Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS

TUBERKULOSIS PARU MDR DI RUANG MAWAR RS. PARU JEMBER

TUGAS APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

oleh

Erwindyah Nur Widiyanti

NIM 162310101163

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
BAB 1
KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 ANATOMI FISIOLOGI PARU

Paru-paru merupakan alat pernafasan utama yang terdiri dari 2 rongga. Terletak di
kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah
besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum .
A. Anatomi bagian paru-paru yaitu:
1. Lobus paru-paru
Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru
kanan mempunyai 3 lobus dan kiri 2 lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula.
Jaringan paru-paru elastis, berpori dan di dalam air, paru-paru mengapung
karena udara di dalamnya.
2. Bronkus pulmonaris
Trakea terbelah menjadi 2 bronkus utama. Bronkus ini bercabang lagi
sebelum masuk ke paru-paru. Dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru
bronkus bronkus pulmonaris bercabang dan beranting lagi.
3. Bronkiolus
Bronkiolus ialah suatu cabang bronkus yang bermuara di suatu alveoli.
Struktur bronkus tidak mempunyai tulang rawan, silia, dan akhirnya terdiri
dari suatu bersilia yang berbentuk kubus jaringan epitel.
4. Alveolus
Alveoli ialah yang mana suatu pertukaran oksigen dan suatu karbon dioksida
difusi. yang Struktur alveolarnya terdiri dari suatu membran tipis dan ada
banyak kapiler darah. Dalam suatu alveolar rilis darah karbon dioksida ke
udara dan mengambil oksigen dari udara.
5. Pleura
Setiap paru paru dilapisi membrane serosa rangkap dua, yaitu pleura. Pleura
viseralis erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam fisura dan memisahkan
lobus 1 dengan yang lainnya. Membran ini kemudian dilipat kembali di
sebelah hilus paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian
dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis dan
bagian yang menutupi diafragma adalah pleura diafragmatika serta pleura
yang terletak di leher adalah pleura servikalis .
(Pearce, 2015)

B. Fisiologi paru
Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernafasan melalui paru-paru oksigen masuk dari hidung atau mulut ke trakea
dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam
kapiler pulmonaris.
Hanya satu lapisan membrane yaitu membrane alveoli kapiler yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membrane ini dan
dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini
dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida salah satu hasil buangan metabolism,
menembus membrane alveolar kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah
melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
(Pearce, 2015)
Proses pertukan O2 dan CO2 di Paru
Pertama oksigen masuk melalui hidung lalu tenggorokan lalu ke laring lalu
faring,trakea dan kemudian masuk di bronkus lalu bronkeolus lalu masuk masuk
ke alveolus, di alveolus terdapat gelembung yang akan diisi oleh udara, setelah
dari alveolus turun ke jantung melalui pembuluh darah vena masuk ke bilik kiri
lalu ke serambi kiri lalu ketika jantung berkontraksi udara akan turun ke bilik
kanan dan ke serambi kanan setelah masuk ke jantung, jantung akan
mengalirkan udara yang masuk tadi ke seluruh tubuh untuk diambil zat yang
berguna bagi tubuh, ketika sudah zat sisa makanan dan CO2 dan uap air akan
naik masuk ke serambi kanan lalu ke bilik kanan lalu ke serambi kiri lalu ke
bilik kiri dan kembali ke alveolus, bronkeolus, bronkus trakea faring, laring dan
ke hidung.

1.2 DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Kuman TB sering menyerang paru ,
penularannya dari pasien TB Paru BTA positif melalui percikan dahak. Semakin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, semakin tinggi daya penularan
pasien tersebut. (Kemenkes RI, 2015)
TB resistan/ kebal obat adalah resistansi kuman TB dimana kuman tidak dapat
lagi dibunuh dengan OAT yang sudah digunakan selama ini. Multi drug resistant
TB (MDR TB) adalah resistensi terhadap dua agen anti TB pertama yang paling
poten yaitu isoniazide (INH) dan rifampisin . MDR TB berkembang selama
pengobatan TB ketika mendapatkan pengobatan yang tidak adekuat.
TB dengan resistensi terjadi dimana basil Mibacterium tuberculosis resisten
terhadap rifampisin dan isoniazid, dengan atau tanpa OAT lainnya (World Health
Organization, 1997). TB resistensi dapat berupa resistensi primer dan resistensi
sekunder. Resistensi primer yaitu resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak
pernah mendapat OAT sebelumnya. Resistensi primer ini dijumpai khususnya
pada pasien-pasien dengan positif HIV. Sedangkan resistensi sekunder yaitu
resistensi yang didapat selama terapi pada orang yang sebelumnya sensitif obat
(Mc Donald, et al. 2003).
Perjalanan sistemik TB Paru
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
o Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
o Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
o Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
o Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Pemeriksaan dahak

a) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS):

• S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung


pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah pot
dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.

• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.

• S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan


dahak pagi.

b) Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb)


dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu, misal:

• Pasien TB ekstra paru.

• Pasien TB anak.

• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif.

Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya.


Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut

1.3 EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan sebanyak 9.6 juta orang di seluruh dunia pada tahun 2014 telah
terinfeksi TB, 5.4 juta laki-laki, 3.2 juta perempuan dan 1 juta anak-anak. Dari 9,6
juta kasus TB baru pada tahun 2014, 58% berada di Asia Tenggara dan daerah
Pasifik Barat. India, Indonesia dan China memiliki jumlah terbesar kasus TB,
yaitu masing-masing 23%, 10% dan 10% dari total global. Indonesia merupakan
negara dengan prevalensi TB yang cukup tinggi. Menurut laporan WHO pada
tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat kedua dunia dengan jumlah penderita
TB sebesar 429 ribu orang (WHO, 2015).
Perkiraan prevalensi TB MDR di Indonesia pada tahun 2004 adalah sebesar
8,900 kasus. Dua persen kasus TB MDR diperkirakan berasal dari kasus TB baru
dan 14.7% dari kasus TB yang mendapat-kan pengobatan ulang. Berdasarkan
Global Report MDR TB tahun 2010, Indonesia adalah Negara dengan beban TB
MDR no. 8 di dunia dengan perkiraan kasus baru TB MDR 8900 orang per tahun.
(Azwar, 2017)

1.4 ETIOLOGI
Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut
sebagai basil tahan asam, intraseluler, dan bersifat aerob. Basil ini berukuran 0,2-
0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat fakultatif. Dinding sel
bakteri mengandung glikolipid rantai panjang bersifat mikolik, kaya akan asam,
dan fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi kuman terhadap serangan
sel liposom tubuh dan juga dapat menahan zat pewarna fuchsin setelah
pembilasan asam (pewarna tahan asam).
Diketahui bahwa manusia adalah sebagai inang (host) terhadap pertumbuhan
dan perkembangbiakan basil tersebut.Transmisi organisme ini secara primer
terjadi melalui droplet di udara yang berasal dari individu yang mengidap TB
aktif, atau dalam stadium infeksius TB. Walaupun pernah pula dilaporkan
penularan melalui transdermal dan gastrointestinal. (WHO)

Etiologi TB MDR
Faktor obat

Ada beberapa hal penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT yaitu (Aditama, et al.
2006):
1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberculosis.
2. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang
kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi terhadap obat
yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah
dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut.
3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga
minggu lalu berhenti, setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah dokter
mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu berhenti lagi,
demikian seterusnya.
4. Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu
paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena
kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan”
(addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat
yang resisten saja.
5. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara
baik sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.
6. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti pengirimannya
sampai berbulan-bulan.

Faktor pasien
Faktor pasien dalam penelitian ini meliputi ada atau tidaknya PMO, dukungan
keluarga, riwayat kontrol teratur, efek samping OAT, riwayat penyakit penyerta
dan kontak serumah dengan pasien TB.

Faktor dokter
Faktor tentang komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh dokter
pada pengobatan TB sebelumnya.

Faktor program dan sistem kesehatan


Ketersediaan OAT di tempat pengobatan TB, persediaan OAT setiap pasien
datang berobat , dan jarak tempat tinggal pasien dengan fasilitas kesehatan. (
Putri, 2014)

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman


berbentuk batang lurus dengan sedikit melengkung dengan ukuran panjang 1-4
μm dan tebal 0,3-0,6 μm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Bakteri
Tb memerlukan oksigen untuk tumbuh dan kelangsungan hidupnya (aerob).
Mycobacterium tuberculosis lebih suka tinggal di daerah apeks paru yang
kandungan oksigennya tinggi, daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif
untuk penyakit tuberkulosis. Bakteri akan mati dengan pemanasan pada suhu
600C selama 15-20 menit. Pada suhu 300C atau 40-380C, bakteri sukar tumbuh
atau bahkan tidak dapat tumbuh. Daya tahan bakteri Tb lebih besar dibandingkan
bakteri yang lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya. Bakteri ini
tahan terhadap asam, alkali, dan zat warna lainnya.bakteri pada sputum kering
yang melekat pada debu dapat bertahan hidup selama 8-10 hari (Muttaqin, 2008).
Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian
dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon
imun.
Sumber penularan adalah pasien Tb BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang
pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman Tb ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
(Depkes, 2011).

1.5 KLASIFIKASI

KLASIFIKASI BERDASARKAN PEMERIKSAAN DAHAK

 TB Paru BTA Positif :

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif . 1 spesimen


dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberculosis, 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif, 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA neg dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon)

 TB Paru BTA Negatif

(Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif) :

Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative, Foto toraks abnormal
menunjukkan gambaran tuberculosis, Tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT (non fluoroquinolon) , Ditentukan (dipertimbangkan) oleh
dokter untuk diberi pengobatan OAT.

KLASIFIKASI BERDASARKAN RIWAYAT PENGOBATAN

 Kasus Baru : Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
 Kasus Kambuh (Relaps) : Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)

KLASIFIKASI BERDASARKAN RIWAYAT PENGOBATAN

 Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) : Pasien TB yang telah berobat


dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
 Kasus Gagal (Failure) : Pasien TB yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan
 Kasus Pindahan (Transfer In) : Pasien TB yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya
 Kasus lain : Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan

KLASIFIKASI BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN UJI KEPEKAAN


Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT
lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
cepat) atau metode fenotip (konvensional). (Mansjoer dkk. 1999)

KLASIFIKASI TB MDR

1. Resistensi Primer
Resistensi yang terjadi pada pasien yang sebelumnya tidak pernah
mendapatkan OAT atau kurang dari 1 bulan
2. Resistensi Inisial
Resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak tahu pasti apakah pasien
sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah
3. Resistensi Sekunder
Resistensi yang terjadi pada pasien yang sudah ada riwayat pengobatan
OAT minimal 1 bulan

1.6 PATOFISIOLOGI
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju
alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari
paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru
(lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya
timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara
Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal
infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut 8 disebut ghon
tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik
yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif

Patofisiologi Multi drug resistant tuberculosis (TB MDR) paling banyak


didahului oleh infeksi tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dan mengalami kekebalan obat akibat dua faktor yaitu:

a. Faktor Mikroorganisme

Virulensi kuman menjadi lebih tinggi dengan daya tahan yang tinggi. Keadaan
yang menimbulkan tingginya faktor virulensi ini adalah sifat kuman yang dapat
menginfeksi tubuh pejamu walaupun dalam jumlah yang kecil dan kemampuan
kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat bermutasi sehingga dapat
menahan diri terhadap reaksi peradangan oleh makrofag pada tubuh pejamu.
Kuman Mycobacterium tuberculosis memiliki protein yang dapat menimbulkan
apoptosis makrofag yang seharusnya memfagosit kuman. Hal ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan yang semakin luas. Kuman ini juga dapat
mensintesis protein dan menimbulkan perubahan struktur kuman sehingga kuman
menjadi lebih resisten terhadap pemberian antibiotik yang sebelumnya sudah
digunakan. (Smith, 2013)

b. Faktor Klinis
Mekanisme terjadinya TB MDR terjadinya akibat faktor penyelenggara
kesehatan, faktor obat dan faktor pasien. Faktor penyelenggara kesehatan antara
lain disebabkan oleh keterlambatan diagnosis, petugas yang kurang terlatih,
pemantauan pengobatan yang tidak sesuai serta adanya fenomena addition
syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan pada satu paduan yang telah gagal,
jika kegagalan ini terjadi akibat kuman yang telah resisten pada paduan yang
pertama maka penambahan obat ini akan meningkatkan resistensi.
Faktor obat antara lain paduan,dosis dan lama pengobatan yang tidak sesuai, serta
toksisitas dan efek samping yang mungkin terjadi. Faktor pasien yang berperan
dalam TB MDR ini adalah ketidaktaatan pasien dalam mengkonsumsi obat,
ketiadaan PMO (Pengawas Minum Obat), kurangnya pengetahuan pasien
terhadap infeksi tuberkulosis dan adanya gangguan penyerapan obat. Pada
beberapa keadaan TB MDR sering terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV-AIDS.
(Soepandi, 2010)

1.7 MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama pasien Tb paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat disertai dengan darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2011)

1. Gejala sistemik atau umum yakni meliputi:


a. Batuk berdahak selama 2-3 minggu dan dapat disertai darah
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah
(hemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk
darah pada Tb terjadi pada dinding bronkus.
b. Demam tidak terlalu tinggi yang brlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam, kadang-kadang serangan demam
seperti inluenza dan bersiat hilang timbul
c. Penurunan nafsu makan (anoreksia) dan berat badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah
e. Sesak napas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru-paru.
f. Pada anak, berat badan jauh di bawah rata-rata anak sebelumnya
2. Gejala Khusus yakni meliputi:
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,
pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. TCM

Pemanfaatan teknologi diagnosis TB dengan metode tes cepat berbasis molekuler


(Tes Cepat Molekuler / TCM TB) merupakan terobosan dalam percepatan
penanggulangan TB di Indonesia. Penggunaan TCM TB tersebut
dapat mempercepat diagnosis terduga TB dan TB resisten obat (TB RO) sehingga
pasien dapat didiagnosis dan diobati sedini mungkin. TCM TB dapat mendeteksi M.
tuberculosis dan resistensi terhadap rifampisin sebagai salah satu Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) yang utama hanya dalam waktu 2 jam. Dengan demikian jauh
lebih cepat bila dibandingkan dengan metode biakan dan uji kepekaan dengan metode
konvensional menggunakan media padat yang memerlukan waktu 3 sampai 4
bulan. Seiring dengan perkembangan kemajuan pelaksanaan Program
Penanggulangan TB dan bertambahnya alat TCM di seluruh Indonesia, maka
Kemenkes RI mengeluarkan buku Petunjuk Teknis Pemeriksaan TB Menggunakan
Tes Cepat Molekuler. Beberapa hal yang dicakup di dalam buku petunjuk teknis
tersebut diantaranya adalah tentang kebijakan Program Nasional Penanggulangan TB
dalam penggunaan TCM, keamanan dan keselamatan kerja (K3), prosedur instalasi,
prosedur pemeriksaan TB menggunakan TCM, pemeliharaan dan penyelesaian
masalah, dan pemantapan mutu. Buku petunjuk teknis tersebut diharapkan menjadi
petunjuk standar untuk pemeriksaan TB dengan alat TCM bagi fasilitas pelayanan
kesehatan, khususnya bagi petugas laboratorium yang melakukan pemeriksaan
dengan alat TCM.

2. Prosedur Tes Mantoux

Test mantoux adalah suatu cara yang digunakan untuk mendiagnosis TBC. Tes
mantoux itu dilakukan dengan menyuntikan suatu protein yang berasal dari kuman
TBC sebanyak 0,1 ml dengan jarum kecil di bawah lapisan atas kulit lengan bawah
kiri.
Dokter akan memberi tanda batas awal di sekeliling benjolan tersebut menggunakan
spidol, agar dapat diketahui apabila nanti terdapat perubahan ukuran benjolan. 48-72
jam setelah tes Mantoux dilakukan, dokter akan memeriksa kembali benjolan yang
terbentuk untuk melihat adanya perubahan.
Jika tidak muncul pembesaran pada benjolan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
tes Mantoux negatif, atau pasien tidak terpapar kuman TB. Sementara, pada hasil tes
yang menunjukkan penambahan ukuran benjolan sebanyak 5-9 mm dan terlihat ada
peradangan, tes Mantoux dikatakan positif, yaitu pasien sedang atau sudah pernah
terpapar kuman TB. Hasil tes ini memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
memastikan adanya infeksi TB.
Untuk memastikan anak terinfeksi kuman TBC atau tidak, akan dilihat indurasinya
setelah 48-72 jam. Indurasi ini ditandai dengan bentuk kemerahan dan benjolan yang
muncul di area sekitar suntikan. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan
negatif. Bila 5-9 mm dinilai meragukan, sedangkan di atas 10 mm dinyatakan positif.
Setelah hasil Mantoux dinyatakan positif, anak sebaiknya diikutkan pada serangkaian
pemeriksaan lainnya. Salah satunya adalah rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC
lebih detail lewat kondisi paru yang tergambar dalam foto rontgen dan dan tes darah.
Tes mantoux dilakukan lebih dulu karena hasil rontgen tidak dapat diandalkan untuk
menentukan adanya infeksi kuman TB. Bercak putih yang mungkin terlihat pada hasil
foto bisa memiliki banyak penyebab. Anak yang sedang menderita batuk pilek pun
kemungkinan memiliki bercak putih di paru. Jadi, tes Mantoux sangat perlu, tak
cukup hanya rontgen paru.

Hasil tes Mantoux dibaca dalam 48-72 jam, lebih diutamakan pada 72 jam.

Reaksi positif yang muncul setelah 96 jam masih dianggap valid. Bila pasien tidak
kontrol dalam 96 jam dan hasilnya negative maka tes Mantoux harus diulang.

Tes Mantoux dinyatakan positif apabila diameter indurasi > 10 mm. Kemungkinan
yang perlu dipikirkan pada anak dengan hasil tersebut:

1. Terinfeksi tuberkulosis secara alamiah


2. Infeksi TB mencakup infeksi TB laten, sakit TB aktif, atau pasca terapi TB.
3. Pernah mendapat imunisasi BCG (pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun)
4. Pada pasien usia kurang dari 5 tahun dengan riwayat vaksinasi BCG kecurigaan ke
arah infeksi alamiah TB bila hasil uji Mantoux > 15 mm.
5. Infeksi mikobakterium atipik

3. Pemeriksaan Radiologi :
Gambaran thorax menunjukkan adanya lesi berupa infiltrat, fibroinfiltrat/ fibrosis,
konsolidasi/ kalsivikasi, tuberkuloma, dan kavitas.
4. Bronchografi :
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena TB.
5. Laboratorium :
· Darah : leukositosis/ leukopenia, LED meningkat
· Sputum : BTA S/P/S, kultur sputum gram sensitivity, sputum media LJ, DST,
Gene- Xpert
· Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)

Saat ini uji kepekaan M.tuberculosis secara tepat ( rapid test ) sudah
direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai penampisan.
Metode yang tersedia adalah:

a. Line probe assey ( LPA )


· Pemeriksaan molekuler yang di dasarkan pada PCA
· Dikenal dengan Hain test/ Genotiype MDRTB plus
· Hasil pemeriksaan dapat di peroleh dalam waktu kurang lebih 24 jam
· Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M.tuberculosiss yang
resisten terhadap rifampisi ( R ) ternyata juga resisten terhadap isoniasis ( H )
sehingga tergolong MDR

b. Gene Xpert
Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 1-2 jam (Alsagaff,
1995)

1.9 PENATALAKSANAAN
A. FARMAKOLOGI

TAHAPAN PENGOBATAN TB:

 Tahapan Awal : Pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada


tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman
yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada pasien baru harus diberikan selama
2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2
minggu
 Tahapan lanjutan : Tahap yang penting untuk membunuh sisa sisa kuman
pasien yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga
pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping
pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis
tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat
dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat
dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Dasar pengobatan terutama untuk keperluan membuat regimen obat-obat anti TB,
WHO guidelines membagi obat MDR-TB menjadi 5 group berdasarkan potensi dan
efikasinya, sebagai berikut (World Health Organization, 2008) :

1. Grup pertama, pirazinamid dan ethambutol, karena paling efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik. Obat lini pertama yang terbukti sebaiknya
digunakan dan digunakan dalam dosis maksimal.
2. Grup kedua, obat injeksi bersifat bakterisidal, kanamisin (amikasin), jika
alergi digunakan kapreomisin, viomisin. Semua pasien diberikan injeksi
sampai jumlah kuman dibuktikan rendah melalui hasil kultur negative .
3. Grup ketiga, fluorokuinolon, obat bekterisidal tinggi, misal levofloksasin.
Semua pasien yang sensitif terhadap grup ini harus mendapat kuinolon
dalam regimennya.
4. Grup empat, obat bakteriostatik lini kedua, PAS (paraaminocallicilic acid),
ethionamid, dan sikloserin. Golongan obat ini mempunyai toleransi tidak
sebaik obat-obat oral lini pertama dan kuinolon.
5. Grup kelima, obat yang belum jelas efikasinya, amoksisilin, asam
klavulanat, dan makrolid baru (klaritromisin). Secara in vitro menunjukkan
efikasinya, akan tetapi data melalui uji klinis pada pasien MDR TB masih
minimal.
Ada tiga cara pendekatan pembuatan regimen didasarkan atas riwayat obat
TB yang pernah dikonsumsi penderita, data drug resistance surveillance (DRS) di
suatu area, dan hasil DST dari penderita itu sendiri.

1. Pengobatan dengan regimen standar : pembuatan regimen didasarkan atas


hasil DRS yang bersifat representative pada populasi dimana regimen tersebut
akan diterapkan. Semua pasien MDR TB akan mendapat regimen sama.
2. Pengobatan dengan regimen standar yang diikuti dengan regimen yang sesuai
dari hasil DST individu penderita. Awalnya semua pasien akan mendapat
regimen yang sama selanjutnya regimen disesuaikan berdasarkan hasil uji
sensitivitas yang telah tersedia dari pasien yang bersangkutan.
3. Pengobatan secara empiric yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil
DST individu pasien. Tiap regimen bersifat individualis, dibuat berdasarkan
riwayat pengobatan TB sebelumnya, selanjutnya disesuaikan setelah hasil uji
sensitivitas obat dari pasien yang bersangkutan tersedia

Menurut WHO guidelines 2008 membuat pentahapan tersebut sebagai brikut


(World Health Organization, 2008):
Tahap 1 : gunakan obat dari lini pertama yang manapun yang masih menunjukkan
efikasi
Tahap 2 : tambahan obat di atas dengan salah satu golongan obat injeksi
berdasarkan hasil uji sensitivitas dan riwayat pengobatan
Tahap 3 : tambahan obat-obat di atas dengan salah satu obat golongan
fluorokuinolon
Tahap 4 : tambahkan obat-obat tersebut di atas dengan satu atau lebih dari obat
golongan 4 sampai sekurang-kurangnya sudah tersedia 4 obat yang mungkin
efektif
Tahap 5 : pertimbangkan menambahkan sekurang-kurangnya 2 obat dari
golongan 5 (melalui proses konsultasi dengan pakar TB MDR) apabila dirasakn
belum ada 4 obat yang efektif dari golongan 1 sampai 4.

c. NON FARMAKOLOGI
Merebaknya strain M. tuberculoisis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis
membuat penanganan TB menjadi semakin sulit dan beban ekonomi yang tinggi.
Kombinasi penyalutan alginat-kitosan merupakan kombinasi yang paling tepat
karena dapat meningkatkan bioavailabilitas dan pelepasan berkelanjutan dari obat
antibakteri. Nanopartikel alginat-kitosan-ekstrak daun kedondong hutan dapat
menghambat sintesis asam mikolat M. tuberculosis, proteasom dan
mengakibatkan lisis dinding sel M. tuberculosis. Ekstrak daun kedondong hutan
mengandung senyawa flavonoid dan triterpenoid yang berfungsi sebagai
antituberkulosis. Flavonoid dapat berikatan dengan situs aktif HadB sehingga
menghambat aktivitas enzim β-hydroxyacyl-ACP dehydratase yang berfungsi
dalam elongasi rantai meromycolic. Selain itu, flavonoid dapat menghambat
proteasom M. tuberculosis yang dalam keadaan dorman. Triterpenoid memiliki
gugus sehingga mampu mengakibatkan lisis dinding sel M. tuberculsosis.
Nanopartikel alginat-kitosan-ekstrak daun kedondong hutan memiliki potensi
sebagai terapi baru untuk TB dan MDR-TB. Belum terdapat penelitian mengenai
kombinasi modalitas ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui potensi pasti nanopartikel alginat-kitosan-ekstrak daun kedondong
hutan. (Gitari, 2017)
1.10 CLINICAL PATHWAY
BAB 2

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
a. Data pasien
Usia : anak (1-4 tahun) sampai dewasa

Jenis kelamin : hampir sama antara laki-laki dan perempuan

Demografi : banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat
kepdatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim.

b. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyababkan klien meminta bantuan kepada tim kesehatan ada
2:
1. Keluhan respiratoris
 Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering dikeluhakan oleh pasien.
Perawat harus menanyakan apakah batuk produktif/nonproduktif atau sputum
bercampur daragh
 Batuk darah
Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang dikeluarkan (bercak
darah atau banyak)
 Sesak nafas
Sesak nafas dapat terjadi apabila terjadi kerusakan parenki paru atau karena efusi
pleura, pneumothoraks dan anemia.
2. Keluhan sistemis
 Demam
Timbul pada sore atau amalm hari dan mirip demam influenza, subfebris, febris
(40-41 ℃) hilang timbul
 Anoreksia, berat badan turun, sakit kepalam nyeri otot, dan keringat malam
Keluhan utama disini dapat kita kaji menggunakan PQRST, seperti :

P : Paliatif, yaitu berdasarkan penyebab yang sering menyebabkan keluhan itu mucul
atau terjadi,

Q : Quality, yaitu seperti apa keluhan tersebut dirasakan oleh pasien. Contoh apabila
nyeri, apakah nyerinya seperti ditusuk-tusuk, berdenyut atau seperti terasa terbakar,

R : Regional, yaitu lokasi keluhan pasien tersebut terjadi, apakah lokasinya menyebar
atau hanya pada satu tempat,

S : Scale, yaitu skala dari keluhan tersebut yang dirasakan oleh pasien. Skala
kegawatan disini dapat kita ukur dengan GCS,

T : Time, yaitu waktu biasanya keluhan tersebut datang atau dirasakan oleh pasien
dan juga berapa lama keluhan tersebut terjadi.

c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Data penyebab daripada TB paru yang dialami pasien itu sangat membantu dalam
perencanaan tindakan selanjutnya. Data tersebut dapat diperoleh dengan
mengetahui kronologi dari keluhan yang dirasakan oleh pasien.
2. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diabetes insipidus, diabetes mellitus, penyakit ginjal kronik, dan
infeksi saluran kemih.
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit tuberculosis dapat muncul karena ada anggota keluarga yang mengalami
tuberkulosis, sehingga anggota keluarga yang lain tertular.
d. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Inspeksi : Rambut hitam, coklat, pirang, berbau.
Palpasi : Mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau secara umum menunjukkan
tingkat hygiene seseorang.
2. Sclera dan Conjungtiva
Icterus tampak lebih jelas di sclera disbanding pada kulit. Teknik memeriksa
sclera dengan palpasi menggunakan kedua jari menarik palpebrae, pasien melihat
kebawah radang pada conjungtiva bulbi maupun conjungtiva palpebrae. Keadaan
anemic bias diperiksa pada warna pucat pada conjungtiva palpebrae inferior.
3. Hidung
Inspeksi : Hidung simetris, pada rongga dikaji apakah ada kotoran hidung, polip
atau pembengkakan, Higiene Rongga Mulut, Gigi-Geligi, Lidah, Tonsil dan
Pharynk, Rongga mulut : diperiksa bau mulut, radang mocosa (stomatitis), dan
adanya aphtae, Gigi-geligi : diperiksa adanya makanan, karang gigi, caries, sisa
akar, gigi yang tanggal, perdarahan, abses, benda asing,(gigi palsu), keadaan
gusi, meradang
4. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada distensi Vena jugularis
5. Lidah : kotor/coated, akan ditemui pada keadaan: hygiene mulut yang kurang,
demam thypoid, tidak suka makan, pasien coma, perhatikan pula tipe lidah yang
hipertemik yang dapat ditemui pada pasien typoid fever
6. Dada/ Punggung
a. Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi,
irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu
pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan. Normal:
simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress
pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak
ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema
b. Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk
mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan
perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien). Normal:
integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan,
ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
c. Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi
dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke
sisi). Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada
bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari
bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi
rensonan----hilang>>redup.
d. Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas
manubrium dan di atas trachea). Normal: bunyi napas vesikuler,
bronchovesikuler, brochial, tracheal.
7. Abdomen
a. Inspeksi : pada inspeksi perlu disimak apakah abdomen
membusung/membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau tidak,
umbilicus menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena, amati
juga apakah didaerah abdomen tampak benjolan-benjolan massa. Laporkan
bentuk dan letakknya
b. Auskultasi : mendengar suara peristaltic usus, normal berkisar 5-35 kali per
menit : bunyi peristaltic yang yang keras dan panjang disebut borborygmi,
ditemui pada gastroenteritis atau obstruksi usu pada tahap awal. Peristaltic
yang berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak
terdengar suara peristaltic sama sekali maka kita katakana peristaltic
negative (pada pasien post operasi)
c. Palpasi : sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada pasien
apakah daerah yang nyeri apabila ada maka harus dipalpasi terakhir,
palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk mengetahui
apakah ada nyeri umum (peritonitis, pancreatitis). Kemudian mencari
dengan perabaan ada atau tidaknya massa/benjolan (tumor). Periksa juga
turgor kullit perut untuk menilai hidrasi pasien. Setelah itu periksalah
dengan tekanan region suprapubika (cystitis), titik MC Burney
(appendicitis), region epigastrica (gastritis), dan region iliaca (adnexitis)
barulah secara khusus kita melakukan palpasi hepar. Palpasi hepar
dilakukan dengan telapak tangan dan jari kanan dimulai dari kuadrant
kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan cembungan
perut. Rasakan apakah ada pembesaran hepar atau tidak. Hepar membesar
pada keadaan : Malnutrisi Gangguan fungsi hati/radang hati (hepatitis,
thyroid fever, malaria, dengue, tumor hepar) Bendungan karena decomp
cordis.
8. Urogenital:
Eliminasi pada TB terganggu karena asupan serat serat yang kurang karena
adanya rasa mual dan efekk pemberian obat OAT.

9. Ekstremitas:
Ekstremitas normal tidak ada kelumpuhan atau kecacatan, namun pada
keadaan pasien tb tampak lemas,

10. Kulit dan kuku:


Pada pasien TB keadaan Turgor kulit jelek, kulit kering, kuku pendek dan CRT > 2
detik
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret.
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya ekspansi paru
3. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membranalveolar dan penumpukan
sekret
4. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Anoreksia
5. Gangguan pola tidur b.d sesak nafas, batuk, dan nyeri dada
2.3 INTERVENSI

Diagnosis/masalah Tujuan dan kriteria hasil Rencana tindakan Paraf


keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Observasi ENW
nafas yang berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam - Observasi status O2, irama,
- Fisiologis : infeksi, bersihan jalan nafas frekuensi dan pola nafas pasien
disfungsi neoromuskular, kembali efektif dengan - Ukur tanda tanda fital secara
jalan nafas alergik, asma riteria hasil: periodik
- Obstruksi jalan nafas, - Mendemostrasikan - Auskultasi suara nafas pasien, catat
spasma jalan nafas, batuk efektif dan suara adanya suara tambahan
sekresi tertahan, nafas yang bersih, - Pertahankan asupan cairan pasien
banyaknya mucus, didak ada sianosis dan peroral yang adekuat untuk
adanya jalan nafas dispnea, mampu mengencerkan secret
buatan, adanya eksudat di mengeluarkan sputum, Health Education
alveolus, adanyanya bernafas dengan - Jelaskan pada pasien dan keluarga
benda asing di jalan mudah, dan tidak ada tentang penggunaan peralatan: O2,
nafas, penyakit paru pursed lips/pernafasan suction, dan inhalasi/nebulizer
obstruktif kronis, cuping hidung. - Anjurkan pasien untuk
hiperplasia dinding - Menunjukan jalan istirahat/bedrest
bronkus nafas yang paten(klien - Ajarkan pasien teknik nafas dalam
- Lingkungan: tidak merasa tercekik, - Ajarkan pasien teknik batuk yang
perokokperokok pasif, irama nafas reguler, efektif
terpajan asap: frekuensi pernafasan Nursing Treatment
Ditandai dengan dalam rentan normal, - Keluarkan secret pasien dengan
DS:- dan tidak ada suara batuk atau suction
DO: nafas abnormal). - Pastikan
- Batuk tidak efektif atau - Mempu ketersediaan/kebutuhanoral/trackhea
tidak ada batuk mengidentifikasikan l suctioning
- Mata terbuka lebar dan mencegah faktor - Posisikan pasien semi fowler untuk
- Penurunan suara nafas penyebab memaksimalkan ventilasi
- Ortopnea ketidakefektifan - Berikan O2.........l/mnt,metode......
- Sianosis kebersihan jalan nafas. - NASAL KANUL
- Penurunan bunyi nafas - Saturasi O2 > 95% - SIMPLE MASK
- Perubahan frekuensi - Tanda tanda fital - NRM
nafas dalam batas normal. Kolaborasi
- Perubahan pola nafas - TD 110-130/70-90 - Kolaborasikan dengan dokter dalam
- Kesulitan berbicara mmHg pemberian bronkodilator
- Adanyasuara nafas - Nadi 60-100 x/menit - Kolaborasikan dengan dokter dalam
tambahan(rales, - Suhu 36,5 – 37,5 C pemberian antibiotik
wheezing) - RR 16-24 x/menit - Kolaborasikan dengan tim rehab
- Produksi sputumdalam medik untuk dilakukan fisioterapi
jumlah yang berlebihan dada jika perlu dan juga pelaksanaan
nebulisasi

Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan Observasi ENW


yang berhubungan dengan keperawatan 1x 24 jm - Auskultasi suara nafas pasien, catat
- Hiperventilasi klien tidan mengalami adanya suara tambahan
- Penurunan gangguan pertukaran gas - Observasi status O2, irama, frekuensi
energi/kelelahan dengan kriteria hasil: dan pola nafas pasien
- Kerusakan/kelemahan - Mendemonstrasikan - Ukur tanda-tanda vital secara periodik
muskuloskeletal proses ventilasi yang - Observasi adanya tanda-tanda vital
- Kelelahan otot adekuat secara vital secara periodik
pernafasan Mampu bernafas - Observasi adanya tanda-tanda
- Hipoventilasi sindrom dengan mudah, dan hipoventilasi
- Nyeri tidak ada pursed lips - Monitor adanya kecemasan pasien
- Obesitas - Menunjukan jalan terhadap oksigenasi
- Kecemasan nafas yang paten (klien Nursing Treatment
- Cedera tulang belakang tidak merasa tercekik, - Posisikan pasien semi fowler untuk
- Disfusi neuromuskuler irama nafas reguler, memaksimalkan ventilasi
- Deformitas dinding dada frekuensi pernafasan - Berikan O2 ....l/mnt, metode...
- Deformitas tulang dalam rentan normal, - NASAL KANUL
Ditandai dengan : dan tidak ada suara - SIMPLE MASK
DS: nafas abnormal). - NRM
DO: - Saturasi O2 > 95% - Pertahankan jalan nafasyang paten
- Pola nafas - Tanda tanda fital Health Education
- abnormal dalam batas normal. - Ajarkan pada pasien dan keluarga
- Ortopnea - TD 110-130/70-90 tentang tehnik relaksasi dan tehnik nafas
- Takipnea mmHg dalam
- Pernafasan bibir - Nadi 60-100 x/menit - Jelaskan pada pasien dan keluarga
- Penggunaan otot bantu - Suhu 36,5 – 37,5 C tentang penggunaan peralatan : O2,
pernafasan - RR 16-24 x/menit suction, dan inhalasi/ nebulizer
- Pernafasan pursed lips/ - Foto thorak dalam Kolaborasi
cuping hidung batas normal (foto - Kolaborasi dengan dokter dalam
- Tahap ekspirasi thorak dalam batas pemberian antibiotik
berlangsung sangat lama normal, semua - Kolaborasi dengan dokter dalam
- Penurunan kapasitas vital kerangka thorak pemberian bronkodilator
- Penurunan tekanan terlihat, diafragma
inspirasi/ ekspirasi berbentuk kubah dan
- Penggunaan posisi tiga sudut costrofenikus
titi lancip, pleura tidak
terlihat, mediastinum
superior tidak melebar,
CTR < 50%, aorta
tidak menebal, hilus
kiri lebih )
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Observasi ENW
berhubungan dengan: keperawatan 1x 24 jm - Auskultasi suara nafas, catat adanya
- Ketidakseimbangan klien tidan mengalami suara tambahan
perfusi ventilasi gangguan pertukaran gas - Monitor respirasi dan status O2
- Pertukaran membran dengan kriteria hasil: - Catat pergerakan dada, amati
alveola-kapiler - mendemonstrasikan kesimetrisan, menggunakan otot
Ditandai dengan: peningkatan ventilasi tambahn, retraksi otot supraclavicula
DS: dan oksigenasi yang dan intercosta
adekuat. - Monitor pola nafas: bradipnea,
DO: - Memelihara kebersihan takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
- Geliah paru-paru dan bebas cheyne stokes, biot
- Kebingungan dari tanda-tanda distres - Auskultasi suara nafas , catat area
- Sianosis pernafasan penurunan atau tidak ada ventilasi dan
- Takikardi - Mendemonstrasikan suara tambahan
- Hiperkapnia batuk efektif dan suara - Monitor BGA
- Keletihan nafas yang bersih, - Ukur tanda-tanda vital secara periodik
- Iritabilitas tidak ada sianosis dan - Observasi sianosis khususnya membran
- Hipoksia dyspneu, mampu mukosa
- Hipoksemia mengeluarkan sputum, Nursing Treatment
- AGD abnormal mampu bernafas - Lakukan menejemen asam basa
- Penurunan CO2 dengan mudah, dan - Posisikan psien semi fowler untuk
- Ph arteri abnormal tidak ada pursed lips memaksimalkan ventilasi
- Nafas cuping hidung - AGD dalam batas - Berikan O2.........l/mnt,metode......
- Pola pernafasan abnormal normal - NASAL KANUL
- Warna kulit abnormal Ph : 7,35 - 7,45 - SIMPLE MASK
(pucat, kehitaman) PaCO2 : 35 – 45 - NRM
- Diaphoresis mmHg - Pasang mayo pada pasien bila perlu
- Somnolen PaO2 : 80 –100 - Keluarkan sekret pasien dengan
mmHg batuk/suction
HCO3 : 22 – 26 - Jelaskan pada pasien dan keluarga
mEq/L tentang pengunaan peralatan: O2,
Base excess : -2 – 2 suction, dan inhalasi/nebulizer
mEq/L Kolaborasi
- Saturasi O2 > 95% - Kolaborasikan dengan dokter dalam
- Satatus neorologi pemberian bronkodilator
dalam batas noemal. - Kolaborasikan dengan tim rehab medik
- Tanda-tanda vital untuk dilakukan fisioterapi dada jika
dalam rentang normal. perlu dan juga pelaksanaan nebulisasi
- TD 110-130/70-90
mmHg
- Nadi 60-100 x/menit
- Suhu 36,5 – 37,5 C
- RR 16-24 x/menit

Defisisit nutrisi yang Kebutuhan nutrisi pasien Observasi ENW


berhubungan dengan: terpenuhi dalam waktu - Observasi pada pasien adanya
- Faktor biologis 3x24 jam dengan kriteria penurunan BB dan penurunan gula
- Faktor ekonomi hasil : darah sewaktu
- Gangguan psikososial - Nilai albumin - Monitor kekeringan, rambut kusam,
- Ketidakmampuan makan serum dalam batas total protein, Hb dan kadar Ht pada
- Ketidakmampuan normal pasien
mencerna makanan - Nilai albumin - Observasi mual dan muntah
- Ketidakmampuan serum dalam - Observasi kepucatan , kemerahan,
mengabsorpsi makanan normal dan kekeringan pada jaringan
- Ketidakmampuan - Nilai hematokrit konjungtiva
mengabsorpsi nutrien dalam batas normal - Monitar intake nutrisi pasien
- Kurang asupan makanan - Nilai hemoglobin - Yakinkan diet yang dimakan
Ditandai dengan dibawah normal mengandung tinggi serat untuk
DS:- - Jumlah limfosit mencegah konstipasi
DO : dalam batas normal - Berikan lingkungan yang nyaman
- Nilai albumin serum - Berat badan ideal pada pasien selama makan
dibawah normal - Membran mukosa Health Education
- Nilai hematokrit dibawah lembab - Ajarkan pada pasien dan keluarga
normal - Tugor kulit makan sedikit tapi sering.
- Nilai hemoglobin kembali dalam - Ajarkan pada pasien dan keluarga
dibawah normal waktu 1 detik pentingnya oral hygiene
- Jumlah limfosit dibawah - Nafsu makan - Anjurkan asupan makanan yang
normal meningkat akan dimakan dalam keadaan masih
- Berat badan tidak ideal - Pasien mampu hangat
- Membran mukosa kering menelan, - Informasikan pada pasien dan
- Turgor kulit kembali mengunyah dan keluarga tentang manfaat nutrisi
dalam waktu >1 detik memakan makanan Kolaborasi
- Nafsu makan menurun habis dalam 1 porsi - Kolaborasikan dengan ahli gizi
- Pasien tidak mampu makan untuk menentukan jumlah kalori dan
menelan, menguyah, dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
memakan makanan habis - Kolaborasikan dengan dokter
dalam 1 porsi. tentang kebutuhan suplemen
makkanan seperti NGT/TPN
sehingga intake cairan yang
adekurat dapat dipertahankan
- Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberan anti ametik
Gangguan pola tidur berhubugan Pola tidur pasien dalam Observasi ENW
dengan : 3x24 jam teratasi dengan - Monitor waktu makan,minum, dengan
Sesak, batuk dan nyeri dada kriteria hasil: waktu tidur
DS:- - Jumlah jam tidur Health Education
DO: dalam batas normal 6-8 - Jelaskan pentingnya tidur yang adekurat
- Sesak jam/hari Nursing Treatment
- Batuk - Pola tidur, kualitas - Berikan aktivitas sebelum
- Nyeri tidur dalam batas tidur(membaca,menulis, dan
- Kebisingan normal menggambar)
- Lingkungan tidak - Perasaan segar sesudah - Ciptakan lingkungan yang nyaman
nyaman tidur atau istirahat Kolaborasi
- Mampu - Kolaborasi dengan dokter pemberian
mengidentifikasi hal- obat tidur
hal yang
meningkankan tidur
2.4 DISCHARGE PLANNING
BAB 3

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sedangkan TB MDR adalah
resistansi kuman TB dimana kuman tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT
yang sudah digunakan selama ini. Multi drug resistant TB (MDR TB) adalah
resistensi terhadap dua agen anti TB pertama yang paling poten yaitu
isoniazide (INH) dan rifampisin . MDR TB dapat terjadi ketika selama
pengobatan TB mendapatkan pengobatan yang tidak adekuat.Biasanya
karena pemberian obat yang tidak teratur. Maka dari itu perlu dilakukan
pemantauan selama pengobatan . MDR dapat di cegah dengan Pengobatan
TB dengan strategi DOTS berkualitas

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pembahasan ini, penulis memberikan saran yaitu:

1. Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan edukasi ke


pasien mengenai efek samping OAT lini kedua.
2. Diharapkan kepada petugas kesehatan yang berada di puskesmas untuk lebih
meningkatkan kepedulian terhadap terjadinya efek samping pada pasien
TBMDR
3. Bagi Masyarakat, hasil pembahasan ini dapat menjadi sumber informasi
mengenai tuberkulosis resisten obat sehingga dapat meningkatkan
pengetahuannya, sehingga dapat meningkatkan angka kesembuhan TB dan
mengurangi terjadinya resistensi OAT.
DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn. 2015. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta

Subuh.H.M, dkk. 2015. Buku Saku Pasien TB MDR. Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta.

Mc Donald RJ, Reichmann LB. Tuberculosis in Baum G.L., et al (eds). 2003 Baum’s
Textbook of Pulmonary Disease, 7th ed. Lippincot William and Wilkins Publisher,
Boston

Azwar.G.A, Noviana. Dewi, Hendriyono. 2017. Karakteristik Penderita


Tuberkulosis Paru dengan Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) di RSUD
Banjarmasin. Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin

Aditama TY, dkk. 2006. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia, PERPARI, Jakarta

Putri. Vivin. Dkk.2014. Profil Pasien Tuberculosis Multidrug Resistance (TB-MDR)


Di Poliklinik TB-MDR RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode April 2013-Juni
2014. JOM GK. Riau

Soepandi, Priyanti Z. "Diagnosis dan Penatalaksanaan Tb - MDR." Cermin Dunia


Kedokteran, 2010: 497-501.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Mansjoer dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. FK UI: Jakarta.

Smith, Issar. 2013. "Mycobacterium tuberculosis Pathogenesis and Molecular Determinants


of Virulence." CLINICAL MICROBIOLOGY REVIEW 463-496.

Alsagaff, Hood dan Mukti, Abdul. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. UNAIR
press:
Surabaya.

Alfin, Said. Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR- TB), Sebuah Tinjauan
Kepustakaan. Fakultas Kedokteran. Universitas Syiah Kuala
WHO. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD). November 2016 [Cited 2017
15 March]; available from: http://www.who.int/respiratory/copd/

Anda mungkin juga menyukai