A. Definisi
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan keluarnya janin.
Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara. Pada ibu
dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha
mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya,
pada seorang ibu dengan panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif
akibat anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala II dapat menjadi memanjang. Kala II
pada persalinan nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila menggunakan
anestesi regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan anestesia
regional. Persalinan kala II memanjang dapat mengakibatkan timbulnya gejala gejala seperti
dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan (IUFD).
B. Etiologi
Penyebab terjadinya kala II yang memanjang bersifat multifaktorial dan bergantung pada
pengawasan antenatal, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya.
Faktor faktor penyebabnya antara lain :
1. Kelainan letak janin
2. Kelainan kelainan panggul
3. Kelainan his dan mengejan
4. Pimpinan partus yang salah
5. Janin besar atau ada kelainan kongenital
6. Primigravida
7. Perut gantung atau grandemulti
8. Ketuban pecah dini
C. Gejala Klinik
a. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernafasan cepat. Di daerah lokal
sering dijumpai : Ring v/d Bandl, edema vulva, edema serviks, cairan ketuban berbau dan
terdapat mekonium.
b. Pada janin
- Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif.
- Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan dan berbau
- Caput Succedaneum yang besar
- Moulage kepala yang hebat
- IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu dengan kala II memanjang yaitu dapat dilakukan
partus
spontan,
ekstraksi
vakum,
ekstraksi
forceps,
sectio
caesaria,
dan
lain-lain.
KPD
1. DEFINISI
Ketuban pecah dini adalah robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum onset
persalinan berlangsung)
dibedakan
Dalam beberapa literatur Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban baik dalam
kehamilan maupun persalinan sebelum pembukaan 3cm atau sebelum fase aktif berlangsung,
KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
KPD akan membuat volume likour amni menurun bila berlangsung terus menerus. Hal ini dapat
terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan, sehingga dapat
menimbulkan gangguan fungsi baik pada janin itu sendiri ataupun terhadap ibu.
Kriteria Diagnosis :
-
Menjelang aterm kelemahan fokal terjadi pada selaput janin di atas os serviks internal
Inkompetensi Serviks ( leher rahim ) yang pendek < 25mm pada usia kehamilan 23
minggu.
kadar CRH (corticotropin releasing hormon) maternal tinggi misalnya pada stress
Diagnosis
a.
Riwayat keluar cairan secara terus menerus dari vagina pada kehamilan
b.
c.
d.
Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
e.
In speculo Adanya kumpulan cairan di vagina yang keluar dari OUE, pemeriksaan
inspekulo terlihat cairan keluar dari ostium uteri eksternum, di tes dengan kertas nitrazin merah
akan berubah menjadi biru .4 Gunakan kertas lakmus (litmus) : bila menjadi biru (basa) air
ketuban, bila menjadi merah (asam) air kemih (urine) .
f.
Cairan mengubah kertas nitrazin yang berwarna merah menjadi berwarna biru ( pH cairan
amnion adalah 7,0-7,7 dibandingkan dengan cairan vagina yang ber pH 4,5)
g.
mengering berbentuk daun pakis ) atau yang disebut tes Arborisasi krisatalisasi.
Tabel Diagnosis Cairan Vagina
Selalu ada
Keluar
cairan
Ketuban
ketuban
Diaganosis
Kemungkinan
tiba-tiba
Cairan tampak di
introitus
Tidak
Cairan
vagina
berbau
- Nyeri perut
dalam 1 jam
-
- Amnionitis
Riwayat Keluarga
- Uterus nyeri
- Denyut jantung janin
cepat
Cairan
his
cairan
- Demam /menggigil
ada
vagina
- Vaginitis/serviks
berbau
- tidak ada riwayat
- Gatal
- Keputihan
- Nyeri perut
antepartum
- Disuria
-
cairan
vagina
berdarah
- Nyeri perut
-
Gerak
janin
berkurang
- Perdarahan banyak
-
Cairan
Perdarahan
Lender
Awal
persalinan
aterm
atau preterm
berupa
darah
- Pembukaan dan
pendaftaran serviks
- Ada his
Pemeriksaan Penunjang
-
Tes lakmus
Penatalaksanaan
Rawat di rumah sakit
jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotika sama halnya jika
terjadi amnionitis.
Konfirmasi usia gestasi :
Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, Antibiotika profilaktik
spektrum luas terlihat dapat memperpanjang masa laten pada kasus PPROM. Ampisilin 4 x 500
mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3 x 250 mg selama 7 hari peroral
b.
Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru dari janin
d.
Dilakukan pemantauan janin karena resiko pada janin dapat terkena infeksi yang bersifat
ascenden, cedera tali pusat, dan mungkin insufisiensi uteroplasenta. Pilihan yang ada termasuk
non stress test dan atau profil biofisik, tetapi tidak satupun terbukti lebih naik dibandingkan
dengan grafik tendangan bayi fetal kick chart.
e.
f.
Jika terdapat HIS dan darah lendir, kemungkinan terjadi persalinan preterm.
Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan lebih dari 37 minggu, berikan antibiotik profilaksis
untuk mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B dan Jika tidak ada infeksi pasca persalinan
hentikan antibiotika.
Nilai serviks, jika serviks sudah matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Jika
serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin ( misoprostol ) dan infuse oksitosin atau
lahirkan dengan seksio sesaria. Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi
beberapa faktor, hendaknya serviks sudah mendatar dan menipis serta sudah dapat dilalui
sedikitnya satu jari dan posisis sumbu serviks mengarah ke depan, selanjutnya tidak ada
disproporsi sefalo pelvik, kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan, dan kepala bayi sudah
mulai turun melewati rongga panggul. Kemungkinan induksi persalinan akan berhasil bila skor
bishop lebih dari 8.
SKOR
Pembuka
1-2
3-4
5-6
an
Pendatar
<30%
< 50%
< 70%
80%
an
Penuruna
-3
-2
-1 0
+1 +2
Hodge III
Konsisten Keras
Sedang
Lunak
si
Posisi
Mid
Anterior
n
Kepala
dari
Posterior
Ketika tidak ada kontraindikasi terhadap tata laksana observasi seperti Infeksi intra amnion,
gawat janin, hasil pemeriksaan janin yang tidak meyakinkan, perdarahan pervaginam, dan proses
persalinan aktif maka tata laksana observasi maupun augmentasi persalinan segera merupakan
pilihan yang bisa diterima.
5.
Komplikasi
Prolapsus tali pusat lebih sering terjadi pada kasus PROM (1,5%) PROM preterm yang in
partu mempunyai 8,5% insiden gawat janin dibandingkan 1,5% pada PROM preterm
b.
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartum, apalagi bila terlalu sering
diperiksa dalam, selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis, septicemia,
dan servik drylabor.
Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu
badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala gejala infeksi hal hal diatas akan meninggikan
angka kematian dan angka morbilitas pada ibu.
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom
distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada
kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan
terjadinya korioamnionitis.
Gambar. Chorioamnionitis
6.
PROGNOSIS
Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul
serta umur dari kehamilan, Semakin cepat dan tepat penanganannya semakin baik prognosisnya.
Begitu juga dengan umur kehamilan, semakin cepat terjadinya Ketuban pecah dini pada
kehamilan kurang dari 37 minggu semakin buruk prognosisnya baik bagi ibu maupun janinnya.
1.
Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, edisi III, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
4.
Sastrawinata S., Obstetri Patologi, bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran
Fraser D. M., Cooper M. A., Myles Buku ajar bidan 14th Edition, EGC, 2009.
6.
Manuaba Ida Bagus Gde, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga berencana,
EGC, 1998