Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN DASAR PROFESI


PADA PASIEN GANGGUAN TERMOREGULASI DENGAN DIAGNOSA
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)
DI RUANGAN MAWAR RSUD MARDI WALUYO
KOTA BLITAR

Oleh :
AJENG RAHMA MIAJI
NIM. 40219002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : AJENG RAHMA MIAJI

NIM : 40219002

PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS

PEMEBIMBING LAHAN (CI) PEMEBIMBING INSTITUSI

(…………………………………..….) (…………………………………..….)
A. Konsep Termoregulasi
1. Definisi
Termoregulasi merupakan proses yang melibatkan mekanisme
homeostatik yang mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran
normal dengan mempertahankan keseimbangan antara panas yang
dihasilkan dan panas yang dikeluarkan dari dalam tubuh
(Brooks.,et.al, 2008).
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang
diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke
lingkungan luar. Pada kondisi tubuh yang ekstrim selama
melakukan aktivitas fisik, mekanisme kontrol suhu manusia tetap
menjaga suhu inti atau suhu jaringan relatif konstan. Suhu
permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit dan
jumlah panas yang hilang kelingkungan luar. Fluktuasi suhu
permukaan ini, suhu yang dapat diterima berkisar dari 36oC atau 38o
C. Fungsi jaringan dan sel tubuh paling baik dalam rentang suhu
yang relatif sempit. (Potter & Perry, 2005).
2. Klasifikasi
Di dalam tubuh terdapat 2 macam suhu, yaitu suhu inti dan
suhu kulit. Suhu inti adalah suhu dari tubuh bagian dalam dan
besarnya selalu dipertahankan konstan, sekitar ± 1ºF (± 0,6º C) dari
hari ke hari, kecuali bila seseorang mengalami demam. Sedangkan
suhu kulit berbeda dengan suhu inti, dapat naik dan turun sesuai
dengan suhu lingkungan. Bila dibentuk panas yang berlebihan di
dalam tubuh, suhu kulit akan meningkat. Sebaliknya, apabila tubuh
mengalami kehilangan panas yang besar maka suhu kulit akan
menurun (Guyton & Hall, 2012).
Menurut Tamsuri (2007), suhu tubuh dibagi :
a. Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
b. Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36°C – 37,5°C
c. Febris/pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5°C - 40°C
d. Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
3. Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh menurut Latifin & Satria
(2014) yaitu :
a. Kecepatan metabolosme
Kecepatan metabolisme tiap individu berbeda beda sehingga
menyebabkan panas tubuh yang berbeda pula.
b. Rangsangan syaraf simpatis
Rangsangan syaraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan
metabolisme . umumnya rangsangan ini dipengaruhi oleh stres
sehingga terjadi peningkatan produksi epinefrin dan nireoinefrin
yang meningkatkan metabolisme.
c. Hormon tiroid
Fungsi tiroksin yaitu meningkatkan aktivitas reaksi kimia tubuh
sehingga dapat mempengaruhi metabolisme.
d. Hormon kelamin
Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme sehingga terjadi peningkatan produksi panas. Pada
perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dasri pada laki”
karena pengeluaran hormone progesteron pada masa ovulasi
meningktatkan suhu tubuh.
e. Demam (peradangan)
Proses peradangan dan demam dapat meningkatkan
metabolisme.
f. Status gizi
Mal nutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan
metabolisme sehingga dapat menurukan suhu tubuh karena di
dalam sel tidak ada makanan yang dibutuhkan untuk
metabolisme.
g. Aktivitas
Aktivitas selain menyebabkan peningkatan metabolisme
mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang
menghasilkan energi thermal. Latihan (aktivitas ) dapat
meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 0 C
h. Gangguan organ
Kerusakan organ dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu
mengalami gangguan.
i. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan
dimana perpindahan antara suhu tubuh manusia dan lingkungan
terjadi.
4. Fisiologi suhu tubuh
Panas secara normal diproduksi tubuh dalam empat cara
(Potter, 1996):
a. Produksi panas adalah suatu proses konstan dengan metabolisme
basal, menggunakan 55% sampai 60% dari total mekanisme
seseorang atau jumlah energi yang digunakan atau dihabiskan
kapan saja.
b. Latihan meningkatkan kerja otot sehingga meningkatkan
kecepatan metabolisme melalui produksi suhu tubuh. Gemetar
adalah suatu mentuk kerja otot.
c. Sekresi hormon tiroid meningkatkan metabolisme melalui
pemecahan glukosa dan lemak
d. Saat gula darah turun, rangsangan pada sistem syaraf simpateti
dimana epineprin dan norepineprin memingkatkan produksi
suhu dalam tubuh
5. Suhu hilang dari tubuh melalui 4 cara. Gangguan pada metabolisme
ini dapat menyebabkan hipertermia (Potter, 1996):
a. Radiasi : perpindahan panas dari permukaan suatu obyek ke
obyek lain tanpa ada kontak aktual antara keduanya. Kehilangan
panas melalui radiasi akan meningkat bila pembluh darah perifer
dilatasi.
b. Konduksi :perpindahan panas suatu obyek atau mermukaan
apasaja melalui kontak langsung dengan tubuh. Air
mengkonduksi panas lebih baik dari udara
c. Konveksi : udara disekitar kulit tubuh mengalir ke udara yang
lebih dingin melalui arus konveksi.
d. Evaporasi : efek evaporasi dari kehilangan panas tak terlihat
(IWL) sebagai energi yang diperlukan untuk merubah air dari
bentuk cairan menjadi gas. Diaforesis (berkeringat ) mengatur
suhu tbuh melalui evaporasi.

B. Konsep Demam
1. Definisi Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal. Kenaikan suhu
tubuh merupakan bagian dari reaksi biologis komples, yang diatur dan di
kontrol oleh susunan saraf pusat. Demam sendiri merupakan gambaran
karakteristik dari kenaikan suhu tubuh oleh karena berbagai penyakit
infeksi dan non-infeksi (Sarasvati, 2010).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus, peningkatan suhu
ini akan berdampak buruk bagi anak bahkan bisa mengakibatkan kejang
dan penurunan kesadaran (Wardiyah, Setiawati & Umi Romayati. 2016)
2. Pola Demam
Pola Demam Menurut Potter & Peery (2005), demam merupakan
mekanisme pertahanan yang penting. Peningkatan ringan suhu sampai
39°C meningkatkan sistem imun tubuh. Selama episode febris, produksi
sel darah putih distimulasi. Suhu yang meningkat menurunkan
konsentrasi zat besi dalam plasma darah, menekan pertumbuhan bakteri.
Demam juga bertarung dengan infeksi karena virus menstimulasi
interferon, substansi ini yang bersifat melawan virus. Demam juga
berfungsi sebagai tujuan diagnostik.
Pola demam berbeda bergantung pada pirogen. Peningkatan dan
penurunan jumlah pirogen berakhir puncak demamdan turun dalam
waktu yang berbeda. Durasi dan derajat demam bergantung pada
kekuatan pirogen dan kemampuan individu untuk berespon. Pola demam
antara lain :
a. Terus menerus Tingginya menetap lebih dari 24 jam bervariasi 1°C
sampai 2°C.
b. Intermiten Demam memuncak secara berseling dengan suhu normal.
Suhu kembali normal paling sedikit sekali dalam 24 jam.
c. Remiten Demam memuncak dan turun tanpa kembali ke tingkat suhu
normal. 4. Relaps Periode episode demam diselingi dengan tingkat
suhu normal. Episode demam dan normotermia dapat memanjang
lebih dari 24 jam.
3. Tipe dan Jenis Demam Menurut Nelwan (2007) ada beberapa tipe demam
yang mungkin dijumpai antara lain :
a. Demam Septik Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke
tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat
di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap
hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu
yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
c. Demam intermiten Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke
tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam
seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi
dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari
tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus
menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama
beberapa hari yang di ikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa
hari yang kemudian di ikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Menurut Samuelson (2007), jenis demam terdiri dari:

a. Demam fisiologi Demam ini cenderung normal dan sebagai


penyesuaian terhadap fisiologis tubuh, misalnya pada orang yang
mengalami dehidrassi dan tingginya aktivitas tubuh (olahraga).
b. Demam patologis Demam ini tidak lagi dikatakan sebagai demam
yang normal. Demam yang terjadi sebagai tanda dari suatu penyakit.
Demam patologis terbagi lagi menjadi dua sebagai berikut :
1) Demam infeksi yang suhunya bisa mencapai lebih dari 38°C.
Penyebabnya beragam, yakni infeksi virus (flu, cacar, campak,
SARS, flu burung, dan lain-lain), jamur dan bakteri (tifus, radang
tenggorokan, dan lain-lain).
2) Demam Non Infeksi, seperti kanker, tumor, atau adanya penyakit
autoimun seseorang (rematik, lupus, dan lain-lain).
4. Patofisiologi demam
Pada demam, peningkatan suhu tubuh dipicu oleh zat pirogen yang
menyebabkan pelepasan prostaglandin E2 (PGE2) yang pada gilirannya
memicu respon balik sistemik keseluruh tubuh menyebabkan efek terciptanya
panas guna menyesuaikan dengan tingkat suhu yang baru. Jadi pusat pengatur
suhu yang letaknya di hipotalamus sesungguhnya seperti termostat. Jika titik
pengatur dinaikkan, maka tubuh menaikkan suhu dengan cara memproduksi
panas dan menahannya di dalam tubuh. Panas ditahan dalam tubuh dengan
cara vasokonstriksi pembuluh darah. Jika dengan cara di atas suhu darah di
dalam otak tidak cukup untuk menyesuaikan dengan pengaturan baru yang
ada di hipotalamus, maka tubuh akan menggigil dalam rangka untuk
memproduksi panas lebih banyak lagi. Ketika demam berhenti dan pusat
pengaturan suhu di hipotalamus disetel lebih rendah, maka berlaku proses
sebaliknya dimana pembuluh darah akan bervasodilatasi sehingga banyak
dikeluarkan keringat. Panas badan selanjutnya dilepas bersama dengan
penguapan keringat (Bachtiar, 2012).
Pada hipertermia, pusat pengaturan suhu dalam batas normal yang
berarti bahwa tidak ada upaya hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh.
Akan tetapi, tubuh kelebihan panas akibat dari retensi dan produksi panas
yang tidak diinginkan (Bachtiar, 2012)..
5. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:
a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C - 39⁰C)
b. Kulit kemerahan
c. Hangat pada
d. Peningkatan frekuensi pernapasan
e. Menggigil
f. Dehidrasi
g. Kehilangan nafsu makan
6. Komplikasi
Menurut Nurarif (2015) komplikasi dari demam adalah:
a. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam
pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam
ini juga tidak membahayakan otak.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemerikaan penunjang pada febris / demam menurut NANDA 2015 yaitu :
a. Uji coba darah / Lab darah lengkap
b. Pembiakan kuman dari cairan tubuh
c. Biopsi pada tempat temt yang dicurigai
d. USG, Endoskopi atau scanning

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan
terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, non
farmakologis maupun kombinasi keduanya. . Tindakan farmakologis
Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik
berupa:
a. Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk
menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB
akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2
jam setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4
jam. Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam dari dosis
sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga
jelas bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu
namun untuk menurunkan suhu tubuh. Paracetamol tidak dianjurkan
diberikan pada bayi < 2 bualn karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir
umumnya belum memiliki fungsi hati yang sempurna, sementara efek
samping paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati
b. Ibuprofen Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki
efek antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam,
bila alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan
jarak antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat
dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja maksimal dalam
waktu 1jam dan berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat
dari parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah,
nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh,
dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma
serta gagal ginjal.

Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan


seperti (Nurarif, 2015 ) :

a. Memberikan minuman yang banyak


b. Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
c. Menggunakan pakaian yang tidak tebal
d. Memberikan kompres.
C. ASKEP TEORI
Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Identitas : Meliputi nama, umur, pendidikan, susku bangsa,
pekerjaan, agama, alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
panas.
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita
pasien saat masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat
demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya: mual,
muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah
menggigil, gelisah.
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak)
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi
b. Pemeriksaan persistem
- Sistem persepsi sensori
- Sistem persyarafan : kesadaran
- Sistem pernafasan
- Sistem kardiovaskuler
- Sistem gastrointestinal
- Sistem integument
- Sistem perkemihan
3. Pada fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolism
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
b. Foto rontgent
c. USG

D. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
2. Termoregulasi tidak efektif b.d proses penyakit
3. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis (inflamasi)
E. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi


1. Hipertemia berhubungan dengan proses Setelah dilakukan tindakan Management hiperthermia
penyakit. perawatan selama 3 x 24 jam, pasien 1. observasi
Gejala tanda mayor : mengalami keseimbangan  Monitor TTV (suhu, nadi, RR, TD)
 suhu tubuh diatas nilai normal termoregulasi dengan luaran :  Monitor Intake output cairan
 serangan atau konvulsi (kejang)  Suhu tubuh dalam rentang  Monitor komplikasi akibat demam (mis. Kejang, penurunan
 kulit kemerahan normal 36,5 0C – 37,5 0C kesadaran, kadar elektrolit abnormal, ketidakseimbangan asam
 takikardi  Nadi dan RR dalam rentang basa, aritmia)
 takipnea normal 2. Terapeutik
 kulit terasa hangat  perfusi perifer baik (tidak ada  Tutupi badan dengan selimut / pakaian dengan tepat ( mis.
perubahan warna kulit, Selimut / pakaian tebal saat merasa dingin, dan Selimut /
CRT<2dtk) pakaian tipis saat merasa panas
 Tidak ada pusing  Lakukan tepid sponge jika perlu
 Berinoksigen jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan memperbanyak minum
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
 Kolaborasi pembrian antipiretik jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu

2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Ajarkan kompres hangat jika demam
dengan proses penyakit. perawatan selama 3 x 24 jam,  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang menyerap
Gejala tanda mayor : termoregulasi pasien berada pada keringat
 kulit dingin/ hangat rentan normal (membaik) dengan  Anjurkan pemberian antipiretik sesuai indikasi
 menggigil Luaran :  Anjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman
 suhu tubuh fluktuatif  Rentan menggigil menurun  Anjurkan memperbanyak minum
gejala tanda minor  Tidak terjadi kejang  Anjurkan penggunaan pakaian yang longgar
 piloereksi  Pucat menurun
 pengisian kapiler >3dtk  Suhu tubuh membaik
 tekanan darah meningkat  Suhu kulit membaik
 pucat  Pengisian kepiler membaik
 freq napas meningkat  Tekanan darah membaik
 takikardi
 kejang
 kulit kemerahan
 dasar kuku sianotik
3. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
(inflamasi) perawatan selama 3 x 24 jam,  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi , frequensi kualitas
 Gejala dan tanda mayor : tingkat nyeri menurun dengan luaran dan intensitas nyeri
Subjektif : Mengeluh nyeri :  Identifikasi skala nyeri
Objktif :  Kontrol nyeri  Identifikasi nyeri non verbal
 Tampak meringis  Status kenyamanan  Identifikasi fktor yang memperberat nyeri
 Bersikap protektif  Perfusi perifer  Monitir penggunaan efek samping analgetik
 Gelisah  Pola tidur 2. Terapeutik
 Freq. Nadi meningkat  Berikan tehnik non-farmakologis untuk mengurani rasa nyeri
 Sulit tidur  Kontrol lingkungan yang dapat memperberat nyeri
Gejala Tanda minor (objektif) ;  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Tekanan darah meningkat  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
 Pola napas berubah 3. Kolaborasi : pemberian anlgetik jika perlu
 Nafsu makan berubah
 Proses berfikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaforesis
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, A. 2012. Manajemen Peningkatan Suhu Tubuh. Artikel Poltekes Malang.


Diakses dari http://www.poltekkes-malang.ac.id/

Brooks., et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 23. Jakarta : EGC

Guyton A.C., & Hall J.E. 2012. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11.

Irianto, K. 2014. Seksologi Kesehatan. Bandung: Alfabeta

Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Latifin, K & Satria, Y. 2014. Panduan Dasar Klinik Keperawatan. Malang: Gunung
Samudera.

Nelwan. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Nurarif, A.H & Hardi K. 2015Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction

Potter and Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktek. Edisi 4. Volume 1. Jakarta: EGC

Potter, P.A. 1996. Pengkajian Kesehatan. Jakarta : EGC

PPNI. 2018. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

__________. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

__________. Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Tamsuri A. 2007 .Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri . Jakarta : EGC.

Wardiyah, A. , Setiawati & Umi Romayati. 2016. Perbandingan Efektifitas


Pemberian Kompres Hangat Dan Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Anak Yang Mengalami Demam Di Ruang Alamanda Rsud Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Holistik
Vol 10, No 1, Januari 2016 : 36-44

Anda mungkin juga menyukai