OLEH:
I GEDE DWI YASA SUGIHARTA
NIM. P07120017091
B. Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Terdapat perbedaan kecil dalam
penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia
penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya
(Lumbantobing, 2004).
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang
demam sederhana antara lain :
a. Berlangsung singkat (< 15 menit)
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik.
c. Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang
demam kompleks antara lain :
a. Berlangsung lama (> 15 menit).
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh.
c. Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
d. Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang
klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.
C. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian
besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu
tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8oC dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan
bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan
yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat
misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi
yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono
& Sukarmin, 2009).
Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak.
Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran
pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi saluran kemih,
dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan kurang,
sedangkan padaanak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi
pada suhu 40°C bahkan lebih.
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit (Dewanto et al, 2009).
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (IDAI, 2009)
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 18 bulan
3. Temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin
sering berulang
4. Lamanya demam.
5. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (IDAI, 2009)
6. Adanya gangguan perkembangan neurologis
7. kejang demam kompleks
8. riwayat epilepsi dalam keluarga
9. lamanya demam
D. Tanda Dan Gejala
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang
muncul pada penderita kejang demam :
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran)
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga
dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam.
Ada 7 kriteria antara lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang
saja).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau
lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal
atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak
tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit
anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.(Judha & Rahil, 2011).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaannya meliputi:
1. Darah
a. Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N<200mq/dl)
b. BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan
predisposisi kejang
d. Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e. Natrium (N 135-144 meq/dl)
2. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi,pendarahan penyebab kejang
3. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala
5. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.
6. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral
oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan Saat Terjadi Kejang Demam
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri
setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,
bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok,
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke
fasilitas kesehatan terdekat.
f. Setelah kejang berakhir, anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-
muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.
d. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya
kecacatan, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam
mempunyai risiko untuk mengalami kematian meskipun kemungkinannya
sangat kecil. Selain itu, jika penderita kejang demam kompleks tidak segera
mendapat penanganan yang tepat dan cepat akan berakibat pada kerusakan
sel saraf (neuron). Oleh karena itu, anak yang menderita kejang demam
perlu mendapat penanganan yang adekuat dari petugas kesehatan guna
mencegah timbulnya kecacatan bahkan kematian.
H. Komplikasi
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak
antara lain:
1. Kejang Demam Berulang.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari
satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya
kejang demam yaitu :
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
b. Riwayat kejang demam dalam keluarga
c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
d. Riwayat demam yang sering
e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
2. Kerusakan Neuron Otak.
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang
akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta
suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot
sehingga meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas merupakan faktor
penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak
yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.
3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat.
4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang
menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :
a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
1. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta
wajah pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang
mengalami kejang lama (kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan
bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas.
2. Survey sekunder
a. Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit:
1) Riwayat kesehatan
2) Riwayat keluarga dengan kejang
3) Riwayat kejang demam
4) Tumor intrakranial
5) Trauma kepala terbuka, stroke
d. Riwayat kejang :
1) Bagaimana frekuensi kejang.
2) Gambaran kejang seperti apa
3) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
4) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
5) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
6) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher : Sakit kepala, leher terasa kaku
2) Thoraks : Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu
napas
3) Ekstermitas : Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam
beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
4) Eliminasi : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Pada post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
5) Sistem pencernaan : Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah
yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak.
Selain pengkajian tersebut, focus pengkajian pada sekondari survey
adalah sebagai berikut.
Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah:
1) Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri
sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot
2) Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan.
3) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine
/ fekal ).
4) Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.
5) Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan,
pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
6) Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
7) Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun /
cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.
B. Diagnosa
1. Risiko aspirasi ditandai dengan penurunan refleks muntah dan/atau batuk.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif
4. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan metabolism
5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan
napas
C. Intervensi
DIAGNOSA SLKI SIKI
Risiko Aspirasi (D.0006) Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas
keperawatan selama ...x... jam
Definisi : maka Tingkat Aspirasi Observasi
Berisiko mengalami masuknya Menurun dengan kriteria Monitor pola napas
sekresi gastrointestinal, hasil : (frekuensi, kedalaman,
sekresi orofaring, benda usaha napas).
cair atau padat ke dalam Tingkat kesadaran Monitor bunyi napas
saluran trakeobronkhial meningkat (5) tambahan (mis. gurgling,
akibat disfungsi Kemampuan menelan mengi, wheezing, ronkhi
mekanisme protektif meningkat (5). kering)
saluran napas. Kebersihan mulut Monitor sputurn (jumlah,
meningkat (5). wama, aroma)
Faktor Risiko : Dispnea menurun (5)
Penurunan tingkat Kelemahan otot menurun Terapeutik
kesadaran (5) Pertahankan kepatenan
Penurunan refleks muntah jalan napas dengan head-
Akumulasi secret menurun
dan/atau batuk. (5) tilt dan chin-lift (jaw-
Gangguan menelan. thrust jika curiga trauma
Wheezing menurun (5)
Disfagia. servikal).
Batuk menurun (5)
Kerusakan mobilitas fisik. Posisikan semi-Fowler
Penggunaan otot aksesori
Peningkatan residu atau Fower.
menurun (5)
lambung. Berikan minum hangat
Sianosis menurun (5)
Peningkatan tekanan Lakukan fisioterapi dada,
Gelisah menurun (5)
intragastrik. jika perlu.
Frekuensi napas membaik
Penurunan motilitas
Lakukan penghisapan
(5)
gastrointestinal.
lendir kurang dari 15
Sfingter esofagus bawah detik.
inkompeten.
Lakukan hiperoksigenasi
Perlambatan pegosongan sebelum penghisapan
lambung. endotrakeal.
Terpasang selang Keluarkan sumbatan
nasogastric. benda padat dengan forsep
Terpasang trakeostomi McGill
atau endotracheal tube. Berikan oksigen, jika
Terapeutik
Posisikan semi Fowler (30
- 45 derajat) 30 menit
sebelum memberi asupan
oral.
Pertahankan posisi semi
Fowler (30 - 45 derajat)
pada pasien tidak sadar
Pertahankan kepatenan
jalan napas (mis. teknik
head tilt chin lift, jaw
thrust, in line)
Pertahankan
pengembangan balon
endotracheal tube (ETT).
Lakukan penghisapan
jalan napas, jika produksi
sekret meningkat
Sediakan suction di
ruangan
Hindari memberi makan
melalui selang
gastrointestinal, jika
residu banyak
Berikan makanan dengan
ukuran kecil atau lunak
Berikan obat oral dalam
bentuk cair
Terapeutik
Anjurkan makan secara
perlahan.
Ajarkan strategi
mencegah aspirasi.
Ajarkan teknik
mengunyah atau menelan,
jika perlu
Terapeutik
Ambil sampel drainase
cairan serebrospinal
Kalibrasi transduser
Pertahankan sterilitas
sistem pemantauan
Pertahankan posisi kepala
dan leher netral
Bilas sistem pemantauan,
jika perlu
Atur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Terapeutik
Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasi hasil
pemantauan
Kolaborasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan
Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Latihan Btuk efektif
efektif (D.0001) keperawatan selama …… x
…….… maka bersihan jalan Observasi
Definisi : nafas tidak efektif Identifikasi kemampuan
Secret ketidakmampuan teratasidengan batuk
membersihkan atau obstruksi kriteria hasil : Monitor adanya retensi
jalan nafas untuk Produksi sputum menurun sputum
mempertahankan jalan nafas (5) Monitor tanda dan gejala
tetap paten Mengi menurun (5) infeksi saluran nafas
Wheezing menurun (5) Monitor input dan output
Penyebab :
Mekonium menurun (5) cairan ( mis. Jumlah dan
Fisiologis
Dispnea menurun (5) karakteristik )
Spasme jalan nafas
Ortopnea menurn (50
Hipersekresi jalan nafas
Tidak sulit bicara (5) Terapeutik
Disfungsi
Sianosis menurun (5) Atur posisi semi-fowler
neuromuskular
atau fowler
Gelisah menurun (5)
Benda asing dalam jalan
Pasang perlak dan
nafas Frekuensi napas membaik
bengkok letakan di
(5)
Adanya jalan nafas
pangkuan pasien
buatan Pola nafas membaik (5)
Buang secret pada tempat
Sekrresi yang tertahan
sputum
Hyperplasia dinding
jalan nafas Edukasi
Proses infeksi Jelaskan tujuan dan
Respon alergi prosedur batuk efektif
Efek agen Anjurkan tarik nasaf
farmakologias ( mis. dalam melalui hidung
Anastesi selama 4 detik, ditahan
selam 2 detik, kemudian
Situasional keluarkan dai mulut
Merokok aktif dengan bibir mencucu
Merokok pasif (dibulatkan) selam 5 detik
Terpajan polutan Anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam hingga 3
Gejala dan Tanda Minor kali
Subjektif : - Anjurkan batuk dengan
Objektif : kuat langsung setelah tarik
Batuk tidak efektif nafas dalam yang ke-3
Tidak mampu batuk Kolaborasi
Sputum berlebih Kolaborasi pemberian
Kolaborasi
Jelaksan pasien dana/atau
keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan
jalan nafas buatan.
Kolaborasi intubasi ulang
jika terbentuk mucous
plug yang tidak dapat
dilakuikan penghisapan
Pemantaun Respirasi
Observasi
Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
nafas
Monitor pola nafas
(seperti bradipnea.
Takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-
Stoke,Biot, atasik)
Monitor kemampuan
batuk efektif
Monitor adanya produksi
sputum
Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Auskultasi bunyi nafas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informaskan hasil
pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Proses demam
Perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstra seluler Kelainan neurologis
perinatal/prenatal
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Resiko aspirasi
Suhu tubuh makin meningkat