Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH MANAJEMEN KASUS PADA GANGGUAN SISTEM

PERSYARAFAN ( CIDERA KEPALA, STROKE, SOL,INFEKSI


PERSYARAFAN)

Untuk Memenuhi Tugas KMB 3

Dosen Pengampu
Ns. Faridah Aini,S.kep.,M.Kep.,Sp.KMB
Disusun oleh
1. Anisa Rahmalia (010216A005)
2. Arif Puji Slamet (010216A008)
3. Ashri Maulida R (010216A009)
4. Dewi Indrasari (010216A017)
5. Dita Anggraini P (010216A020)
6. Julio Armando (010216A031)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN TRANSFER


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan
berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf
mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti kontraksi otot atau peristiwa
viseral yang berubah dengan cepat. Sistem saraf menerima ribuan
informasi dari berbagai organ sensoris dan kemudian
mengintegrasikannya untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan
tubuh (Syaifuddin, 2011).
Kerja sistem saraf adalah mengatur aktivitas sensorik dan motorik,
perilaku instriktif dan dipelajari, organ dalam dan sitem-sistem dalam
tubuh. Pentingnya fungsi ini menjadi jelas saat individu menderita
misalnya kebutaan, kelumpuhan, atau kesulitan lain setelah trauma
spinal ataupun stroke (Mardiati, 2010).
Gangguan sistem saraf bisa terjadi pada sistem saraf pusat dan
perifer. Dengan kata lain, otak, sumsum tulang belakang, saraf kranial,
saraf perifer, akar saraf, sistem saraf otonom, neuromuscular junction,
dan otot. Gangguan ini termasuk epilepsi, penyakit Alzheimer dan
demensia lainnya, penyakit serebrovaskular termasuk stroke, migrain
dan gangguan sakit kepala lainnya, multipel sklerosis, penyakit
Parkinson, neuroinfections, tumor otak, gangguan traumatis dari sistem
saraf seperti trauma otak, dan gangguan neurologis sebagai hasilnya
kekurangan gizi (WHO, 2014). Ratusan juta orang di seluruh dunia
menderita gangguan neurologis. Sekitar 6,2 juta orang meninggal karena
stroke setiap tahun; lebih dari 80% kematian.
B. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui manajemen
kasus pada gangguan sistem persyarafan yaitu CKB, Stroke dan Infeksi
Pesarafan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. CIDERA KEPALA BERAT
1. Pengertian
Cedera kepala berat adalah cedera otak karena tekanan atau benturan
keras pada kepala yang menyebabkan hilangnya fungsi neurology atau
menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer,
2006).
2. Etiologi
Menurut Ginsberg (2007), cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, jatuh, trauma benda tumpul, kecelakaan kerja, kecelakaan rumah
tangga, kecelakaan olahraga, trauma tembak dan pecahan bom. Sedangkan
menurut Grace dan Borley (2006), penyebab dari cedera kepala yaitu :
a. Pukulan langsung
b. Rotasi / deselerasi
c. Tabrakan / kecelakaan lalu lintas
d. Peluru
3. Tanda Dan Gejala Cidera Kepala Berat
a. Gejala
Merasa lemah, lesu, lelah, hilang keseimbangan, perubahan
tekanan darah atau normal perubahan frekuensi jantung, perubahan
tingkah laku atau kepribadian, inkontenensia kandung kemih / khusus
mengalami gangguan fungsi, mual, muntah, dan mengalami perubahan
selera makan / minum, kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope,
tinnitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan
pengecapan, sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
trauma baru karena kecelakaan konfusi, sukar bicara, dan kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
b. Tanda
Cidera kepala berat mempunyai tanda yang variabel yaitu:
- Perubahan kesadaran - Depresi
- Latergi - Muntah (mungkin proyektif)
- Ataksia atau cara berjalan tidak - Gangguan menelan
Tetap - Perubahan kesadaran sampai
- Cidera orthopedic koma
- Kehilangan tonus otot - Perubahan status mental
- Cemas - Perubahan pupil
- Mudah tersinggung - Kehilangan penginderaan
- Delirium (suatu kondisi dimana - Kejang
kesadaran menjadi kabur dan - Kehilangan sensasi sebagian
disertai ilusi atau halusinasi) tubuh
- Agitasi - Wajah menyeringi
- Bingung - Respon menarik pada rangsang
- Perubahan pola nafas - Nyeri yang hebat
- Nafas bunyi rochi - Gelisah
- Fraktur atau dislokasi - Gangguan rentang gerak
- Gangguan penglihatan - Gangguan dalam regulasi suhu
- Gangguan kognitif tubuh
- Afasia motoris atau sensoris
- Bicara tanpa arti disartria
anomia
4. Patofisiologi
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit
kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun
seluruhnya.Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar
otak, luka terbuka dari tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada
otak, bisa berasal dari trauma langsung maupun tidak langsung pada
kepala.
Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau
kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher.
Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat
terjadinya akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya
gas merusak jaringan syaraf.Trauma langsung juga menyebabkan rotasi
tengkorak dan isinya.Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul
rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan.
Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansia alba, cidera robekan, atau
hemmorarghi.Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai
kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau tidak ada pada area
cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah,
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra
cranial) (Huddak & Gallo, 1990:226).
Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya
penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan
menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan
herniasi dan penekanan pada batang otak (Price and Wilson, 1995:1010).
5. Penatalaksanaan Cedera Kepala
Penatalaksanaan pada cedera kepala memiliki prinsip penanganan untuk
memonitor tekanan intrakranial pasien.
a. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi menggunakan cairan intravena ditujukan
untukmempertahankan status cairan dan menghindari dehidrasi.Bila
ditemukanpeningkatan tekanan intracranial yang refrakter tanpa cedera
difus,autoregulasibaik dan fungsi kardiovaskular adekuat, pasien bisa
diberikanbarbiturat. Mekanisme kerja barbiturat adalah dengan
menekan metabolismeserebral, menurunkan aliran darah ke otak dan
volume darah serebral, merubahtonus vaskuler, menahan radikal bebas
dari peroksidasi lipid mengakibatkans upresi burst. Kureshi dan Suarez
menunjukkan penggunaan saline hipertonisefektif pada neuro trauma
dengan hasil pengkerutan otak sehingga menurunkantekanan
intrakranial, mempertahankan volume intravaskular volume.Dengan
akses vena sentral diberikan NaCl 3% 75 cc/jam dengan Cl 50%, asetat
50%target natrium 145-150 dengan monitor pemeriksaan natrium
setiap 4-6 jam.Setelah target tercapai dilanjutkan dengan NaCl
fisiologis sampai 4-5 hari.
b. Terapi Nutrisi
Dalam 2 minggu pertama pasien mengalami hipermetabolik,
kehilangankurang lebih 15% berat badan tubuh per minggu. Penurunan
berat badanmelebihi 30% akan meningkatkan mortalitas. diberikan
kebutuhan metabolismistirahat dengan 140% kalori/ hari dengan
formula berisi protein > 15%diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral
feeding dapat mencegah kejadianhiperglikemi, infeksi.
c. Terapi Prevensi Kejang
Pada kejang awal dapat mencegah cedera lebih lanjut, peningkatan
TIK,penghantaran dan konsumsi oksigen, pelepasan neuro transmiter
yang dapatmencegah berkembangnya kejang onset lambat (mencegah
efekkindling).Pemberian terapi profilaksis dengan fenitoin,
karbamazepin efektifpada minggu pertama.Faktor-faktor terkait yang
harus dievaluasi pada terapiprevensi kejang adalah kondisi pasien yang
hipoglikemi, gangguan elektrolit,dan infeksi.
6. Penanganan Cedera Kepala Berat
Diagnosis dan penanganan yang cepat meliputi:
a. Primary survey : stabilisasi cardio pulmoner
b. Secondary survey : penanganan cedera sistemik, pemeriksaan
minineurologi dan ditentukan perlu penanganan pembedahan atau
perawatan diICU.
7. Komplikasi Cedera Kepala
a. Kejang Pasca Trauma
Kejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien
merupakansalah satu komplikasi serius.Insidensinya sebanyak 10%,
terjadi di awalcedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-
42% (setelah 7 haritrauma).Faktor risikonya adalah trauma penetrasi,
hematom (subdural,epidural, parenkim), fraktur depresi kranium,
kontusio serebri, GCS <10.
b. Demam dan Menggigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme
danmemperburuk outcome.Sering terjadi akibat kekurangan cairan,
infeksi, efeksentral.Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro
muskular paralisis.Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma
barbiturat, asetazolamid.
c. Hidrosefalus
Berdasarkan lokasinya, penyebab obstruksi dibagi menjadi
komunikan dannon komunikan.Hidrosefalus komunikan lebih sering
terjadi pada cederakepala dengan obstruksi, kondisi ini terjadi akibat
penyumbatan di sistemventrikel.Gejala klinis hidrosefalus ditandai
dengan muntah, nyeri kepala, papilodema, demensia, ataksia dan
gangguan miksi.
d. Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada
kecepatangerakan.Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi.
Beberapa penangananditujukan pada : pembatasan fungsi gerak, nyeri,
pencegahan kontraktur, danbantuan dalam memposisikan diri. Terapi
primer dengan koreksi posisi danlatihan ROM, terapi sekunder dengan
splinting, casting, dan terapi farmakologidengan dantrolen, baklofen,
tizanidin, botulinum dan benzodiazepin.
e. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal
dalambentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi
labil.Agitasi jugasering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat
yang berpotensi sentral.Penanganan farmakologi antara lain dengan
menggunakanantikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron,
stimulant, benzodiazepindan terapi modifikasi lingkungan.
8. Asuhan Keperawatan
a. pengkajian
1) Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab).
2) Riwayat kesehatan: dibawa ke rumah sakit dengan penurunan
kesadaran (GCS <15), bingung, muntah, dispepsia, tachipnea, sakit
kepala, lemah, paralise, hemiparese, luka di kepala.
3) Data subyektif dan data obyektif.
Data Obyektif
 GCS < 15.
 Bingung (disorientasi orang, tempat dan waaktu)
 Perubahan nilai-nilai tanda vital.
 Kaku kuduk.
 Terjadi gerakan involunter, kejang, ataksia.
 Klien tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuh.
 Adanya edema otak atau perdarahan otak.
 Penurunan daya penglihatan dan penurunan lapangan pandang.
 Peningkatan intrakranial: peningkatan tekanan darah, denyut
nadi bradikardi ,kemudian tachikardi.
 Perubahan pola nafas (tidak teratur)
 Retensi/inkontinensia buang air besar atau buang air kecil.
 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
 Bising usus lemah/tidak terdengar.
Data Subyektif
 Klien mengatakan mual dan muntah.
 Klien mengatakan nyeri kepala.
 Klien mengatakan tidak mengingat kejadian sebelum dan
sesudah trauma.
 Keluarga cemas dengan ketidakpastian terhadap pengobatan
daan perawatan serta adanya perubahan situaasi daan krisis

B. STROKE
1. Pengertian
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat.Stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja (Muttaqin, 2008).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun
(Smeltzer et al, 2006).
2. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis
otak:
1) Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat
suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah
seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin,
2007).
2) Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3) Arteritis( radang pada arteri )
4) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah
otak oleh bekuan darah, lemak dan udara.Pada umumnya
emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral.Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
b. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak
sendiri.Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan,
sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
1) Hipertensi yang parah.
2) Cardiac Pulmonary Arrest
3) Cardiac output turun akibat aritmia
4) Hipoksia Setempat
3. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik
sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah.Thrombus mengakibatkan; iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan
edema dan kongesti disekitar area.Areaedema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang
dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan.Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak.Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral.Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit.Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
4. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan
gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
g. Disartria (bicara pelo atau cadel)
h. Gangguan persepsi
i. Gangguan status mental
j. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
5. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi
komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a. Berhubungan dengan immobilisasi nfeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
b. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
c. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
d. Hidrocephalus

6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lender yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIKDengan meninggikan
kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
Pengobatan Konservatif
 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
 Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas klien
2) Keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
6) Pengumpulan data
Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
 Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia,
CHF,polisitemia. Dan hipertensi arterial.
 Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
 Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak.Misalnya inkoontinentia
urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara
usus menghilang.
 Makanan/cairan :
 Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial.Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan
penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
 Nyaman/nyeri
 Respirasi
 Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi
injury.Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan
sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi.Tidak
mampu mengambil keputusan.
 Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
C. SOL
1. Pengertian
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah
mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai
otak. Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak
seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada
intracranial (Smeltzer & Bare, 2013)
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak /
ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.Tumor otak
merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak.
Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang
terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai
sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal
dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari
sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak.
(Fransisca, 2008: 84). Kranium merupakan tempat yang kaku dengan
volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan
intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali dengan
caramengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya
vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan
cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai
naik.Kongestivenosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan
absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi
kembali hal-hal seperti diatas.

2. Etiologi

Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang


terkena.Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada
ketidaknormalan sensori dan motorik.Perubahan pengelihatan dan kejang
karena fungsi dari bagian-bagian berbeda-beda dan otak.Lokasi tumor
dapat ditentukan pada bagiannya dengan mengidentifikasi fungsi yang
dipengaruhi oleh adanya tumor.

a. Tumor lobus frontal Sering menyebabkan gangguan kepribadian,


perubahan status emosional dan tingkah laku dan disintegrasi perilaku
mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang
merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
b. Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)
Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang
sempoyongan dengan kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi
dan nigtatius (gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya
menunjukkan gerak horizontal.
c. Tumor korteks motorik Menimbulkan manifestasi gerakan seperti
epilepsy, kejang jarksonian dimana kejang terletak pada satu sisi.
d. Tumor lobus frontal Sering menyebabkan gangguan kepribadian,
perubahan status emosional dan tingkah laku dan distulegrasi perilaku
mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang
merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
e. Tumor intra cranial Dapat menghasilkan gangguan kepribadian,
konfusi, gangguan fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan, terutama
pada pasien lansia. Tipe tumor yang paling sering adalah meningioma,
glioblastana (tumor otak yang sangat maligna) dan metastase serebral
dari bagian luar.
f. Tumor sudut cerebelopointin Biasanya diawali pada jaring saraf akustik
dan memberi rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteristik
gejala pada tumor otak. Gejala pertama : Tinitus dan kelihatan vertigo,
segera ikuti perkembangan saraf-saraf yang mengarah terjadinya tuli
(gangguan fungsi saraf cranial ke VIII / vestibulochorlearis / oktavus)
Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan
dengan cranial ke V/trigemirus) Terjadi kelemahan atau paralisis
(keterbatasan saraf cranial ke VII / fecialis) Pembesaran tumor
menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada fungsi motorik
(aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan)

3. Patofisiologi
Idiopatik Tumor otak Penekanan jaringan otak Invasi jaringan otak
Bertambahnya massa Nekrosis jar. otak Kejang Gang. Neurologis fokal
Gang.Fungsi otak Obstruksi vena di otakHipoksia jaringan Gang.Suplai
darah Kerusakan Jar. Neuron ( Nyeri ) Penyerapan cairan otak Gang.
Perfusi Jaringan Defisit neurologis • Aspirasi sekresi • Obstruksi jalan
nafas • Dispnea • Henti nafas Oedema Disorientasi Peningkatan TIK
Resti. Cidera Hidrosefalus Cemas Perubahan proses pikir Ancaman
kematia Hernialis ulkus Bradikardi progresif, hipertensi sitemik,
gang.pernafasan Bicara terganggu, afasia Gang. Pertukaran gas Gang.
kesadaran Mual, muntah, papileodema, pandangan kabur, penurunan
fungsi pendengaran, nyeri kepala Menisefalon tekanan Gang.
komunikasi verbal Gang. Rasa nyaman (Nyeri) ( Suddart& Brunner.
2003)
4. Tanda dan Gejala
a. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
1) Sakit kepala
2) Muntah
3) Papiledema
b. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang
terkena ) :
i. Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang
terletak pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
ii. Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus
kontralateral (hilang penglihatan pada setengah lapang
pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan
halusinasi penglihatan.
iii. Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan
sempoyongan dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi,
otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata
berirama dan tidak disengaja )
iv. Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status
emosional dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental,
pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang
merawat diri
v. Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo,
tuli (gangguan saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal
pada wajah dan lidah (saraf kelima), kelemahan atau paralisis
(saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
vi. Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian,
konfusi, gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan
terutam pada lansia. ( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )
5. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran,
kepadatan, jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder
serta memberi informasi tentang sistem vaskuler.
b. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor
didalam batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang
menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan.
c. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang
dalam dan untuk memberi dasar pengobatan seta informasi
prognosi.
d. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan
letak tumor
e. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak
abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu
kejang (Doenges, 2000).
6. Penatalaksanaan medis
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian,
salah satu akibat peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang
disebabkan oleh tumor.Pasien dengan kemungkinan tumor otak
harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila memungkinkan
sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah.Tujuannya adalah
mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak
kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan neurologik (paralisis,
kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat
sebagian (dekompresi).
a. Pendekatan pembedahan (craniotomy) Dilakukan untuk
mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada
serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital
seperti demoid dan beberapa granuloma. Untuk pasien dengan
glioma maligna, pengangkatan tumor secara menyeluruh dan
pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan
yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan
nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor yang secara
teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi
resisten terhadap radiasi atau kemoterapi
b. Pendekatan kemoterapy Terapi radiasi merupakan dasar pada
pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan timbulnya
kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sum- sum
tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang
akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan
ini penting sekali untuk menolong pasien terhadap adanya
keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal
ini bisa digunakan pada klien :
1) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi
dengan terapi radiasi
2) Setelah tumor recurance
3) Setelah lengkap tindakan radiasi
c. Pendekatan stereotaktik Stereotaktik merupakan elektroda dan
kanula dimasukkan hingga titik tertentu di dalam otak dengan
tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk
menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis
agitans, multiple sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk
mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk
menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil
meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya
dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara
ditempelkan langsung ke dalam tumor.
7. Komplikasi
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif
anestesi narkotik dan imobilitas.Echymosis dan edema periorbital
umumnya terjadi setelah pembedahan intracranial. Komplikasi
khusus / spesifik pembedahan intrakranial tergantung pada area
pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya :
a. Kehilangan memory
b. Paralisis
c. Peningkatan ICP
d. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
e. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
f. Mental confusion Peningkatan TIK yang disebabkan edema
cerebral / perdarahan adalah komplikasi mayor pembedahan
intrakranial, dengan manifestasi klinik :
1) Perubahan visual dan verbal
2) Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC)
berhubungan dengan sakit kepala
3) Perubahan pupil
4) Kelemahan otot / paralysis
5) Perubahan pernafasan

Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan


gangguan yang terjadi yaitu :

a. Gangguan fungsi neurologis. Jika tumor otak menyebabkan fungsi


otak mengalami gangguan pada serebelum maka akan
menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau
gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi
yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan
mata berirama tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan
horizontal.
b. Gangguan kognitif. Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi
otak mengalami gangguan sehingga dampaknya kemampuan
berfikir, memberikan rasional, termasuk proses mengingat,
menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan menurun
c. Gangguan tidur & mood Tumor otak bisa menyebabkan gangguan
pada kelenjar pireal, sehingga hormone melatonin menurun
akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan malas, depresi, dan
penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
d. Disfungsi seksual
1) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi
kuantitas prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan
amenurrea atau galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu)
2) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan
impotensi dan hipogonadisme.
3) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan
dan perubahan tingkat kepuasan.

8. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Primer
1) Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada
obstruksi maka lakukan :
1. Chin lift / jaw trust
2. Suction / hisap
3. Guedel airway
4. Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi)
pada posisi netral
2) Breathing Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan
napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur,
suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor, stidor/
ngorok, ekspansi dinding dada.
3) Circulation TD dapat normal atau meningkat, hipotensi
terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal
pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, dan sianosis pada tahap lanjut.
4) Disability Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar,
hanya respon terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak
sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang
cukup jelas dan cepat adalah dengan metode AVFU
Awake : A, Respon bicara :V, Respon nyeri : P, Tidak ada
respon : U
5) Eksposure Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar
dapat dicari semua cidera yang mungkin ada, jika ada
kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi inline harus dikerjakan.
b. Pengkajian Sekunder
1) Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumha
sakit dan askes.
2) Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran
3) Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise
peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4) Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita
infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru –
paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
5) Aktivitas / istirahat Gejala : malaise Tanda : Ataksia,
masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6) Pemeriksaan Fisik
a) Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti
endokarditis Tanda : TD : meningkat
b) Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK
dan pengaruh pada vasomotor).
7) Eliminasi Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya
inkonteninsia dan atau retensi.
8) Nutrisi Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada
periode akut) Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek,
membran mukosa kering.
9) Hygiene Gejala : -) , dan Tanda : Ketergantungan terhadap
semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode akut).
10) Neurosensori Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang,
gangguan penglihatan. Tanda : Penurunan status mental dan
kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam keputusan,
afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus,
kejang umum lokal.
11) Nyeri / kenyamanan Gejala : Sakit kepala mungkin akan
diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung kaku. Tanda :
Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
12) Pernapasan Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah
13) Keamanan Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain
meliputi : mastoiditis, telinga tengah, sinus abses gigi, infeksi
pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal, pembedahan,
fraktur pada tengkorak / cedera kepala
D. PENYAKIT INFEKSI PERSARAFAN (MENINGITIS)
1. Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang
mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus,
bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2007).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang
mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(Dongoes,
2009).

2. Etiologi
a. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
b. Penyebab lainnya, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
c. Faktor predisposisi: jenis kelamin laki-laki lebih sering
dibandingkan dengan wanita
d. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan
e. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobulin.
f. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injuri yang
berhubungan dengan sistem persarafan

3. Manifetasi Klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak
responsif, dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
1) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.

2) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha


dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.

3) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka


dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif
pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan
yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK
akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda
perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa
dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.
e. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis
meningokokal.
f. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi
tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda
koagulopati intravaskuler diseminata

4. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan
diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan
medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah
dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena
meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan
bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi
radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai
dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding
membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan
perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan
permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema
serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum
terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan
adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi
(pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.

5. Pengkajian
a. Biodata klien
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
Pernahkah operasi daerah kepala ?
c. Riwayat kesehatan sekarang
1) Aktivitas : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia,
kelumpuhan, gerakan involunter.
2) Sirkulasi : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK.
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi
berat, takikardi, disritmia.
3) Eliminasi: Inkontinensi dan atau retensi.
4) Makanan/cairan : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda :
anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
5) Higiene: Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan
diri.
6) Neurosensori: Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan
yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia,
fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi
sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi,
kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang
umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig
positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun
dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
7) Tes Kernig dalam pengkajian meningitis
8) Nyeri/keamanan: sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda :
gelisah, menangis.
9) Pernafasan: riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan
kerja pernafasan.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTAM
PERSARAFAN
1. Gangguan perfusi jaringan serebral
2. Gangguan persepsi sensori
3. Gangguan mobilitas fisik

Daftar Pustaka

Abdul Latip LS, Ahmad Alias NA, Ariff AR, Shuaib IL, Abdullah J, Naing
NN. CTscan in minor head injury: A guide for rural doctors. J Clin
Neurosci.2004;11:835–9. [PubMed]
Anne G Osborn MD FACR,et al, 2003, PocketRadiologistTM BRAIN 100
TopDiagnoses, 1st Edition, Amirsys-W.B.Saunders Company, p:3-22.
Anonim (2007) Head injury.National Institute for Health & Clinical
Excelence.London., dari http://www.nice.org.uk
Baheram, L. (2007). Cedera kepala pada pejalan kaki dalam kecelakaan lalu

Batticaca, F. (2008).Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth (2003).Keperawatan Medical-Bedah Vol 2.Penerbit :


Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin
Perawatan Pasien. Edisi 3.Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume


II.Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hudak, Carolyn M, Barbara M, Gallo. 2010. Keperawatan Kritis: Pendekatan
Holistik. Ed,VI. Vol 1. Jakarta: EGC
lintas yang fatal.Majalah Kedokteran Bandung. 26(2): 52-54.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI

McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012).Patofisiologi penyakit pengantar


menuju kedokteran klinis. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan.Jakarta: Salemba Medika

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _


Proses Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Smeltzer, S., &Bare , B. (2006). Keperawatan medical bedah (8thed); alih
bahasa,Kuncara H., Hartono A., Ester M., & Asih Y.; editor bahasa
Indonesia,Pakaryaningsih E. & Ester M. Jakarta: EGC.
Soertidewi L, Misbach J, Sjahrir H, Hamid A, Jannis J, Bustami M,
editors.Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal;
2006Nov 28; Jakarta. Jakarta:Perdossi; 2006.
Stiell IG, Wells GA, Vandemheen K, Clement C, Lesiuk H, Laupacis A, et al.
TheCanadian CT Head Rule for patients with minor head injury.
Lancet.2001;357:1391–6. [PubMed]
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan
Keperawatan Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten
Kulonprogo

Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan
(Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai