Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

“PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK”

(VENTRICULAR SEPTAL DEFECT)


Disusun untuk memenuhi tugas profesi keperawatan Departemen Pediatric

RUANG 7B

DISUSUN OLEH

NI WAYAN ASMA NIRA YUSTIKA

NIM. 115070201111011

PSIK REGULER

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015
A. DEFINISI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB) ASIANOTIK
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya
gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan
janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang
masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda
(Roebiono, 2010).
Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat
jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan
penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di
sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari
ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler
paru. Penyakit jantung bawaan non sianotik (asianotik) merupakan bagian terbesar dari
seluruh penyakit jantung bawaan. Pada pasien penyakit jantung asianotik tidak ditemukan
tanda atau gejala sianosis.
Berdasarkan pada ada tidaknya pirau, kelompok ini dapat dibagi menjadi :
1. Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan pirau kiri ke kanan, yaitu defek septum
ventrikel, defek septum atrium, defek septum atrioventrikuler, persisten duktus
arteriosus. Masalah yang ditemukan pada kelompok ini adalah adanya aliran pirau dari
kiri ke kanan melalui defek atau lubang di jantung yang menyebabkan aliran darah ke
paru berlebihan. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang asimptomatik
sampai simptomatik seperti kesulitan mengisap susu, sesak nafas, sering terserang
infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.
2. Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan lesi obstruktif tanpa pirau, yakni
stenosis pulmonal, stenosis aorta, koartasio aorta. Obstruksi di alur keluar ventrikel kiri
dapat terjadi pada tingkat subvalvar, valvar ataupun supravalvar sampai ke arkus
aorta. Akibat kelainan ini ventrikel kiri harus memompa lebih kuat untuk melawan
obstruksi sehingga terjadi beban tekanan pada ventrikel kiri dan hipertrofi otot
miokardium. Selama belum terjadi kegagalan miokardium, biasanya curah jantung
masih dapat dipertahankan, pasien asimptomatik dan ukuran jantung masih normal.
Tergantung beratnya obstruksi presentasi klinis penderita kelompok ini dapat
asimptomatik atau simptomatik. Yang simptomatik umumnya adalah gagal jantung
yang gejalanya sangat bervariasi tergantung dari beratnya lesi dan kemampuan
miokard ventrikel. Gejala yang ditemukan antara lain sesak nafas, sakit dada, pingsan
atau pusing saat melakukan aktivitas fisik dan mungkin kematian mendadak.
Selanjutnya akan dibahas mengenai penyakit jantung bawaan non sianotik (asianotik)
dengan pirau kiri ke kanan yaitu ventricular septal defect (VSD).

Definisi Ventricular Septal Defect (VSD)


Defek Septum Ventrikel (DSV) adalah kelainan jantung berupa lubang pada sekat
antar bilik jantung, menyebabkan kebocoran aliran darah pada bilik kiri dan kanan jantung.
Hal ini mengakibatkan sebagian darah kaya oksigen kembali ke paru-paru, sehingga
menghalangi darah rendah oksigen memasuki paru-paru. DSV merupakan malformasi
jantung yang paling sering, meliputi 25% PJB.23 Gejala utama dari kelainan ini adalah
gangguan pertumbuhan, sulit ketika menyusu, nafas pendek dan mudah lelah. Defek yang
besar dengan pirau kiri ke kanan berlanjut, menyebabkan tekanan yang selalu tinggi pada
sirkulasi paru. Bila tekanan di ventrikel kanan melampaui ventrikel kiri maka akan terjadi
pirau yang terbalik (dari kanan ke kiri), sehingga pasien menjadi sianotik. Keadaan ini
disebut Sindroma Eisenmenger. Pada defek besar proses terjadinya hipertensi pulmonal
dapat terjadi pada anak berumur 1 tahun (Samik, 2009).
DSV adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak terbentuknya septum antara
ventrikel jantung kanan dan kiri sehingga keduanya terdapat lubang yang saling
menghubungkan. Defek ini bisa muncul senagai kelainan tunggal atau muncul bersama
dengan malformasi kongenital lain, misalnya stenosis pulmonal, PDA, koartasio aorta,
tetralogi of Fallot, TGA, atresia pulmonal.

B. KLASIFIKASI
1. Secara anatomis septum ventrikel terdiri atas :
 Septum ventrikel pars membranasea
 Septum jalan masuk
 Septum trabekular
 Septum infundibular
Defek septum ventrikel secara anatomis diklasifikasikan menurut ukuran dan tipe
(lokasi defek) :
No Klasifikasi Penjelasan
1 Perimembranosa : Defek pada region septum pars membranosa
disebut juga defek paramembranosa atau
perimembran karena melibatkan otot pada
perimeternya dengan frekuensi ± 80% dari
kejadian VSD, defek ini juga dikenal sebagai
defek :
a. Infrakristal
b. subaortika
c. conoventrikular
dan berdasar daerah sekitarnya defek ini dibagi
menjadi :
a. jalan masuk
b. trabekular
c. jalan keluar
2 Muskular Defek muscular dengan frekuensi 5-20% dari
kejadian VSD dibagi menjadi defek :
a. jalan masuk
b. trabekular
c. sentral
d. apical
e. maginal/swiss chese/ jalan keluar dengan
berbagai variasi ukuran, bentuk dan jumlah.
3 Double committed arterial Defek septum jalan keluar pada katup aorta dan
(RV outlet/jalan keluar pulmonal yang bersifat fibrosa. Frekuensinya 3-
ganda) 5% dari kejadian VSD; 20-30% terjadi pada
orang jepang. Terbagi menjadi defek :
a. suprakristal
b. subpulmonal
c. jalan keluar
d. infundibular/konoseptal
4 Septum jalan masuk Defek septum pada daerah atrioventricular
atrioventrikular (defek septum atrioventricular/inlet septum).
Frekuensinya 3-5% dari kejadian VSD, defek ini
terbagi atas :
a. septum atrioventricular
b. kanal atrioventricular
c. defek septum inlet
5 Malalignment Malalignment komponen septum. Baik pada
septum jalan masuk (inlet) maupun jalan keluar
(outlet). Bisa berbentuk valvula mitralis atau
trikuspidalis yang overriding dan/atau straddling.
Malalignment bisa terbentuk di sebelah
kiri/kanan septum trabekular. Yang sebelah kiri
septum trabelular merupakan karakteristik
tetralogi of fallot, double-outlet ventricle, truncus
arteriosus, dan transportasi arteri-arteri besar.

2. Menurut ukuran, VSD dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


 VSD kecil ( diameter defek 0-3 mm saat lahir atau defek <1/3 diameter aorta)
 VSD sedang (diameter defek 3-5mm saat lahir atau defek antara 1/3-2/3 diameter
aorta)
 VSD besar ( diameter defek >5mm saat lahir atau defek mendekati ukuran aorta)
3. Dari segi patofisiologi maupun klinis, VSD bisa dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
 VSD kecil dengan tahanan pada arteri pulmonalis yang masih normal
 VSD sedang dengan tahanan pada arteri pulmonalis masih normal
 VSD besar dan sudah disertai hipertensi pulmonal yang dinamis, yaitu hipertensi
pulmonal karena bertambahnya volume darah pada arteri pulmonalis tetapi belum
ada arteriosklerosis arteri pulmonalis
 VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang permanen karena pada kelainan ini
sudah disertai arteriosklerosis arteri pulmonalis.
Defek dapat menutup secara spontan atau mengecil ukurannya karena jaringan
septum tumbuh pada tepi defek sehingga secara perlahan VSD akan berkurang
ukurannya bahkan tertutup (terutama pada defek yang berukuran kecil). Kurang lebih 70%
VSD akan menutup secara spontan dan 54% diantaranya menutup pada 2 tahun pertama.
Sedangkan defek pada ventrikel membrane dan muscular mengalami penutupan spontan.
Penutupan spontan tidak terjadi pada defek bantalan endokardium, subpulmonal atau
pada defek yang malalignment.

C. ETIOLOGI
Defek sekat ventrikel terjadi karena terlambatnya penutupan sekat interventrikuler
pada 7 minggu pertama kehidupan intrauterin yaitu saat terjadi interaksi antara bagian
muskular inerventrikuler, bagian dari endikardium (bantalan endokardium) dan bagian dari
bulbus kordis. Pada saat itu terjadi kegagalan fusi bagian-bagian septum interventrikuler,
membran, jalan masuk, jalan keluar atau kombinasinya yang bisa bersifat tunggal atau
multipel. Teori anomali embrional yang timbul yaitu ;
1. Kurangnya jaringan pembentuk septum interventrikuler. Biasanya kelainan ini adalah
tipe yang berdiri sendiri terutama defek pada pars membranosa
2. Adanya defek tipe malalignment yang biasanya disertai defek intrakardial yang lain.
Malalignment muncul pada pertemuan konus septum dan septum pars muskularis.
Defek malalignment anterior biasanya disertai dengan obstruksi aliran keluar ventrikel
kanan, misalnya tetralogi Fallot. Sebaliknya, defek malalignment posterior biasanya
berhubungan dengan obstruksi aliran keluar ventrikel kiri, misalnya interrupted aortic
arch.
Beberapa teori etiologi antara lain :
1. Kromosomal : adanya beberapa kelainan kromosom sindrom tertentu yang mencakup
VSD yaitu : Sindrom Holt-Oran, Sindrom Down (Trisomi 21), Trisomi 13, Trisomi 18.
2. Familial : 3% anak dari orang tua dengan VSD juga menderita VSD
3. Geografis : populasi di Asia (Jepang dan Cina mempunyai insidensi defek pulmonal
lebih sering
4. Lingkungan.

D. TANDA DAN GEJALA


1. VSD Besar
Walaupun VSD merupakan salah satu kelainan jantung congenital yang sering
menyebabkan gagal jantung kongestif, kelainan biasanya tidak terdeteksi sampai
umur 1 bulan (pada VSD yang besar). Karena kelebihan sirkulasi pulmonal, penderita
akan mengalami sesak napas, sianosis (walaupun VSD bukan PJB yang sianotik
tetapi apabila aliran darah inefektif lebih tinggi ddaripada aliran darah efektif, sianosis
akan muncul), gangguan makan, infeksi dan radang paru yang berulang dan
gangguan pertumbuhan.
Pemeriksaan fisik ditemukan sesak napas, bulging, dan prekordial yang hiperaktif;
bising pansistolik derajat 3-4, nada tinggi, kasar, dengna punktum maksimum di ICS 3-
4 linea parasternalis kiri; bising diastolic pendek pada ICS 4 linea midklavicularis
setelah bunyi jantung ke-2 (hipertensi pulmonal).
2. VSD Sedang
Menunjukkan gejala mirip dengan VSD besar hanya lebih ringan. Penderita mengeluh
mudah lelah, jarang menjadi gagal jantung, kecuali bila terjadi endokarditis inefektif
atau karena anemia. Terdapat bising pasistolik cukup keras (derajat 3) nada tinggi,
kasar, pada ICS 3-4 linea parasternalis kiri.
3. VSD Kecil
Biasanya tidak menunjukkan gejala. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya bising
holosistolik, dengan atau tanpa thrill, tepat sebelum bunyi jantung ke-2.
4. Pemeriksaan klinis:
 Anak dengan defek kecil akan tumbuh normal dan asianosis.
Sebelum usia 2-3 bulan bayi dengan DSV besar dapat mengalami penambahan
berat badan yang buruk dan dapat terjadi gagal jantung kongestif.
Sianosis dan clubbing dapat muncul pada pasien dengan PVOD.
 Inspeksi jantung :
 nampak sistolik thrill pada LPSS bawah
 nampak pembonjolan prekordial dan hiperaktivitas
 Auskultasi jantung :
 Pada pirau kecil P2 normal, dan meningkat pada pirau besar.
 S2 yang keras dan tunggal pada PVOD
 Bising sistolik regurgitasi grade 2-5 / 6 terdengar pada LPS bawah. Bising dapat
holosistolik atau sistolik awal.
 Bising diastolik di apeks pada pirau sedang-besar
 Pada DSV infundibuler, terdengar bising diastolik dini dekresendo grade 1-3 /6 di
atrium kanan. Bising ini terdengar karena adanya herniasi katup aorta.

Tampilan klinis pasien VSD bervariasi, bergantung kepada besarnya defek/pirau dan
aliran dan tekanan arteri pulmonal. Jenis yang paling sering terjadi ialah defek kecil
dengan pirau kiri ke kanan yang ringan dan tekanan arteri pulmonal yang normal. Pasien
dengan defek tersebut umumnya asimtomatis dan lesi kelainan jantung ditemukan pada
pemeriksaan fisik rutin. Dapat ditemukan murmur holosistolik parasternal yang keras,
kasar dan bertiup serta ada thrill. Pada beberapa kasus murmur tersebut berakhir
sebelum bunyi jantung 2, kemungkinan disebabkan oleh penutupan defek pada akhir
sistolik. Pada neonatus murmur mungkin tidak terdengar pada beberapa hari pertama
setelah kelahiran (sebab tekanan ventrikel kanan yang turun perlahan), hal ini berbeda
dengan kelahiran prematur di mana resistensi paru turun lebih cepat sehingga murmur
dapat terdengar lebih awal. Pada pasien dengan VSD kecil, roentgenogram dada
umumnya normal walaupun dapat terlihat sedikit kardiomegali dan peningkatan vaskulatur
pulmonal. EKG umumnya normal walau dapat juga terlihat hipertrofi ventrikel kiri. Adanya
hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan bahwa defek tidak kecil serta ada hipertensi
pulmonal atau stenosis pulmonal.
Defek besar dengan aliran darah pulmonal yang besar dan hipertensi pulmonal
dapat menyebabkan dyspnoe, kesulitan makan, pertumbuhan terhambat, berkeringat,
infeksi paru rekuren atau gagal jantung pada saat bayi. Sianosis biasanya tidak terlihat,
tetapi ruam hitam (duskiness) dapat terlihat jika ada infeksi atau pada saat menangis.
Penonjolan prekordial kiri dan sternum sering terjadi (pada kardiomegali), penonjolan
parasternal yang dapat diraba, thrust apikal atau thrill sistolik. Murmur holosistolik dapat
menyerupai murmur pada VSD kecil namun terdengar lebih halus. Komponen pulmonal
pada suara jantung 2 dapat meningkat, menunjukkan adanya hipertensi pulmonal. Adanya
bunyi middiastolik di apeks disebabkan oleh peningkatan aliran darah melalui katup mitral
dan adanya pirau kiri-ke-kanan dengan rasio 2:1 atau lebih. Pada VSD besar,
roentgenogram dada menunjukkan adanya kardiomegali dengan penonjolan pada kedua
ventrikel, atrium kiri, dan arteri pulmonal. Edema dan efusi pleura dapat timbul. EKG
menunjukkan adanya hipertrofi kedua ventrikel.

E. PATOFISIOLOGI (terlampir)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan rutin pada kasus pediatric kardiologi adalah elektrokardiografi (EKG),
rontgen foto thoraks, ekokardiografi, angiografi, kateterisasi, dan biopsy jaringan paru.
 Pemeriksaan Radiologi
Metode ini untuk mengetahui adanya pembesaran jantung dan pertambahan
vaskularisasi di paru. Bila VSD kecil, rontgen foto thoraks akan normal. Apabila ada
VSD besar dengan shunt dari kiri ke kanan yang besar, gambarannya :
1. Hipertrofi biventricular
2. Hipertrofi atrium kiri
3. Pembesaran batang arteri pulmonalis (tonjolan pulmonal prominen).
4. Corakan pulmonal bertambah (plethora).
Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal, arteri pulmonalis akan membesar, tetapi
corakan pulmonal bagian tepi kurang menonjol.

 Elektrokardiografi (EKG)
EKG digunakan untuk memeriksa gangguan aktivasi listrik dan sistem konduksi
jantung. VSD kecil memiliki gambaran EKG yang normal. EKG berguna untuk
mengevaluasi volume overload ventricular dan hipertrofi pada VSD sedang dan besar.
EKG pada VSD menunjukkan adanya gambaran hipertrofi ventrikel kiri tipe volue,
yaitu R meninggi di V5 dan V6, S memanjang di V1 dan V2, Q yang dalam di V5 atau
V6, dan T yang runcing dan simetris. Hipertrofi ventrikel kiri disertai hipertrofi atrium
kanan, atau hipertrofi biventricular dengan hipertrofi atrium kiri. Pada VSD besar
dengna hieprtensi pulmonal permanen, gambaran EKG menunjukkan hipertrofi
ventrikel kanan murni.

Gambar EKG pada VSD dengan hipertrofi ventrikel kiri tipe volume.
 Ekokardiografi
a) Pemeriksaan echocardiografi pada VSD meliputi M-Mode, dua dimensi doppler.
Pada doppler berwarna dapat ditemukan lokasi,besar dan arah pirau.
b) Pada defek yang kecil, M-Mode dalam batas normal sedangkan pada dua dimensi
defek kecil sulit dideteksi.
c) Pada defek sedang lokasi dan ukuran dapat ditentukan dengan ekokardigrafi dua
dimensi, dengan M-Mode terlihat pelebaran ventrikel kiri atau atrium, kontraktilitas
ventrikel masih baik.
d) Pada defek besar, ekokardiografi dapat menunjukkan adanya pembesaran ke
empat ruang jantung dan pelebaran arteri pulmonalis.
Ekokardiografi baik dua dimensi maupun Doppler, menjadi salah satu pilihan
dalam mendiagnosis VSD. Dengan pemeriksaan ini dapat terdeteksi lokasi defek,
taksiran besar ukuran shunt dengan memperkirakan ukuran relative ruangan-ruangan
dan arahnya. Gelombang kontinu Doppler dapat merefleksikan perbedaan tekanan
ventrikel kiri dan kanan saat systole. VSD dengan defek yang kecil atau shunt minimal
sulit terdeteksi dengan Doppler. Demikian juga dengan defek yang multiple.

 Foto X Ray Thoraks


- Kardiomegali
- Corakan pulmonar-vaskular yang meningkat
- Pada PVOD :
 ukuran jantung normal
 pembesaran arteri pulmonal
 lskemik lapangan paru perifer

 Kateterisasi Jantung
Hemodinamika VSD dapt ditemukan dengan kateterisasi jantung. Prosedur ini
dilakukan dengan menggunakan kateter yang dimasukkan lewat arteri atau vena pada
lengan atau kaki. Kateter itu kemudian bisa dimajukan ke ruangan dalam jantung atau
arteri coronary. Pemeriksaan kateterisasi adalah penting untuk mengetahui besarnya
tekanan di dalam ventrikel – ventrikel dan a.pulmonalis. Dengan demikian arah
kebocoran dapat diketahui. Tidak selalu arah kebocoran ini hanya satu arah, tetapi
dapat berjalan dengan dua arah menurut diastoli dan sistoli (bidirectional shunt)
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI baru-baru ini menjadi penting dalam mendiagnosis penyakit jantung
kongenital. MRI memberikan informasi tambahan yang relevan dan memungkinkan
penggambaran yang tepat dari anatomi jantung, termasuk daerah yang sulit untuk
dinilai melalui prosedur echocardiografi dan kateterisasi jantung.

 Computed Tomography (CT-SCAN)


Selain pemeriksaan radiologi di atas, pemeriksaan CT-Scan juga dapat dilakukan
untuk memantau dimensi atrium dan ventrikel pada VSD

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
 VSD kecil tidak perlu dirawat, pemantauan dilakukan di poliklinik kardiologi anak.
 Berikan antibiotik seawal mungkin
 Vasopresor atau vasodilator adalah obat – obat yang dipakai untuk anak dengan VSD
dan gagal jantung misalnya : Dopamin ( intropin ) memiliki efek inotropik positif pada
miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan sistolik
serta tekanan nadi, sedikit sekali atau tidak ada efeknya pada tekanan diastolik,
digunakan untuk mengobati gangguan hemodinamika yang disebabkan bedah jantung
terbuka. Sedang Isoproterenol ( isuprel ) : memiliki efek inotropik posistif pada miokard
menyebabkan peningkatan curah jantung dan kerja jantung, menurunkan tekanan
diastolik dan tekanan rata-rata sambil meningkatkan tekanan sistolik.
 Bayi dengan gagal jantung kronik mungkin memerlukan pembedahan lengkap atau
paliatif dalam bentuk pengikatan / penyatuan arteri pulmonar. Pembedahan tidak
ditunda sampai melewati usia prasekolah

Perjalanan Alamiah
 Penutupan spontan terjadi pada 30-40% pada 6 bulan pertama kehidupan.
 Defek inlet dan infundibular tidak dapat mengecil atau menutup spontan.
 Gagal jantung kongestif muncul pada bayi dengan DSV besar setelah usia 6-8 minggu.
 PVOD dapat mulai terjadi pada usia 6-12 bulan pada pasien dengan DSV besar, tetapi
pirau dari kanan ke kiri baru timbul pada usia remaja.
 Stenosis infundibular dapat muncul pada bayi dengan DSV besar dan mengakibatkan
penurunan pirau dari kiri ke kanan dan kadang-kadang dapat terjadi pirau dari kanan ke
kiri.
 Endokarditis infektif jarang muncul.

Pengelolaan
Untuk merencanakan pengelolaannya, penting untuk menetahui sejarah natural dari DSV.
 Bila terjadi gagal jantung kongestif :
o diberikan digoxin dan diuretik selama 2-4 bulan untuk melihat apakah
kegagalan pertumbuhan dapat diatasi.
o diet tinggi kalori dalam frekuensi yang sering, baik dengan NGT maupun oral
mungkin dapat membantu.
o anemia dikelola dengan pemberian terapi besi peroral
 Bila tidak terjadi hipertensi pulmonal tidak diperlukan pembatasan aktivitas.
 Menjaga kesehatan gigi dan pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah
endokarditis sangat penting.

Pembedahan
Indikasi dan waktu
 Pada bayi-bayi dengan gagal jantung kongestif dan gagal tumbuh yang tidak berespon
dengan obat. Operasi dalam usia 6 bulan pertama kehidupan.
 Pirau kiri ke kanan dengan Qp/Qs setidaknya 2:1. Dikoreksi pada usia 1 tahun.
 Bayi-bayi dengan hipertensi pulmonal tetapi tidak disertai gagal jantung dan gagal
tumbuh harus segera dilakukan kateterisasi jantung pada usia 6-12 bulan, dan
sesudahnya harus segera dilakukan operasi.
 Bayi yang lebih tua dengan DSV yang besar dan peningkatan resistensi pulmonal harus
secepatnya dilakukan operasi.
 Bayi dengan DSV kecil tanpa gagal jantung kongestif dan hipertensi pulmonal, biasanya
tidak perlu operasi.
 DSV kecil dengan Qp/Qs < 1,5:1 bukan indikasi operasi
Kontra indikasi
 PVR/SVR  0,5
 PVOD dengan pirau dari kanan ke kiri yang menonjol

H. KOMPLIKASI
 Gagal jantung kronik
 Endokarditis infektif
 Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonary
 Penyakit vaskular paru progresif
 kerusakan sistem konduksi ventrikel

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
2. Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktifitas terbatas)
3. Kaji adanya komplikasi
4. Riwayat kehamilan
5. Riwayat perkawinan
6. Pemeriksaan umum : keadaan umum, berat badan, tanda – tanda vital, jantung dan
paru
7. Kaji aktivitas anak
8. Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung : nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi
jantung tambahan (mur-mur), edema tungkai, hepatomegali.
9. Kaji adanya tanda hypoxia kronis : clubbing finger
10. Kaji pola makan, pertambahan berat badan.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada
saat makan dan meningkatnya kebutuhan anak.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.

K. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Penurunan curah Setelah diberikan asuhan 1. Observasi kualitas dan
jantung yang keperawatan diharapkan kekuatan denyut jantung ,
berhubungan dengan penurunan curah jantung tidak nadi perifer, warna dan
malformasi jantung terjadi dengan kriteria hasil : kehangatan kulit
- Tidak ada sianosis 3. Tegakkan derajat cyanosis
- Sirkulasi perifer baik (misal : warna membran
- Kualitas denyut jantung baik mukosa derajat finger)
4. Berikan obat – obat digitalis
sesuai order
5. Berikan obat – obat diuretik
sesuai order

2 Perubahan nutrisi Setelah diberikan asuhan 1. Hindarkan kegiatan


kurang dari kebutuhan keperawatan diharapkan perawatan yang tidak perlu
tubuh berhubungan kebutuhan nutrisi terpenuhi pada klien
dengan kelelahan pada dengan kriteria hasil : 2. Libatkan keluarga dalam
saat makan dan - Makanan habis 1 porsi. pelaksanaan aktifitas klien
meningkatnya - Mencapai BB normal 3. Hindarkan kelelahan yang
kebutuhan kalori. - Nafsu makan meningkat. sangat saat makan dengan
porsi kecil tapi sering
4. Pertahankan nutrisi dengan
mencegah kekurangan
kalium dan natrium,
memberikan zat besi.
5. Sediakan diet yang
seimbang, tinggi zat nutrisi
untuk mencapai
pertumbuhan yang adekuat.
6. Jangan batasi minum bila
anak sering minta minum
karena kehausan
3 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan 1. Anjurkan klien untuk
berhubungan dengan keperawatan diharapkan pasien melakukan permainan dan
ketidak seimbangan dapat melakukan aktivitas aktivitas yang ringan.
antara pemakaian secara mandiri dengan kriteria 2. Bantu klien untuk memilih
oksigen oleh tubuh dan hasil : aktifitas sesuai usia, kondisi
suplai oksigen ke sel. - pasien mampu melakukan dan kemampuan.
aktivitas mandiri.
3. Berikan periode istirahat
setelah melakukan aktifitas
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia.2006.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:FKUI


2. Cecily L. Bets, Linda A. Sowden, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3, Jakarta :
EGC, 2002.
3. Patel Pradip. Lecture Note Radiologi. Erlangga. Jakarta. 2007
4. http: medicastore.com/penyakit/17/VSD. Di unggah tanggal 3 Juli 2011
PATOFISIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai