Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Di Indonesia ada sikap seakan - akan pasrah dalam menghadapi masalah korban gawat
darurat. Kalau ada orang meninggal / cacat kita cenderung menganggapnya sebagai nasib
atau sudah merupakan kehendak Tuhan. Sebenarnya angka kejadian,kematian dan kecacatan
dapat di cegah dan di turunkan bila kita memahami cara- cara penanggulangan kegawat
daruratan. Penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera dan
bila tidak mendapat pertolongan segera dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan cacat
permanent. Penanggulangan penderita gawat darurat ( PPGD ) upaya untuk mengatasi
keadaan gawat darurat agar pasien tidak meninggal, memburuk keadaannya atau mencegah
/mengurangi kecacatan.

Gawat darurat dalam system perkemihan yang terjadi adalah suatu kondisi dimana
mengancam nyawa mengandung resiko cacat dengan aspek waktu yang mendesak yang
terjadi pada system perkemihan. Ketika mendapatkan riwayat kesehatan, kita harus
menggunakan bahasa serta istilah yang dapat dipahami pasien dan menyadari perasaan
sungkan atau tidak nyaman yang dirasakan pasien dalam memebicarakan fungsi serta gejala
ureginetal. Pasien mungkin lupa atau menyangkal gejala tersebut karena rasa cemas atau
sungkan. Penyakit renal harus dibedakan dengan penyakit urinarius. Penyakit renal terjadi
ketika ginjal terkena. Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang kompleks
dan tampak di seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup informasi berikut yang
berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.

1
II.1. Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah selain untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik senior stase ilmu penyakit dalam di RS Djoelham Binjai, juga untuk
memberikan pengetahuan kepada para pembaca untuk:

1. Mengetahui apa itu kolik renal


2. Mengetahui gejala klinis dari kolik renal
3. Mengetahui penatalaksaan dari kolik renal

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Kolik renal dikarakterisasikan sebagai nyeri hebat yang intermiten (hilang-timbul)


biasanya di daerah antara iga dan panggul, yang menjalar sepanjang abdomen dan dapat
berakhir pada area genital dan paha bagian dalam. Kolik renal biasanya berawal di punggung
bagian mid-lateral atas dan menjalar anteroinferior menuju daerah lipatan paha dan kelamin.
Nyeri yang timbul akibat kolik renal terutama disebabkan oleh dilatasi, peregangan, dan
spasme traktus urinarius yang disebabkan oleh obstruksi ureter akut. Ketika ada obstruksi
yang kronik, seperti kanker, biasanya tidak dirasakan nyeri.

Pola nyeri bergantung pada ambang rangsang nyeri seseorang, persepsi, serta kecepatan
maupun derajat perubahan tekanan hidrostatik di dalam ureter dan pelvis renal proksimal.
Peristaltik ureter dan perpindahan batu ginjal dapat memicu eksaserbasi akut rasa nyeri.
Pasien seringkali dapat menunjuk pada lokasi nyeri, yang kemungkinan besar adalah situs
obstruksi ureteral. Kolik renal dapat pula dirasakan pada daerah tubuh yang tidak patologis
(referred pain).

II.2. Epidemiologi

Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di usia 30-
60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan7% untuk wanita.
Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.

3
II.3. Etiologi

Etiologi paling umum adalah melintasnya batu ginjal. Bertambah parahnya nyeri
bergantung pada derajat dan tempat terjadinya obstruksi; bukan pada keras, ukuran, atau sifat
abrasi batu ginjal. Bekuan darah atau fragmen jaringan juga dapat menyebabkan hal yang
sama. Kolik karena bekuan darah sering ditemui pada penyakit gangguan pembekuan darah
herediter atau didapat, trauma, neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius, perdarahan setelah
biopsi renal perkutan, kista renal, malformasi vaskular renal, nekrosis papilar, tuberkulosis,
dan infark pada ginjal. Kolik sesungguhnya terjadi karena refluks vesikoureteral.

Batu ginjal yang bergerak sepanjang ureter dan hanya menyebabkan obstruksi
intermiten sebenarnya menyebabkan rasa nyeri yang lebih hebat daripada batu yang tidak
bergerak. Suatu obstruksi konstan akan memicu berbagai mekanisme autoregulasi dan refleks
yang akan membantu meredakan nyeri. Dua puluh empat jam setelah obstruksi ureteral total,
tekanan hidrostatik akan menurun karena

(1) penurunan peristalsis ureteral


(2) penurunan aliran darah arteri renal, yang menyebabkan penurunan produksi urin
(3) edema interstitial yang menyebabkan peningkatan lymphatic drainage.

Faktor-faktor ini menyebabkan kolik renal yang berintensitas tinggi berdurasi kurang
dari 24 jam. Kalau obstruksi bersifat parsial, perubahan-perubahan yang sama terjadi, namun
pada derajat yang lebih ringan dan waktu yang lebih lama.

Serabut saraf nyeri pada renal umumnya saraf simpatis preganglion yang mencapai
korda spinal T-11 sampai L-2 melalui dorsal nerve roots. Transmisi sinyal nyeri terjadi
melalui traktus spinotalamikus asenden. Pada ureter bagian bawah, sinyal nyeri juga
didistribusikan melalui saraf genitofemoral dan n. ilioinguinal. N. erigentes, yang
mempersarafi ureter intramural dan kandung kemih, bertanggung jawab untuk beberapa
gejala kandung kemih .

(1) Ureter bagian atas dan pelvis renal: Nyeri dari batu ureter bagian atas condong untuk
menjalar ke area pinggang dan area lumbar. Di sisi kanan, hal ini bisa disalahartikan
dengan kolelitiasis atau kolesistisis. Di sisi kiri, diagnosis banding meliputi pankreatitis
akut, ulkus peptikum dan gastritis.

4
(2) Ureter bagian tengah: Nyeri pada daerah ini menjalar ke bagian kaudoanterior. Nyeri ini
bisa menyerupai apendisitis jika berada di kanan ataupun divertikulitis akut pada sisi kiri.
(3) Ureter distal: Nyeri pada daerah ini menjalar ke lipat paha, testikel pada pria maupun
labia mayor pada wanita karena nyeri ini dialihkan melalui n. ilioinguinal atau n.
genitofemoral. Jika batu berada di ureter intramural, gejala yang muncul mirip dengan
sistitis atau uretritis. Gejala ini meliputi nyeri suprapubis, urgensi, disuria, nyeri pada
ujung penis, dan terkadang berbagai gejala GI seperti diare dan tenesmus. Gejala ini bisa
disalahartikan dengan penyakit inflamasi pelvis, ruptur kista ovarium.

Kebanyakan reseptor nyeri di traktus urinarius atas yang bertanggung jawab atas
persepsi kolik renal berada di submukosa dari pelvis renal, kalix dan ureter bagian atas. Di
ureter, peningkatan peristaltik proksimal melalui aktivasi intrinsic ureteral pacemakers
berperan penting pada persepsi nyeri. Spasme otot, peningkatan peristaltik proksimal,
inflamasi lokal, iritasi, dan edema di tempat obstruksi berperan terhadap perkembangan nyeri
melalui aktivasi kemoreseptor dan peregangan ujung saraf bebas submukosa. Mual dan
muntah sering dikaitkan dengan kolik renal akut dan terjadi setidaknya pada 50% pasien.
Mual disebabkan oleh jalur persarafan yang umum dari pelvis renal, lambung, usus melalui
serabut saraf aferen vagal dan sumbu celiac.

Hal ini sering diperkuat lagi melalui efek analgesik narkotik yang menginduksi mual
dan muntah melalui efek langsung terhadap motilitas GI dan efek tidak langsung pada
chemoreceptor trigger zone (CTZ) di medulla oblongata. Nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs) seringkali dapat menyebabkan iritasi lambung dan masalah GI. Kolik
biasanya mengikuti pola yang khas yang mudah untuk dikenali, tetapi bentuk yang atipikal
dapat menimbulkan kesulitan diagnostik.

II.4. Manifestasi Klinik

Bisa tanpa keluhan sama sekali. Nyeri kolik, yang terasa di satu sisi pinggang atau
perut, dapat menjalar ke alat kelamin (buah pelir, penis, vulva), muncul mendadak, hilang
timbul, dan intensitasnya kuat. Nyeri ginjal (renal colic), yang terasa di pinggang, tidak
menjalar, terjadi akibat regangan kapsul ginjal, sering berhubungan dengan mual dan muntah.

5
Nyeri kandung kemih (buli-buli), terasa di bawah pusat. Urgensi, yaitu rasa ingin
kencing sehingga terasa sakit. Disuria, yaitu rasa nyeri saat kencing atau sulit kencing.
Polakisuria, yaitu frekuensi kencing yang lebih sering dari biasanya. Hematuria, yaitu
terdapat darah atau sel darah merah (eritrosit) di air seni. Anuria yaitu jika produksi air seni <
200 cc/hari. Oliguria yaitu jika jika produksi air seni < 600 cc/hari.

Gambaran umum kolik renal dibagi menjadi 2 tipe :

1. Kolik renal tipikal


2. Kolik renal atipikal

II.4.1. Kolik Renal Tipikal

Fase-fase serangan kolik kenal akut, nyeri ini terjadi di sekitar dermatom T-10 sampai
S-4. Keseluruhan proses ini terjadi selama 3-18 jam. Ada 3 fase:

1. Fase akut / onset


Serangannya secara tipikal terjadi pada pagi atau malam hari sehingga membangunkan
pasien dari tidurnya. Jika terjadi pagi hari, pasien umumnya mendeskripsikan serangan
tersebut sebagai serangan yang mulanya perlahan sehingga tidak dirasakan. Sensasi
dimulai dari pinggang, unilateral, menyebar ke sisi bawah, menyilang perut ke lipat paha
(groin). Nyerinya biasanya tetap, progresif, dan kontinu; beberapa pasien mengalami
serangan intermiten yang paroksismal dan sangat parah. Derajat nyeri bisa meningkat ke
intensitas maksimum setelah 30 menit sampai 6 jam atau lebih lama lagi. Pasien
umumnya mencapai nyeri puncak pada 1-2 jam setelah onset.
2. Fase konstan / plateau
Saat nyeri telah mencapai intensitas maksimum, nyeri akan menetap sampai pasien
diobati atau hilang dengan sendirinya. Periode dimana nyeri maksimal ini dinamakan fase
konstan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam tetapi dapat bertahan lebih lama lebih dari
12 jam pada beberapa kasus. Kebanyakan pasien datang ke UGD selama fase ini. Pasien
yang menderita kolik biasanya banyak bergerak, di atas tempat tidur atau saat berjalan,
untuk mencari posisi yang nyaman dan mengurangi nyeri. Walaupun ginjal dan traktus
urinarius terletak retroperitoneal, mual dan muntah disertai bising usus menurun /
hipoaktif adalah tanda yang dominan; sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis

6
intraperitoneal. Contohnya terutama adalah obstruksi ureteropelvis junction pada ginjal
kanan.
3. Fase hilangnya nyeri (Relieve)
Pada fase terakhir ini, nyeri hilang dengan tiba-tiba, cepat, dan pasien merasakan
kelegaan. Kelegaan ini bisa terjadi secara spontan kapanpun setelah onset. Pasien
kemudian dapat tidur, terutama jika diberikan analgesik. Fase ini berlangsung 1,5 3 jam.

II.4.2. Kolik Renal Atipikal

Etiologi kolik tipikal bisa juga menyebabkan kolik atipikal. Obstruksi pada calyx dapat
menyebabkan nyeri pinggang yang lebih ringan tapi episodik. Hematuria dapat juga terjadi.
Lesi obstruktif pada ureterovesical junction (hubungan ureter dan kandung kemih) ataupun
segmen intramural dari ureter dapat menyebabkan disuria, keinginan buang air kecil yang
mendadak dan sering, serta nyeri yang menjalar ke atas atau bawah. Kolik renal dapat disertai
muntah-muntah hebat, mual, diare, ataupun nyeri ringan yang tidak biasa sehingga
memungkinkan kesalahan diagnosis.

II.5. Diagnosis

Hasil pemeriksaan fisik antara lain :

1. Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.


2. Nyeri tekan/ketok pada pinggang.
3. Batu uretra anterior bisa di raba.
4. Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah kelembutan di daerah pinggul (flank
tenderness), ini disebabkan oleh hidronefrosis akibat obstruksi sementara yaitu saat batu
melewati ureter menuju kandung kemih.

Pasien dengan kolik renal harus menjalani filtrasi urin untuk menemukan batu, bekuan
darah, atau jaringan lainnya, sebagai penentu diagnosis. Bila perlu, ini dilakukan berminggu-
minggu karena batu atau jaringan bisa menetap di kandung kemih tanpa menimbulkan gejala.
Pada urin biasanya dijumpai hematuria dan kadang-kadang kristaluria.

7
II.6. Pemeriksaan Penunjang

II.6.1. Laboratorium

Hematuria biasanya terlihat secara mikroskopis, dan derajat hematuria bukan


merupakan ukuran untuk memperkirakan besar batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu.
Tidak adanya hematuria dapat menyokong adanya suatu obstruksi komplit, dan ketiadaan ini
juga biasanya berhubungan dengan penyakit batu yang tidak aktif. Pada pemeriksaan sedimen
urin, jenis kristal yang ditemukan dapat memberi petunjuk jenis batu. Pemeriksaan pH urin
<5 menyokong suatu batu asam urat, sedangkan bila terjadi peningkatan pH (+7) menyokong
adanya organisme pemecah urea seperti Proteus sp, Klebsiella sp, Pseudomonas sp dan batu
struvit.

II.6.2. Radiologis

Ada beberapa jenis pemeriksaan radiologis yaitu :

1. Foto polos abdomen


Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu radiopaque. Batu-
batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopaque dan paling sering
dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen. Gambaran
radioopak paling sering ditemukan pada area pelvis renal sepanjang ureter ataupun
ureterovesical junction. Gambaran radioopak ini disebabkan karena adanya batu kalsium
oksalat dan batu struvit (MgNH3PO4).
2. Intravenous Pyelogram (IVP)
Pielografi intravena untuk menilai obstruksi urinaria dan mencari etiologi kolik
(pielografi adalah radiografi pelvis renalis dan ureter setelah penyuntikan bahan kontras).
Seringkali batu atau benda obstruktif lainnya sudah dikeluarkan ketika pielografi,
sehingga hanya ditemukan dilatasi unilateral ureter, pelvis renalis, ataupun calyx. IVP
dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang radiolusen dan untuk
melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi opaque ataupun
batu non opaque yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Pielografi retrograde
(melalui ureter) dilakukan pada kasus-kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat kontras,

8
dan IVP tidak mungkin dilakukan., walaupun prosedur ini tidak menyenangkan dan
berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi atau kerusakan ureteral.
3. CT Scan
CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis sinar X yang dapat
membedakan batu dari tulang atau bahan radiopaque lain.
4. Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada
keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada
wanita yang sedang hamil. USG ginjal merupakan pencitraan yang lebih peka untuk
mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen daripada foto polos abdomen. Cara terbaik
untuk mendeteksi BSK (Batu Saluran Kemih) ialah dengan kombinasi USG dan foto
polos abdomen. USG dapat melihat bayangan batu baik di ginjal maupun di dalam
kandung kemih dan adanya tanda-tanda obstruksi urin.
5. Radioisotop
Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya sumbatan pada
gagal ginjal.

II.7. Diagnosis Banding

Kecuali kolik renal atipikal, umumnya gejala kolik renal sangat khas dan tidak seperti
nyeri karena penyakit intra abdominal atau retroperitoneal lainnya. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan anamnesis pasien.

1. Kolik bilier
Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, mual dan muntah yang menetap, abdominal
tenderness adalah gejala kolik bilier. Jika terdapat infeksi ginjal, kolik ini juga dapat
disertai demam, leukositosis, dan ikterus ringan. Kolesistitis akut dapat menyebabkan
nyeri ke bahu kanan atau subskapula.
2. Apendisitis
Nyeri setelah 4-6 jam di periumbilikus, nyeri terlokalisasi di titik Mc Burney. Pasien
biasanya berbaring tenang, berbeda dengan pasien kolik renal.

9
3. Divertikulitis dan irritable colon syndrome
Divertikulitis yaitu nyeri pada sisi kiri dekat ureter bagian bawah, jauh lebih ringan dari
kolik renal dan seringkali ada abdominal tenderness. Ini disertai konstipasi dan darah
samar di tinja, yang tidak lazim pada kolik renal. Irritable colon syndrome disertai
distensi abdomen dan nyeri hebat yang berhubungan dengan nyeri punggung bawah.
Yang paling membedakan dengan kolik renal adalah diare hebat dan bising usus
hiperaktif.
4. Nyeri muskuloskeletal
Protrusi diskus intervertebral lumbalis dapat menyebabkan nyeri punggung unilateral
yang menjalar ke pinggul, paha, atau lipat paha (paling sering L4-5 dan L5-S1).
Pembedanya dari kolik renal adalah nyeri tersebut bergantung dengan posisi tubuh, yang
dapat hilang dengan imobilitas. Nyeri pada pelvis dapat terjadi karena lesi obstruktif dan
berciri khas unilateral yang menjalar ke bagian sakral.
5. Penyakit Skrotal, Penis, atau Labial
Kolik ini terjadi karena obstruksi ureterovesical junction. Tandanya adalah keinginan
untuk buang air kecil yang sering, disuria, dan nyeri sakral atau lumbal bawah.

II.8. Penatalaksanaan

Berhasilnya penatalaksanaan medis ditentukan oleh lima faktor yaitu : ketepatan


diagnosis, lokasi batu, adanya infeksi dan derajat beratnya, derajat kerusakan fungsi ginjal,
serta tata laksana yang tepat. Terapi dinyatakan berhasil bila: keluhan menghilang,
kekambuhan batu dapat dicegah, infeksi telah dapat dieradikasi dan fungsi ginjal dapat
dipertahankan

II.8.1. Terapi Konservatif

1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
nyeri, memperlancar aliran urin dengan minum banyak supaya dapat mendorong batu

10
keluar dari saluran kemih. Selain itu juga dilakukan pembatasan diet kalsium, oksalat,
natrium, fosfat dan protein tergantung pada penyebab batu. Beberapa jenis obat yang
diberikan antara lain spasmolitika yang dicampur dengan analgesik untuk mengatasi
nyeri, kalium sitrat untuk meningkatkan pH urin, antibiotika untuk mencegah infeksi dan
sebagainya.
Obat penghilang nyeri, seperti: golongan narkotik (meperidine, morfin sulfat, kombinasi
parasetamol dan kodein, atau injeksi morfin), golongan analgesik opioid (morphine
sulfate, oxycodone dan acetaminophen, hydrocodone dan acetaminophen), golongan
analgesik narkotik (butorphanol), golongan anti-inflamasi non steroid (ketorolac,
diclofenac, celecoxib, ibuprofen). Antiemetic (metoclopramide) jika mual atau muntah.
Antibiotik jika ada infeksi saluran kemih, misalnya: ampicillin plus gentamicin, ticarcillin
dan clavulanic acid, ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin. Untuk mengeluarkan batu
ginjal dapat juga dengan obat golongan calcium channel blockers atau penghambat
kalsium (nifedipine), golongan alpha-adrenergic blockers (tamsulosin, terazosin),
golongan corticosteroids atau glukokortikoid, seperti: prednisone, prednisolone. Obat
pilihan lainnya: agen uricosuric (allopurinol), agen alkalinizing oral (potassium citrate).
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk
observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi.
Adanya kolik berulang atau ISK ( Infeksi Saluran Kemih ) menyebabkan observasi bukan
merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien
tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu kandung
kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi
fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang
pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan
menyebabkan hematuria.
Persyaratan BSK yang dapat ditangani dengan ESWL :
a. Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm.
b. Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
c. Fungsi ginjal masih baik.
d. Tidak ada sumbatan distal dari batu.

11
3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang
terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau
melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara atau energi laser.

II.8.2. Tindakan Operasi

1. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil BSK saat ini sedang berkembang. Cara ini
banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
2. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan
endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di
ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal
karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah
sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat BSK yang menimbulkan obstruks dan
infeksi yang menahun.

II.9. Pencegahan

II.9.1. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah agar penyakit tidak terjadi, dengan
mengendalikan faktor penyebab suatu penyakit. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi
kesehatan, pendidikan kesehatan dan perlindungan kesehatan. Pencegahan primer penyakit
BSK seperti minum air putih yang banyak. Konsumsi air putih minimal 2 liter per hari akan
meningkatkan produksi urin. Konsumsi air putih juga akan mencegah pembentukan kristal
urin yang dapat menyebabkan terjadinya batu.
12
Selain itu, dilakukan pengaturan pola makan yang dapat meningkatkan risiko
pembentukan BSK seperti, membatasi konsumsi daging, garam dan makanan tinggi oksalat
(sayuran berwarna hijau, kacang, coklat), dan sebagainya. Aktivitas fisik seperti olahraga
juga sangat dianjurkan, terutama bagi yang pekerjaannya lebih banyak duduk.

II.9.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi keparahan penyakit dengan


melakukan diagnosis dan pengobatan dini. Untuk jenis penyakit yang sulit diketahui kapan
penyakit timbul, diperlukan pemeriksaan teratur yang dikenal dengan pemeriksaan Check-
up. Pemeriksaan urin dan darah dilakukan secara berkala, bagi yang pernah menderita BSK
sebaiknya dilakukan setiap tiga bulan atau minimal setahun sekali. Tindakan ini juga untuk
mendeteksi secara dini apabila terjadi pembentukan BSK yang baru. Untuk pengobatan,
pemberian obat-obatan oral dapat diberikan tergantung dari jenis gangguan metabolik dan
jenis batu. Pengobatan lain yang dilakukan yaitu melakukan kemoterapi dan tindakan bedah
(operasi).

II.9.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan dengan


menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan
menimbulkan kerusakan. Kegiatan yang dilakukan meliputi rehabilitasi (seperti konseling
kesehatan) agar orang tersebut lebih berdaya guna, produktif dan memberikan kualitas hidup
yang sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.

13
BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Kolik renal dikarakterisasikan sebagai nyeri hebat yang intermiten (hilang-timbul)


biasanya di daerah antara iga dan panggul, yang menjalar sepanjang abdomen dan dapat
berakhir pada area genital dan paha bagian dalam. Kolik renal biasanya berawal di punggung
bagian mid-lateral atas dan menjalar anteroinferior menuju daerah lipatan paha dan kelamin.

Etiologi paling umum adalah melintasnya batu ginjal. Bertambah parahnya nyeri
bergantung pada derajat dan tempat terjadinya obstruksi; bukan pada keras, ukuran, atau sifat
abrasi batu ginjal. Bekuan darah atau fragmen jaringan juga dapat menyebabkan hal yang
sama. Kolik karena bekuan darah sering ditemui pada penyakit gangguan pembekuan darah
herediter atau didapat, trauma, neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius, perdarahan setelah
biopsi renal perkutan, kista renal, malformasi vaskular renal, nekrosis papilar, tuberkulosis,
dan infark pada ginjal. Kolik sesungguhnya terjadi karena refluks vesikoureteral.

Nyeri kolik, yang terasa di satu sisi pinggang atau perut, dapat menjalar ke alat kelamin
(buah pelir, penis, vulva), muncul mendadak, hilang timbul, dan intensitasnya kuat. Nyeri
ginjal (renal colic), yang terasa di pinggang, tidak menjalar, terjadi akibat regangan kapsul
ginjal, sering berhubungan dengan mual dan muntah

Berhasilnya penatalaksanaan medis ditentukan oleh lima faktor yaitu : ketepatan


diagnosis, lokasi batu, adanya infeksi dan derajat beratnya, derajat kerusakan fungsi ginjal,
serta tata laksana yang tepat. Terapi dinyatakan berhasil bila: keluhan menghilang,
kekambuhan batu dapat dicegah, infeksi telah dapat dieradikasi dan fungsi ginjal dapat
dipertahankan

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, B. Basuki, Dasar-dasar Urologi , cetakan I, CV. Infomedika, Jakarta, 2002


2. Sjamsuhidajat, Wim Dejong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. 1997. Jakarta:
ECG.
3. W.B. Saunders, Campbells Urology, Sixth Edition, W.B. Saunders Company,
Philadelphia Pennsylvania, 2012
4. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification
andstratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
5. Kolik Renal didapat dari http://uptodate.com/patientinformation:kidneystonesin
6. Definisi Kolik Renal didapat dari http://wikipedia.com/batuureter
7. Kolik Renal pada Batu Ureter didapat dari http://blogger.com/harry/batuurete
8. Urolithiasis: ureterolithiasis didapat dari
http://ratihrochmat.wordpress.com/urolithiasis
9. Definisi Urolithiasis didapat dari http://medicinenet.com/urolithiasis
10. . Ureterolithiasis didapat dari http://oakbrookurology.com/ureterolithiasis

15

Anda mungkin juga menyukai