbulnya Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di Poliklinik
Anak RS. DR. M. Djamil Padang Periode Januari 2010 – Desember 2012.
Jurnal Kesehatan Andalas; 5 (3): 705-709.