Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PASIEN NY. S DENGAN DIAGNOSA ASMA
DI RUANG MAWAR RSUD MARDI WALUYO
KOTA BLITAR

Oleh :
AJENG RAHMA MIAJI
NIM. 40219002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA NY. S DENGAN DIAGNOSA ASMA
DI RUANG MAWAR RSUD MARDI WALUYO
KOTA BLITAR

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : AJENG RAHMA MIAJI

NIM : 40219002

PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS

PEMEBIMBING INSTITUSI PEMEBIMBING LAHAN (CI)

(………………………………….) (………………………………….)
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA NY. S DENGAN DIAGNOSA ASMA
DI RUANG MAWAR RSUD MARDI WALUYO
KOTA BLITAR
A. DEFINISI ASMA
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh
factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012)
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
peran beberapa sel (sel mast, eosinophils dan limphosit T). ( Wong , 2009).
Penyakit asma adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas yang reversible
yang ditandai dengan bronkospasme, inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas
terhadap berbagai stimulan. Penyakit ini memiliki tanda dan gejala berupa sesak
nafas, batuk – batuk dari ringan sampai berat dan timbulnya suara mengi
(Wheezing).

B. ETIOLOGI
Menurut berbagai penelitian, etioligi dan patologi asma belum diketahui
dengan pasti penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu
inflamasi dan respon saluran napas yang berlebihan ditandai dengan adanya kalor
(pnas karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit
karena rangsangan sensori) dan function laesa (fungsi yang terganggu) (Nurarif &
Hardi , 2015).
Menurut Soemantri ( 2008 ) etiologi asma di bagi menjadi dalam kategori :
1) Faktor ekstrinsik reaksi antigen - antibodi, karena inhalasi alergen (debu, serbuk-
serbuk,bulu-bulu binatang, spora jamur, dan tepung sari rerumputan).
2) Faktor intrinsik
a. Infeksi : Influenza virus, pneumonia, mycoplasma,
b. Fisik : Cuaca dingin, perubahan temperatur.
c. Emosional : Takut, cemas, dan tegang.
3) Iritan kimia, Polusi udara (CO, asap rokok, parfum).
4) Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
5) Obat - obatan.
C. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai
macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan
atau setelah mendapat pengobatan.
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional
(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan
tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator
(Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat
berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising
ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored
(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan
tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Brunner & Suddarth, 2002).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Menurt Mc. Connel dan Holgate asma dibedakan menjadi (Nurarif &Hardi,
2015):
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh
apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas
olahraga yang berlebihan.:
3. Menurut GINA, Tahun 2011 Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahnya
dibagi menjadi empat yaitu :
a. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam kondisi
serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa
mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya
tidak ada gejala retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≤ 2X dalam
sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau 30%.
b. Step 2 (Mild intermitten)
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma
diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Membaik ketika duduk, bisa
mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadangkadang menggunakan
retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 2X dalam sebulan. Fungsi
paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau 20% – 30%.
c. Steep 3 (Moderate persistent) Gejala perhari bisa setiap hari, Serangan
asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Duduk tegak ketika bernapas,
hanya dapat mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit, Biasanya
menggunakan retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 1X dalam
seminggu. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF 60% - 80% atau >
30%.
d. Step 4 (Severe persistent) Gejala perhari, Sering dan Aktivitas fisik
terbatas. Eksacerbasi: Abnormal pergerakan thoracoabdominal. Gejala
malam Sering. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≤ 60% atau >
30%. Diambil dari GINA (2005).
4. Brunner & suddarth (2002) menyampaikan asma sering di rincikan sebagai
alergik, idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu :
a. Asma alergik
Disebabkana oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (misal: serbuk
sari, binatang, amarah dan jamur ) kebanyakan alergen terdapat di udara
dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat
keluarga yang alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis alergik,
pejanan terhadap alergen pencetus asma.
b. Asma idiopatik atau nonalergik Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada
hubungan dengan alergen spesifik faktor-faktor, seperti comand cold,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang
dapat mencetuskan rangsangan. Agen farmakologis seperti aspirin dan
alergen anti inflamasi non steroid lainya, pewarna rambut dan agen sulfit
(pengawet makanan juga menjadi faktor). Serangan asma idiopatik atau
nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empizema.
c. Asma gabungan Adalah asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
5. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada
akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk
bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi
sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah
tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.

Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang
penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan.
Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan
serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat
menyebabkan kematian.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah : Tiga gejala
umum asma adalah batuk , dispnea , dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk
mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada
saat malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dan jelas, tetapi mungkin
berhubungan dengan variasi sirkandian, yang mempengaruhi ambang reseptor
jalan nafas. Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk,
dispnea, dan wheezing. Serangan. Asma biasanya bermula mendadak dengan
batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,wheezing.
Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong
pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan.
Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat
berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer & Bare, 2002)
E. PATOFISIOLOGI ASMA
F. Patofisiologi menurut Wong (2009) Inflamasi berperan dalam peningkatan
reaktifitas jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup
beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi dan satu anak ke anak
lain serta selama perjalanan penyakit. Faktor-faktor penyebab seperti virus,
bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan
merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga
merangsang sel plasma menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya
akan menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast tersensitisasi.
Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast yang mengalami
degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan bradikinin.
Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul
edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus.
Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan dan daya
konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat
akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru
terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam
alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi
alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang akan
menyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru
tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang
karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun
dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi
dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia
dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spirometer
2. Pemeriksaan sputum

Pada pemeriksaan sputum ditemukan :

a Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal


eosinofil.
b Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder
sel-sel cabang-cabang bronkus
c Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d Terdapatnya neutrofil eosinofil
3. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang
buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
4. Foto rontgent
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.
5. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan
tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b.Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada
seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi
pada asma yang berat.
6. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas
tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan
rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES
atau terjadinya relatif ST depresi.

H. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema

Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer & Bare, 2002).

I. PENATALAKSANAAN ASMA
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.

1. Penobatan non farmakologik


a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada
tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada


pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c. Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini


dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena
pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang
mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak.
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.

e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.

d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f. Antibiotik spektrum luas.


J. DISCHARGE PLANNING
1. Kenali alergen yang akan muncul yang dapat menimbulkan asma,
2. Pelajari cara penanganan pertama pada asma dan cara penggunaan obat obat
asma
3. Hindari faktor pemicu : kebersihan lantai rumah, debu, karpet , bulu, binatang
dsb
4. Keluarga perlu memahami tentang pengobatan, nama obat, dosis, efek
samping, waktu pemberian
5. Pelajari cara kontrol kecemasan, takut, sters
6. Lakukan istirahat yang cukup dan latihan, termasuk latihan nafas
7. Gunakan alat penyaring udara dan penyeju ruangan
8. Bersihkan rumah sekurang-kurangnya sekali seminggu
9. Hindari asap rokok
10. Gunakan obat asma secara teratur
(Nurarif &Hadi, 2015)
K. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian Primer Asma


a. Airway
 Peningkatan sekresi pernafasan
 Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
 Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
 Menggunakan otot aksesoris pernafasan
 Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
§ Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
§ Sakit kepala
§ Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
§ Papiledema
§ Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi
pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada
diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali
sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan
dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas
berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera
dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung
terus untuk waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi
pemeriksaan :
1. Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis
batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2. Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus,
ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada
rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3. Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi
pernafasan dan Wheezing.

c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau
kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-
otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak
retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent
chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau
lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.

1. Diagnosa Keperawatan
(1) Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
(2) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan vetilasi perfusi
(3) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
(4) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi O2
(5) Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan
(6) Intoleransi aktifitas b.d ketiakseimbangan antara suplay dan kebutuhan
oksigen
(7) Ansietas b.d kurangnya terpapar informasi
2. Intervensi keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi


1. Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung
perubahan afterload diharapkan curah jantung meningkat dengan 1. Observasi
luaran :  Identifikasi tanda gejala primer penurunan curah jantung
a Kekuatan nadi perifer meningkat (meliputi dipsnea, kelelahan, edema, peningkatan CVP)
b Palpitasi, bradikardi, takikaedia,  Identifikasi tanda gejala skunder penurunan curah jantung
gambaran EKG aritmia, lelah, edema (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena
menurun jugularis, palpitasi, ronchi abasah, oliguria, batuk , kulit pucat)
c Suara jantung S3 S4 menurun  Monitor tekanan darah
d Tekanan darah membaik  Monitor intake output cairan
 Monitor EKG
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor aritmia
 Monitor nilai laborat jantung
2. Terpeutik
 Posisikan semi fowler atau fowloer dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai
 Beri oksigen untuk mempertahankan saturasij oksigen >94%
3. Edukasi
 Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengukur intake dan
output cairan harian
 Anjurkan beraktifitas fisik secara bertahap
4. kolaborasi
 kolaborasi pemberian anti aritmia jika perlu
 rujuk ke program rehabilitasi jantung
2. Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan respirasi
ketidakseimbangan vetilasi 3x24 jam diharapkan oksigen dan eliminasi 1. Observasi
perfusi karbondioksida dalam membran alveolus  Monitor frekuensi irama, kedalaman, dan upaya napas
kapiler dalam batas normal dengan luaran  Monitor pola napas (bradipnea, trakipnea, hiperventilasi,
1. Tingkat kesadaran meningkat kusaiul, cheyne-stokes, )
2. Dispnea , bunyi nafas tambahan,  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
pusing, menurun  Monitor saturasi oksigen
3. PCO2, PO2 , takikardi, sianosis, pola  Auskultasi bunyi nafas
nafas dan warna kulit membaik 2. Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi
 Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan jika perlu
Terapi oksigen
1. Observasi
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
 Monitor efektifitas terapi oksigen
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Pemberian oksigen sesuai keadaan pasien
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
3. Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di
rumah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaboras penggunaan oksigen saat aktivitas dan tidur
3. Bersihan jalan nafas tidak Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Management Jalan Nafas
efektif b.d sekresi yang tertahan keperawatan diharapkan masalah bersihan 1. Observasi
jalan nafas dapat teratasi  Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, dan usaha nafas)
Kriteria hasil :  Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
- Pasien dapat batuk efetif ronchi)
- Produksi sputum menurun  Monitor sputum
- Tidak ada suara nafas tambahan 2. Terapeutik
- Pola nafas membaik  Pertahankan kepatenan jalan nafas (posisi jaw trust/head till chin
- Frekuensi nafas membaik lift)
 Posisikan semi fowler
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Berikan oksigen tambahan
3. Edukasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektor, mukolitik, jika
perlu
4. Perfusi perifer tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan sirkulasi
penurunan konsentrasi O2 diharapkan perfusi perifer meningkat 1. Observasi
dengan luaran :  Periksa sirkulasi perifer (nadi perifer, edema , cCRT, warna,
a. Denyut nadi perifer meningkat kulit, akral, suhu)
b. Warna kulit pucat menurun  Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (misal anemia,
c. Parestheia, kelemahan otot, menurun DM< perokok, orang tua, hiprtensi, kadar kolesterol tinggi)
d. Pengisian kapiler, akral, turgor kulit,  Monitor panas, kelemahan, nyeri atau bengkak
tekanan darah sistolik diastolik 2. Terpeutik
membaik  Hindari pengukuran tekanan darah di areA ekstrmitas dengan
keterbatasan perfusi
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi
 Informasikan tanda gejala darurat yang perlu diinformasikan
(misal rasa lemas, pusing, berkunang kunang)
5. Pola nafas tidak efektif b.d Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
depresi pusat pernafasan keperawatan diharapkan pola napas efektif 1. Observasi
Kriteria hasil :  Monitor pola napas
- Dispnea menurun  Monitor bunyi napas tambahan
- Penggunaan otot bantu napas  Monitor sputum
menurun 1. Terapeutik
- Pernapasan cuping hidung menurun  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head – tilt dan chin –
- Frekuensi napas membaik lift, jika curiga trauma servikal gunakan jaw – thrust
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan minuman hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen
2. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
3. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik
6. Setelah dilakukan tindakan keprawatan 2x24 Management Energi
jam diharapkan toleransi aktifitas meningkat 1. Observasi
dengan luaran :  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang menyebabkan
a. Frekuensi nadi, saturasi oksigen, kelelahan
kemudahan dalam melakukan akifitas  Monitor kelelahan fisik dan emosional
sehari-hari meningkat 2. Terapeutik
b. Keluhan lelah, perasaan lemah  Sediakan lingkungan yang nyaman
mnurun  Lakukan latihan rentan gerak pasif dan aktif
c. Warna kulit, tekanan darah, freq.  Fasilitasi duduk di samping tempat tidur jika tidak dapat
Napas membaik berpindah atau berjalan
3. Edukasi
 Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda gejala kelemahan
tidak berkurang
4. Kolaboras dengan ahli gizi terkait peningkatan asupan makanan
Dukungan Ambulasi
1. Observasi
 Identifiasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
 monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
2. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (misal tongkat,
kruk)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
3. Edukasi
 Anjurkan pasien melakukan ambulasi dini
 Ajarkanmbulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan
sesuai toleransi

7. Ansietas b.d kurangnya Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas


terpapar informasi diharapkan ansieas menurun dengan luaran : 1. Observasi
a. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
dihadapi menurun  Monitor adanya randa-tanda ansietas (verbal dan non verbal
b. Perilaku gelisah, tegang menurun 2. Terpeutik
c. Konsentrasi dan pola tidur membaik  Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
d. Perasaan keberdayaan membaik kepercayaan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Diskusikan perencanaan realitas tentang peristiwa yang akan
datang
3. Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien jika perlu
 Anjurkan mengungkapkan perasaandan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
 Latih tehnik relaksasi
4. kolaborasi
 kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta:EGC

PPNI. 2018. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

__________. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan,


Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

__________. Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial
Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.

Soemantri, Irman.2008. Asuhan keperawatan Pada Klien Gangguan Sistem Pernafasan Edisi
2.Jakarta : Salemba Medika.

Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai