Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia lanjut merupakan suatu proses yang alami yang tidak dapat

dihindari oleh manusia. Lansia ditandai dengan perubahan fisik,

emosional, dan kehidupan seksual. Gelaja-gelaja kemunduran fisik

seperti merasa cepat capek, stamina menurun, badan menjadi

membongkok, kulit keriput, rambut memutih, gigi mulai rontok, fungsi

panca indra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis,

2016).

Berdasarkan hasil survey dari Badan Pusat Statistik [BPS] (2018)

Selama kurun waktu hampir 50 tahun (1971-2018), persentase

penduduk lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat. Pada tahun

2018, persentase lansia mencapai 9,27 persen atau sekitar 24,49 juta

orang. Adapun persentase lansia di Indonesia didominasi oleh lansia

muda (kelompok umur 60-69 tahun) yang persentasenya mencapai

63,39 persen, sisanya adalah lansia madya (kelompok umur 70-79

tahun) sebesar 27,92 persen, dan lansia tua (kelompok umur 80+)

sebesar 8,69 persen. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa

penduduk lansia semakin bertambah dari tahun ke tahun. Pertambahan

tersebut memungkinkan memunculkan berbagai permasalahan bagi

para lansia salah satunya adalah masalah kesehatan, karena Semakin

6
2

bertambah usia seseorang, pada umumnya semakin banyak penyakit

yang diderita.

Menurut (Rikesdas, 2018), penyakit yang paling banyak

menyerang lansia Indonesia adalah Diabetes Mellitus, Artritis, Stroke,

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Asma, Gagal ginjal kronis dan

Hipertensi yang menjadi penyakit nomor satu yang paling banyak

diderita lansia.

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistol

lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastol lebih

dari atau sama dengan 90 mmHg. Atau secara singkat, hipertensi terjadi

apabila tekanan darah >140/90 mmHg (Fadhilah, 2018).

Menurut WHO (2015) di hampir semua negara berpenghasilan

tinggi, diagnosis luas dan pengobatan dengan obat-obatan murah telah

menyebabkan penurunan yang signifikan dan ini telah berkontribusi

pada pengurangan dalam kematian akibat penyakit jantung. Prevalensi

peningkatan tekanan darah di wilayah WHO di Amerika pada tahun

2014 adalah 18%, dibandingkan dengan 31% pada tahun 1980.

Sebaliknya, negara-negara berpenghasilan rendah memiliki prevalensi

peningkatan tekanan darah tertinggi. Di wilayah WHO Afrika, lebih dari

30% orang dewasa di banyak negara diperkirakan memiliki tekanan

darah tinggi dan proporsi ini meningkat.

Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 34,1% dari populasi

usia 18 tahun ke atas, tertinggi di Kalimatan Timur (39,8%) sedangkan


3

di Aceh berada di urutan ke 29 dari 33 provinsi di Indonesia, yaitu

sebesar (22,4%) (Riskesdas, 2018)

Prevalensi hipertensi di Aceh berdasarkan hasil diagnosis dokter

adalah 9,32%, dan hanya berdasarkan diagnosis obat adalah 9,52%,

sementara berdasarkan diagnosis dokter dan riwayat minum obat

hipertensi berjumlah 12.259 jiwa (Rinkesdas, 2018).

Hipertensi apabila tidak diatasi dalam jangka waktu lama dapat

memicu terjadinya kerusakan pada organ-organ vital yang dapat

menimbulkan penyakit yang lebih serius seperti kerusakan jantung

(penyakit jantung koroner), otak (stroke), gangguan penglihatan dan

penyakit ginjal, jika tidak ditangani sedini mungkin (Widiarto, 2018)

Pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi farmakologi

maupun non farmakologi. Pengobatan farmakologi adalah pengobatan

menggunakan obat atau senyawa, sedangkan non farmakologi

merupakan terapi tanpa menggunakan obat. Salah satu contoh terapi

non farmakologi yaitu dengan membuat keadaan rileks, bergaya hidup

sehat dana beraktivtas olahraga, seperti dilakukan melalui pola makan

dengan diet seimbang, terapi herbal, terapi pijat, dan olahraga atau

aktivitas fisik yang bersifat aerobik seperti jogging, bersepeda, renang,

jalan kaki atau brisk walking (Fadhilah, 2018).

Brisk Walking exercise merupakan salah satu jenis latihan yang

direkomendasikan oleh ahli jantung Amerika dan Eropa sebagai salah


4

satu perubahan gaya hidup pasien hipertensi (Sukarmin, Nurachmah &

Gayatri, 2013)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Kamal, Kusmana,

Hardinsyah, Setawan & Damanik, 2013), brisk walking bisa dilakukan

dengan pemanasan berjalan normal selama lima menit, kemudian untuk

intinya bisa melakukan jalan cepat selama dua puluh menit, dan untuk

pendinginannya bisa melakukan berjalan normal kembali selama lima

menit. Pada penelitian ini olahraga jalan cepat menurunkan denyut

jantung istirahat lebih besar yang selanjutnya akan menurunkan curah

jantung, sehingga menurunkan tekanan sistolik. Penurunan tekanan

darah yang kecil ternyata sudah dapat mengurangi risiko terhadap

kejadian penyakit kardiovaskular dan stroke. Penurunan tekanan darah

sebesar 2 mmHg akan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan

stroke sebesar 4% dan 6%.

Menurut Sukarmin, Nurachmah & Gayatri (2013) dari hasil

penelitiannya bahwa adanya perbedaan yang signifikan dalam tekanan

darah sistolik dan diastolik pada kelompok intervensi sebelum dan

sesudah dilakukan Brisk Walking Exercise pada kelompok intervensi

tekanan darah sistolik sebelum 153,24 mmHg dan sesudah intervensi

148,19 tekanan diastolik sebelum intervensi 94,48 mmHg dan sesudah

intervensi 90,05 mmHg. Faktor yang berpengaruh pada penurunan

tekanan darah sistolik diduga sebagian besar disebabkan oleh


5

penurunan curah jantung, sedangkan penurunan tekanan darah

diastolik disebabkan oleh penurunan resistensi perifer.

Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik mengambil

penelitian dengan judul “Penerapan Brisk Walking Exersice dalam

Menurunkan Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi di

Gampong Leupung Cut Kecamatan Kuta Malaka Aceh Besar” dalam

bentuk karya tulis ilmiah.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi

setelah dilakukan intervensi keperawatan brisk walking exersice?

C. Tujuan Penulisan

Menggambarkan asuhan keperawatan dengan pemberian terapi brisk

walking exercise dalam menurunkan takanan darah pada lansia dengan

hipertensi

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pasien

Mampu memahami brisk walking exercise dengan mandiri dalam

menurunkan tekanan darah.


6

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang

keperawatan dalam menurunkan tekanan darah dengan melakukan

brisk walking exersice.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan prosedur brisk

walking exersice pada asuhan keperawatan lansia hipertensi.

4. Institusi Akper Kesdam IM Banda Aceh

Menjadi informasi bagi institusi dalam meningkatkan ilmu

Keperawatan Gerontik dalam metode kasus dan penelitian..


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Pengertian Lansia

Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan –

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri

dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak

dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki

kerusakan yang diderita (Darmojo, 2014)

Lansia merupakan proses yang terjadi secara alami pada setiap

individu dimana dalam setiap proses ini terjadi perubahan fisik maupun

mental yang akan berpengaruh pada berbagai fungsi dan kemampuan

tubuh yang pernah dimilikinya (Pitra, 2017)

2. Batasan – Batasan Lansia

Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda – beda,

umumnya berkisar antara 60 – 65 tahun. Beberapa pendapat para ahli

tentang batasan usia adalah sebagai berikut :

a. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO (dalam Padila, 2013),

ada empat tahapan yaitu :

1) Usia pertengahan (middle age) usia 45 – 59 tahun

2) Lanjut usia (elderly) usia 60 – 74 tahun


8

3) Lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

b. Menurut Hurlock 1979 (dalam Padila, 2013) :

1) Early old age (usia 60 – 70 tahun)

2) Advanced old age (usia > 70 tahun)

c. Menurut Burnsie 1979 (dalam Padila, 2013) :

1) Young old (usia 60 – 69 tahun)

2) Middle age old (usia 70 – 79 tahun)

3) Old – old (usia 80 – 89 tahun)

4) Very old – old (usia > 90 tahun)

3. Tugas Perkembangan Lansia

Kesiapan lansia dipengaruhi oleh proses tumbang pada tahap

sebelumnya. Menurut Padila (2013), tugas perkembangan lansia

adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun

b. Mempersiapkan diri untuk pensiun

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya

d. Mempersiapkan kehidupan baru

e. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan


9

B. Asuhan Keperawatan Hipertensi Pada Lansia

1. Konsep Hipertensi Pada Lansia

a. Pengertian

Hipertensi adalah Hipertensi dapat didefinisikan sebagai

tekanan darah persisten dimana tekanan sistolikya di atas 140

mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi

manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik ≥ 160

mmHg dan tekanan diastolik ≥90 mmHg (Brunner & Sudarth, 2001

dalam Aspiani, 2014).

Hipertensi adalah tekanan darah persisten atau terus menurus

hingga melebihi batas normal dimana tekanan darah sistolik di atas

140 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Ode, 2012).

Usia antara 60-70 tahun tekanan darah sistolik 150-155 mmHg

masih dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan

sebagai tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau

tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg ditemukan dua kali atau

lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda (JNC VI, 1997

dalam Ode 2012)


10

b. Etiologi

Aspiani (2014) mengatakan bahwa etiologi hipertensi tidak

mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai

respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan

kapiler. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

hipertensi, yaitu :

1) Genetik: respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi

atau transport natrium.

2) Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang

mengakibatkan tekanan darah meningkat.

3) Stress karena lingkungan.

4) Hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua

serta pelebaran pembuluh darah.

Penyebab hipertensi pada lansia adalah terjadinya perubahan-

perubahan pada:

1) Elastisitas dinding aorta menurun.

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap

tahun, sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung

memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi

dan volumenya.
11

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, hal ini terjadi karena

kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi.

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

c. Klasifikasi

Aspiani (2014) mengatakan bahwa berdasarkan penyebab

hipertensi dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:

1) Hipertensi esensial/hipertensi primer

Penyebab hipertensi primer belum diketahui dengan pasti,

namun ada beberapa faktor yaitu:

a) Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika

orang tuanya adalah penderita hipertensi.

b) Ciri perseorangan

Ciri perseorang yang memperngaruhi timbulnya hipertensi

adalah: umur (jika umur bertambah maka tekanan darah

meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari

perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih).
12

c) Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya

hipertensi adalah: konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari

30 gr), kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok,

minum alkohol, minum obat-obatan (ephedrine, prednison,

epineprin).

2) Hipertensi sekunder

Jenis hipertensi ini penyebabnya dapat diketahui sebagai berikut:

a) Penyakit Ginjal: Glomerulonefritis, Piyelenefritis, Nekrosis

tubular akut, Tumor.

b) Penyakit Vaskular: Aterosklerosis, Hiperplasis, Trombosis,

Aneurisna, Emboli kolesterol dan Vaskulitis.

c) Kelainan endokrin: Diabetes Mellitus, Hipertiroidisme,

Hipotiroidisme.

d) Penyakit Saraf: Stroke, Ensephalitis, Syndrom Gulian Barre.

e) Obat-obatan: Kontrasepsi oral, Kortikolesterol.


13

Menurut AHA (American Heart Association, 2017)

mengelompokkan hipertensi sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut AHA (American Heart

Association)

DIASTOLIK mm
Hg
KATEGORI SISTOLIK mm Hg (angka lebih
TEKANAN DARAH (angka atas) rendah)

NORMAL KURANG DARI 120 Dan KURANG DARI


80

TINGGI 120 – 129 Dan KURANG DARI


80

TEKANAN DARAH 130 – 139 Atau 80 - 89


TINGGI
(HYPERTENSION)
TAHAP 1

TEKANAN DARAH 140 ATAU LEBIH Atau 90 ATAU LEBIH


TINGGI TINGGI TINGGI
(HYPERTENSION)
TAHAP 2

KRISIS Lebih tinggi dari 180 dan / atau Lebih tinggi dari
HIPPERTENSIF 120
(segera
konsultasikan
dengan dokter Anda)

Sumber : AHA (American Heart Association). 2017. The Facts About High Blood
Pressure. (online). https://www.heart.org/en/health-topics/high-blood-pressure/the-
facts-about-high-blood-pressure
14

d. Pathofisiologi

Brunner & Sudarth (2002) dalam Aspiani (2014) mengatakan

bahwa mekanisme yang megontrol konstruksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada madula diotak, dari

pusat vasomotor ini bermula jalan saraf sympatis, yang berlanjut ke

bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medua spinalis ke

ganglia sympati di thoraks dan abdomen, rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak

kebawah melalui sistem syaraf sympatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang

akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya norefinefrin mengakibatkan kontruksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan

dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap

norefinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,

kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokonstriksi, medula adrenal mensekresi efinefrin, yang


15

menyebabkan vasokonstriksi, korteks adrenal mensekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstiktor

pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan

aliran darah ke ginjal, meyebabkan pelepasan renin.

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstiktor kuat,

yang pada gilirannya merangsang sekres aldosteron oleh korteks

adenal. Hormon ini menyebaban peningkatan volume intravaskuler.

Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan Hipertensi.


Hiperlipidermis, merokok, obesitas
16
gaya dan hidup, faktor emosional

Implus saraf simpatis


Pathway
Ganglia simpatis, neuron
perganglion melepaskan asetikolin

Merangsang serabut saraf


ganglion ke pembuluh darah

Resiko penurunan curah jantung Norepineprine dilepaskan Gangguan perkusi jaringan cerebral

Vasokontriksi pembuluh darah

Penurunan aliran darah ke ginjal Tahanan perifer meningkat Respon GI tract meningkat

Pengaktifan reninangiotensis Peningkat tekanan darah Nausea, vomiting

Merangsang sekresi aldosteronepada Perubahan vaskuler retina


Gangguan nutrisi
konterks adrenal

Gangguan penglihatan Kurang kalori


oedema

Retensi garam dan air Resiko cedera


Kelemahan fisik

Kelebihan volume cairan

Sumber: Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi NANDA, NIC dan NOC-Jilid 1. Jakarta: Trans Info
Media.
17

e. Manifestasi klinis

Aspiani (2014) mengatakan bahwa gejala umum yang

ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada setiap

orang, bahkan kadang timbul tanpa sengaja. Secara umum gejala

yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut:

1) Sakit kepala.

2) Rasa pegal dan tidak nyaman untuk tengkuk.

3) Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh.

4) Berdebar atau detak jantung terasa cepat.

5) Telinga berdengung.

Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami

hipertensi bertahun-tahun berupa:

1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan

muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.

2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.

3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan

saraf pusat.

4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerolus.

5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan

tekanan kapiler.
18

f. Pemeriksaan Penunjang

Aspiani (2014) mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang

hipertensi yaitu:

1) Laboratorium : Albuminuria pada hipertensi karena kelalaian

parenkim ginjal, Kreatinin serum BUN meningkat pada hipertensi

karena parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut, Darah perifer

lengkap, Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah

puasa).

2) EKG : Hipertropi ventrikel kiri, Ischemi/infark miocard,

Peninggian gelombang P, Gangguan konduksi.

3) Rontgen Foto : Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada

kwartasio dari aorta, Pembemdungan, lebarnya paru, Hipertropi

parenkim ginjal, Hipertropi vascular ginjal.

g. Penatalaksanaan

Menurut Aspiani (2014) penatalaksanaan hipertensi dapat

dibedakan menjadi 2, yaitu :

1) Pelaksanaan Non Farmakologis

a) Pengaturan diet

Beberapa diet yang dianjurkan :

(1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan

tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan


19

pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi

stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat

berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah intake sodium

yang dianjurkan 50 – 100 mmol atau setara dengan 3 – 6

gram garam per hari.

(2) Diet tinggi potasium, dapat menurunkan tekanan darah

tapi mekanismenya belum jelas. Pemberian potassium

secara intreavena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang

dipercaya dimediasi oleh nitric oxide pada dinding

vascular.

(3) Diet kaya buah dan sayur

(4) Diet rendah kolestrol sebagai pencegah terjadinya jantung

coroner.

b) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan mengurangi tekanan darah,

kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan

volume sekuncup juga berkurang.

c) Olahraga

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang,

bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan

memperbaiki keadaan jantung


20

Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3 – 4 kali

dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan

tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang

dapat mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat

hipertensi.

d) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat

Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol,

penting untuk mengurangi efek jangka Panjang hipertensi

karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke

berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

2) Penatalaksanaan medis

a) Terapi Oksigen.

b) Pemantauan Hemodinamik.

c) Pemantauan Jantung.

d) Obat-obatan:

(1) Diuretik: Chlorthalidon, Hydromox, Lasix, Aldactone,

Dyrenium Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme

untuk mengurangi curah jantung dengan mendorong

ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya.

(2) Penyakit saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos

jantung atau arteri. Sebagian penyekat saluran kalsium


21

bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot

jantung, sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran

kalsium otot polos vascular. Dengan demikian, berbagai

penyekat kalsium memiliki kemamuan yang berbeda-

beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung,

volume sekuncup, dan TPR.

(3) Penghambat enzim mengubah angiotensin 2 atau

inhibator ACE berfungsi untuk menurunkan angiotensin 2

dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk

mengubah angiotensin 1 menjadi angitensin 2. Kondisi ni

menurunkan darah secara langsung dengan menurunkan

TPR, dan secara tidak langsung dengan menurunkan

sekresi aldosterone, yang akhirnya meningkatkan

pengeluaran natrium pada urin kemudian menurunkan

volume plasma dan curah jantung.

(4) Antagonis (penyekat) resepetor beta (β-blocker), terutama

penyekat selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung

untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.

(5) Antagonis reseptor alfa (β-blocker) menghambat reseptor

alfa otot polos vascular yang secara normal berespon


22

terhadap rangsangan saraf simpatis dengan

vasokontriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.

(6) Vasodilator anterior langsung dapat digunakan untuk

menurunkan TPR. Misalnya: Natrium, Nitroprusida,

Nikardipin, Hidralazin, Nitrogliserin, dan lain-lain.

2. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi pada Lansia

a. Pengkajian Keperawatan

Aspiani (2014) mengatakan bahwa data pengkajian hipertensi pada

lansia adalah:

1) Identitas

Identitas klien yang biasa dikaji pada penyakit sistem

kardiovaskuler adalah usia, karena ada beberapa penyakit

kardiovaskuler banyak terjadi pada klien di atas usia 60 tahun.

2) Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan

penyakit kardiovaskuler seperti: gagal jantung kongestif, penyakit

jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung valvular, maupun

penyakit Cor Pulmunal adalah klien mengeluh nyeri dada

sebelah kiri, disertai sesak nafas dan ketidakmampuan untuk

beraktivitas.
23

3) Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai

penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan

yang dirasakan sampai klien dibawa ke rumah sakit, dan apakah

pernah memeriksakan diri ketempat lain selain rumah sakit

umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan

bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat

pengkajian.

4) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat

kardiovaskuler sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja

yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas, penggunaan

obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alkohol dan merokok.

5) Riwayat penyakit keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita

penyakit yang sama karena faktor genetik/keturunan.

6) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan

kardiovaskuler biasanya lemah.

b) Kesadaran
24

Kesadaran klien biasanya Composmentis dan Apatis sampai

Samnolen.

c) Tanda-tanda vital:

(1) Terdiri dari pemeriksaan: Suhu normalnya (36,5 – 37,5 0C)

(2) Nadi meningkat (N: 60-100 x/menit)

(3) Tekanan darah meningkat atau menurun

(4) Pernafasan biasanya mengalami peningkatan

d) Pemeriksaan Review Of System (ROS)

(1) Sistem pernafasan (B1: Breathing)

Dapat ditemukan sesak nafas, sesak sewaktu

beraktivitas, peningkatan frekuensi pernafasan, adanya

penggunaan obat bantu pernafasan, adanya gangguan

pernafasan.

(2) Sistem sirkulasi (B2: Bleeding)

Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal,

sirkulasi perifer, warna, dan kehangatan, periksa adanya

distensi vena jungularis.

(3) Sistem persarafan (B3: Brain)

Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme

otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan


25

mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin

berhubungan dengan nyeri/ansietas).

(4) Sistem perkemihan (B4: Bleder)

Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin,

disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan

kebersihannya.

(5) Sistem pencernaan (B5: Bowel)

Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi,

auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi

abdomen, nyeri tekan abdomen.

(6) Sistem muskuloskeletal (B6: Bone)

Nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada

area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan

otot, kontraktur, atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan

warna.

e) Pola fungsi kesehatan

(1) Pola persepsi, dan tata laksana hidup sehat

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan

penanganan kesehatan.

(2) Pola nutrisi


26

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan

elektrolit, nafsu makan, diet, kesulitan menelan,

mual/muntah.

(3) Pola eleminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih,

defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi

dan penggunaan kateter.

(4) Pola tidur dan istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi

terhadap energi, jumlah jam tidur pada siang dan malam,

masalah tidur dan insomnia.

(5) Pola aktivitas dan istirahat

Meggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi

pernafasan, dan sirkulasi, riwayat penyakit jantung,

frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan. Pengkajian

indeks KATZ.

(6) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan erat

klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat

tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah

keuangan. Pengkajian APGAR Keluarga.


27

(7) Pola sensori dan kognitif

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola

persepsi sensori meliputi pengkajian penglihatan,

pendengaran, perasaan, dan pembau. Pada klien katarak

dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan perifer,

kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang

gelap. Sedangkan tandanya adalah tampak kecoklatan

atau putih susu pada pupil, peningkatan air mata.

Pengkajian Status Mental menggunakan Tabel Short

Portable Mental Status Quesionare (SPMSQ).

(8) Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan

persepsi terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri

menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran diri,

identitas diri. Manusia sebagai sistem terbuka dan

makhluk bio-psiko-sosio-spiritual, kecemasan, ketakutan,

dan dampak terhadap sakit. Pengkajian tingkat Depresi

menggunakan Tabel Inventaris Depresi Back.

(9) Pola seksual dan reproduksi

Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap

seksualitas.
28

(10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress.

(11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan

termasuk spiritual.

b. Diagnosa Keperawatan

Aspiani (2014) mengatakan bahwa diagnosa keperawatan

hipertensi pada lansia adalah:

1) Penurunan Cardiac Output berhubungan dengan perubahan

denyut jantung/irama, perubahan preload, perubahan afterload,

perubahan kontraktilitas ditandai dengan: adanya perubahan

irama denyut jantung (takhikardi/bradikardi) palpitasi, perubahan

EKG, distensi vena jungularis, sesak nafas, kelelahan, edema,

bunyi jantung murmur, kulit dingin dan lembab.

2) Nyeri akut berhubungan dengan penurunan aliran darah coroner,

iskemia jantung ditandai dengan klien melaporkan adanya nyeri

dada sebelah kiri, seperti diremas-remas, perubahan tekanan

darah, nadi meningkat, keringat dingin, klien tampak gelisah,

merintih kesakitan.

3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membrane


29

kapiler-alveolar ditandai dengan penurunan CO2, takikardi,

kelelahan, iritabilitas, dyspnoe, AGD abnormal, sakit kepala

ketika bangun.

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dengan kebutuhan, kelemahan menyeluruh

ditandai dengan klien menunjukkan perubahan nadi dan tekanan

darah setelah beraktivitas, klien tampak lemah, klien

mengatakan tambah sesak setelah beraktivitas, terdapat

perubahan EKG menunjukkan iskemia.

5) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme

pengaturan melemah ditandai dengan peningkatan BB cepat,

edema, distensi vena jugularis, dispneu, nafas pendek, suara

nafas abnormal (rales atau crakles), bunyi jantung S3, oliguria,

perubahan status mental, gelisah, cemas.

6) Cemas berhubungan dengan krisis situasional, perubahan status

kesehatan ditandai dengan produktivitas berkurang, klien tampak

gelisah, klien mudah tersinggung, klien tampak kwatir, klien

tampak cemas, respirasi meningkat, nadi meningkat, suara

gemetar, klien sulit berkonsentrasi.


30

7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan,

keterbatasan kognitif ditandai dengan klien mengungkapkan

adanya masalah, klien banyak bertanya, prilaku tidak sesuai.

8) Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan berhubungan dengan

kelemahan, adanya nyeri, gangguan neurovaskuler ditandai

dengan klien mengatakan adanya ketidakmampuan dalam

membersihkan sebagian atau seluruh badan, menyediakan

sumber air mandi, mengatur suhu air mandi reguler,

mendapatkan peralatan mandi, mengeringkan badan, masuk

dan keluar dari kamar mandi.

9) Defisit perawatan diri: berpakaian/berhias berhubungan dengan

kelemahan, adanya nyeri ditandai dengan klien mengatakan

adanya ketidakmampuan dalam mengenakan pakaian atas,

pakaian bawah, memilih pakaian dan mengambil pakaian.

10) Defisit perawatan diri makan berhubungan dengan kelelahan dan

kelemahan, adanya nyeri ditandai dengan klien mengatakan

adanya ketidakmampuan menelan makanan, menyuap

makanan, memegang alat makan, mengunyah makan,

menggunakan alat bantu untuk makan.

11) Defisit perawatan diri: toileting berhubungan dengan kelelahan

dan kelemahan, adanya nyeri ditandai dengan klien mengatakan


31

adanya ketidakmampuan dalam menggunakan pispot, pergi ke

toilet, duduk atau bangun dari toilet atau dari pispot, memenuhi

kebutuhan toileting
32

a. Rencana Keperawatan

Aspiani (2014) mengatakan bahwa rencana keperawatan hipertensi pada lansia adalah:

Tabel 2
Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 2 3 4
1. Penurunan Cardiac Setelah dilakukan asuhan 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,
Output berhubungan keperawatan klien menunjukkan lokasi, radiasi, durasi dan faktor yang
dengan perubahan curah jantung adekuat (cardiac pencetuskan nyeri).
denyut jantung/irama, pump effectiveness), dengan 2. Lakukan penilaian komprehensif terhadap
perubahan preload, kriteria: sirkulasi perifer (misalnya: cek nadi perifer,
perubahan afterload, a. Tekanan darah dalam rentang edema, pengisian kapiler, dan suhu
perubahan kontraktilitas normal ekstremitas).
ditandai dengan: adanya b. Denyut jantung dalam batas 3. Catat adanya disritmia jantung.
perubahan irama denyut normal 4. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
jantung c. Hipotensi ortostastik tidak ada curah jantung.
(takhikardi/bradikardi) nadi perifer kuat 5. Monitor vital sign.
palpitasi, perubahan d. Bunyi nafas abnormal tidak 6. Monitor status kardiovaskuler.
EKG, dietensi vena ada 7. Monitor disritmia jantung termasuk gangguan
jungularis, sesak nafas, e. Menunjukkan peningkatan irama dan konduksi.
kelelahan, edema, bunyi toleransi terhadap aktivitas 8. Monitor status respirasi terhadap gejala gagal
jantung murmur, kulit f. Nadi perifer kuat jantung.
dingin dan lembab. g. Ukuran jantung normal 9. Monitor keseimbangan cairan (intake output
h. Tidak ada distensi vena dan BB harian).
jugularis 10. Kenali adanya perubahan tekanan darah.
i. Tidak ada disritmia 11. Kenali pengaruh psikologis yang mendasari
kondisi klien.
33

1 2 3 4
j. Tidak ada edema perifer 12. Kolaborasi dalam pemberian terapi anti
k. Tidak ada udema pulmo aritmia sesuai kebutuhan.
l. Tidak ada diaporsis 13. Monitor respon klien terhadap pemberian
m. Tidak ada mual terapi anti aritmia.
n. Tidak ada kelelahan 14. Intruksikan klien dan keluarga tentang
pembatasan aktivitas.
15. Tentukan periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan.
16. Monitor toleransi klien terhadap aktivitas.
17. Monitor adanya dyspneu, kelelahan,
takhipneu, dan orthopneu.
18. Anjurkan untuk mengurangi stress.
19. Ciptakan hubungan yang saling mendukung
antara klien dan keluarga.
20. Anjurkan klien untuk melaporkan adanya
ketidaknyamanan dada.
21. Tawarkan support spiritual untuk klien dan
keluarganya.
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri,
dengan penurunan keperawatan klien dapat: meliputi: lokasi, karateristik, onset, durasi,
aliran darah coroner, a. Mengontrol nyeri (pain frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri,
iskemia jantung ditandai control) dengan kriteria: dan faktor-faktor presipitasi.
dengan klien 1) Klien dapat mengetahui 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
melaporkan adanya penyebab nyeri, onset ketidaknyamanan, khususnya dalam
nyeri dada sebelah kiri, nyeri, mampu ketidakmampuan untuk komunikasi secara
seperti diremas-remas, menggunakan teknik non efektif.
perubahan tekanan farmakologi untuk 3. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien
darah, nadi meningkat, mengurangi nyeri, dan dapat mengekspresikan nyeri.
keringat dingin, klien tindakan pencegahan 4. Kaji latar belakang budaya klien.
tampak gelisah, merintih nyeri. 5. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri
kesakitan. terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu
34

1 2 3 4
2) Klien mampu mengenal 6. makan, aktivitas kondisi, mood pekerjaan,
tanda-tanda pencetus tanggung jawab peran.
nyeri untuk mencari 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri,
pertolongan. keluarga dengan nyeri kronis.
3) Melaporkan bahwa nyeri 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan
berkurang dengan mengontrol nyeri yang telah digunakan.
menggunakan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan
manajemen nyeri keluarga.
b. Menunjukkan tingkat nyari 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
(pain level) penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
1) Klien melaporkan nyeri pencegahan.
dan pengaruhnya pada 11. Kontrol faktor lingkungan yang dapat
tubuh mempengaruhi respon klien terhadap
2) Klien mampu mengenal ketidaknyamanan (contoh: temperatur
skala, intensitas, ruangan, penyinaran, dll).
frekuensi dan lamanya 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri.
nyeri 13. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup.
3) Klien mengatakan rasa 14. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi
nyaman setelah nyeri (contoh: relaksasi, iguided imagery, terapi
berkurang musik, distraksi,aplikasi panas dingin,
4) Tanda dalam batas massage)
normal 15. Evaluasi keefektifan dari tindakan
5) Ekspresi wajah tenang mengontrol nyeri berdasarkan respon klien.
16. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang
pengalaman nyeri secara tepat.
17. Monitor kenyamanan klien terhadap
manajemen nyeri.
18. Bantu klien mengidentifikasi faktor presipitasi
nyeri baik aktual maupun potensial.
35

1 2 3 4
19. Lakukan pengkajian terhadap klien dengan
nyaman dan lakukan monitoring dari rencana
yang dibuat.
20. Hilangkan faktor yang dapat meningkatkan
pengalaman nyeri (misalnya: rasa takut dan
kelelahan).
21. Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri.
22. Informasikan kepada tim kesehatan
lainnya/anggota keluarga saat tindakan
nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan
preventif.
23. Berikan obat dengan prinsip 5 benar.
24. Cek riwayat alergi obat.
25. Tentukan lokasi nyeri, karateristik, kualitas,
dan keparahan sebelum pengobatan.
26. Libatkan klien dalam pemilihan analgetik
yang akan digunakan.
27. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik pertama kali.
3. Kerusakan pertukaran Setelah dilakukan asuhan 1. Atur posisi klien untuk memaksimalkan
gas berhubungan keperawatan klien menunjukkan ventilasi.
dengan pertukaran gas adekuat 2. Lakukan fisiotrapi dada sesuai kebutuhan.
ketidakseimbangan (respiratory status: gas exchange) 3. Dorong klien untuk bernafas pelan dan
perfusi ventilasi, dengan kriteria: dalam.
perubahan membrane a. Status mental dalam rentang 4. Auskultasi bunyi nafas, area penurunan
kapiler-alveolar ditandai normal. ventilasi atau tidak adanya ventilasi dan
dengan penurunan CO2, b. Klien bernafas dengan adanya bunyi nafas tambahan.
takihkardi, kelelahan, mudah. 5. Kelola pemberian bronkhodilator sesuai
iritabilitas, dyspnoe, c. Tidak ada dyspneu. kebutuhan.
AGD abnormal, sakit d. Tidak ada kegelisahan. 6. Ajarkan klen bagaimana menggunakan
kepala ketika bangun. inhaler.
36

1 2 3 4
7. Atur posisi klien untuk mengurangi dyspneu.
8. Monitor status respirasi dan oksigenisasi
sesuai kebutuhan.
9. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
10. Siapkan perlengkapan O2 dan atur sistem
humidifikasi.
11. Berikan tambahan O2 sesuai permintaan.
12. Monitor aliran oksigen.
13. Monitor posisi pemberian oksigen.
14. Berikan O2 sesuai kebutuhan.
15. Monitor keefektifan terapi oksigen.
16. Monitor tingkat kecemasan klien
berhubungan degan kebutuhan terapi
oksigen.
17. Monitor kecepatan, irama, kedalaman
respirasi
18. Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
penggunaan otot nafas tambahan dan
adanya retraksi otot interkosta.
19. Monitor pola nafas: bradypneu, tachypneu,
hiperventilasi, pernafasan kusmaul, cheynes,
stokes, biot, dan apnue.
20. Palpasi ekspansi paru.
21. Perkusi thoraks anterior dan posterior bagian
apeks dan dasar kedua paru-paru.
22. Auskultasi bunyi paru setelah pemberian
pengobatan.
23. Monitor peningkatan kegelisahan dan
kecemasan.
24. Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif.
25. Monitor hasil pemeriksaan foto thoraks.
37

1 2 3 4
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan keterbatasan klien terhadap
berhubungan dengan keperawatan klien menunkjukan aktivitas.
ketidakseimbangan toleransi terhadap aktivitas 2. Tentukan penyebab lain kelelahan.
antara suplai dengan (activity tolerance) dengan 3. Motivasi klien untuk mengungkapkan
kebutuhan, kelemahan kriteria: perasaan tentang keterbatasannya.
menyeluruh ditandai a. Klien dapat menentukan 4. Monitor intake nutrisi sebagai sumber energi
dengan klien aktivitas yang sesuai dengan yang adekuat.
menunjukkan perubahan peningkatan nadi, tekanan 5. Monitor respon cardiorespiratory terhadap
nadi dan tekanan darah darah dan frekuensi nafas, aktivitas (misal: takhikardi, disritmia,
setelah beraktivitas, mempertahankan irama dyspneu, diaporesis, pucat dan frekuensi
klien tampak lemah, dalam batas normal. pernapasan).
klien mengatakan b. Mempertahankan warna dan 6. Batasi stimulus lingkungan.
tambah sesak setelah kehangantan kulit dengan 7. Dorongan istirahat dan aktivitas.
beraktivitas, terdapat aktivitas. 8. Rencana aktivitas saat klien memiliki banyak
perubahan EKG c. EKG dalam batas normal tenaga.
menunjukkan iskemia. d. Melaporkan peningkatan 9. Hindari aktivita selama periode istirahat
aktivitas harian 10. Bantu klien untunk bangun dari tempat tidur
atau duduk disamping tempat tidur atau
berjalan
11. Dorong klien untuk melakukan aktivitas
harian sesuai sumber energi
12. Evaluasi program peningkatan aktivitas
13. Tentukan komitmen klien untuk peningkatan
frekuensi atau rentang untuk aktivitas
14. Bantu klien untuk mengungkapkan kebiasaan
aktivitas yang paling berarti dan atau aktivitas
favorit di waktu luang
15. Monitor respon emosional fisik, sosial dan
spiritual terhadap aktivitas
38

1 2 3 4
5. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan asuhan Manajemen cairan (Fluid management):
berhubungan dengan keperawatan selama … x24 jam 1. Monitor lokasi dan perluaran edema.
mekanisme pengaturan klien dapat mempertahankan 2. Monitor peningkatan berat badan tiba-tiba.
melemah ditandai keseimbagan cairan dalam tubuh 3. Monitor bunyi paru: adanya bunyi crakles,
dengan peningkatan BB (Fluid balance) dengan kriteria: status respirasi dan tentukan adanya
cepat, edema, distensi a. Klien bebas dari edema. orthopneu dan keparahannya.
vena jugularis, dispneu, b. Bunyi paru bersih. 4. Monitor adanyan disetensi vena jugularis
nafas pendek, suara c. BB stabil. dengan posisi kepala ditinggikan 30 sampai
nafas abnormal (rales d. Turgor kulit normal. 25 derajat.
atau crakles), bunyi e. Tidak ada oliguria. 5. Monitor tanda dan gejala retensi cairan.
jantung S3, Oliguria, f. Klien melaporkan adanya 6. Monitor vital sign sesuai kebutuhan.
perubahan status kemudahan dalam bernafas. Monitor cairan (Fluid monitoring):
mental, gelisah, cemas. 7. Monitor intake dan output.
8. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi.
9. Monitor membrane mukosa dan turgor kulit.
10. Monitor adanya distensi vena jugularis, bunyi
crakles pada paru, edema peripher dan
penambahan BB.
11. Kelola cairan sesuai kebutuhan.
12. Batasi intake cairan sesuai kebutuhan.
13. Pertahankan kecepatan pemberian cairan
intravena.
14. Monitor berat badan.
39

1 2 3 4
6. Cemas berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan ketenangan dalam pendekatan
dengan krisis keperawatan orang tua klien untuk menenangkan klien.
situasional, perubahan mampu mengontrol cemas 2. Jelaskan seluruh prosedur tindakan klien dan
status kesehatan (anxiety control), dengan kriteria: perasaan yang mungkin muncul pada saat
ditandai dengan a. Klien dapat merencanakan melakukan tindakan.
prduktivitas berkurang, strategi koping untuk situasi 3. Berusaha memahami keadaan klien situasi
klien tampak gelisah, yang membuat stress. stress yang dialami klien.
klien mudah b. Klien dapat mempertahankan 4. Berikan informasi tentang diagnosa,
tersinggung, klien penampilan peran. prognosis dan tindakan.
tampak kwatir, klien c. Klien melaporkan tidak ada 5. Temani klien untuk memberikan
tampak cemas, respirasi gangguan persepsi sensori. kenyamanan dan mengurangi ketakutn.
meningkat, nadi d. Klien melaporan tidak ada 6. Dorong keluarga untuk menemani klien
meningkat, suara manifestasi kecemasan sesuai kebutuhan.
gemetar, klien sulit secara fisik. 7. Dorong klien untuk mengungkapkan
berkonsentrasi. e. Klien melaporkan manifestasi perasaan, pengharapan dan ketakutan.
perilaku akibat kecemasan: 8. Identifikasi tingkat kecemasan klien.
tidak ada. 9. Berikan aktivitas hiburan untuk mengurangi
f. Klien dapat meneruskan ketegangan.
aktivitas yang dibutuhkan 10. Kontrol stimulus sesuai kebutuhan klien.
meskipun ada kecemasan. 11. Dengankan dengan penuh perhatian.
g. Klien menunjukkan 12. Ciptakan hubungan saling percaya.
kemampuan untuk berfokus 13. Bantu klien untuk mengungkapkan hal – hal
pada pengtahuan dan yang membuat cemas
keterampilan yang baru. 14. Tentukan kemampuan klien dalam membuat
h. Klien dapat mengidentifikasi keputusan
gejala yang merupakan 15. Ajarkan klien tehnik relaksasi
indikator cemas. 16. Observasi gejala verbal dan non-verbal dari
kecemasan.
40

1 2 3 4
7. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat pengetahuan klien berhubungan
berhubungan dengan keperawatan klien mempunyai dengan proses penyakit yang spesifik.
kurang paparan, pengetahuan tentang proses 2. Jelaskan tanda-tanda dan gejala yang
keterbatasan kognitif penyakit (knowledge disease biasanya muncul.
ditandai dengan klien process) dengan kriteria: 3. Jelaskan tentang proses penyakit.
mengungkapkan adanya a. Mengenal nama penyakit. 4. Berikan informasi kepada klien tentang
masalah, klien banyak b. Menjelaskan proses penyakit. kondisinya.
bertanya, prilaku tidak c. Menjelaskan faktor penyebab 5. Berikan informasi tentang tindakan
sesuai. dan risiko. diagnostik yang dilakukan.
d. Menjelaskan faktor penyebab 6. Diskusikan perubahan perilaku yang dapat
dan risiko. mencegah komplikasi.
e. Menjelaskan efek dari 7. Diskusikan pilihan terapi.
penyakit. 8. Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin
f. Menjelaskan tanda-tanda dan muncul.
gejala. 9. Jelaskan kepada klien tentang pengobatan
g. Menjelaskan tindakan- yang didapatkannya.
tindakan untuk meminimalkan 10. Jelaskan kepada klien tentang obat generik.
progresi penyakit. 11. Jelaskan tujuan dari setiap tindakan.
h. Menjelaskan tanda-tanda dan 12. Jelaskan kepada klien dosis, rute, dan durasi
gejala komplikasi. dari setiap pengobatan.
13. Cek kemampuan klien dalam mengelola
pengobatan yang didapat.
14. Jelaskan kepada klien tindakan yang
dibutuhkan sebelum mendapat pengobatan.
15. Jelaskan kepada klien apa yang dilakukan
jika dosis telah habis.
16. Jelaskan kepada klien kemungkinan interaksi
obat dengan makanan.
17. Libatkan keluarga dalam pengobatan
41

1 2 3 4
8. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan klien untuk menggunakan
mandi/kebersihan keperawatan klien dapat alat bantu.
berhubungan dengan menunjukkan perawatan diri: 2. Pantu adanya perubahan kemampuan
kelemahan, adanya a. Aktivitas kehidupan sehari- fungsi.
nyeri, gangguan hari: mandi dengan kriteria: 3. Pantau kemampuan klien dalam melakukan
neurovaskuler ditandai 1) Klien menerima bantuan perawatan diri secara mandiri.
dengan klien atau perawatan total dari 4. Pantau kebutuhan klien terhadap
mengatakan adanya pemeberi perawatan jika perlengkapan alat-alat untuk kebersihan diri,
ketidakmampuan dalam diperlukan. berpakaian, dan makan.
membersihkan sebagian 2) Klien mengungkapkan 5. Berikan bantuan sampai klien mampu untuk
atau seluruh badan, secara verbal kepuasan melakukan perawatan diri.
menyediakan sumber air tentang kebersihan tubuh 6. Bantu klien dalam menerima ketergantungan
mandi, mengatur suhu dan hygine mulut. pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
air mandi reguler, 3) Klien mempertahankan 7. Dukung kemandirian dalam melakukan
mendapatkan peralatan mobilitas yang diperlukan mandi dan hygine mulut, bantu klien hanya
mandi, mengeringkan untuk ke kamar mandi dan jika diperlukan.
badan, masuk dan menyediakan 8. Kaji kebersihan tubuh setiap hari.
keluar dari kamar mandi. perlengkapan mandi. 9. Kaji kondisi kulit saat mandi.
4) Klien mampu 10. Pantau kebersihan kuku, berdasarkan
membersihkan dan kemampuan perawatan diri klien.
mengeringkan tubuh. 11. Letakkan sabun, handuk, deodoran, alat
5) Klien mampu melakukan cukur dan peralatan lain yang dibutuhkan
perawatan mulut. disamping tempat tidur/kamar mandi.
12. Berikan bantuan sampai klien mampu
melakukan perawatan sendiri
13. Pantau kebersihan kuku, bedasarkan
kemampuan perawatan dari klien
42

1 2 3 4
9. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan klien menggunakan alat
berpakaian/berhias keperawatan klien dapat bantu.
berhubungan dengan menunjukkan perawatan diri: 2. Pantau adanya perubahan kemampuan
kelemahan, adanya a. Aktivitas kehidupan sehari- fungsi.
nyeri ditandai dengan hari: berpakaian dengan 3. Pantau kemampuan klien dalam melakukan
klien menatakan adanya kriteria: perawatan diri secara mandiri.
ketidakmampuan dalam 1) Klien mengungkapkan 4. Pantau kebutuhan klien terhadap
mengenakan pakaian kepuasan dalam perlengkapan alat-alat untuk kebersihan diri,
atas, pakaian bawah, berpakaian dan menata berpakaian, dan makan.
memilih pakaian dan rambut. 5. Berikan bantuan sampai klien mampu untuk
mengambil pakaian. 2) Klien dapat berpakaian melakukan perawatan diri.
dan menyisir rambut 6. Bantu klien dalam menerima ketergantungan
secara mandiri. pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
3) Klien dapat mengenakan 7. Dukung kemandirian dalam melakukan
pakaian secara rapi. mandi dan hygine mulut, bantu klien hanya
4) Klien mampu melepaskan jika diperlukan.
pakaian. 8. Informasikan klien untuk memilih pakaian
5) Klien menunjukkan yang tersedia.
rambut yang rapi dan 9. Berikan pakaian klien pada tempat yang
bersih. mudah dijangkau (misalnya: disamping
tempat tidur), dan pada saat klien akan
membutuhkan berpakaian.
10. Dukung kemandirian dalam
berpakaian/berhias, bantu klien hanya jika
diperlukan.
11. Bantu klien memilih pakaian yang mudah
dipakai dan dilepas.
12. Pertahandakan privacy saat klien berpakian.
13. Bantu klien mengancing dan meritsleeting
jika diperlukan.
43

1 2 3 4
10. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan klien menggunakan alat
makan berhubungan keperawatan klien dapat bantu.
dengan kelelahan dan menunjukkan perawatan diri: 2. Pantau adanya perubahan kemamuan
kelemahan, adanya a. Aktivitas kehidupan sehari- fungsi.
nyeri ditandai dengan hari: makan: 3. Pantau kemampuan klien dalam melakukan
klien mengatakan 1) Klien mampu makan perawatan diri secara mandiri.
adanya secara mandiri. 4. Pantau kebutuhan klien terhadap
ketidakmampuan 2) Klien mengungkapkan perlengkapan alat-alat untuk kebersihan diri,
menelan makanan, kepuasan makan dengan berpakaian, dan makan.
menyuap makanan, kemampuan sendiri. 5. Berikan bantuan sampai klien mampu untuk
memegang alat makan, 3) Klien menunjukkan melakukan perawatan diri.
mengunyah makan, asupan makanan dan 6. Bantu klien dalam menerima ketergantungan
menggunakan alat bantu cairan adekuat. pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
untuk makan. Klien menggunakan alat bantu 7. Dukung kemandirian dalam melakukan
yang adaptif untuk makan. mandi dan hygiene mulut, bantu klen hanya
jika diperlukan.
8. Kaji kemampuan klien menggunakan alat
bantu.
9. Kaji peningkatan atau penurunan
kemampuan untuk makan sendiri.
10. Kaji kemampuan untuk mengunyah dan
menelan makanan.
11. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
saat makan (misalnya: jauhkan pispot,
urinal).
12. Berikan hygiene mulut sbelum makan.
13. Persiapan makanan dalam nampan, jika
diperlukan seperti memotong daging,
mengupas telur.
14. Hindari penempatan makanan diluar
jangkauan pandang klien.
44

1 2 3 4
11. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan klien untuk menggunakan
toileting berhubungan keperawatan klien dapat alat bantu.
dengan kelelahan dan menunjukkan perawatan diri: 2. Pantau adanya perubahan kemampuan
kelemahan, adanya a. Aktivitas kehidupan sehari- fungsi.
nyeri ditandai dengan hari: toileting dengan kriteria: 3. Pantau kemampuan klien dalam melakukan
klien mengatakan 1) Klien menerima bantuan perawatan diri secara mandiri.
adanya dari pemberi perawatan. 4. Pantau kebutuhan klien terhadap
ketidakmampuan dalam 2) Klien megetahui perlengkapan alat-alat untuk kebersihan diri.
menggunakan pispot, kebutuhan akan bantuan 5. Berikan bantuan sampai klien mampu untuk
pergi ke toilet, duduk untuk toileting. melakukan perawatan diri.
atau bangun dari toilet 3) Klien mampu untuk pergi 6. Bantu klien dalam menerima ketergantungan
atau pispot, memenuhi atau keluar dari toilet. pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
kebersihan toileting. 4) Klien mampu 7. Dukung kemandirian melakukan mandi dan
membersihkan diri setelah hygine mulut, bantu klien hanya jika
toileting. diperlukan.
8. Ajarkan klien/orang terdekat dalam
rutinitas toieting.
9. Berikan informasi perawatan diri kepada
keluarga/orang lain yang penting tentang
lingkungan rumah yang aman untuk klien.
10. Bantu klien ke toilet/menggunakan
pispot/urinal pada jangka waktu tertentu.
11. Fasilitasi hygiene toilet setelah selesai
eliminasi.
12. Siram toilet, bersihkan peralatan eliminasi
13. Ganti pakaian klien setelah eliminasi.
14. Berikan privasi selama eliminasi.
45

d. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan pada lansia dengan hipertensi yaitu

mengurangi beban kerja jantung dengan menyeimbangkan istirahat

dan aktivitas seperti senam hipertensi yang dapat membantu

mempertahankan tonus otot. Aktivitas fisik seperti senam hipertensi

yang dilakukan secara teratur merupakan kunci untuk mencegah

penurunan lebih lanjut pada sistem kardiovaskular (Stanley & Beare,

2007).

Upaya-upaya keperawatan untuk meningkatkan kontraktilitas

termasuk memantau keseimbangan elektrolit dan memberikan

suplemen yang diperlukan, memastikan keadekuatan aliran balik

darah vena melalui pemantauan tekanan darah dan keseimbangan

cairan secara hati-hati dan memberikan obat-obat kardiogenik

seperti preparat digitalis (Stanley & Beare, 2007).

Kebutuhan klien akan obat-obatan harus ditinjau ulang secara

teratur karena adanya efek samping yang terjadi dengan

penggunaan alat pacu jantung meningkatkan kemampuan jantung

secara keseluruhan pada lansia yang mengalami gejala bradikardi

dan meningkatkan toleransi mereka terhadap aktivitas (Stanley &

Beare, 2007).
46

Pendokumentasian respon klien terhadap aktivitas sangat

penting. Denyut jantung dan tekanan darah dicatat sebelum,

selama, dan setelah aktivitas. Jumlah aktivitas harus dihitung untuk

memberikan kesempatan dalam pengkajian dari kemajuan klien

selama beberapa waktu. Selain itu, persepsi klien terhadap tingkat

aktivitas, dari yang ringan sampai paling berat merupakan ukuran

dari beban kerja jantung.

e. Evaluasi Keperawatan

Aspiani (2014) mengatakan bahwa evaluasi keperawatan hipertensi

pada lansia adalah:

1) Diagnosa Keperawatan: Penurunan Cardiac Ouput

a) Klien menunjukkan tekanan darah dan nadi dalam rentang

normal.

b) Klien peningkatan toleransi terhadap aktivitas.

c) Klien tidak menunjukkan adanya distensi vena jugularis,

disritmia, bunyi jantung abnormal, angina, edema perifer atau

edema paru dan diaporesis.

2) Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut

a) Klien menunjukkan kemampuan menggunakan teknik non

farmakologi untuk mengurangi nyeri, dan tindakan

pencegahan nyeri.
47

b) Klien mampu mengenal tanda-tanda pencetus nyeri untuk

mencari pertolongan.

c) Klien melaporkan nyeri berkurang.

d) Klien mengungkapkan kenyamanan setelah nyeri berkurang.

e) Klien menunjukkan tanda vital dalam batas normal.

f) Klien menunjukkan ekspresi wajah tenang.

3) Diagnosa Keperawatan: Kerusakan Pertukaran Gas

a) Klien menunjukkan status mental dalam rentang normal.

b) Klien bernafas dengan mudah dan tidak ada dipneu.

c) Klien tidak gelisah.

4) Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas

a) Klien menunjukkan aktivitas yang sesuai degan peningkatan

nadi, tekanan darah, dan frekuensi nafas.

b) Klien menunjukkan kulit hangat setelah beraktivitas.

c) Klien melaporkan adanya peningkatan aktivitas harian.

5) Diagnosa Keperawatan: Cemas

a) Klien menunjukkan tanda-tanda fisik kecemasan.

b) Klien menunjukkan tidak ada perubahan perilaku akibat

kecemasan.

c) Klien meneruskan aktivitas yang dibutuhkan.


48

d) Klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara

fisik.

6) Diagnosa Keperawatan: Defisit Perawatan Diri: Pengetahuan

a) Klien mampu menjelaskna kembali proses penyakit.

b) Klien mampu menjelaskan faktor penyebab penyakit, efek

dari penyakit tanda dan gejala serta komplikasinya.

c) Klien menjelaskan tindakan untuk kemampuan

meminimalkan progresi penyakit .

7) Diagnosa Keperawatan: Defisit Perawatan Diri: Mandi

a) Klien menunjukkan kepuasan tentang kebersihan tubuh dan

hygiene mulutnya.

b) Klien membersihkan dan mengeringkan tubuh.

8) Diagnosa Keperawatan: Defisit Perawatan Diri: Bepakaian

a) Klien mengungkapkan kepuasan dalam berpakaian dan

menata rambut.

b) Klien berpakaian dan menyisir rambut secara mandiri.

c) Klien mengenakan pakaian secara rapi.

d) Klien menunjukkan rambut yang rapi dan bersih.

e) Klien menggunakan tata rias.

9) Diagnosa Keperawatan: Defisit Perawatan Diri: Makan

a) Klien makan secara mandiri.


49

b) Klien mengungkapkan kepuasan makan dengan kemampuan

sendiri.

c) Klien menunjukkan asupan makanan dan cairan adekuat.

10) Diagnosa Keperawatan: Defisit Perawatan Diri: Toileting

a) Klien mau menerima bantuan untuk toileting.

b) Klien dapat berespon terhadap urgensi untuk berkemih atau

defekasi.

C. Konsep Brisk Walking Exersice

1. Pengertian

Brisk walking exercise adalah latihan aerobic yang sangat mudah

dilakukan dengan berjalan dalam 20-30 menit sangat bermanfaat untuk

mengendorkan ketegangan saraf, mengembalikan fungsi hormonal,

dan menyelaraskan kembali neotransmiter yang bertugas untuk

mengatur tekanan darah (Lingga, 2012)

Brisk Walking Exercise adalah salah satu bentuk latihan aerobik

dengan bentuk latihan aktivitas sedang pada pasien hipertensi dengan

teknik jalan cepat. Brisk Walking Exercise ini cukup efektif untuk

merangsang kontraksi otot, meningkatkan kapasitas denyut jantung,

memecahkan glikogen serta peningkatan oksigen di dalam jaringan,

selain itu latihan ini juga dapat mengurangi pembentukan plak melalui
50

peningkatan penggunaan lemak dan peningkatan penggunaan glukosa

(Kowalski, 2010 dalam Sukarmin, Nurachmah & Gayatri, 2013)

2. Manfaat Brisk Walking Exersice

Kelebihannya adalah latihan ini cukup efektif untuk

meningkatkan kapasitas maksimal denyut jantung, merangsang

kontraksi otot, pemecahan glikogen dan peningkatan oksigen jaringan.

Latihan ini juga dapat mengurangi pembentukan plak melalui

peningkatan penggunaan lemak dan peningkatan penggunaan glukosa.

Brisk walking exercise berdampak pada penurunan risiko mortalitas dan

morbiditas pasien hipertensi melalui mekanisme pembakaran kalori,

mempertahankan berat badan, membantu tubuh rileks dan peningkatan

senyawa beta endorphin yang dapat menurunkan stres serta tingkat

keamanan penerapan brisk walking exercise pada semua tingkat umur

penderita hipertensi (Kowalski dalam Sukarmin, dkk., 2013).

3. Indikasi dan Kontraindikasi Brisk Walking Exercise

Indikasi brisk walking exercise seperti penyakit tekanan darah

tinggi, kadar kolestrol tinggi dan diabetes (Puji, 2018). Terdapat

kontraindikasi seperti penyakit infeksi, tidak disarankan dokter untuk

melakukan olahraga brisk walking exercise dan responden yang

menjalani rawat inap (Mei, 2017).


51

4. Tehnik Brisk Walking Exersice

Pada penelitian (Sukarmin, Nurachmah & Gayatri, 2013) Brisk

walking exercise dilakukan di rumah melalui tehnik jalan cepat dengan

kecepatan 4-6 km/jam selama 15-30 menit, dimulai dengan pemanasan

dan diakhiri dengan pendinginan. Latihan dilakukan selama 2 minggu (4

hari per minggu, istirahat 2 hari kemudian dilanjutkan latihan lagi).

Berikut ini adalah teknik jalan cepat yang sering digunakan (Avynkaren,

2012 dalam Cherly, 2018) :

a. Posisi Tubuh

Saat bergerak maju badannya cenderung tidak condong

kedepan atau kebelakang karena untuk mempertahankan badan

tetap tegak dan pundak jangan terangkat pada waktu lengan

mengayun yang berakibat anggota badan bagian atas terasa cepat

lelah.

b. Posisi Kepala

Saat gerakan maju, hendaknya posisi kepala tetap menghadap

lurus kedepan. Karena jika kepala ikut bergeleng-geleng, akan

mengakibatkan lebih terkurasnya energi.

c. Kaki Waktu Melangkah


52

Kaki melangkah lurus kedepan satu garis dengan garis

bayangan dari badan peserta jalan. Pada saat menumpu tumit harus

mendarat lebih dahulu lalu bergerak ke arah depan secara teratur.

d. Gerakan Lengan dan Bahu

Gerakan lengan mengayun ke depan dan ke belakang dan sikut

ditekuki tidak kurang dari 90 derajat. Kondisi ini dipertahankan

dengan tidak mengganggu keseimbangan serta mengayun rilek.

Gambar 1
Tehnik Brisk Walking Exercise

Sumber : Avynkaren, 2012 dalam Cherly, 2018. Pengaruh Brisk Walking Exercise
Terhadap Tekanan Darah pada Lanjut Usia Potensi Hipertensi di Posyandu Lansia
Kelurahan Rampal Celaket. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah, Malang.
53

5. Efek Fisiologi Brisk walking Exercise

Brisk walking merupakan latihan aerobic yang sangat mudah

dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja tanpa

menggunakan alat ataupun pelatih. Jalan kaki yang terkesan sederhana

ini merupakan olahraga yang dapat menurunkan tekanan darah.

Kekuatan otot – otot kaki ketika berjalan akan menambah pasokan

oksigen ke jantung dan otak. Selama latihan otot yang aktif bergerak

secara teratur, darah yang mengalir diantara jaringan otot akan semakin

encer. Dan darah tersebut akan membawa oksigen dan glukosa yang

dibutuhkan sebagai zat pembakar dalam mengatur kontraksi otot.

Selama berjalan dalam beberapa puluh menit sangat bermanfaat untuk

mengendorkan ketengangan saraf, mengembalikan fungsi hormonal,

dan menyelaraskan kembali neutransmiter yang bertugas untuk

mengatur tekanan darah (Lingga, 2012)

6. Langkah-langkah Brisk Walking Exercise

Widiarto (2018) mengatakan bahwa langkah-langkah Brisk Walking

Exercise adalah :

a. Tahap prainteraksi

1) Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada

2) Menyiapkan alat-alat yang akan di gunakan

a) Stopwatch/ jam tangan


54

b) Stetoscope

c) Spygnomanometer

b. Tahap orientasi

1) Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik

2) Menjelaskan pada subjek tentang pelaksanaan dan tujuan dari

tindakan yang akan kita lakukan dan ketersediaannya

c. Tahap kerja

1) Mengukur tekanan darah lansia sebelum melakukan brisk

walking exercise dan mencatat hasilnya

2) Memberikan latihan brisk walking exercise selama durasi 30

menit yg terdiri dari pemanasan 5 menit latihan inti selama 20

menit dan pendinginan selama 5 menit.

Gerakan brisk walking exercise :

1) Gunakanlah sepatu yang sesuai untuk berjalan kaki. Yang

memiliki bantalan yang kuat dan fleksibel yang dapat menopang

keseimbangan tubuh dan juga memiliki ruang yang cukup untuk

jari-jari.

2) Tahap pemanasan berjalan normal selama 5 menit

3) Saat berjalan posisi leher tidak boleh menengadah atau

menunduk. Usahakan posisi kepala netral dengan pandangan

lurus kedepan agar tidak mengalami nyeri pada leher.


55

4) Saat mulai berjalan, daratkan terlebih dahulu tumit ke tanah.

Bahu sebaiknya tidak membungkuk dan lebih rileks. Tekuklah

siku selama berjalan hingga membentuk sudut 90 derajat dan

ayunkan ke pusat tubuh. Ini akan membantu membakar lebih

banyak kalori dengan karena cara ini akan melibatkan lebih

banyak otot yang bekerja.

5) Usahakan tubuh berdiri sejajar sehingga otot punggung dan

bokong bekerja lebih maksimal dan dapat menghasilkan

pembakaran kalori yang lebih banyak.

6) Usahakan untuk bernafas seirama dengan langkah dengan

posisi dada sedikit terangkat. Agar dapat menarik nafas panjang

dan memperluas otot perut.

7) Saat mengambil rute yang menanjak, beban pada persendian

dapat dikurangi dengan cara mencondongkan tubuh sedikit ke

depan. Sebaliknya, saat mengambil rute yang menurun, bisa

mencondongkan tubuh ke belakang.

8) Untuk mencegah dehidrasi, jangan lupa untuk selalu membawa

air mineral. Waktu yang baik untuk berjalan kaki adalah pagi hari

selama 15 hingga 30 menit secara rutin untuk kebugaran dan

siang hari untuk pembakaran kalori.

9) Tahap pendinginan berjalan normal selama 5 menit


56

10) Mengukur tekanan darah lansia setelah melakukan brisk walking

exercise dan mencatat hasilnya

d. Tahap terminasi

1) Setelah selesai, tanyakan pada klien tentang bagaimana kondisi

sebelum dan sesudah diberikan treatment tersebut.


57

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Studi Kasus

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode

pendekatan studi kasus. Studi kasus (case study) merupakan satu strategi

penelitian untuk mengembangkan analisis mendalam dengan pokok

masalah “apa/apakah”, “bagaimana” atau mengapa” tentang satu kasus

atau kasus majemuk dari fenomena kontemporer dengan

pendekatan/metode penelitian kualitatif (Yusuf, 2015). Tujuan studi kasus

ini adalah untuk mengambarkan penurunan tekanan darah sebelum dan

sesudah di berikan penerapan brisk walking exercise pada lansia dengan

hipertensi.

B. Subjek Studi Kasus

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang klien dengan Hipertensi

di Gampong Leupung Cut Kecamatan Kuta Malaka Aceh Besar dengan

kriteria subyek sebagai berikut:

1. Lansia yang bersedia menjadi responden dan kooperatif

2. Lansia yang mampu beraktivitas

3. Lansia yang berusia 45 tahun samapai 74 tahun


58

4. Lansia yang memiliki tekanan darah sistolik 140-180, dan diastolik 90-

120 mmHg

5. Lansia dengan hipertensi tanpa komplikasi

6. Lansia yang tidak mengalami gangguan ekstremitas

7. Lansia yang tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan atau terapi lain.

C. Fokus Studi

Fokus studi dalam penelitian ini adalah perubahan tekanan darah

pada lansia Hipertensi dengan menerapkan brisk walking exercise.

D. Defenisi Operasional

1. Hipertensi merupakan dimana terjadinya peningkatan tekanan di dalam

pembuluh darah di atas 140 mmHg untuk sistol dan diatas 90 mmHg

untuk diastole.

2. Brisk walking exercise merupakan gerakan tehnik jalan cepat yang

dapat menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi,

karena dengan adanya gerakan-gerakan brisk walking exercise

tersebut dapat meningkatkan kapasitas denyut jantung dan

merangsang kontraksi otot yang dapat memperlancar aliran darah.


59

3. Lansia adalah dimana usia seseorang sudah memasuki 60 tahun ke

atas, biasanya di usia lansia banyak mengalami penurunan fungsi organ

seperti salah satunya penurunan fungsi jantumg.

E. Tempat dan Waktu

Penelitian direncanakan akan dilakukan di Gampong Leupung Cut

Kecamatan Kuta Malaka Kabupaten Aceh Besar pada bulan Januari 2020.

F. Instrument Studi Kasus

Instrument yang dipakai pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan lembar pengkajian, lembar observasi, SOP Brisk Walking

Exercise , dan untuk mengukur tekanan darah menggunakan

spygnomanometer, stetoskop dan jam tangan.

G. Pengumpulan Data

1. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan

observasi dengan mengukur tekanan darah pada lansia Hipertensi

sebelum dan sesudah melakukan brisk walking exercise.

2. Langkah pengumpulan data

a. Mengurus surat perizinan dari kampus untuk melakukan penelitian


60

b. Mengurus perijinan dengan geuchik gampong untuk melakukan

penelitian.

c. Menjumpai bidan desa dan kader desa

d. Mencari subjek sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan

e. Mengkaji lansia yang mengalami hipertensi

f. Menjelaskan maksud, tujuan, dan waktu penelitian pada lansia.

g. Meminta lansia untuk mentandatangani lembar informed consent

sebagai bukti persetujuan penelitian.

h. Melakukan intervensi brisk walking exercise selama ± 30 menit

setiap 4 hari perlakuan dan 2 hari istirahat dalam 1 minggu yang

dilakukan selama 2 minggu sesuai dengan langkah-langkah brisk

walking exercise.

i. Subyek diminta untuk mengikuti gerakan yang diberikan dalam

proses terapi brisk walking exercise.

j. Setelah ±30 menit dilakukan pemberian brisk walking exercise,

dilakukan pengukuran tekanan darah.

k. Pengukuran tekanan darah dilakukan ±5 menit sebelum pemberian

brisk walking exercise dan ±30 menit setelah pemberian brisk

walking exercise.
61

l. Dilanjutkan pengkajian hari kedua dengan pemberian brisk walking

exercise yang sama dan seterusnya sampai intervensi keperawatan

dengan terapi brisk walking exercise selama 2 minggu.

H. Analisa Data dan Penyajian Data

Semua data yang sudah didapat dikelompokkan yaitu data

demografi, hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah brisk

walking exercise. Selanjutnya data di tabulasikan, data di masukkan

dalam tabel frekuensi distribusi dan diinterpretasikan. Setelah

didapatkan hasil penelitian, maka data/hasil penelitian akan disajikan

dalam bentuk teks dan tabel.

Anda mungkin juga menyukai