Anda di halaman 1dari 28

4

Konsep dan Asuhan keperawatan teoritis pada Anak


dengan Asma
Oleh : Rahmadina azila, Sri wahyuni, Salsabila arta

A. LATAR BELAKANG
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor
risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat
peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh
(Abidin, 2002).
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti
serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo
(2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau
batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung
pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas
fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya
riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan

1
B. PENGERTIAN ASMA
Asma adalah reaksi alergi ketika bronkus membengkak, menebal, dan berlendir,
menyebabkan seseorang bersin. Kejang urat yang menyertai serangan asma membuat sulit
bernafas (terutama menghembuskan) dan menyebabkan panik yang memperburuk keadaan.
Kasus- kasus asma semakin meningkat karena berbagai alasan lingkungan.
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti
serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo
(2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau
batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung
pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas
fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya
riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan.
Jika anak anda mendapatkan serangan yang tampaknya seperti serangan asma untuk
pertama kalinya, anda harus segera mencari bantua medis. Bila memungkinkan, biarkan
orang lain yang menghubungi dokter sementaraanda membantu anak anda. Sangga anak
dalam posisi duduk dan usahakan agar tetap tenang. Alihkan perhatianya dengan
menceritakan dongeng favorit, menyanyikan lagu, atau melakukan permainan tanpa suara.
Usahakan agar anak tetap rileks agar ia lebih mudah bernafas. Menambah kelembapan udara
mungkin bermanfaat.
Rumah sakit kemungkinan akan meresepkan obat untuk persediaan sehingga anda
bisa menghadapi serangan asma berikutnya. Jika anda sudah diberi penjelasan oleh ahli
medis tentang bagaimana merawat anak anda selama mendapatkan serangan asma, anda tak
perlu selalu mencari bantuan medis setiap kali serangan datang. Dokter akan memberi tau
anda prosedur yang tepat untuk situasi anda.
Bila anak anda memiliki kecendurngan terserang asma, anda harus bekerja sama
dengan tenaga medis profesional untuk mengidentifikasi dan menghindari faktar-faktor
spesifik penyebab serangan asma.

C. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale

2
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam
rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar
luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah
mendapat pengobatan.
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional
(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak
langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI,
2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi),
pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis,
dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya
obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi
pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008.
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-
apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsic
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal
dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan
yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang
berlebihan.

3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma


berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
1) gejala kurang dari seminggu
3
2) serangan singkat
3) gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
1) gejala lebih dari sekali seminggu
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
1) gejala setiap hari
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
4) FEV 1 tau PEV 60% – 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
d. Asma severe persistent (asma persisten berat)
1) gejala setiap hari
2) serangan terus menerus
3) gejala pada malam hari setiap hari
4) terjadi pembatasan aktivitas fisik
5) FEV 1 atau PEF = 60%
6) PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan
derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006).
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir
ekspirasi.
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi.
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk
bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat
nyaring terdengar tanpa stetoskop.
4
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak
terdengar mengi dan timbul bradikardi.

Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang
penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan.
Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan
asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan
kematian.

D. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
(Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus
asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan.
Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum
berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi
dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat

5
terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya
pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu
udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi,
dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer
dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis
ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya
berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab
asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk
ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui
hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit (
VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.
Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma
Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-
obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan.
6
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau
bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast
sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat
mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti
histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi
oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise
Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah
latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan
wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3
menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada
sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena
itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu

7
terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

E. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. ANATOMI

Gambar 1 Anatomi sistem pernafasan

Gambar 2 Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkial


a. Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan
(respirasi) dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan struktur hidung menyerupai pyramid
atau kerucut dengan alasnya pada proses palatines osis maksilaris dan pars horizontal osis
palatum. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam system pernapasan, melalui rongga
hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut – serabut halus. Epitel vestibulum berisi

8
rambut – rambut halus yang mencegah masuknya benda – benda asing yang mengganggu
proses pernapasan.
Struktur Hidung
Tulang rawan epithelium dan lamina propia keduanya saling berkaitan, dianggap
sebagai bagian fungsional mukosa terbanyak yang berasal dari rongga hidung. Lamina propia
mengandung banyak arteri, vena, dan kapiler yang membawa nutrisi dari air yang
dikeluarkan oleh sel. Rangka hidung dibentuk oleh:
1) Bagian atas oleh laminan kribosa ossis etmoidalis dan pars nasalis ossis frontalis
2) Dinding lateral oleh tulang keras dan tulang rawan
3) Sekat hidung (septum nasi) oleh tulang karang dan tulang rawan
disamping itu terdapat celah (kavum nasi):
a) Proses spenoetmoidalis terletak antara konka suprima dan konka superior
b) Meatus nasi superior antara konka superior dan konka media
c) Meatus nasi media antara konka media dan konka inferior

Pintu depan kavum nasi dibentuk oleh tepi bawah OS maksilaris dan insisura
nasalis ossis maksilaris. Sekeliling dinding sebelah dalam terdapat ruang – ruang udara di
dalam tulang – tulang kepala yang disebut sinus paranasalis, terdiri dari:

1) Sinus sfenoidalis, terleteka dibagian belakang cranial hidung di dalam korpus


sfenoidalis, bermuara ke rongga hidung bagian belakang.
2) Sinus etmoidalis, terdapat dalam pars labirinitus ossis etmoidalis.
3) Sinus frontalis, terletak pada infundibulum meatus nasi media.
4) Sinus maksilaris (antrum hiqmori), terdapat pada dinding lateral hidung korpus
maksilaris bermuara di hiatus maksilaris ke rongga hidung hiatus semilunaris
media.

Bagian – bagian dari hidung:


1) Batang hidung : dinding depan hidung yang dibentuk oleh ossa nasalis.
2) Cuping hidung : bagian bawah dinding lateral hidung yang dibentuk oleh
tulang rawan.
3) Septum nasi : dinding yang membatasi dua rongga hidung.
4) Dinding lateral rongga hidung (kavum nasi)

Pada dinding hidung terdapat alat – alat kecil yang berfungsi untuk menggerakkan
hidung dan menghirup udara, meliputi :

9
1) M. piramidalis nasi : otot berbentuk pyramid pada hidung.
2) M. levator labil superior alaguenasi: otot bibir yang dapat menggerakkan
hidung.
3) M. dilatators nares posterior: otot memanjang bagian belakang hidung.
4) M. Dilatator nares anteriror: otot memanjang bagian depan hidung.
5) M. kompresor nasi.
6) M. kompresor narium minor.
7) M. Depressor alaris nasi.

Permukaan dorsal dan lateral rangka depan hidung yang ditutupi oleh jaringan ikat,
melekat pada puncak hidung dan mengandung folikel dan glandula sebasea.
Fossa nasalis terdiri dari ruangan hidung (kavum nasi), merupakan bagian dalam
hidung. Dindingnya dilapisi oleh tunika mukosa yang disebut pituitary, mengeluarkan secret
mukosa. Bagian frontal hiatus maksilaris tertutup oleh membrane mukosa, bagian oksipital
ditutup oleh tunika mukosa, terdapat lubang yang terbuka pada hiatus maksilaris tepat
bermuara kavum nasi. Kavum nasi ini terletak disebelah atas. Bila terjadi infeksi,cairan
menumpuk di dasar sinus maksilaris. Pada daerah cranial, konka nasalis superior mempunyai
selaput lender yang epiteliumnya merupakan neuuroepitelium. Bagian ujung terdapat sel
saraf dendrite, bagian ini meruncing, berakhir seperti filia ke permukaan membrana mukosa.
Sel nevus olfaktorius menuju ke bagian dalam membrane mukosa, berhubungan dengan
ujung filia olfaktorius dari N. olfaktorius, meninggalkan vakum nasi melalui lubang kribosa
ossis etmoidalis menuju ke rongga tengkorak.
Pembuluh darah hidung:
1) Arteri palatina, bercabang dua yaitu A. nasalis posterior lateralis dan A.
nasalis posterior septi.
2) A. nasalis anterior, berasal dari A. oftalmika, mempunyai cabang A.
anteriores lateralis dan A. nasalis anteriores septi.
3) Vena hidung : terdapat kribosa jaringan pada dawrah konka, dikelilingi oleh
serabut otot krikuler dan longitunal, bermuara ke pleksus venosus
pterigoideus vena kanalis.

Perdarahan hidung (kavum nasi) disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah vena
dihidung yang disebut epistaksis.

Persarafan hidung :

10
1) Nervus olfaktorius : sebagai saraf sensible (saraf pembau), masuk melalui
lubang – lubang di lamina kribosa etmoidalis.
2) Nervus trigeminus : mempunyai cabang N. oftalmikus dengan ranting
N.nasalis posterior superior dan N. nasalis anterior superior , untuk dinding
lateralis kavum nasi superior dan konka nasalis media.
3) Nervus etmoidalis anterior: cabang dari oftalmikus masuk ke dalam kavum
nasi melalui lubang frontal dilamina kribosa ossis etmoidalis.
4) Nervus palatines anterior: masuk kedalam kavum nasi melalui lubang dalam
pars perpendikularis ossis palatine.

Pembuluh limfe hidung membentuk pleksus pada bagian permukaan membrane


mukosa. Aliran limfe hidung dari subdural dan ruangan subaraknoid dari rongga tengkorak.
Aliran limfe dari hidung sebagian bermuara ke nodus servikalis retrofaringeal yang terletak di
dekat komu mayor hioideum.

Fungsi Hidung
Fungsi hidung dalam proses pernapasan meliputi:
1) Udara dihangatkan, oleh permukaan konka dan septum nasalis setelah
melewati faring, suhu lebih kurang 36˚C.
2) Udara dilembapkan, sejumlah besar udara yang melewati hidung bila
mencapai faring kelembapannya lebih kurang 75%.
3) Kotoran disaring oleh bulu – bulu hidung. Partikel di rongga disaring oleh
rambut vestibular, lapisan mukosiliar, dan lisozim (protein dalam air mata).
4) Penciuman, pada pernapasan, bisa 5 – 10% udara pernapasan melalui celah
olfaktori. Dalam menghirup udara dengan keras, 20% udara pernapasan
melalui celah olfaktori.

Refleks Btuk
Batuk merupakan cara paru mempertahankan diri bebas dari benda asing,
bronkus dan trakea begitu sensitive sehingga setiap benda asing atau penyebab iritasi
lain merangsang reflex batuk. Implus aferens berasal dari jalan pernapasan melalui
nervus vagus ke medulla oblongata. Kajadian rangkaian ototmatis dicetuskan oleh
sirkulit neuron medulla oblongata yang menyebabkan efek:
b. Faring

11
Faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus antara
basis kranii dan vertebrae servikalisVI.
Stuktur Faring
Diantara basis kranii dan esophagus berisi jaringan ikat digunakan untuk tempat
lewat alat – alat di daerah faring.
1) Celah antara basis kranii dan M. konstriktor faringeus superior ditembus tuba
faringoauditiva palatine asendens cabang M. levator volipalatini.
2) Celah antara M. konstriktor faringeus superior dan M. konstriktor faringeus
media ditembus N. glosofaringeus, ligamentum stilofaringeus, dan M.
stilofaringeus.
3) Celah antara M.konstriktor faringeus media dan M. konstriktor faringeus
interior ditembus N. laringikus superior.
4) Celah dibawah M. konstriktor faringikus inferior ditembus oleh N. laringikus
interior dan N. rekurens.
Daerah faring dibagi atas tiga bagian:
Nasofaring, bagian faring terdapat di dorsal kavum nasi berhubungan dengan
kavum nasi melalui konka dinding lateral dibentuk oleh otot:
1) M. tensor vili palatine
2) M. levator vili palatine yang membentuk palatum mole.
3) M. konstriktor paringis superior.

Bagian lateral dinding nasofaring terdapat dua lubang :


a) Osteum faring. Antara nasofaring dengan orofaring dibatasi oleh istmus
faringis, suatu penyempitan faring yang dibentuk oleh permukaan cranial,
palatum mole, arkus faringeopalatinus, dinding belakang nasofaring ke bawah
dengan orifaring. Dalam nasofaring dan orofaring dilapisi oleh mukosa
sehingga permukaannya akan didapatkan tonjolan oleh otot dan tulang.
Palatum mole dapat mencegah makanan dan minuman masuk ke rongga
hidung waktu menelan.
b) Lobang medial (tuba faringeotimpanika eustachii). Pada dinding lateral
terdapat penonjolan, yang terlihat seperti lipatan ke dalam lumen faring otot.
Ini dianggap sebagai bagian dorsal M. faringeopalatinus. Pembesaran tonsil
faring akan memperkecil konka, menyebabkan gangguan bernapas melalui
hidung atau keluhan tuli.

12
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan
masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda
(huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut
sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang
terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping
ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri,
terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping
dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin
lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau
alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.
Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
13
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di
dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut
duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama
pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada
pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura
parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum
pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat
sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

2. FISIOLOGI
Proses terjadi pernapasan

Gambar 3 Proses pernapasan


Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan

14
disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan
udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2
dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh
melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium
sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini
terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan
melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra)
menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis
ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses
pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme
lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang
menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk
menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakhea, sedangkan
waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring,
maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba mengeluarkan
makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara
bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang
terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang
terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat
menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas
juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan
kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus
diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian
mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang
dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan
tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan
masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung,
muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dan dengan demikian
rongga dada menjadi kecil. kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses
15
respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga
pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak,
pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu
pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan
pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu
lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di
dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

G. PATOFISIOLOGI ASMA
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme
otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus
intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi
jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan
prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat
elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup
mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2
akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan,
maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus
dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Dimana pun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya
adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obtruksi aliran udara

16
Gambar 4 Patofisiologi Asma
H. PATWAY ASMA

Faktor Pencetus

Alergi Idiopatik

Edema dinding sekresi mukus kental


spasme otot didalam lumen
bronkiolus
polos bronkiolus bronkiolus

Ekspirasi menekan sisi Diameter bronkiolus Bersihan jalan nafas


bronkiolus mengecil tidak efektif

Intolerasi aktifitas dispnea

Perfusi paru tidak


Gangguan
cukup mendapat
pertukaran gas
ventilasi

I. MANIFESTASI KLINIS ASMA

17
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan
berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan
muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi
bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik
dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa
tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu
dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin
banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa
serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang
lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi
apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal.
18
J. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Bronchitis
3. Pneumonia
4. Emphysema
5. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer & Bare, 2002).

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA


1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil

2. Pemeriksaan darah

19
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a. Gas analisa darah
erdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian
PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk.
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi.
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan
penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada
seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi
pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga
bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan
rotasi searah jarum jam.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
20
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau
terjadinya relatif ST depresi.

L. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan
pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor
pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena
pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat
steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
21
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg
bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

M. TERAPI KOMPLEMENTER MUNURUT JURNAL


Pengaruh Terapi Inhalasi Uap Dengan Aromaterapi Eucalyptus Dengan
Dalam Mengurangi Sesak Nafas Pada Pasien Asma Bronkial.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengaruh
terapi inhalasi uap dengan aromaterapi eucalyptus dalam mengurangi sesak
nafas pada penderita asma bronkial di Desa Dersalam Kecamatan Bae Kudus
Quesy eksperimen dengan menggunakan bentuk rancangan one group pre testpost test
dengan jumlah sampel sebanyak 16 orang dengan menggunakan teknik
purposive sampling, 8 sampel intervensi dan 8 sampel kontrol. Hasil dari
penelitian ini adalah hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test di peroleh data p value
0,007 < (α) 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima yang artinya ada pengaruh Terapi
inhalasi uap dengan aromaterapi eucalyptus terhadap penurunan sesak
nafas pada pasien Asma Bronkhial.

22
N. ASUHAN KEPERAWATAN ASMA
1. Pengkajian
adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap
yang paling menentukan bagi tahap berikutnya (Rohmah & Walid, 2016).
a. Identitas pasien/ biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa.
b. Pengkajian primer
1) Airway
Kaji kepatenan jalan napas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda
asing pada jalan napas ( bekas muntahan, darah, sekret yang tertahan ),
adanya edema pada mulut, faring, laring, disfagia, suara stidor,
gurgling atau wheezing yang menandakan adanya masalah pada jalan
napas.
2) Breathing
Kaji keefektifan pola napas, respiratory rate, abnormalitas pernapasan,
pola napas, bunyi napas tambahan, penggunaan otot bantu napas,
adanya napas cuping hidung, saturasi oksigen.
3) Circulation
Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refil, akral,
suhu tubuh, warna kulit, kelembaban kulit, perdarahan eksternal jika
ada.
4) Disability
Berisi pengkajian kesadaran dengan glasgow Coma Scale (GCS) atau
AVPU, ukuran dan reaksi pupil.
5) Exposure
Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lain.
Atau kondisi lingkungan yang ada di sekitar klien.
c. Pengkajian sekunder
1) Keadaan/ penampilan umum:
Kesadaran :
Tanda – tanda vital :
Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, Suhu :
2) History (SAMPLE)
23
a) Subjektif : Berisi keluhan utama yang dirasakan pasien
b) Alergi : kaji adanya alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu.
c) Medikasi : kaji penggunaan obat yang sedang atau pernah dikonsumsi
d) Riwayat penyakit sebelumnya : riwayat penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan sekarang
e) Last Meal : berisi hasil pengkajian makanan atau minuman terakhir
yang dikonsumsi oleh pasien sebelum datang ke IGD atau kejadian
f) Event Leading : Berisi kronologi kejadian, lamanya gejala yang
dirasakan, penanganan yang telah dilakukan, gejala lain yang
dirasakan, lokasi nyeri atau keluhan lain yang dirasakan.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Lemah
2) Kesadaran : composmentis
3) Tanda-tanda vital :
a) Nadi : takikardi (normalnya 60-100x/menit)
b) Tekanan darah : hipertensi (normalnya 120/80-140/90 mmhg)
c) Frekuensi pernapasan : takipnea, dispnea progresif, pernapasan
dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan
d) Pemeriksaan dada :
Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada thoraks
dan paru-paru
i. Inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafs antara
lain : takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal
ii. Palpasi : adanya nyeri tekan, masa, peningkatan vokal venituspada
daerah yang terkena
iii. Perkusi: pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya
timpani (terisi udara) resonasi
iv. Auskultasi : suara pernapasan yang meningkat intensitasnya,
adanya suara mengi (wheezing) dan adanya suara pernapasan
tambahan ronchi.

24
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekresi
mukus (D. 0001)
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi (D.0005)
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplei oksigen
(bronkuspsame)
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Bersihan jalan Tujuan:Setelah dilakukan Airway manajemen
nafas tidak efektif tindakan 2 x 24 jam. Aktivitas keperawatan :
berhubungan Kriteria hasilyang
1. Monitor kecepatan, irama,
dengan diharapkan
dan frekuensi pernafasan
penumpukan 1.mempertahankan jalan
Rasional: untuk mengetahui
sekresi mukus. nafas paten, dengan
keabnormalan pernafasan
(D.0001) bunyi nafas bersih atau
pasien
jelas.
2. Auskultasi pada pemeriksaan
2.menunjukan perilaku
fisik paru
untuk memperbaiki
Rasional: untuk mengetahui
bersihan jalan nafas.
ada tidaknya suara nafas
tambahan
3. Ajarkan batuk efektif
Rasional: membantu
mengeluarkan dahak yang
tertahan
4. Kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi
Rasional: membantu
mengencerkan
dahaksehingga mudah

25
dikeluarkan

2 Pola nafas tidak Tujuan:Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


efektif tindakan 2 x 24 jam. Aktivitas keperawatan:
berhubungan Kriteria hasil yang
1. Monitor pola nafas pasien
dengan diharapkan :
Rasional: mengetahui
hiperventilasi 1.Mempertahankan
frekuensi, kedalaman, irama
(D.0005) ventilasi adekuat dengan
pernafasan
menunjukkan RR= 16-
2. Pantau tanda-tanda vital
20x menit.
Rasional: mengetahui kondisi
2.Tidak mengalami
pasien dan keefektifan
sianosis atau tanda
intervensi
hipoksia yang lain.
3. Atur posisi semifowler
3.Pasien dapat
Rasional: untuk membantu
melakukan pernafasan
dalam ekspansi paru
dalam.
4. Ajarkan pasien pernafasan
dalam
5. Kolaborasi berikan oksigen
tambahan.

3 Gangguan Tujuan:Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda vital dan irama


pertukaran gas tindakan 3 x 24 jam. jantung.
berhubungan Kriteria hasil yang 2. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan
dengan gangguan diharapkan : membran mukosa.
suplei oksigen 1.Perbaikan ventilasi 3. Palpasi fermitus
(bronkuspsame) 2.Perbaikan oksigen 4. Kolaborasi : berikan terapi oksigen
jaringan adekuat. sesuai indikasi .

26
4 Resiko tinggi Tujuan:Setelah dilakukan 1. Monitor suhu
terhadap infeksi tindakan 3 x 24 jam. 2. Diskusikan kebutuhan nutrisi yang
berhubungan Kriteria hasil yang adekuat.
dengan tidak diharapkan : Edukasi :
adekuat imunitas 1.mengidentifikasikan 1. demam dapat terjadi karena infeksi
intervensi untuk atau dehidrasi.
mencegah atau 2. malnutrisi dapat mempengaruhi
menurukan resiko infeks kesehatan umum dan menurunkan
2.Perubahan pola hidup tahanan terhadap infeksi.
untuk meningkatkan 3.
lingkungan yang
nyaman.

27
DAFTAR PUSTAKA

28

Anda mungkin juga menyukai