Oleh :
AJENG RAHMA MIAJI
NIM. 40219002
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 40219002
(………………………………….) (………………………………….)
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA NY. S DENGAN DIAGNOSA ASMA
DI RUANG MAWAR RSUD MARDI WALUYO
KOTA BLITAR
A. DEFINISI ASMA
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh
factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012)
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
peran beberapa sel (sel mast, eosinophils dan limphosit T). ( Wong , 2009).
Penyakit asma adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas yang reversible
yang ditandai dengan bronkospasme, inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas
terhadap berbagai stimulan. Penyakit ini memiliki tanda dan gejala berupa sesak
nafas, batuk – batuk dari ringan sampai berat dan timbulnya suara mengi
(Wheezing).
B. ETIOLOGI
Menurut berbagai penelitian, etioligi dan patologi asma belum diketahui
dengan pasti penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu
inflamasi dan respon saluran napas yang berlebihan ditandai dengan adanya kalor
(pnas karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit
karena rangsangan sensori) dan function laesa (fungsi yang terganggu) (Nurarif &
Hardi , 2015).
Menurut Soemantri ( 2008 ) etiologi asma di bagi menjadi dalam kategori :
1) Faktor ekstrinsik reaksi antigen - antibodi, karena inhalasi alergen (debu, serbuk-
serbuk,bulu-bulu binatang, spora jamur, dan tepung sari rerumputan).
2) Faktor intrinsik
a. Infeksi : Influenza virus, pneumonia, mycoplasma,
b. Fisik : Cuaca dingin, perubahan temperatur.
c. Emosional : Takut, cemas, dan tegang.
3) Iritan kimia, Polusi udara (CO, asap rokok, parfum).
4) Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
5) Obat - obatan.
C. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai
macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan
atau setelah mendapat pengobatan.
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional
(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan
tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator
(Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat
berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising
ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored
(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan
tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Brunner & Suddarth, 2002).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Menurt Mc. Connel dan Holgate asma dibedakan menjadi (Nurarif &Hardi,
2015):
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh
apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas
olahraga yang berlebihan.:
3. Menurut GINA, Tahun 2011 Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahnya
dibagi menjadi empat yaitu :
a. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam kondisi
serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa
mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya
tidak ada gejala retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≤ 2X dalam
sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau 30%.
b. Step 2 (Mild intermitten)
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma
diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Membaik ketika duduk, bisa
mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadangkadang menggunakan
retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 2X dalam sebulan. Fungsi
paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% atau 20% – 30%.
c. Steep 3 (Moderate persistent) Gejala perhari bisa setiap hari, Serangan
asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Duduk tegak ketika bernapas,
hanya dapat mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit, Biasanya
menggunakan retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam ≥ 1X dalam
seminggu. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF 60% - 80% atau >
30%.
d. Step 4 (Severe persistent) Gejala perhari, Sering dan Aktivitas fisik
terbatas. Eksacerbasi: Abnormal pergerakan thoracoabdominal. Gejala
malam Sering. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≤ 60% atau >
30%. Diambil dari GINA (2005).
4. Brunner & suddarth (2002) menyampaikan asma sering di rincikan sebagai
alergik, idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu :
a. Asma alergik
Disebabkana oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (misal: serbuk
sari, binatang, amarah dan jamur ) kebanyakan alergen terdapat di udara
dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat
keluarga yang alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis alergik,
pejanan terhadap alergen pencetus asma.
b. Asma idiopatik atau nonalergik Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada
hubungan dengan alergen spesifik faktor-faktor, seperti comand cold,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang
dapat mencetuskan rangsangan. Agen farmakologis seperti aspirin dan
alergen anti inflamasi non steroid lainya, pewarna rambut dan agen sulfit
(pengawet makanan juga menjadi faktor). Serangan asma idiopatik atau
nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empizema.
c. Asma gabungan Adalah asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
5. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada
akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk
bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi
sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah
tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang
penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan.
Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan
serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat
menyebabkan kematian.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah : Tiga gejala
umum asma adalah batuk , dispnea , dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk
mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada
saat malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dan jelas, tetapi mungkin
berhubungan dengan variasi sirkandian, yang mempengaruhi ambang reseptor
jalan nafas. Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk,
dispnea, dan wheezing. Serangan. Asma biasanya bermula mendadak dengan
batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,wheezing.
Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong
pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan.
Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat
berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer & Bare, 2002)
E. PATOFISIOLOGI ASMA
F. Patofisiologi menurut Wong (2009) Inflamasi berperan dalam peningkatan
reaktifitas jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup
beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi dan satu anak ke anak
lain serta selama perjalanan penyakit. Faktor-faktor penyebab seperti virus,
bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan
merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga
merangsang sel plasma menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya
akan menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast tersensitisasi.
Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast yang mengalami
degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan bradikinin.
Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul
edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus.
Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan dan daya
konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat
akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru
terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam
alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi
alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang akan
menyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru
tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang
karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun
dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi
dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia
dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spirometer
2. Pemeriksaan sputum
H. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer & Bare, 2002).
I. PENATALAKSANAAN ASMA
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
c. Fisioterapi
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena
pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang
mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak.
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau
kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-
otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak
retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent
chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau
lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.
1. Diagnosa Keperawatan
(1) Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
(2) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan vetilasi perfusi
(3) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
(4) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi O2
(5) Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan
(6) Intoleransi aktifitas b.d ketiakseimbangan antara suplay dan kebutuhan
oksigen
(7) Ansietas b.d kurangnya terpapar informasi
2. Intervensi keperawatan
Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta:EGC
PPNI. 2018. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial
Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.
Soemantri, Irman.2008. Asuhan keperawatan Pada Klien Gangguan Sistem Pernafasan Edisi
2.Jakarta : Salemba Medika.
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC