Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ABSES

BHATROLINI Ny. T DI RUANG MERPTI RSPAU dr. S. HARDJOLUKITO


YOGYAKARTA

Disususn Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Maternitas

Preceptor : Ati Sakhinati, S. Tr. Keb

Disusun Oleh

Kelompok I B :

Rasman Saleh Pitun : 24201424


Sriwati : 24201425
Dara Malida : 24201426
Nida Rahmawati : 24201427
Danti Asa Solikhatin : 24201428

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2021
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA PROGRAM STUDI PROFESI NERS
ANGKATAN XXVI

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


DENGAN ABSES BHATROLINI PADA Ny. T DI RUANG MERPTI RSPAU dr. S.
HARDJOLUKITO YOGYAKARTA”

Keperawatan Maternitas Stikes Surya Global Yogyakarta 2021.

Yogyakarta, Juni 2021

Diajukan Oleh :

Rasman Saleh Pitun : 24201424


Sriwati : 24201425
Dara Malida : 24201426
Nida Rahmawati : 24201427
Danti Asa Solikhatin : 24201428

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( RR Viantika Kusumasari,S.Kep., Ns., M.Kep) (Ati Sakhinati, S. Tr. Keb)


LAPORAN
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Kista Bartholin adalah penyumbatan duktus kelenjar bagian distal berupa
pembesaran berisi cairan dan mempunyai struktur seperti kantong bengkak (swollen
sac-like structure) (Vaniary, 2018).
Kista dan abses Bartholin merupakan penyakit terkait kelenjar Bartholin yang
paling sering terjadi. Penyakit terjadi pada 2-3% wanita. Abses hampir tiga kali lebih
umum daripada kista. Kista Bartholin ratarata memiliki ukuran kecil yaitu 1-3 cm,
biasanya unilateral dan asimtomatik. Kista yang lebih besar dapat menimbulkan
ketidaknyamanan terutama saat berhubungan seksual, duduk, atau jalan. Pasien
dengan abses Bartholin biasanya mengeluhkan nyeri vulva yang akut, berkembang
secara cepat, dan progresif. Diagnosis kista dan abses Bartholin ditegakkan
berdasarkan temuan klinis serta pemeriksaan fisik (Chen, 2015).
B. ETIOLOGI
Etiologi kista dan abses Bartholin adalah infeksi yang menyebabkan sumbatan
saluran keluar kelenjar Bartholin sehingga terjadi pembengkakan akibat akumulasi cairan,
bahkan bernanah, pada kelenjar Bartholin. Infeksi kelenjar Bartholin paling umum
disebabkan oleh bakteri anaerob Bacteroides dan Peptostreptococcus spp, juga bakteri
aerobik seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Enterococcus faecalis. Bakteri
penyebab penyakit menular seksual seperti Chlamydia trachomatis dan Neisseria
gonorrhoeae juga merupakan bakteri yang sering ditemukan. Umumnya abses Bartholin
melibatkan lebih dari satu jenis organisme, atau disebut abses polimikrobial (Heller, 2018).
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat
reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat
reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum (Bobak, Jansen, dan Zalar,
2010)
1. Alat genitalia wanita bagian luar
a. Mons veneris / Mons pubis Disebut juga gunung venus merupakan bagian
yang menonjol di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit
jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga.
Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) berfungsi sebagai
bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
b. Bibir besar (Labia mayora) Merupakan kelanjutan dari mons veneris
berbentuk lonjong, panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak
meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu
membentuk perineum, permukaan terdiri dari:
1) Bagian luar Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut
pada mons veneris.
2) Bagian dalam Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung
kelenjar sebasea (lemak).
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam bibir
besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah klitoris
dan menyatu dengan fourchette, semantara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan
mukosa vagina yaitu merah muda dan basah.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, dan
letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh
darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis
laki-laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan
ketegangan seksual.
e. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum
terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina.
Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh
bahan kimia, panas, dan friksi.
f. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan
anus. Perinium membentuk dasar badan perinium.
g. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan mudah
robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
h. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan mudah
robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang di
keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.
i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah berada
di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak
di antara fourchette dan himen.
2. Alat genitalia wanita bagian dalam
a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang
dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding
posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang kandung
kemih. Vagina merupakan saluran muskulomembraneus yang
menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan
kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena itu
dapat dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang
disebut rugae dan terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina
menonjol serviks pada bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam
vagina di sebut portio. Portio uteri membagi puncak vagina menjadi empat
yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik dekstra, fornik sinistra. Sel
dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu
dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus
dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu
persalinan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung
dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di pelvis
minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk
simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga
bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua
pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi
kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder.
Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum
sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Untuk
mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan
ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada anak-
anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan
otot, dan endometrium.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai
rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral
mulai dari osteum tubae internum pada dinding rahim.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum, Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum
infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum melalui
mesovarium.ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid.
e. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar
ligamentum latum.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Benjolan lunak dan menyakitkan di dekat lubang vagina.
2. Ketidaknyamanan saat berjalan dan duduk
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Demam.
5. Kista atau abses bartholin biasanya terjadi hanya pada satu sisi pembuka vagina.
(https://www.perawatkitasatu.com/2018/10/asuhan-keperawatan-pasien-kista-
bartholini.html)

\
E. PATHWAY

(https://www.perawatkitasatu.com/2018/10/asuhan-keperawatan-pasien-kista-
bartholini.html)

F. PATOFISIOLOGIS
Patofisiologi kista Bartholin adalah akibat saluran keluar dari kelenjar Bartholin
tersumbat. Sumbatan ini diawali karena proses infeksi pada kelenjar Bartholin yang
mengakibatkan peradangan saluran kelenjar Bartholin, bahkan bisa terjadi perlengketan
(Saeed, 2019).

Sedangkan patofisiologi abses kelenjar Bartholin apabila infeksi yang berkepanjangan


membuat terjadinya pembusukan, sehingga cairan dalam kista menjadi nanah dan
menimbulkan rasa sakit. Karena letaknya di vagina bagian luar, kista akan terjepit terutama
saat duduk dan berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam
(Radhakrishna, 2017).
Kelenjar Bartholin berfungsi dalam sekresi cairan / lendir untuk lubrikasi vagina.
Cairan sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif
menjadi lebih nyaman bagi wanita. Mukosa kelenjar Bartholin dilapisi oleh sel epitel kubus.
Cairan ini mengalir ke dalam duktus yang dilapisi oleh sel epitel transisional. Duktus ini
bermuara di antara labia  minora dan hymen, bagian ini terdiri atas sel epitel skuamosa.
Kelenjar Bartholin dapat berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa atau adenokarsinoma
(Radhakrishna, 2017).
G. PEMERIKSAAN PENUJANG
JIka pasien dalam kondisi sehat, dan tidak demam, tes laboratorium darah
tidak diperlukan untuk menge$aluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri
dapat dilakukan untuk menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses
Bartholin tersebut
Untuk mendiagnosis kista Bartholin, tim medis ataupun perawat mungkin:

1. Lakukan pemeriksaan panggul


2. Ambil sampel sekresi dari vagina atau leher rahim untuk menguji infeksi menular
seksual
3. Sarankan tes massa (biopsi) untuk memeriksa sel kanker jika Anda
pascamenopause atau lebih dari 40
     Jika kanker menjadi perhatian, dokter Anda mungkin merujuk Anda ke dokter
kandungan yang berspesialisasi dalam kanker sistem reproduksi wanita (Min Y Lee,
et al. 2015)
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Vaniary dan Martodihardjo (2017) penatalaksanaan kista bartholini sebagai
berikut :
1. Apabila kista tanpa gejala (asimptomatik) tidak memerlukan tatalaksana
(pengobatan).
2. Kecuali terjadi pecah spontan, abses jarang sembuh dengan sendirinya. Pada abses
dan kista yang simptomatik, membutuhkan tatalaksana (pengobatan) berupa :
a. Insisi drainase + kultur
b. Kateter “word”
c. Marsupialisasi
d. Eksisi gld. Bartholini → pada kasus rekurensi tinggi
3. Inisisi drainase adalah prosedur yang cepat dan mudah, yang akan meredakan
gejala dengan cepat. Namun tingkat kekambuhanya tinggi.
4. Pemasangan word catheter adalah penanganan yang umum untuk drainase pada
kista dan abses bartholini. Word catheter adalah sebuah kateter berukuran panjang
1 inch dan diameter sebesar kateter foley nomor 10. Setelah insisi dilakukan pada
kista / abses, word catheter dimasukan dan balon yang ada di ujung kateter
digembungkan dengan 2-3 ml cairan saline untuk fiksasi. Kateter dibiarkan 4-6
minggu untuk proses epitelialisasi.
5. Marsupialisasi adalah insisi yang dilakukan pada kista sepanjang 1.5-3 cm
tergantung ukuran kista. Dilakukan insisi vertikal pada bagian tengah kista,
dinding kista dieversikan dan diarahkan ke ujung dari mukosa vestibular, jahit
dengan interrupted suturing. Komplikasi yang berhubungan dengan prosedur ini
adalah dyspareunia, hematoma dan infeksi.
6. Pada kasus kekambuhan (rekurensi) tinggi atau pada pasien yang tidak respon
dengan pembuatan jalur drainase dapat dilakukan eksisi.
7. Beberapa ahli merekomendasikan eksisi dari glandula bartholini dilakukan untuk
mengeksklusi adenocarcinoma pada pasien yang mengalami kista atau abses
bartholini pada usia diatas 40 tahun.
8. Walaupun adenocarcinoma jarang, pada pasien di atas 40 tahun disarankan
dirujuk ke spesialis obstetric gynecology.
9. Karena infeksi bersifat polimikrobial, maka pemberian antibiotik spektrum luas
direkomendasikan.
Termasuk Ceftriaxone, Ciprofloxacin, Doxycyline dan Azithromycin. Namun
pemberian antibiotik ini harus diwaspadai pada pasien berisiko seperti hamil dan
immunosupresi.
10. Obat pereda nyeri Paracetamol, Asam Mefenamat dan Ibuprofen dapat
dikonsumsi sebagai pereda rasa sakit. Selalu perhatikan keterangan serta dosis
penggunaan saat mengonsumsi obat-obatan bebas. Kunjungi fasilitas kesehatan
terdekat jika benjolan bertambah besar dan sakit.
I. ASKEP TEORI
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas klien: Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien kista bhatrolini,
misalnya timbul benjolan diarea vagina
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita abses bhatrolini saat
dilakukan pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan,
manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang
yang perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri,
waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh, tanyakan penggunaan obat-obatan,
tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan dan riwayat
persalinan dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi
sebelumnya.
4) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit
kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit
mental.
5) Riwayat obstetric
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien yang perlu diketahui
adalah:
a) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma
uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami
atrofi pada masa menopause.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan
hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang
besar.
c. Faktor psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor- faktor
budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien
mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang
pernah dilakukan oleh pasien.
2) Tanyakan tentang konsep diri:
Body image, ideal diri, harga diri, peran diri, personal identity, keadaan
emosi, perhatian dan hubungan terhadap orang lain atau tetangga,
kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai pasien, mekanisme
pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan orang
lain.
d. Kebiasaan sehari- hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus dikaji
adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang terjadi.
e. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau.
f. Pola aktivitas, latihan dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi
g. Pola istirahat dan tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan malam
hari, masalah yang ada waktu tidur.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda- tanda vital: Tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan
3) Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala dan rambut: lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
b) Mata: lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c) Hidung: lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/ tidak.
d) Telinga: lihat kebersihan telinga.
e) Mulut: lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan: raba leher dan rasakan adanya pembengkakan
kelenjar getah bening/tidak.
g) Dada atau thorax: paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan
sirkulasi, ketiak dan abdomen.
h) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol, Palpasi:
terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
i) Ekstermitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas
atas dan bawah pasien mioma uteri
j) Genetalia dananus perhatikan kebersihan, adanya lesi, perdarahan
diluar siklus menstruasi.
2. Diagnose Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman: Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
pada saluran lubrikasi dan peningkatan tekanan pada pembuluh darah
genitalia
b. Gangguan termoregulasi: Hipertermi berhubungan dengan adanya proses
inflamasi
c. Disfungsi seksual berhubungan dengan proses penyakit
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder
terhadap penyakit kronis ditandai dengan pembesaran kalenjar bartholin, 
nyeri dan lebih panas didaerah sekitarnya / perineum, ada nanah.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bahan iritan dari lingkungan
sekunder terhadap kelembaban ditandai dengan merah, iritasi vulva, nanah.
f. Kecemasan berhubungan dengan adanya benjolan pada labia mayora posterior
dan prosedur pembedahan yang akan dijalani
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit
h. Rencana Keperawatan
No Intervensi
Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
Tujuan :  Kaji keluhan nyeri dengan
Gangguan rasa nyaman: Nyeri menggunakan skala nyeri, serta
akut berhubungan dengan proses  Setelah diberikan asuhan keperawatan perhatikan lokasi, karakteristik dan
inflamasi pada saluran lubrikasi selama ... X 24 jam diharapkan klien intensitas serta observasi vital sign.
dan peningkatan tekanan pada memperlihatkan rasa nyaman/ nyeri  Jelaskan pada klien dan orang tua
pembuluh darah genitalia berkurang/ nyeri hilang mengenai penyebab nyeri yang
dirasakan klien saat ini
Kriteria Hasil :  Observasi ketidaknyamanan  non verbal
dan ungkapan verbal
 Menunjukkan kemampuan penggunaan  Bantu klien menemukan posisi nyaman/
ketrampilan relaksasi, mobilisasi.
 Ungkapan verbal klien bahwa nyeri  Anjurkan klien untuk latihan napas
berkurang,  dalam dan imajinasi visual atau teknik
 ekspresi wajah tampak rileks, skala nyeri 1 relaksasi.
– 2 (0-5).  Kolaborasi
Berikan obat analgesic sesuai program
Gangguan termoregulasi: Tujuan :  Ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam.
Hipertermi berhubungan dengan  Kaji pengetahuan klien mengenai
adanya proses inflamasi  Setelah dilakukan tindakan keperawatan penyebab demam dan penangan demam
selama ...x24 jam diharapkan temperatur di rumah.
tubuh dalam batas normal (36,50C –  Anjurkan klien/ keluarga untuk
37,50C) meningkatkan intake cairan.
 Anjurkan klien/ keluarga untuk
Kriteria Hasil : meningkatkan intake cairan.
 Kolaborasi
 Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C Pemberian terapi antipiretik
– 37,50C), 
 tidak terjadi peningkatan suhu,
 klien tampak tenang.

 Disfungsi seksual berhubungan Tujuan :  Membangun hubungan terapeutik.


dengan proses penyakit  Memberikan informasi tentang fungsi
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan seksual sesuai.
selama ...x24 jam diharapkan pasien  Diskusikan efek dari situasi penyakit
mengerti tentang fungsi seksual dan efek pada perubahan seksualitas
(peningkatan pengetahuan)  yang terjadi pada klien.
 Sertakan pasangan/pasangan seksual
Kriteria Hasil : dalam konseling sebanyak mungkin.
 Merujuk pasien ke seorang terapis seks
 Peningkatan pengetahuan tentang
perubahan fungsi seksual
 Menunjukkan dapat beradaptasi dengan
ketidakmampuan fisikmengetahuai masalah
reproduksi
 Kontrol resiko penyakit menular seksual
(PMS)

 Gangguan citra tubuh Tujuan :  Pastikan apakah konseling dilakukan


berhubungan dengan perubahan bila mungkin.
penampilan sekunder terhadap  Dorong pasien atau orang terdekat
penyakit kronis ditandai dengan  Setelah dilakukan tindakan keperawatan untuk menyatakan perasaannya.
pembesaran kalenjar bartholin,  selama ...x24 jam diharapkan pasien dapat  Catat perilaku menarik diri.
nyeri dan lebih panas didaerah beradaptasi terhadap penyakitnya dan Peningkatan ketergantungan,
sekitarnya / perineum, ada nanah memiliki nilai positif untuk kedepannya manipulasi atau tidak terlibat pada
perawatan.
Kriteria Hasil :  Pertahankan pendekatan positif selama
aktivitas perawatan.
 Menerima perubahan ke dalam konsep diri 
tanpa harga diri yang negative
 Menunjukan penerimaan dengan melihat
dan berpartisipasi dalam perawatan diri
 Mulai menerima situasi secara konstruktif

Kerusakan integritas kulit Tujuan :  Indentifikasi faktor penyebab.


berhubungan dengan bahan iritan  Kaji integritas kulit (gangguan warna,
dari lingkungan sekunder terhadap  Setelah dilakukan tindakan keperawatan hangat lokal, eritema).
kelembaban ditandai dengan selama ...x24 jam diharapkan kerusakan  Pertahankan linen kering, bebas keriput.
merah, iritasi vulva, nanah. kulit teratasi dan membaik  Gunanya krim kulit / zalf sesuai
indikasi
Kriteria Hasil :

 Kulit dalam keadaan normal


 Kulit tidak gatal

Kecemasan berhubungan dengan Tujuan :  Bina hubungan saling percaya


adanya benjolan pada labia
mayora posterior dan prosedur  Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
pembedahan yang akan dijalani selama ...x24 jam diharapkan klien masalah yang dihadapi.
memperlihatkan rasa cemas berkurang atau  Berikan kesempatan pada klien dan
hilang keluarga untuk memberikan pertanyaan
terkait masalah klien.
Kriteria Hasil :  Berikan informasi yang akurat tentang
kondisi kesehatan klien dan
 tidak terjadi peningkatan suhu, penyembuhannya.
 klien tampak tenang.  Libatkan keluarga untuk menenangkan
 ekspresi wajah tampak rileks, dan memotivasi klien.

 ungkapan verbal klien bahwa dirinya tidak
lagi merasa cemas, klien

Defisit pengetahuan berhubungan Tujuan :  Berikan penilaian tentang tingkat


dengan kurangnya informasi pengetahuan klien tentang proses
tentang penyakit  Setelah dilakukan tindakan keperawatan penyakitnya.
selama ...x60 menit klien mengerti proses  Jelaskan proses terjadinya penyakit
penyakit dan terdapat peningkatan perilaku secara tepat.
hidup bersih dan sehat  Gambarkan tanda dan gejala yang
muncul dengan tepat.
Kriteria Hasil :
 Sediakan informasi pada klien tentang
kondisi secara tepat.
 Klien menyatakan pemahaman tentang
penyakit, prognosis, dan program  Diskusikan pilihan terapi atau
pengobatan penanganan.
 Klien mampu melaksanakan prosedur yng  Dukung klien untuk mendapatkan opini
dijelaskan secara benar kedua dengan cara yang tepat.
 Klien mampu menjelaskan kembali apa
yang dijelaska oleh perawat
i. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan implementasi
adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan validasi,
penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal, intervensi
harus dilakukan dengan cermat dan efesien dan situasi yang tepat, keamanan
fisik dan psikologi dilindungi dan didokumentasi keperawatan berupa
pencatatan dan pelaporan (Hidayat dan Uliyah, 2014).

j. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi terhadap masalah kebutuhan nutrisi secara umum dapat dinilai


dari adanya kemampuan dalam (Hidayat dan Uliyah, 2014) :

a. Meningkatkan nafsu makan ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam


makan serta adanya perubahan nafsu makan apabila kurang dari kebutuhan
b. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi ditentukan dengan tidak adanya tanda
kekurangan atau berlebihan berat badan
c. Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral ditunjukan dengan
adanya proses pencernaan makan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek,dkk. 2016. Nursing Intervention classification (NIC) Edisi keenam. Singapore:


Elsevier Icn.
Bobak, Irene. M., Lowdermilk., and Jensen. 2011. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi
4. Jakarta : EGC.

Chen KT. Bartholin gland cyst and abscess: Word catheter placement. 2015: 1-10.Available
from: www.uptodate.com.

Folashade Omole, Barbara Simmons, Yolanda Hacker. 2013. Management of Bartholin’s


Duct Cyst and Gland Abscess. American Family Physician.
Heller DS, Bean S. Lesions of the Bartholin Gland: A Review. J Low Genit Tract Dis. 2018
Oct;18(4):351–7.

Min Y Lee, et al. 2015. Clinical Pathology of Bartholin’s Glands : A Review of


Literature. Current Urology.
Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
Kesehatan Edisi kelima. Singapore: Elsevier Icn.
https://www.perawatkitasatu.com/2018/10/asuhan-keperawatan-pasien-kista-bartholini.html
Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and
classification 2018-2020. Jakarta: EGC.
Saeed N, Al-Jufairi Z. Bartholin′s gland abscesses caused by Streptococcus pneumoniae in a
primigravida. J Lab Physicians. 2013;5(2):130

Radhakrishna V, Goel R, Parashar G, Santhanakrishnan R. Bartholin’s gland abscess in a prepubertal


female: A case report. Ann Med Surg. 2017 Dec;24:1–2.

 Tjokorde Istri Nindya Vaniary & Sunarko Martodihardjo. 2017. Studi Retrospektif Kista dan
Abses Bartholini.  Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Vaniary, T. I N. 2018. Studi Retrospektif: Kista dan Abses Bartholin. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology.

Anda mungkin juga menyukai