Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASFIKSIA NEONATUS
Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu :
Ns. Yusnilawati S. Kep., M. Kep

Disuusun Oleh :
Nurul Melliniar R G1B118059

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Asfiksia Neonatus ”.
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Keperawatan Anak Program Studi S1- Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Jambi, 29 Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. .LATAR BELAKANG

Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang

gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah

(Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan

berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia

ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi

baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,20111) .penilaian

statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan

bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas

bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006) yang

mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia

berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi

Haupt(2001) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan

perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat

tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai

akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini

akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari

pertama setelah lahir(james,2009). Penyelidikan patologi anatomis yang

dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis

berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.
1.2. TUJUAN

1.2.1. Tujuan Umum

Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami

apa yang dimaksud dengan Asfiksia dan hal-hal yang menyangkut

asuhan keperawatannya.

1.3. Rumusan Masalah

1. Apa definisi Asfiksia ?

2. Apa etiologi Asfiksia ?

3. Apa manifestasi klinis Asfiksia ?

4. Apa patofisiologi asfiksia ?

5. Apa komplikasi Asfiksia ?

6. Bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia ?

7. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Asfiksia ?

1.4 Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :

1. Mengetahui definisi Asfiksia

2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis Asfiksia

3. Mengetahui komplikasi Asfiksia

4. Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia

5. Mengetahui tentang patofisiologi dari Asfiksia

6. Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Asfiksia Neonatorum


2.1.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas
secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,2004).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi
dengan asfiksia.

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara lain sebagai
berikut:
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu
dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam
gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena
eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis,
plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.

3. Faktor Janin dan Neonatus


Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain.

4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.
2.1.3 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

2.1.4 Patway

Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan faktor lain : anestesi,
resentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan


Dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat Pola nafas


tak efektif

Apneu suplai O2 suplai O2


ke otak dlm darah

Kerusakan otak
hipotermia Gg.meta
Bolisme &
perubahan
DJJ & TD Kematian bayi asam basa

Asidosis
Proses keluarga
terhenti Resiko
respiratorik infeksi Gg.perfusi ventilasi
Janin tdk bereaksi
Terhadap rangsangan

Gangguan
Nafsu makan pemenuhan
tidak adekuat kebutuhan
oksigen
Gg. Kebutuhan nutrisi
Kurang dari kebutuhan tubuh

2.1.5 Gejala Klinik


Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
a. Pernafasan terganggu
b. Detik jantung berkurang
c. Reflek / respon bayi melemah
d. Tonus otot menurun
e. Warna kulit biru atau pucat

2.1.6 Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia
janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan
tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia,
maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan.
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur,
hal itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul
kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
3. Pemeriksaan pH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai
dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin
dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :

Tabel 1.1. Penilaian pH Darah Janin

NO Hasil Apgar Score Derajat Asfiksia Nilai pH


1. 0–3 Berat < 7,2
2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2
3. 7 – 10 Ringan > 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994

4. Dengan Menilai Apgar Skor


Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan penilaian
Apgar Skor. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan
sebagian besar bayi baru lahir mempunyai Apgar terendah pada umur tersebut dan perlu
dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai Apgar lima
menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya
gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar,
yaitu :
Tabel 1.2 Apgar Skor

Tanda-tanda Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2


Vital
1. Appearance Seluruh tubuh bayi Warna kulit tubuh Warna kulit
(warna kulit) berwarna kebiru- normal, tetapi seluruh tubuh
biruan atau pucat tangan dan kaki normal
berwarna kebiruan
2. Pulse Tidak ada <100 x/ menit >100 x/ menit
(denyut
jantung)
3. Grimace Tidak ada Menyeringai/ Meringis, menarik,
(Respons meringis batuk, atau bersin
reflek) saat
stimulasiMeringis,
menarik, batuk,
atau bersin saat
stimulasi
4. Activity Lemah, tidak ada Lengan dan kaki Bergerak aktif dan
(tonus otot) gerakan dalam posisi fleksi spontan
dengan sedikit
gerakan

5. Respiratio Tidak bernapas Menangis lemah, Menangis kuat,


n terdengar seperti pernapasan baik
(usaha merintih, pernapasan dan teratur
bernafas) lambat dan tidak
teratur

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian frekuensi
jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak
bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung
harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang
dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang
hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar Skor diatas yaitu :


1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan merintih, adanya retraksi sela iga, dengan nafas takipnea
( >60x/menit), bayi tampak sianosis, adanya pernafasan cupping hidung, bayi
kurang aktifitas, pada pemeriksaan auskultasi terdapat .ronchi, rales, dan
wheezing.
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung menurun menjadi (60 –
80x/menit), usaha nafas lambat, tonus otot baik, bayi masih bereaksi terhadap
rangsangan, bayi sianosis, tidak terjadi kekurangan O2 yang bermakna selama
proses persalinan.

3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia berat


Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kecil ( <40x/menit),tidak ada
usaha nafas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat
memberikan reaksi jika diberikan rangsangan, bayi pucat, terjadi kekurangan O2
yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan..

2.1.7 Pelaksanaan Resusitasi


Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat
supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini
merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang
diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).

1. Membuka Jalan Nafas


Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode :
a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi/ tengadah.
Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang.
Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru
terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga terangkat 2-3
cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan
supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian belakang)
sehingga mudah disingkirkan.
b. Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari mulut dan hidung,
mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya
menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan terlebih
dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan jalan nafas pada
semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru
dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F atau lebih.
Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan hidung.

2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas


Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode :
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer) dengan
temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut
hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu
tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik
yang dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu
ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang
tembus pandang.
3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan
ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
 Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
 Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
 Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
 Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang
mempunyai pengukur tekanan.
4. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang
dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila
dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru
terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat
menyebabkan pneumotoraks.
5. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut
mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
6. Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua
paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
7. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas
balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu sebab
berikut yakni perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat, atau tidak
cukup tekanan.
8. Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit
walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dada
untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :


a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan,
apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau diberikan
intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan buatan.
b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan
(cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1
disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit.
c. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.
9. Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
a. Apgar skor menit I : 0-3
 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan
segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang
nafas lekukan resusitasi.
 Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube
ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian
dibawa ke ICU.
 Ventilasi Biokemial
 Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium
Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada
asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam.
Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat
jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4x pijat jantung disusul
1x ventilasi.
b. Apgar skor menit I : 4-6
 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik.
 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang
dihangatkan).
 Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan
mask ventilation dan pijat jantung.
c. Apgar skor menit I : 7-10
 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah
bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian mulut,
jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan
ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung
karena untuk menghindari aspirasi paru.
 Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut
kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala.
 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:
a. Sembab Otak
b. Pendarahan Otak
c. Anuria atau Oliguria
d. Hyperbilirubinemia
e. Obstruksi usus yang fungsional
f. Kejang sampai koma
g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax
2.1.9 Prognosa
a. Asfiksia ringan / normal : Baik
b. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.
c. Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan
syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma
dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation.
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan Asfiksia Neonatorum
Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis untuk menentukan
masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana
itu/menugaskan orang lain untuk melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif
terhadap masalah yang diatasinya (Efendi. Nasrul, 1995 ; 3).

3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan. Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi
pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan masalah. Ada beberapa
pengkajian yang harus dilakukan yaitu :
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
b. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45
mmHg (diastolik).
c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/
IV.
d. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44 - 45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)

5. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus
antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps),
atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran
atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak
mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

3.2 Analisa Data


1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan.
Data subyektif terdiri dari
a. Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
b. Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku
atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan
alamat.
2. Riwayat kesehatan
1. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi
buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multipel, inkompetensia serviks, hidramnion,
kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa
tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas
kesehatan.
d. Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
e. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
2. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu
dikaji :
a. Kala I :
ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan
antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta
previa.
b. Kala II :
persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu
kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi,
forcep ektraksi). Adanya trauma lahir yang dapat
mengganggu sistem pernafasan. Persalinan dengan
tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang
(narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.

3. Riwayat post natal


Yang perlu dikaji antara lain :
a. Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit
kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang,
AS (7-10) asfiksia ringan.
b. Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal
(2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu
aterm  2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih
dari normal (34-36 cm).
c. Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
3. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat
gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan
menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde
sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit,
cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis
metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.

Tabel kebutuhan nustrisi BBL


Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250 - < 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg
BB/hari
4. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
5. Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia,
kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama
jenis psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan
ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
6. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat
gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna
sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta
dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain
halnya dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif

7. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu
pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang
diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)
a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan
hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan
gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran
neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan.
Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan
usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat
menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi
preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh <
36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37
C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C,
nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal
antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia
berat pernafasan belum teratur.
.
8. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya
dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita
dapat memberikan obat yang tepat pula.

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :


1) Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
 Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia
Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x
10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah
sehingga resiko tinggi.
 Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
 Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi
cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
 pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi
asidosis metabolik.
 PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post
asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
 PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post
asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
 HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
2) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
 Natrium (normal 134-150 mEq/L)
 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
3) Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

3.2.1 Analisa data dan Perumusan Masalah


Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang relevan
untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan pasien (Effendi Nasrul,1995 : 23).
Tabel 1.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah
Sign / Symptoms Kemungkinan Penyebab Masalah
1. Pernafasan tidak teratur, - Riwayat partus lama Gangguan
pernafasan cuping hidung, - Pendarahan peng-obatan. pemenuhan
cyanosis, ada lendir pada - Obstruksi pulmonary kebutuhan O2
hidung dan mulut, tarikan - Prematuritas
inter-costal, abnormalitas
gas darah arteri.
2. Akral dingin, cyanosis - lapisan lemak dalam kulit hipotermia
pada ekstremmitas, tipis
keadaan umum lemah,
suhu tubuh dibawah
normal
3. Keadaan umum lemah, - Reflek menghisap lemah gangguan
reflek menghisap lemah, pemenuhan
masih terdapat retensi kebutuhan nutrisi.
pada sonde
4. Suhu tubuh diatas normal, - Sistem Imunitas yang Resiko infeksi
tali pusat layu, ada tanda- belum sempurna
tanda infeksi, abnormal - Ketuban mekonial
kadar leukosit, kulit - Tindakan yang tidak
kuning, riwayat persalinan aseptik
dengan ketuban mekonial

3.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien asfiksia antara
lain:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post
asfiksia berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan
reflek menghisap lemah.
3. hipotermia
4. Resiko infeksi
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
1 Gangguan pemenuhan Tujuan: 1. Letakkan bayi terlentang 1. Memberi rasa nyaman dan
kebutuhan O2 Kebutuhan O2 bayi terpenuhi dengan alas yang data, mengantisipasi flexi leher yang
sehubungan dengan post Kriteria: kepala lurus, dan leher dapat mengurangi kelancaran
asfiksia berat - Pernafasan normal 40-60 sedikit tengadah/ekstensi jalan nafas.
kali permenit. dengan meletakkan bantal
- Pernafasan teratur. atau selimut diatas bahu
- Tidak cyanosis. bayi sehingga bahu
- Wajah dan seluruh tubuh terangkat 2-3 cm
Berwarna kemerahan 2. Bersihkan jalan nafas, 2. Jalan nafas harus tetap
(pink variable). mulut, hidung bila perlu. dipertahankan bebas dari lendir
- Gas darah normal untuk menjamin pertukaran gas
PH = 7,35 – 7,45 yang sempurna.
PCO2 = 35 mm Hg
PO2 = 50 – 90 mmHg
3. Observasi gejala kardinal 3. Deteksi dini adanya kelainan.
dan tanda-tanda cyanosis
tiap 4 jam

Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi


No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
4. Kolaborasi dengan tim 4. Menjamin oksigenasi jaringan
medis dalam pemberian yang adekuat terutama untuk
O2 dan pemeriksaan jantung dan otak. Dan
kadar gas darah arteri. peningkatan pada kadar PCO2
menunjukkan hypoventilasi
2. Resiko terjadinya Tujuan 1. Letakkan bayi terlentang 1. Mengurangi kehilangan panas
hipotermi sehubungan Tidak terjadi hipotermia diatas pemancar panas pada suhu lingkungan sehingga
dengan adanya roses Kriteria (infant warmer) meletakkan bayi menjadi hangat
persalinan yang lama Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C
dengan ditandai akral Akral hangat
dingin suhu tubuh Warna seluruh tubuh 2. Singkirkan kain yang 2. Mencegah kehilangan tubuh
dibawah 36° C kemerahan sudah dipakai untuk melalui konduksi.
mengeringkan tubuh,
letakkan bayi diatas
handuk / kain yang
kering dan hangat.
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
3. Observasi suhu bayi tiap 3. Perubahan suhu tubuh bayi
6 jam. dapat menentukan tingkat
hipotermia
4. Kolaborasi dengan team 4. Mencegah terjadinya
medis untuk pemberian hipoglikemia
Infus Glukosa 5% bila
ASI tidak mungkin
diberikan.
3. Gangguan pemenuhan Tujuan 1. Lakukan observasi BAB 1. Deteksi adanya kelainan pada
kebutuhan nutrisi Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan BAK jumlah dan eliminasi bayi dan segera
sehubungan dengan Kriteria frekuensi serta mendapat tindakan / perawatan
reflek menghisap - Bayi dapat minum pespeen / konsistensi. yang tepat.
lemah. personde dengan baik.
- Berat badan tidak turun lebih 2. Monitor turgor dan 2. Menentukan derajat dehidrasi
dari 10%. mukosa mulut. dari turgor dan mukosa mulut.
- Retensi tidak ada.

Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi


No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
3. Monitor intake dan out 3. Mengetahui keseimbangan
put. cairan tubuh (balance)
4. Beri ASI sesuai 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
kebutuhan. secara adekuat.
5. Lakukan kontrol berat 5. Penambahan dan penurunan
badan setiap hari. berat badan dapat di monito
4. Resiko terjadinya Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik 1. Pada bayi baru lahir daya tahan
infeksi Selama perawatan tidak terjadi dan antiseptik dalam tubuhnya kurang / rendah.
komplikasi (infeksi) memberikan asuhan
Kriteria keperawatan
- Tidak ada tanda-tanda 2. Cuci tangan sebelum dan 2. Mencegah penyebaran infeksi
infeksi. sesudah melakukan nosokomial.
- Tidak ada gangguan fungsi tindakan.
tubuh.

Tabel 1.4 Perencanaan / Intervensi


No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
3. Pakai baju khusus/ short 3. Mencegah masuknya bakteri
waktu masuk ruang dari baju petugas ke bayi
isolasi (kamar bayi)
4. Lakukan perawatan tali 4. Mencegah terjadinya infeksi dan
pusat dengan triple dye 2 memper-cepat pengeringan tali
kali sehari. pusat karena mengan-dung anti
biotik, anti jamur, desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan, 5. Mengurangi media untuk
pakaian) dan lingkungan pertumbuhan kuman.
bayi.
6. Observasi tanda-tanda 6. Deteksi dini adanya kelainan
infeksi dan gejala
kardinal

Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi


No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
7. Hindarkan bayi kontak 7. Mencegah terjadinya
dengan sakit. penularan infeksi.
8. Kolaborasi dengan tim 8. Mencegah infeksi dari
medis untuk pemberian pneumonia
antibiotik.
9. Siapkan pemeriksaan 9. Sebagai pemeriksaan
laboratorat sesuai advis penunjang.
dokter yaitu pemeriksaan
DL, CRP.
4. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang
merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap
perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal

5. Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu
proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak
serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan secara
terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang
lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi
dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah
ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa
keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.

BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat
lahir rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa
50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan
pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir
sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan
cacat seumur hidup bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu
sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan
untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia
muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut
ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi
ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35
tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

2. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami
masalah asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua

DAFTAR PUSTAKA

Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo
Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai