Anda di halaman 1dari 39

SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

P DENGAN GANGGUAN
SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS PEDIS SINISTRA
DI RUANG PERAWATAN UMUM (lt. 5)
RSPAD GATOT SOEBROTO

Maria Herlina Tunay 18160100045


Minatia 18160000072
Mariana Salama 18160000079
Reineke Praticilia Kolle 18160000089
Cama Learity 18160000155

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


World Health Organization (2006), merumuskan bahwa diabetes melitus (DM) merupakan kumpulan
masalah anatomi dan kimiawi dari sejumlah faktor dimana terdapat defisiensi insulin yang absolut atau relatif
dan terjadi gangguan pada fungsi insulin. Saat ini penyakit diabetes melitus telah menjadi penyakit epidemik.
Dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan 2-3 kali lipat penderita diabetes melitus. Hal tersebut disebabkan
oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan dan gaya hidup. Diabetes melitus tipe 2 adalah tipe diabetes
yang paling sering terjadi di kalangan kehidupan masyarakat (Greenstein, 2006).
International Diabetes Federation (IDF) mengestimasi prevalensi diabetes melitus secara global pada
tahun 2015 adalah sebesar 8,8% atau sekitar 415 juta orang dan 12% dari pengeluaran kesehatan global
digunakan untuk diabetes. Diperkirakan jika tren ini terus berlanjut maka prevalensi diabetes akan semakin
meningkat yaitu menjadi 10,4% atau sekitar 642 juta orang pada tahun 2040. Sampai saat ini posisi tiga
teratas negara dengan penderita diabetes melitus terbanyak terdapat di Cina, India, dan Amerika. Indonesia
menempati urutan ke-7 dengan jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 10 juta orang dan jika hal ini terus
berlanjut maka diperkirakan pada tahun 2040 meningkat menjadi 16,2 juta orang dan menempati urutan ke-6
(IDF, 2015).
Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan (RISKESDAS)
tahun 2013, menyebutkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi pada penderita diabetes melitus yang
diperoleh berdasarkan hasil wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007 dan menjadi 1,5% pada tahun 2013,
dengan prevalensi tertinggi diabetes melitus terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), dan
Sulawesi Utara (2,4%), serta Kalimantan Timur (2,3%). RISKESDAS 2013, juga menunjukkan bahwa
berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah pada penduduk usia 15 tahun diperoleh proporsi diabetes melitus
sebanyak 6,9% atau sekitar 12 juta orang. Prevalensi penderita diabetes melitus pada laki-laki lebih rendah
dibandingkan dengan perempuan yang cenderung lebih tinggi. Prevalensi diabetes melitus meningkat sesuai
dengan bertambahnya umur, tetapi mulai umur 65 tahun akan menurun. Penderita diabetes melitus
cenderung lebih tinggi bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan dengan mereka yang
tinggal di pedesaan (RISKESDAS, 2013). Penderita yang terkena diabetes melitus bukan hanya mereka yang
telah berusia lanjut, namun banyak pula yang masih berusia muda atau produktif dikarenakan gaya hidup
yang tidak baik sehingga menyebabkan sel sel tubuh tidak dapat merubah glukosa menjadi energi akibatnya
glukosa menumpuk di dalam darah dan menyebabkan naiknya produksi gula di dalam darah (Kementrian
kesehatan, 2013).
Prevalensi diabetes melitus yang di rawat RSPAD Gatot Subroto pertanggal 30 maret 2013-16 juni
2014 mencapai 7,87% dari total yang masuksejumlah 1286 orang ( Buku Klien Register 5 PU ) Klien rawat
inap dating dengan berbagai kompilkasi CKD, Hipoglekemi, hipertensi, masalah jantung, dan ulkus diabetik.

Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi kronik dari diabetes melitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita diabetes. Ulkus diabetik biasanya terjadi pada penderita yang
memiliki kadar low density lipoprotein yang tinggi sehingga akan mudah terjadi pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah. Hal ini memainkan peranan penting untuk terjadinya ulkus
diabetikum (Zaidah, 2005). Ulkus diabetikum umumnya menyerang kaki sehingga dikenal dengan istilah kaki
diabetik. Hal ini disebabkan juga oleh adanya kombinasi neuropati, insufisiensi vaskuler, serta infeksi dan
akan mengarah pada penurunan aliran darah ke perifer hingga menyebabkan aliran darah tidak cukup dan
terjadi iskemia serta gangrene sehingga terjadi kaki diabetik. Hal ini penting untuk diperhatikan karena
menjadi masalah utama kesehatan di seluruh dunia karena dapat bersifat kronis dan sulit sembuh serta
berisiko amputasi bahkan dapat mengancam jiwa.

1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui pengertian, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksanaan
medis dan pemeriksaan diagnostik dan laboratorium Diabetes Mellitus.
1.2.2 Mampu membuat diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada penderita Diabetes Mellitus.
1.2.3 Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan dan intervensi yang tepat pada penderita Diabetes
Mellitus.
1.2.4 Mampu melakukan implementasi dari rencana asuhan keperawatan dan intervensi yang tepat pada
penderita Diabetes Mellitus.
1.2.5 Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Mellitus..

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam memahami Diabetes Mellitus
1.3.2 Melatih mahasiswa dalam membuat kasus dan penyelesainnya mulai dari pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi
1.3.3 Bagi Profesi Keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi profesi keperawatan dan
dapat membantu memberikan informasi mengenai asuhan keperawatan diabetes mellitus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai
akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat
yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Gustaviani 2006).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis,
namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi (Suyono, 2006).

B. Klasifikasi
Menurut Gustaviani (2006) diabetes melitus (DM) dengan gangren diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Diabetes Mellitus
a. DM Tipe I
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi proses autoimun yang menyerang
insulinnya. DM tipe I merupakan jenis DM yang diturunkan (inherited).
b. DM Tipe II
Jenis DM tipe II ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun faktor lingkungan. Seseorang
mempunyai risiko yang besar untuk menderita DM tipe II jika orang tuanya adalah penderita DM dan
menganut gaya hidup yang salah.
c. DM Gestasional
Diabetes melitus gestasional adalah keadaan intoleransi karbohidrat yang memiliki awitan atau
pertama kali ditemukan pada kehamilan.
d. DM Sekunder
Merupakan DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain (pancreatitis, kelainan hormonal,
dan obat-obatan).
2. Gangren Kaki Diabetik
Gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk
kaki seperti claw, callus.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) dalam Mansjoer (2007) membagi gangren kaki menjadi
dua golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari
pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI :
a. Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
b. Pada perabaan terasa dingin.
c. Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
d. Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki
yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, edema kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

C. Etiologi
1. Diabetes Melitus
Menurut Suyono (2006), DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada
mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
a. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas
insulin.
b. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan
infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
c. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan
sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian
peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
d. Kelainan insulin. Pada Klien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat
kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsif terhadap insulin.
2. Gangren Kaki Diabetik
Menurut Kartika (2015), Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi
menjadi endogen dan faktor eksogen.
1. Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
2. Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
D. Manifestasi Klinis
Dalam Price (2005), menyatakan bahwa tanda dan gejala yang terlihat dari penderita DM adalah sebagai
berikut:
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, ada perubahan tingkat
kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya
lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c. Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu
tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal .
Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
E. Patofisiologis
1. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama
akibat kurangnya insulin berikut:
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi
glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya
metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Klien-Klien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma
puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi
ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml), akan timbul
glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria
ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium,
klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka Klien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan
berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga Klien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk
energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis
dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren (Price, 2005).

2. Gangren Kaki Diabetik


Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori
sorbitol dan teori glikosilasi.
a. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan
dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi
habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase
akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan
menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
b. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang
mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.

Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor disebutkan dalam etiologi.
Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati
merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan
terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya
atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki Klien. Angiopati
akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan
pada jarak tertentu (Kartika, 2015).

Pathway
(Terlampir)

F. Anatomi Fisiologi Sistem endokrin (Pankreas)


Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun sebaliknya
mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel
utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak
terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari
seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan
somatostatin (Pearce, 2009).
Fisiologi Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan
kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat
menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat; sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan
glukagon yang memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Kelenjar pankreas dalam
mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel sel dipulau
langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa
darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glucagon (Pearce, 2009).

Fisiologi Insulin
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan
secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin. Kepulauan Langerhans membentuk organ endokrin
yang menyekresikan insulin, yaitu sebuah homron antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan diabetes.
Insulin ialah sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dan karena itu
tidak diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan subkutan. Insulin mengendalikan kadar glukosa dan
bila digunakan sebagia pengobatan dalam hal kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki
kemampuan sel tubuh untuk mengasorpsi dan menggunakan glukosa dan lemak. Pada pankreas paling
sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas hormonal yang disekresikan oleh pulau-pulau (islets)
Langerhans. Dua dari hormon-hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi penting dalam
pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga, somatostatin berperan dalam
pengaturan sekresi sel pulau, dan yang keempat polipeptida pankreas berperan pada fungsi saluran cerna
(Fausto, 2008).

Hormon Insulin
Insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam amino yang satu sama lainnya
dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional dari
insulin akan hilang. Insulin dalam darah beredar dalam bentuk yang tidak terikat dan memilki waktu paruh 6
menit. Dalam waktu 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang
berikatan dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim insulinase dalam
hati, ginjal, otot, dan dalam jaringan yang lain. Insulin bersifat anabolik, meningkatkan simpanan glukosa,
asam-asam lemak, dan asam-asam amino. Glukagon bersifat katabolik, memobilisasi glukosa, asam-asam
lemak, dan asam-asam amino dari penyimpanan ke dalam aliran darah. Kedua hormon ini bersifat
berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian besar keadaan disekresikan secara timbal balik.
Insulin yang berlebihan menyebabkan hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma. Defisiensi insulin
baik absolut maupun relatif, menyebabkan diabetes melitus, suatu penyakit kompleks yang bila tidak diobati
dapat mematikan. Defisiensi glukagon dapat menimbulkan hipoglikemia, dan kelebihan glukagon
menyebabkan diabetes memburuk. Produksi somatostatin yang berlebihan oleh pankreas menyebabkan
hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya (Fausto, 2008).

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah meningkat
b. Asam lemak bebas meningkat
c. Osmolalitas serum meningkat
d. Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
e. Ureum/kreatinin meningkat/normal
f. Urine : gula + aseton positip
g. Elektrolit : Na, K, fosfor

2. Ktiteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
GD Puasa (mg/dL) 80-109 110-139 140
GD 2 jam PP (mg/dL) 110-159 160-199 200
Koleseterol Total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK <130 130-159 >160
Dengan PJK <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK <200 200-149 >250
Dengan PJK <150 150-199 >200
BMI: Wanita 18,5-22,9 23-25 >25/<18,5
Pria 20-24,9 25-27 >27/<20
140-160/
Tekanan Darah (mmHg) <140/90 >160/95
90-95

H. Penatalaksanaan
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
a. Mencukupi semua unsure makanan essensial (misalnya vitamin dan mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan (BMI) yang sesuai. Penghitungan
BMI=BB (kg)/(TB (m))2
BMI normal wanita = 18,5 22,9 kg/m2
BMI normal pria = 20 24,9 kg/m 2
c. Memenuhi kebutuhan energy
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah
mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2. Olahraga
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
a. 5 10 pemanasan
b. 20 30 latihan aerobic (75 80% denyut jantung maksimal)
c. 15 20 pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut
a. Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL
b. Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya makan camilan dahulu
c. Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi disesuaikan dengan kondisinya
d. Latihan dilakukan 2 jam setelah makan
e. Pada klien dengan gangrene kaki diabetic, tidak dianjurkan untuk melakukan latihan fisik yang terlalu
berat
3. Pengobatan untuk gangren
a. Kering
- Istirahat di tempat tidur
- Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
- Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi dengan indikasi yang sangat jelas
- Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti platelet agregasi (aspirin,
diprydamol, atau pentoxyvilin)
b. Basah
- Istirahat di tempat tidur
- Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
- Debridement
- Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin
- Beri topical antibiotic
- Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic spectrum luas
- Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik lain
- Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti platelet agregasi (aspirin,
diprydamol, atau pentoxyvilin)
c. Pembedahan
- Amputasi segera
- Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang dapat diambil adalah amputasi
atau skin/arterial graft
4. Obat
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
b. Insulin, dengan indikasi:
- Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
- DM dengan berat badan menurun secara cepat
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dll)
- DM gestasional
- DM tipe I
- Kegagalan pemakaian OHD

I. Fokus Pengkajian Keperawatan


Pengkajian Fungsional
a. Aktifitas/istirahat :
Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur dan istirahat,
disorentasi, koma.
b. Sirkulasi
Ada riwayat hipertensi, ima, kebas & kesemutan pada extrimitas, kebas pada kaki, takikardia/nadi
yang menurun/tak ada, kulit panas, kering & kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas ego
Stress, tergantung orang lain, peka terhadap rangsangan.
d. Eliminasi
Poliuria, nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), nyeri tekan abdomen, diare,
bising usus lemah/menurun.
e. Makanan/cairan
Hilang nafsu makan, mual/muntah, bb menurun, haus, kulit kering/bersisik, turgor jelek, distensi
abdomen.
f. Neurosensori
Pusing/pening, sakit kepala, parestesia, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, gangguan
penglihatan, disorentasi : mengantuk, letargia, stupor/koma.
g. Nyeri/kenyamanan
Abdomen tegang/nyeri, wajah meringis, palpitasi.
h. Pernapasan
Batuk, bernapas bau keton
i. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit, demam, diaphoresis, menurunnya kekuatan/rentang gerak.
J. Fokus Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Ganguan rasa Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor tanda-tanda vital yang
nyaman (nyeri) 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan meliputi tekanan darah, nadi,
berhubungan NOC:
frekuensi pernafasan, suhu dan
dengan iskemik - Kontro Nyeri
jaringan. - Tingkat Nyeri skala nyeri.
dengan kerteria hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dan
Indikator Skala target
ketidaknyamanan
a.Tingkat nyeri 3. Lakukan pengkajian nyeri
-Nyeri yang dilaporkan komprhensif termasuk lokasi,
-Ekspresi nyeri wajah
-Kehilangan nafsu makan karakteristik, duras, frekuensi
-Menyerang dan menangis kualitas dan faktor prepitasi.
b.Kontrol nyeri 4. Anjurkan tenik non farmakologi
- Mengenali Kapan nyeri terjadi 5. Anjurkan tingkat stirahat
- Menggunakan tindakan pencegahan 6. Kolaborasi pemberian analgesik.
- Melakukan tindakan pengurangan nyeri
tanpa analgesic

Keterangan :
- Tingkat nyeri :
menggunakan skala berat (5) tidak ada (0)
- Kontrol nyeri :
menggunakan skala tidak pernah
menunjukkan (5) secara konsisten
menunjukkan (0)
2 Ganguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor tanda-tanda vital.
jaringan 2. Monitor, membersihan, pantau
3x24 jam dharapkan dharapkan integritas kulit
berhubungan proses penyembuhan luka, infeksi
yang baik dapat dipertahankan dengan NOC :
dengan adanya
dan edema.
gangren pada - Integritas Jaringan : Kulit dan membrane mukosa
3. Anjurkan metode untuk melindungi
ekstrimitas - Penyembuhan Luka Sekunder
luka dari pukulan, tekanan dan
kriteria hasil :
gesekan.
Indikator Skala 4. Hindari kerutan pada tempat tidur
target 5. Mobilisasi Klien setiap 2 jam
1.Sensasi 4 sekali.
2.Ketebalan 4
3.Intgritasitas kulit 4 6. Catat tanda dan gejala infeksi luka
4.Perfusi jaringan 4 7. Ganti balutan pada interval waktu
5.Pertumbuhan rambut pada kulit 4
yang sesuai.
6.Pengupasan pada kulit 5
7.Nekrosis 5
8.Ukuran pada luka berkurang 3
9.Lubang pada luka 2
10. Peradangan pada luka 5
11.Bau busuk pada luka 5
Keterangan :
1.5 : menggunakan skala :
tidak terganggu (5), sedikit terganggu (4),
cukup terganggu (3), banyak terganggu (2),
sangat terganggu (1)
6.7 : menggunakan skala :
tidak ada (5), Ringan (4), Sedang (3),
Cukup berat (2)
Berat (1)
8-11 : Menggunakan skala :
Sangat besar (5), besar (4), sedang (3),
terbatas (2), tidak ada (1)
3 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam 1. Monitor tanda-tanda vital
mobilitas fisik diharapkan dapat mengurangi keterbatasan pada 2. Monitor intake atau asupan nutrisi
berhubungan untuk mengetahui sumber energi
pergerakan fisik tubuh, dengan NOC :
dengan rasa nyeri
yang adekuat
pada luka di kaki. - Pergerakan
3. Monitor sumber ketidaknyamanan
- Ambulasi
klien ketika beraktivitas
kriteria hasil :
4. Kaji kemampuan klien dalam
Indikator Skala mobilisasi
Kaji 5. Latih Klien dalam pemenuhan
1. Menopang Berat Badan 2
2. Berjalan Dengan Pelan kebutuhan ADL
1 6. Tingkatkan tirah baring atau
3. Gerakan Otot
4. Gerakan Sendi 3 pembatasan kegiatan
5. Kinerja Transfer
2 Anjurkan periode istirahat dan
6. Bergerak Dengan Mudah
2 kegiatan secara bergantian.
2
Keterangan :
Inddikator menggunakan skala :
- tidak terganggu (5)
- sedikit terganggu (4)
- cukup terganggu (3)
- banyak terganggu (2)
- sangat terganggu (1)
4 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nutrisi
n nutrisi kurang dari 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan NOC
kebutuhan tubuh : 1. Monitor tanda-tanda vital
2. Monitor kebutuhan nutrisi klien
- Status nutrisi 3. Manajemen cairan/ elektrolit
- Status nutrisi: asupan nutrisi 4. Membantu perawatan diri: pemberian
kriteria hasil: makan
Indikator Skala target 5. Pemasangan infus
6. Manajemen energi
Status Nutrisi 7. Monitor berat badan klien
8. Pengajaran: peresepan diet
1. Asupan gizi 5
9. Penahapan diet
2. Asupan makanan 5
3. Energi 5
Status nutrisi: Asupan nutrisi

1. Asupan protein
2. Asupan karbohidrat 4
3. Asupan kalori 4
4. Asupan serat
4
5. Asupan vitamin
6. Asupan mineral 4
7. Asupan zat besi 4
8. Asupan kalsium 4
- Status nutrisi
Mengguakan skala tidak menyimpang dari rentang
dari rentang normal (5) sangat menyimpang dari
rentang normal (1)
- Status nutrisi: asupan nutrisi
Menggunakan skala Sepenuhnya adekuat (5) tidak
adekuat (1)
5 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC :
NOC : 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan NOC Infection Control (Kontrol infeksi)
: 1. Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
- Immune Status
2. Pertahankan teknik isolasi
- Knowledge : Infection control
3. Batasi pengunjung bila perlu
- Risk control
4. Instruksikan pada pengunjung untuk
kriteria hasil:
mencuci tangan saat berkunjung dan
Indikator Skala target setelah berkunjung meninggalkan
pasien
1. Integritas kulit 5 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
2. Jumlah leukosit dalam batas cuci tangan
normal 5 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
3. Mengidentifikasi faktor risiko sesudah tindakan kperawtan
infeksi 5 7. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
4. Menjalankan strategi untuk 5
8. Pertahankan lingkungan aseptik
control risiko yang sudah selama pemasangan alat
ditetapkan 9. Ganti letak IV perifer dan line central
5. Menunjukkan perilaku hidup 5 dan dressing sesuai dengan
sehat 2. Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
Keterangan : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
1-2 : Inddikator menggunakan skala : 2. Monitor hitung granulosit, WBC
- tidak terganggu (5) 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
- sedikit terganggu (4) 4. Batasi pengunjung
- cukup terganggu (3) 5. Saring pengunjung terhadap
- banyak terganggu (2) penyakit menular
- sangat terganggu (1) 6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
3- 5 : menggunakan skala 7. Pertahankan teknik isolasi k/p
- tidak pernah menunjukkan (1), 8. Berikan perawatan kuliat pada area
- jarang menunjukan (2) epidema
- secara kadang-kadang menunjukan (3), 9. Inspeksi kulit dan membran mukosa
- sering menunjukan (4), terhadap kemerahan, panas,
- konsisten menunjukkan (5), drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
12. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. P
Umur : 48 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. PA Udapti Blok I B 123 Perumahan Ciracas RT 003
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk RS : 27 April 201
Tanggal pengkajian : 02 Mei 2017
DX Medis : Diabetes Meillitus ( Dengan Ganggren Pedis Sinistra )
B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. N
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. PA Udapti Blok I B 123 Perumahan Ciracas RT 003
Pendidikan : S1 (Sarjana)
Pekerjaan : Pegawai Swasta

C. PENGKAJIAN
Keluhan utama :
Klien mengatakan nyeri pada kaki sebelah kiri , luka ulkus diabetes yang berukuran sekitar 30x10 cm.
P: ketika selesai diganti balutan , Q : seperti ditusuk-tusuk atau nyut-nyut, R : kaki kiri bawah
S : 6 , T : menetap.
Riwayat penyakit sekarang :
Klien datang melalui rujukan dari RSUD Banten dan masuk melalui Poli Bedah kemudian dirawat di
perawatan umum lantai 5. Klien mengeluh nyeri pada luka post debridement. Klien mengatakan awalnya
klien hanya merasa kesemutan kemudian muncul seperti kapalan pada tumit kaki. Klien merasa kakinya
nyeri dan bengkak seperti disiram air panas disela-sela jari kemudian berkembang menjadi lebih bengkak,
luka meluas dan mengeluarkan nanah. Klien sebelumnya mencoba pengobatan alternativ (jamu) tetapi
kondisi luka di kaki mulai memburuk akhirnya klien memilih berobat kerumah sakit.
Riwayat Penyakit dahulu :
Keluarga Klien mengatakan klien sudah mengetahui riwayat penyakit DM nya kurang lebih 3 tahun yang
lalu dan selama 3 tahun klien sempat diet untuk menjaga kadar glukosa. Setelah itu 1 tahun yang lalu
sudah mulai muncul tanda-tanda kaki claus dan klien mengikuti pengobatan alternative yang kemudian
bertambah parah akibat nafsu makan yang meningkat dan mengkonsumsi tanpa memperhatinkan prioritas
hidup sehat. Klien juga pernah operasi mioma uteri pada tahun 2012, dan dirawat selama 8 hari karena DM
pada april 2017 di RSUD Banten.
Riwayat penyakit keluarga :
Klien mengatakan keluarga klien (ibu klien) memiliki riwayat penyakit hipertensi.
Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :
Keseharian klien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Klien mengatakn kegiatan sehari-hari klien tidak
berdampak besar pada penyakit yang diderita klien.
Riwayat Alergi
Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien dan keluarga tidak memiliki alergi terhadap makanan dan
obat-obatan.
Pengkajian Sistem Tubuh
a. Sistem Pernapasan
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak terdapat sianosis, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan, tidak tampak lesi pengembangan dada simetris, frekuensi pernapasan : 20 x
/menit,
Palpasi : Tidak ada massa tidak ada nyeri tekan pada dada,taktil fremitas raba kanan kiri sama
Perkusi : bunyi perkusi paru sonor (dug,dug,dug)
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler (tidak ada suara nafas tambahan).
b. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : bibir tidak sianosis, konjungtiva anemis, ictus cordis tidak tampak pada ICS 5.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga ke 5 (2 cm dari midklavikula sinistra), Nadi : 84 x/menit
Perkusi : bunyi pekak pada batas-batas jantunng
Auskultasi : bunyi jantung regular terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub)
irama teratur, tidak terdengar bunyi jantung 3 dan 4,
c. Sistem Persyarafan
- Keadaan umum : compos mentis, klien tampak meringgis kesakitan. GCS E: 4, V:5, M:6
- Refleks
Reflek Biseps : fleksi pada siku (refleks normal, +2)
Reflek Triseps : kontraksi otot trisep dan sedikit terhentak ( ekstensi siku)
Reflek Brachioradilis : Fleksi siku, jari dan tangan dengan lengan bawah supinasi
Refleks Pattela :
- Pada ekstremitas bawah sinistra tidak dapat dikaji karena nyeri yang dirasakan oleh klien.
Ket : : lutut menghentak (reflek norma; rata-rata/umum +2 )
- Pada ekstremitas bawah dextra
Refleks Achiles : Tingkat Aktivitas/Mobilitas
0 = Mampu merawat sendiri secara penuh
Ket :
- Pada ekstremitasKetbawah
: sinistra tidak dapat dikaji karena nyeri yang dirasakan oleh klien.
0 Tingkat
1 =otot
Memerlukan penggunaan alat
Aktivitas/Mobilitas
= kontraksi tidak terdeteksi
- Pada ekstremitas1 0=bawah dextra
=kejapan
Mampu :hampir
merawat
yang lututsendiri
menghentak
tidak secara (reflek
penuh
terdeteksi atu norma;
bekas rata-rata/umum
kontraksi +2 )
2 = Memerlukan bantuan atau pengawasan orang dengan
lain observasi
- Tanda Meningeal 1 =palpasi
atau Memerlukan penggunaan alat
3 = Memerlukan
2 2= =Pergerakan
Memerlukan aktif
bantuan
bantuan,
bagianatau
tubuh pengawasan
dengan
pengawasan
orang lain, dan peralatan
mengelminasi
orang lain gravitasi
Kaku kuduk (rigiditas
3 = Nuchae)
4 =: Sangat
pergerakan aktif hanya melawan gravitasi dam tidak melawan tahanan
3 = Memerlukan tergantung
bantuan, dan tidakorang
pengawasan dapatlain,
melakukan atau berpartisipasi
dan peralatan
4 = Pergerakan aktif dengan melawan gravitasi dan sedikit tahanan
4= =Pergerakan
Kaku kuduk positif5sewaktu, dagu
Sangat penderita
tergantung
dalam aktif dantidak
melawan
perawatan tidak dapat menyentuh
dapattanpa
tahanan melakukan
adanyaatauduaberpartisipasi
jari yang
kelelahan diletakkan di
otot (kekuatan
perawatan
otot normal)
dalam
D. ANALISA DATA

Hari/Tgl/Jam Data Fokus Etiologi Problem


Selasa 2 mei Obesitas, usia, genetic Nyeri akut
DS : - Klien mengatakan nyeri sekali
2017 pada kaki kiri (terdapat ulkus
diabetes miletus) post DM tipe II
debridement
P : luka ulkus diabetes miletus post
debridement Sel beta pancreas muncul
Q : seperti ditusuk-tusuk dan nyut-nyut
R : kaki kiri bawah
S:6 Defesiensi insulin
T : menetap

DO : TTV anabolisme protein


TD : 110/80 mmHg menurun
N : 80x/m
S : 36 c
RR : 20x/m kerusakan pada antibodi
Skala nyeri : 6
- Klien tampak meringis kesakitan
- Terdapat ulkus diabetes meilitus pada kekebalan tubuh menurun
pedis sinistra
- Klien berusaha melindungi lokasi
nyeri. neuropati sensori perifer

klien merasa tidak sakit


saat luka

nekrosis luka

ganggren

tindakan debridement

nyeri akut
2 Obesitas, usia, genetic
DS : - klien mengatakan terdapat luka Kerusakan Integritas
pada kaki kiri Jaringan
- Klien mengatakan luka DM tipe II
terdapat pada punggung kaki
sampai pergelangan kaki dan
Sel beta pancreas muncul
sudah mendapat tindakan
debridement
Defesiensi insulin
DO :
- TTV
TD : 110/80 mmHG anabolisme protein
N : 84 x/ menit menurun
RR : 20x/ menit
S : 36 C
Skala nyeri : 6 kerusakan pada antibodi
- Kondisi luka bersih , post
debridement dengan luas luka 30
x 10 cm kekebalan tubuh menurun
- Turgor kulit tidak baik, kuku kaki kiri
tampak pucat.
neuropati sensori perifer
- Klien post op debridement

klien merasa tidak sakit


saat luka

nekrosis luka

ganggren

kerusakan integritas
jaringan
DS :
- klien mengatakan kaki kiri terasa
3 obesitas, usia, genetik Hambatan Mobilitas
nyeri dan susah untuk digerakan
- Klien dan keluarga mengatakan Fisik
bahwa ADLs klien dibantu sebagian DM tipe II
oleh keluarga

DO : Sel beta pankreas hancur


- TTV
TD : 110/80 mmHG
Defesiensi insulin
N : 84 x/ menit
RR : 20x/ menit
S : 36 C Hiperglikemia
- Klien tampak lemas dan susah untuk
membolak balik posisi
- Adanya pergerakan yang lambat Glukosa intra sel
- Sebagian pemenuhan ADLs klien
dibantu oleh keluarga Menurun
- Klien post op debridement
- Kekuaan otot
proses pembentukan ATP
5 5
atau energi terganggu
5 3

hambatan mobilitas fisik

DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agens Cedera Fisik (insisi pembedahan/ prosedur debridement)
2. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
3. Hambatan Mobiltas fisik berhubungan dengan perubahan metabolisme seluler
Nama : Ny. P Umur : 48 Tahun No. Dokumen RM : 852842
Ruang : Perawatan Umum ( Lt. 5) Kelas : ..................................................... Tanggal : 2 Mei 2017

INTERVENSI

Hari/Tgl/J Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi TTD


am Keperawatan
Selasa, 2 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam NIC :
mei 2017 diharapkan nyeri berkurang dengan NOC : Manajemen Nyeri
- Kontrol Nyeri 1. Monitor tanda-tanda vital yang meliputi tekanan
- Tingkat Nyeri darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu dan
kerteria hasil :
skala nyeri.
Indikator Skala Skala 2. Observasi reaksi nonverbal dan
kaji target
c. Tingkat nyeri ketidaknyamanan
-Nyeri yang dilaporkan 3 4 3. Lakukan pengkajian nyeri komprhensif termasuk
-Ekspresi nyeri wajah 2 5 lokasi, karakteristik, duras, frekuensi kualitas
-Kehilangan nafsu makan 5
3 dan faktor prepitasi.
-Menyerang dan menangis 5
2 4. Anjurkan tenik non farmakologi
d.Kontrol nyeri
- Mengenali Kapan nyeri terjadi 5 5. Anjurkan tingkat stirahat
- Menggunakan tindakan pencegahan 4 5 6. Kolaborasi pemberian analgesik.
- Melakukan tindakan pengurangan nyeri 2
tanpa analgesic 2 5

Keterangan :
- Tingkat nyeri :
menggunakan skala berat (5) tidak ada (0)
- Kontrol nyeri :
menggunakan skala tidak pernah menunjukkan (5) secara NIC :
konsisten menunjukkan (0) Pencegahan Luka tekan
Perawatan Luka Sekunder
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Perlindungan Infeksi
diharapkan diharapkan integritas Jaringan yang baik dapat 1. Monitor tanda-tanda vital.
2. Monitor, membersihan, pantau proses
dipertahankan dengan NOC :
penyembuhan luka, infeksi dan edema.
- Integritas Jaringan : Kulit dan membran mukosa
3. Anjurkan metode untuk melindungi luka dari
- Penyembuhan Luka Sekunder
pukulan, tekanan dan gesekan.
Dengan kriteria hasil : 4. Hindari kerutan pada tempat tidur
5. Mobilisasi Klien setiap 2 jam sekali.
Indikator kaji target
6. Catat tanda dan gejala infeksi luka
1.Sensasi 2 4 7. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai.
2.Ketebalan 1 4
3.Intgritasitas kulit 2 4
4.Perfusi jaringan 2 4
5.Pertumbuhan rambut 1 4
pada kulit
6.Pengupasan pada kulit 2 5
7.Nekrosis 2 5
8.Ukuran pada luka 1 3
berkurang
9.Lubang pada luka 4 2
10. Peradangan pada 3 5
luka
11.Bau busuk pada luka 3 5
Keterangan :
1-5 : menggunakan skala :
tidak terganggu (5), sedikit terganggu (4), cukup
terganggu (3), banyak terganggu (2), sangat terganggu (1)
6.8 : menggunakan skala :
tidak ada (5), Ringan (4), Sedang (3), Cukup berat (2)
Berat (1) NIC
8-11 : Menggunakan skala :
Sangat besar (5), besar (4), sedang (3), terbatas (2), tidak Terapi latihan : Ambulasi
ada (1)
1. Monitor tanda-tanda vital
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
2. Monitor intake atau asupan nutrisi untuk
dapat mengurangi keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh,
3 dengan NOC : mengetahui sumber energi yang adekuat
3. Monitor sumber ketidaknyamanan klien ketika
- Pergerakan
- Ambulasi beraktivitas
4. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
Dengan kriteria hasil :
5. Latih Klien dalam pemenuhan kebutuhan ADL
Indikator Skala Skala 6. Tingkatkan tirah baring atau pembatasan
Kaji Target kegiatan
1. Menopang Berat Badan 2 4 7. Anjurkan periode istirahat dan kegiatan secara
2. Berjalan Dengan Pelan
1 3 bergantian.
3. Gerakan Otot
4. Gerakan Sendi 3 4
5. Kinerja Transfer
2 4
6. Bergerak Dengan Mudah
2 4
2 4

Keterangan :
Inddikator menggunakan skala :
- tidak terganggu (5)
- sedikit terganggu (4)
- cukup terganggu (3)
- banyak terganggu (2)
- sangat terganggu (1)

Nama : Ny. P Umur : 48 tahun No. DOkumen RM : 852842


Ruang :Perawatan Umum ( Lt.5) Kelas : ..................................................... Tanggal : 2 mei 2017

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl/Jam Diagnosa Implementasi Respon TTD
Keperawatan
Selasa, 2 mei 1 1. Memonitor tanda-tanda vital DS :
Nama : Ny. P 2. Melakukan pengkajian nyeri Umur : 48 tahun
komprenshif No. DOkumen RM : 852842
2017
Ruang : Perawatan umum lantai 5 Klien mengatakan nyeri sekali
Kelas : ..................................................... pada
Tanggal kaki kiri
: Kamis, dan2017
4 Mei terdapat
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
14.00 wib ulkus diabetes mellitus, klien mengatakan akan
LEMBAR EVALUASI
kualitas dan faktor prespitasi.
mempraktekkan teknik nafas dalam.
3. Mengobservasi reaks nonverbal dan
P : ulkus diabetes mellitus post debridement
ketdaknyamanaan.
4. Menganjurkan tekhnik non farmakologi Q : seperti ditusuk-tusuk dan nyut-nyut
5. Menganjurkan tingkat istirahat
R : pedis sinitra
6. Kolaborasi pemberian analgetik.
S:6
T : menetap
DO :
- TTV :
TD : 110/80mmHg
N : 84x/menit
S : 36 c
RR : 20x/menit
1. Memonitor tanda-tanda vital
2. Menghindari kerutan pada tempat tidur Skala Nyeri : 6
3. Mencatat adanya tanda dan gejala infeksi luka
- klien tampak meringis kesakitan
Menganjurkan metode untuk melindungi luka
- klen mencoba dan praktek tekhnik relaksasi nafas dalam
dari pukulan, tekanan atau gesekan.
- Klien mendapatkan injeksi IV drip tramadol 100 mg/8
jam( jam 06.30 wib)
14.30 WIB 2
DS : klien mengatakan terdapat luka pada kaki sebelah kiri
dan baru selesai di debridement.
D0 :
- TTV :
TD : 110/80 mmHg
N : 84X/menit
Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi TTD
Jumat, Nyeri Akut berhubungan dengan S : - Klien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang, nyeri akan terasa sekali ketika
5 Mei 2017 dengan Insisi pembedahan (prosedur mengganti Balutan
12.30 WIB debridement) - Klien mengatakan dapat menggunakan teknik non farmakologi untuk pengurangan
rasa nyeri
- P : Nyeri saat dan sesudah ganti Balutan
Q : Seperti di iris-iris
R : Kaki kiri bagian bawah
S:4
T : menetap selama 30 menit

O : - TTV :
- TD : 120/ 75 mmhg,
N : 75 x/menit
RR : 19 x/ menit
S : 36,3o C
- Klien tampak lebih tenang ketika tidak sedang mengganti Balutan
- Klien dapat mengulangi dan menerapkan teknik non farmakologi teknik nafas
dalam, pengalihan aktivitas dan message
- Klien mendapatakan injeksi tramadol drip 30 mg/ 8 jam ( 07.00 , 15.00, 11.00 WIB)

A : Masalah Nyeri Akut belum Teratasi


Indikator Skala Skala Skala
Awal kaji Target
- Nyeri yang dilaporkan 3 4 5
- Ekspresi Nyeri Wajah
2 3 5
- Kehilangan Nafsu makan
- Mengerang dan menangis 3 3 5
- Mengenali kapan terjadi nyeri
2 3 5
- Menggunakan tindakan pencegahan
- Melakukan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgetik 4 5 5
Kerusakan Integritas Jaringan 2 4 5
berhubungan dengan Gangguan 2 4 5
metabolisme

P : Lanjutkan Inervensi 1,2,3,4,5,6

S : - Keluarga Klien mengatakan akan mengingatkan klien untuk mobilisasi minimal


setiap 2 jam sehingga tidak hanya berbaring terus menerus serta memantau
kerutan pada tempat tidur

O : - TTV :
Jumat,
- TD : 120/ 75 mmhg,
5 Mei 2017 N : 75 x/menit
12.40 WIB RR : 19 x/ menit
S : 36,3o C
Skala Nyeri : 4
- Terdapat luka pada pedis sinistra dengan ukuran kurang lebih 30 x 10 cm, luka
terBalutan rapi menggunakan Balutan elastis dan tidak ada cairan yang merembes
keluar. Observasi ketika ganti Balutan klien yaitu luka tampak kemerahan pada
bagian tengah, tidak berbau, ada sedikit pus terdapat jaringan nekrosis pada
pinggiran luka.
- Luka klien diganjal dengan bantal
- Tidak terdapat edema dan tanda-tanda infeksi baru
A : Masalah kerusakan integritas kulit belum Teratasi
Indikator Skala Skala Skala
Awal kaji Target
Hambatan mobilitas fisik - Sensasi 2 2 4
- Ketebalan
berhubungan dengan 1 1 4
- Integritas Kulit
- Perfusi jaringan 2 2 4
- Pertumbuhan rambut pada kulit
2 2 4
- Pengelupasan pada kulit
- Nekrosis 1 1 4
- Ukuran Luka berkurang
2 2 5
- Lubang pada luka
- Peradangan pada luka 2 3 5
- Bau busuk pada luka
1 1 3
4 4 2
3 3 5
3 4 5

P : Lanjutkan Inervensi 1,4, 5, 6, 7

S : - Klien mengatakan bahwa klien sedang berusaha untuk meningkatkan porsi makan
dnegan makan sedikit tapi sering
- Klien juga mengatakan bahwa klien masih menjalankan saran untuk melakukan
aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.
O : - TTV :
- TD : 120/ 75 mmhg,
N : 75 x/menit
Jumat, RR : 19 x/ menit
5 Mei 2017 S : 36,3o C
Skala Nyeri : 4
13.00 WIB - Klien sudah dapat melakukan aktivitas makan sendiri dan mobilisasi untuk duduk
dan miring kiri dan kanan.
- Masih terdpat keterbatasan gerak pada pedis sinistra
A : Masalah Hambatan mobilisasi fisik belum teratasi
Indikator Skala Skala Skala
Awal kaji Target
- Menopang berat badan 2 2 4
- Berjalan dengan pelan
1 1 4
- Gerakan otot
- Gerakan sendi 3 3 4
- Kinerja transfer
2 3 4
- Bergerak dengan mudah
2 3 4
2 2 4

P : Lanjutkan Inervensi 1,3,4, 5, 6, 7


BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny. P di ruangan perawatan umum (lt.5)
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta , maka dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara teori dan kenyataan
yang diperleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Penulis juga akan membahas kesulitan yang ditemukan dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap Ny. P dengan diabetes mellitus, dalam penyusunan asuhan keperawatan
yang kami bahas mengeai kesenjangan pada diagnosa keperawatan.

A. Pengkajian
Seperti yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya penulis melaksanankan asuhan keperawatan, dengan
menerapkan proses keperawatan dimana pengkajian dilaksanakan pada hari pertama pengambilan kasus. Untuk
mendapatkan data yang menunjang baik secara objektif maupun subjektif, kami melakukan wawancara dengan klien
dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik, mempelajari catatan keperawatan, catatatan medis dan hasil pemeriksaan
penunjang dan perawat ruangan. Pada saat dialkukan pengkajian penulis menenemukan adanya kesenjangan atau
perbedaan antara tinjauan teroti dengan kasus yang ada.
Pengkajian klien dengan diabetes melitus yang kami temukan yaitu nyeri pada ulkus diabetes mellitus pada pedis
sinistra dan adanya hambatan mobilisasi serta kerusakan integritas jaringan . Secara teoritis etiologi dari diabetes
mellitus memiliki beberapa klasifikasi yaitu, DM tipe I (IDDM), DM tipe II (NIDDM), dan DM tipe lain, dimana di dalam
DM tipe II memiliki beberapa faktor resiko yaitu, usia lebih dari 30 tahun, obesitas, riwayat keluarga dan gaya hidup.
Berdasarkan pengkajian ditemukan bahwa klien berusia lebih dari 30 tahun dan memiliki riwayat gaya hidup yang tidak
memperhatikan kadar glukosa tetapi tidak memiliki riwayat penyakit keluarga DM. Secara teoritis manifestasi klinis pada
klien dengan diabetes mellitus adalah poliuri, polidipsi, polipagi, berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga
kurang dan mata kabur. Kesenjangan atau perbedaan yang ditemukan antara hasil pengkajian dan manifestasi klinis
secara teori adalah pada pengkajian tidak terdapat data-data untuk menunjang manfestasi klinik diabetes mellitus
seperti polidipsi,poliuria,polifagia, dan penurun berat badan yang drastis (hanya terjadi pada awal klien terdiagnosa
diabetes mellitus).
Penatalaksanaan medis yang terdapat pada teoritis adalah edukasi, pengaturan diet, latihan/ olahraga,
pengobatan untuk gangrene dan farmakolagi, sedangkan pada Ny.P terdapat kesesuaian yaitu Ny. P mendapatkan,
perawatan luka gangrene selama dirawat dan diet rendah karbohidarat, tinggi kalori dan protein. Penatalaksanaan
medis yang tidak dilakukan pada kasus namun ada pada teori yaitu latihan/ olahraga atau aktifitas fisik berat hal ini
tidak di lakukan karena terdapat ulkus diabetes mellitus pada pedis sinistra.

B. Diagnosa Keperawatan :
Tanda-tanda yang dikenali pada awal proses diagnostik dapat dipahami hanya jika ada penjelasan yang masuk
akal untuk tanda-tanda tersebut dengan konteks suatu situasi, ini adalah proses berfikir aktif ketika perawat
mengeksplorasi pengetahuan dalam memorinya untuk mendapatkan kemungkinan penjelasan data (Nanda Nic & Noc,
2015/2017).
1. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam kasus Diabetes Melitus ini antara lain :
a. Nyeri Akut berhubungan dengan Agens Cedera Fisik (insisi pembedahan/ prosedur debridement)
Menurut Nanda Nic & Noc 2015/2017, nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang digambarkan sebagai suatu kerusakan.
Alasan diagnosa tersebut diangkat karena saat pengkajian didapatkan data klien ekspresi wajah nyeri, keluhan
tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (PQRST), sikap melindungi area nyeri. Diagnosa tersebut
penulis prioritaskan karena keluhan yang dirasakan Klien saat itu dan apabila masalah itu tidak ditangani akan
menimbulkan ketidaknyamanan bagi Klien dan bisa mengganggu aktifitas klien.
b. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
Menurut Nanda Nic & Noc 2015/2017, kerusakan integritas jarinagn adalah cedera pada membran mukosa, kornea,
system integument, otot, tendon, tulang, kartilago, sendi dan atau ligamen. Alasan diagnosa tersebut diangkat
karena saat pengkajian didapatkan tanda-tanda mendukung seperti luka ulkus diabetes mellitus, post debridement
dengan luas luka 30 x 10 cm, Turgor kulit tidak baik, kuku kaki kiri tampak pucat, cedera jaringan dan jaringan
rusak.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan metabolisme seluler
Menurut Nanda Nic & Noc 2015/2017, hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerak fisik dalam satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Alasan diagnosa tersebut diangkat karena saat pengkajian
didapatkan tanda-tanda mendukung seperti klien mengatakan kaki kiri terasa nyeri dan susah untuk digerakan, ADLs
klien dibantu sebagian oleh keluarga, klien susah untuk membolak balik posis, adanya pergerakan yang lambat,
keterbaasan rentang gerak.
Penegakan diagnosa didasarkan pada urutan prioritas menggunakan penerapan teori maslow dengan
mempertimbangkan hubungan diantara kebutuhan, faktor yang mempengaruhi prioritas kebutuhan dasar serta
pertimbangan hubungan diantara kebutahan dasar. Ketiga diagnosa yang diambil merupakan kebutuhan dasar fisiologi
yang menyangkut rasa aman, aktivitas atau istrahat (tingkat I) serta kebutuhan keamanan dan keselamatan yang
menyangkut keamanan atau perlindungan (tingkat II). Kebutuhan fisiologi tersebut minimal harus terpenuhi untuk
mempertahankan hidup. Selain menggunakan teori atau hirarki masslow, penulis juga menggunakan tingkatan
pengambilan keputsan dengan melihat diagnosa berdasarkan penilaian aktual,resiko atau potensial. Daignosa pada
kasus ini semua bersifat aktual.
2. Kesenjangan diagnosa antara teori dan kasus
Dari kasus Ny. P dengan diabetes melitus ini ditemukan perbedaan diagnosa antara teori dan kasus, dimana
sebagian besar klien dengan diabetes mellitus (ulkus DM) lebih mempusatkan perhatian kepada ulkus yang ada. Untuk
klien dengan kaki diabetik diagnose nyeri akut, kerusakan integritas jaringan dan hambatan mobilitas fisik sering
menjadi diagnosa dalam kasus diabetes meilitus dengan gangrene. Perbedaan dengan diagnosa teori yaitu tidak
adanya diagnose ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada kasus ini. Diagnosa ini tidak ditegakan
diakrenakan data subjeektif dan objektif seperti berat badan 20% atau lebih dibawah rentang normal, bising usus
hiperaktif, ketidakmampuan memakan makanan, penurunan bera badan dnegan asupan yang adekuat.
Kesulitan yang ditemui dalam kasus ini pada evaluasi keperawatan, masalah belum mencapai skala target yang
ditentukan dikarenakan Klien sudah diperbolehkan pulang dan menjalani rawat jalan.

C. Intervensi
Pada perencanaan tindakan keperawatan pada Ny.P menggunakan prioritas masalah dengan mempertimbangkan
dasar-dasar kebutuhan manusia untuk menyelesaikan 3 diagnosa yang ditegakkan. Dalam melaksanakan asuhan
keperawatan kami berusaha menjalankannya secara sistematis, berkesinambungan dan efisien. Kami juga berusaha
agar perencanaan ini dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dibuat sesuai dengan prioritas masalah dan
dapat mengatasi diagnosa keperawatan yang ditetapkan. Berikut intervensi yang diberikan berdasarkan penegakan 3
diagnosa :
No Diagnosa Intervensi Rasional

1 Nyeri Akut b.d 1. Monitor tanda-tanda vital yang 1. Mengetahui keadaan umum klien dan untuk
Agen cidera meliputitekanandarah, nadi, menentukan tidakan selanjutnya
2. Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan yang
fisik frekuensipernafasan,
dirasakan Klien.
(debridement) suhudanskalanyeri.
3. Dapat mengetahui berapa berat nyeri yang dialam
2. Observasireaksi nonverbal
Klien
danketidaknyamanan
4. Teknikdistraksidanrelaksasi(non farmakologi)
3. Lakukanpengkajiannyerikomprh
dapatmengurangi rasa nyeri yang dirasakanKlien.
ensiftermasuklokasi,
5. Dengan beristirahat akan membantu memberikan
karakteristik, duras,
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal
frekuensikualitasdanfaktorprepit
mungkin
asi. 6. Obat obatan algesik dapat membantu
4. Anjurkantenik non farmakologi
mengurangi nyeri Klien
5. Anjurkantingkatstirahat
6. Kolaborasipemberiananalgesik.
Kerusakan 1. Monitor tanda-tanda vital. 1. Mengetahui keadaan umum klien dan untuk
2. Monitor, membersihan, pantau
integritas menentukan tidakan selanjutnya
proses penyembuhanluka, 2. Pemantauan yang tepat terhadap luka dan proses
jaringan
infeksidan edema. penyembuhan akan membantu dalam
berhubungan
3. Anjurkan metode untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
dengan
melindungi luka dari pukulan, 3. Meminimalisir keadaan yang dapat memperburuk
neuropati
tekanan dan gesekan. luka.
perifer 4. Hindari kerutan pada tempat tidur 4. Agar tidak menimbulkan luka baru akibat tekanan/
5. Mobilisasi pasien setiap 2 jam
kerutan.
sekali. 5. Menghindari terjadinya luka karena penekanan.
6. Catat tanda dan gejala infeksi 6. Mengetahui ada tidaknya proses infeksi
7. Mengganti balutan dan merawat luka dengan
luka
7. Ganti balutan pada interval waktu teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka
yang sesuai. dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi yang timbul, sisa balutan jaringan
nekrosis dapat menghambat proses granulasi
Hambatan 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Mengetahui keadaan umum klien dan
2. Monitor intake atau asupan nutrisi
mobilitas fisik untukmenentukan tidakan selanjutnya.
untuk mengetahui sumber energi 2. Dengan asupan nutrisi yang adekuat maka tubuh
b.d
yang adekuat mampu memenuhi kebutuhan ADLnya
penurunan
3. Monitor sumber ketidaknyamanan 3. Mengetahui dan mengindari ketidaknyamanan
metabolisme
klien ketika beraktivitas yang dirasakan klien
seluler 4. Kaji kemampuan klien dalam 4. Mengetahui derajat kekuatan klien saat mobilisasi.
5. Keterbatasan mobilitas fisik cenderung membuat
mobilisasi
5. Latih pasien dalam pemenuhan klien kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya
kebutuhan ADL sehingga harus diberikan latihan
6. Tingkatkan tirah baring atau 6. Dengan tirah baring tubuh akan lebih santai akan
pembatasan kegiatan membantu memberikan kesempatan pada otot
7. Anjurkan periode istirahat dan
untuk relaksasi seoptimal mungkin
kegiatan secara bergantian. 7. Klien akan mudah lelah saat melakukan aktivitas
sehingga harus beristirahat dengan baik agar
energi terpenuhi untuk aktivitas selanjutnya.

D. Implementasi
Dalam tahap implementasi penulis bekerja sama dengan keluarga Klien, perawat ruangan dan tim kesehatan
sesuai prioritas masalah dan kondisi Klien.
1. Implementasi yang dilakukan pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik yaitu
memonitor tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu dan skala nyeri,
mengbservasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan, melakukan pengkajian nyeri komprhensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi kualitas dan faktor prepitasi, menganjurkan tenik non farmakologi,
menganjurkan tingkat stirahat, Kolaborasi pemberian analgesik
2. Implementasi yang dilakukan pada diagnosa kedua kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
neuropati perifer adalah memonitor tanda-tanda vital, membersihan dan memantau proses penyembuhan luka,
infeksi dan edema, meganjurkan metode untuk melindungi luka dari pukulan, tekanan dan gesekan,
menghindari kerutan pada tempat tidur, memabntu mobilisasi Klien setiap 2 jam sekali, mencatat tanda dan
gejala infeksi luka, mengganti balutan pada interval waktu yang sesuai.
3. Imlpementasi Untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan metabolisme
seluler yaitu memonitor tanda-tanda vital, memonitor intake atau asupan nutrisi untuk mengetahui sumber
energi yang adekuat, memonitor sumber ketidaknyamanan klien ketika beraktivitas, mengkaji kemampuan klien
dalam mobilisasi,melatih Klien dalam pemenuhan kebutuhan ADL, menganjurkan tingkatkan tirah baring atau
pembatasan kegiatan, menganjurkan periode istirahat dan kegiatan secara bergantian.
Faktor pendukung yang penulis temukan dalam pelaksanaan implementasi keperawatan pada klien yaitu adanya
kerjasama yang baik antara penulis dengan perawat ruangan serta partisipasi dari keluarga klien dalam pemberian
asuhan keperawatan sehingga pelaksanaan keperawatan dapat berjalan dengan baik.

E. Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi proses dan evaluasi hasil pada klien dilaksanakan pada saat sebelum dan sesudah
melaksanakan tindakan keperawatan mengenai reaksi klien dan evaluasi hasil berdasarkan tujuan yang ditetapkan
pada evaluasi ini. Penulis melakukan penilaian asuhan yang diberikan dari tanggal 2-5 Mei 2017. Keberhasilan tindakan
keperawatan dilakukaun secara subjektif melalui ungkapan klien dan secara objektif melalui pengamatan dan
pengukuran dari 5 diagnosa. Berdasarkan evaluasi penulis ditemukan bahwa ketiga diagnosa dalam kasus ini belum
teratasi yaitu nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik, kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
neuropati perifer, hambatan mobolitas fisik berhubungan dengan perubahan metabolisme seluler. Dikarenakan Klien
sudah diperbolehkan rawat jalan, adapun planing dari diagnosa yang belum teratasi adalah yaitu kontrol makanan yang
dikonsumsi ( diit protein konsumsi putih telur sebanyak 3 butir sehari), melakukan aktivitas sederhana yang dapat
dilakukan dan tetap mendapat injeksi insulin nevorapid 6 unit sebelum makan. Untuk diagnosa kerusakan integritas
jaringan, keluarga dianjurkan selalu melakukan perawatan luka ulkus diabetes mellitus pada klien dan mencatat
perkembangan luka klien. Keluarga juga didorong untuk memberikan motivasi kepada klien menjaga asupan makan
dan melakukan aktivitas diselingi aktivitas-aktivitas sederhana untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik. Sedangkan
unutuk diagnosa nyeri tetap menganjurkan penggunaaan teknik non farmakologi yang telah diajarkan, serta
mengkonsumsi analgesik sesuai dengan resep dokter.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Telah diberikan asuhan keperawatan pada Ny. P dengan Diabetes mellitus (ulkus diabetes mellitus) di
ruang Perawatan umum (Lt.5) RSPAD Gatot Soebroto Jakarta pada tanggal 2-6Mei 2017. Diabetes mellitus
adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan
neuropati. Penyebabnya adalah dapat disebabkan oleh faktor autoimun, genetik, pola hidup , usia dan penyakit
diabetes mellitus pada Ny.P diduga disebkan oleh pola hidup dan lingkungan sehari-hari serta penilaian
pentingnya penncegahan penyakit diabetes mellitus yang mengakibatkan terjadinya . Pada Ny.P ditemukan tanda
dan gejala yaitu nyeri sedang pada ulkus diabetes mellitus dengan ukuran 30 x 10 cm di pedis sinistra,
hambatan melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan dasar. Telah dilakukan pembedahan atau tindakan
debridement pada Ny.P, dan sekarang NY. P dalam pengobatan untuk proses perbaikan jaringan luka serta
kontrol gula darah untuk persiapan dilakukan skin graff. Asuhan keperawatan yang dilakukan meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, implementasi dan evaluasi.Diagnosa yang muncul pada Ny.p yaitu
nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (insisi pembedahan/ prosedur debridement), kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan neuropati perifer, hambatan mobiltas fisik berhubungan dengan
perubahan metabolisme seluler.
Dari hasil evaluasi keperawatan terdapat masalah yang belum teratasi, dikarenakan Klien sudah
diperbolehkan untuk rawat jalan. Planing yang diberikan yaitu kontrol makanan yang dikonsumsi ( diit protein
konsumsi putih telur sebanyak 3 butir sehari), melakukan aktivitas sederhana yang dapat dilakukan dan tetap
mendapat injeksi insulin nevorapid 6 unit sebelum makan. Selama dirawat perawatan luka klien dilakukan oleh
perawat, oleh karena itu planing untuk dirumah pada diagnosa kerusakan integritas jaringan, keluarga dianjurkan
selalu melakukan perawatan luka ulkus diabetes mellitus pada klien dan mencatat perkembangan luka klien.
Keluarga juga didorong untuk memberikan motivasi kepada klien menjaga asupan makan dan melakukan
aktivitas diselingi aktivitas-aktivitas sederhana.

B. Saran
1. Bagi Keluarga dan Klien
Keluarga adalah orang terdekat dari klien sehingga diharapkan kelurga dapat membantu dan memantau
proses penyembuhan klien. Edukasi yang diberikan diharapkan dapat menjadi prioritas sehingga dapat
dicegah perkembangan penyakit atau komplikasi yang lebih lanjut. Untuk klien diharapkan untuk tetap
menjaga pola hidup dengan lebih baik dan tetap konsisten dalam proses penyembuhan luka ulkus diabetes
mellitus.

2. Bagi perawat
Menjalin hubungan antara perawat dan tim kesehatan lainnya serta kerjasama keluarga sangat diperlukan
untuk membantu kesembuhan dan meningkatkan kesehatan klien. Sebagai seorang perawat sangat penting
bagi kita untuk melakukan edukasi bagi klien yang dirawat dengan diagnoasa diabetes mellitus baik tipe I
maupun II sehingga dapat dicegah timbulnya resiko komplikasi DM seperti ulkus diabetes mellitus /
ganggren.
3. Bagi penulis
Perlu untuk menambah dan meningkatkan kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan klien
dengan diabetes mellitus.
DAFTAR PUSTAKA

Fausto, Mitchell Kumar Abbas. 2008. Dasar Patologis Penyakit, Edisi 7. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Gustaviani R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klarifikasi. Jakarta: EGC

Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Price S A. 2005. Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses: Jakarta

Ronald Kartika. 2015. Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. Jakarta: Continuing Medikal Education, Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana.

Suyono S. 2006. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu
Penyakit dalam FKUI
Lampiran ( Patthway)
Reaksi Obesitas, usia,
autoimun genetik
Dm tipe I Dm tipe II

Kerusakan sel beta

Ketidakseimbangan produksi insulin

Katabolisme Liposis hiperglikemia


Anabolisme protein
protein meningkat
meningkat Gliserol asam lemak bebas
Kerusakan pada
antibodi Glukosa Viskositas
Merangsan Aterosklerosis intra sel darah
Kekebalan tubuh
g intra meningkat
hipotalamu
Mikrovaskul makrovaskuler Proses Aliran darah
Pusat lapar Resiko Neuropati sensori
er pembent melambat
dan haus infeksi perifer
ukan ATP
Retin Ginjal Jantun Cerebr
Klienmerasa tidak atau
a g al
Polidipsi sakit saat luka energi Iskemik
atau Retina Nefropati Miocar tergangg jaringan
polifagi diabetik k d Kerusaka Nekrosis
n luka Hambatan
Ketidaksei Ganggua Gagal integrita mobilitas
mbangan n ginjal Penyumbat s ganggre fisik
nutrisi penglihat an otak n
kurang dari
kebutuhan Resiko cidera Nyeri akut Tindakan
tubuh debridement
strok
e
Tindakan
Nekros
ganggre
strok debrideme
Nyeri akut
is luka
e nt n

Anda mungkin juga menyukai