Anda di halaman 1dari 45

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

HIDRONEFROSIS ET CAUSA NEFROLITHIASIS

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu


Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
Di RSUD Dr.R. Soedjati Purwodadi

Oleh :
Fawzia Haura Fathin 30101206825
Puput Praharani Dewi 30101206705

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RSUD DR. R. SOEDJATI PURWODADI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
RADIOGRAPH BASED DISCUSSION
HIDRONEFROSIS ET CAUSA NEFROLITHIASIS

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama : Fawzia Haura Fathin 30101206825


Puput Praharani Dewi 30101206705

Judul : Hidronefrosis ec causa Nefrolithiasis


Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : dr. Rona Yulia, Sp. Rad

Telah diajukan dan disahkan


Semarang, Oktober 2016
Pembimbing,

dr. Rona Yulia, Sp. Rad

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
2.1. Anatomi Ginjal .............................................................................. 6
2.2. Definisi Hidronefrosis ................................................................... 8
2.2.2 Etiologi ......................................................................... 10
2.2.3. Tanda dan Gejala.......................................................... 12
2.2.4. Patofisiologi ................................................................ 13
2.2.5. Komplikasi ................................................................... 14
2.2.6 Pemeriksaan Fisik ......................................................... 15
2.2.7 Penegakan Diagnosis .................................................... 15
2.2.8. Gambaran Radiologi ................................................... 16
2.2.9. Foto Polos Abdomen ................................................... 17
2.2.10. IVU............................................................................. 18
2.2.11. Ultrasonografi (USG) ................................................ 23
2.3. Nefrolithiasis ................................................................................ 28
BAB III LAPORAN KASUS ...................................................................... 34
3.1. Identitas ................................................................................. 34
3.2. Anamnesis ............................................................................. 34
3.3. Pemeriksaan Fisik ................................................................. 35
3.4. Diagnosis ............................................................................... 36
3.5. Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 36
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 42
BAB V KESIMPULAN ............................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA

iii
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidronefrosis merupakan penggembungan ginjal akibat
tekanan balik terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Dalam
keadaan normal, air kemih mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat
rendah. Jika aliran air kemih tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke
dalam tabung-tabung kecil di dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam
daerah pusat pengumpulan air kemih (pelvis renalis). Hal ini akan
menyebabkan ginjal menggembung dan menekan jaringan ginjal yang rapuh.
Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak
jaringan ginjal sehingga secara perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya.
Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat
mengurangi kontraksi otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih
ke kandung kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan
jaringan otot yang normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan yang
menetap. Hidronefrosis banyak terjadi selama kehamilan karena pembesaran
rahim menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini
karena mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air
kemih ke kandung kemih.
Sedangkan, nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus
dalam pelvis renal (ujung ureter yang berpangkal di ginjal), sedangkan
urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem urinarius.
Terbentuknya batu saluran kemih ada hubungannya dengan gangguan aliran
urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-
keadaan lain yang idiopatik. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor
yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-
faktor tersebut antara lain : Herediter (keturunan), Umur, Jenis Kelamin.
Manifestasi klinisnya, jika batu menyebabkan obstruksi akan menyebabkan
terjadinya retensio urine. Penatalaksanaan bagi penderita urolitiasis dan

4
5

nefrolitiasis ini dengan mengurangi nyeri, pengangkatan batu, terapi nutrisi


dan medikamentosa.
Oleh sebab itu untuk mengatasi dan untuk mencegah
komplikasi yang ditimbulkan dari hidronefrosis pelu dilakukan
penatalaksanaan yang spesifik, yaitu untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki penyebab obstruksi, untuk menangani infeksi, dan untuk
mempertahankan serta melindungi fungsi renal.

1.2 Tujuan
1.2.1 Memahami definisi, etiologi, patofisiologi, dan cara penegakan
diagnosis hidronefrosis dan nefrolithiasis
1.2.2 Memahami gambaran radiologi hidronefrosis dan nefrolithiasis

1.3 Manfaat
1.3.1 Dapat menerapkan cara penegakan diagnosis hidronefrosis dan
nefrolithiasis
1.3.2 Dapat mengusulkan jenis pemeriksaan radiologi hidronefrosis dan
nefrolithiasis
1.3.3 Dapat mendeskripsikan gambaran radiologi hidronefrosis dan
nefrolithiasis

5
6

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Ginjal


Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di
kedua sisi columna vertebralis, di bawah liver dan limphe. Di
bagian superior ginjal terdapat adrenal gland (juga disebut kelenjar
suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di
belakang peritonium yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal
terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak
sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian
dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri
karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak
setinggi iga keduabelas, sedangkan ginjal kiri terletak setinggi iga
kesebelas. Pada orang dewasa, panjang ginjal sekitar 12-13 cm, lebarnya
6 cm, tebal 2,5 cm dan beratnya ± 140 gram ( pria=150 – 170 gram,
wanita = 115-155 gram)
Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10-12 inci (25
ningga 30 cm), terbentang dari ginjal sampai vesica urinaria. Fungsi
ureter menyalurkan urine ke vesica urinaria.
Vesica urinaria merupakan kantong berotot yang dapat mengempis,
terletak dibelakang simfisis pubis. Fungsi vesica urinaria: (1) Sebagai
tempat penyimpanan urine, dan (2) mendorong urine keluar dari tubuh.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda
yaitu Korteks dan medula.
1. Korteks : bagian luar dari ginjal
2. Medula : Bagian dalam dari ginjal
3. Piramid : Medula yang terbagi-bagi menjadi baji segitiga

iii
8

4. Kolumna Bertini ; Bagian korteks yang mengelilingi piramid.


5. Papilaris berlini : Papila dari tiap piramid yang terbentuk dari
persatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.
6. Pelvis: Reservoar utama sistem pengumpulan ginjal.
7. Kaliks minor: bagian ujung pelvis berbentuk seperti cawan yang
mengalami penyempitan karena adanya duktus papilaris yang masuk
ke bagian pelvis ginjal.
8. Kaliks mayor: Kumpulan dari beberapa kaliks minor.

Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia setiap ginjal


mengandung 1-1,5 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai
struktur dan fungsi yang sama.

Fisiologi Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam
melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme
tubuh. Selain mempunyai fungsi eliminasi, sistem perkemihan juga
mempunyai fungsi lainnya, yaitu sebagai berikut:

8
9

1. Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan


sejumlah cairan ke dalam urine dan melepaskan eritropoietin, serta
melepaskan renin.
2. Meregulasi konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida, dan
mengontrol kuantitas kehilangan ion-ion lainnya ke dalam urine, serta
menjaga batas ion kalsium dengan menyintesis kalsitrol.
3. Mengonstribusi stabilisasi ph darah dengan mengontrol jumlah
keluarnya ion hydrogen dan ion bikarbonat ke dalam urine.
4. Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi
pengeluaran nutrisi tersebut pada saat proses eliminasi produk sisa,
terutama pada saat pembuangan nitrogen seperti urea dan asam urat.
5. Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama kelaparan,
deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan.

Aktivitas sistem perkemihan dilakukan secara hati-hati untuk menjaga


komposisi darah dalam batas yang bisa diterima. Setiap adanya gangguan
dari fisiologis di atas akan memberikan dampak yang fatal.
Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra. Untuk menjaga fungsi ekskresi, sistem perkemihan memiliki dua
ginjal. Organ ini memproduksi urine yang berisikan air, ion-ion, dan
senyawa-senyawa solute yang kecil. Urine meninggalkan kedua ginjal
dan melewati sepasang ureter menuju dan ditampung sementara pada
kandung kemih. Proses ekskresi urine dinamakan miksi, terjadi ketika
adanya kontraksi dari otot-otot kandung kemih menekan urine untuk
keluar melewati uretra dan keluar dari tubuh.

2.2. Hidronefrosis
2.2.1. Definisi
Hidronefrosis adalah dilatasi pielum dan kaliks ginjal pada
salah satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi. Obstruksi
pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik,

9
10

sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di


uretra atau kandung kemih, tekanan baik akan mempengaruhi
kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat
adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang
rusak.
Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari
pelvis ginjal dan kalises. Adanya hidronefrosis harus dianggap
sebagai respons fisiologis terhadap gangguan aliran urine.
Meskipun hal ini sering disebabkan oleh proses obstruktif, tetapi
dalam beberapa kasus, seperti megaureter sekunder untuk refluks
pralahir, sistem pengumpulan mungkin membesar karena tidak
adanya obstruksi.
Yang dimaksud dengan hidronefrosis adalah dilatasi pelvis
renalis dan kaliks, serta atrofi progresif , pembesaran kistik ginjal,
serta dapat pula disertai pelebaran ureter (hidroureter). Penyebab
hidronefrosis adalah obstruksi kronis pada traktus urinarius dapat
menyebabkan dilatasi pelvis renalis dan kaliks, kemudian berlanjut
dengan destruksi parenkim ginjal. Kelainan congenital yang
menyebabkan hidronefrosis adalah striktur, pita (bands),
penyimpangan (aberrant) pembuluh darah dan katup. Serta lesi di
medulla spinalis (neuragenik) dapat menimbulkan hidronefrosis.
Selain tumor, batu, striktur ureter, tindakan operasi, dan
pembesaran prostat, dapat pula menyebabkan hudronefrosis. Gejala
klinik tergantung kepada luasnya dan lamanya penyakit.
Hidronefrosis dapat unilateral atau bilateral bergantung pada letak
lesinya. Obstruksi unilateral dapat disebabkan oleh lesi yang
berada yang diatas sambungan ureter dan vesica, sedangkan
obstruksi bilateral dapat disebabkan oleh lesi distal dari titik
tersebut.
Hidronefrosis unilateral menunjukan adanya seluruh
perubahan morfologi. Pada obstruksi yang tidak menyeluruh ,

10
11

ginjal dapat membesar secara pasif (mencapai ukuran panjang 20


cm) serta ginjal hampir keseluruhan sistem pelvickalices pada
ginjal mengalami penggembungan. Parenkim ginjal sendiri
tertekan dan mengalami atrofi, yang disertai obliterasi papilla dan
pyramid yang mendatar.
Ginjal yang hidronefrosis mudah terkena infeksi, sehingga
dapat berubah menjadi pyonefrosis atau pyelonefritis. Makroskopi
ginjal akan tampak membesar, pelvic dan kalices melebar. Papilla-
papilla mendatar dan akhirnya berbentuk cangkir serta membentuk
bangunan kistik kecil-kecil, multilokuler, dan berhubungan dengan
calyces dan pelvic melalui lubang-lubang yang leba. Kortek lambat
laun akan menipis dan atrofik, hingga akhirnya berupa pita tipis.
Mikroskopik pada tingkat permulaan tampak dilatasi pada
susunan tubulus dengan sel epitel tubulus yang menjadi gepeng,
tetapi tidak ada kelainan pada glomerolus. Dilatasi yang utama
mengenai tubulus recti, namun pada tingkat lanjut tubulus menjadi
atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat, kemudian glomerolus juga
menjadi atrofik dan akhirnya menghilang.

2.2.2. Etiologi
Penyebab yang dapat mengakibatkan hidronefrosis adalah sebagai
berikut:
a. Hidronefrosis unilateral
obstruksi pada salah satu sisi saluran kemih pada umumnya
disebabkan oleh proses patologik yang letaknya proksimal
terhadap kandung kemih. Keadaan ini berakibat hidronefrosis
dan dapat menyebabkan atrofi serta kehilangan fungsi salah
satu ginjal tanpa menyebabkan gagal ginjal. Penyebab
obstruksi unilateral adalah:
1. Obstruksi taut ureteropelvik, kelainan ini umum
ditemukan. Pada beberapa pasien memang terdapat

11
12

obstruksi anatomi yang paling sering adalah arteria


renalis aberen yang menekan ureter bagian atas-
sebagian besar kasus bersifat idiopatik (hidronefrosis
idiopatik). Kelainan kongenital pada inervasi atau otot
ureteropelvik dapat disembuhkan dengan tidakan
bedah. Pada pasien dengan pelvis ginjal ekstrarenal,
pelebaran masif didapatkan massa kistik yang besar
pada hilum ginjal yang dapat terlihat sebagai massa
abdomen. Pada keadaan ini, peningkatan tekanan di
dalam ginjal kurang dibandingkan bila pelvis berada
intrarenal, dan distensi akan menyebabkan pembesaran
sistem pelviokalise dan selanjutnya atrofi ginjal.
2. Penyakit ureter congenital, dapat menyebabkan
hidronefrosis unilateral. Keadaan ini meliputi ureter
ganda, ureter bifida, dan kelainan otot ureter yang
menyebabkan penebalan dinding ureter (megaureter).
Ureterokel merupakan pelebaran kistik bagian
terminal ureter yang disebabkan oleh stenosis
kongenital orifisium ureter pada dinding kandung
kemih.
3. Penyakit ureter didapat : kelainan ini umum ditemukan
dan meliputi (1) obstruksi lumen oleh batu, bekuan
darah, atau kerak papila ginjal yang nekrotik; (2)
penyebab mural, seperti striktur fibrosa dan
neoplasma; (3) tekanan ekstrinsik terhadap ureter pada
fibrosis retroperitoneum dan neoplasma
retroperitoneum.

b. Hidronefrosis bilateral
1. Di sebelah distal kandung kemih, penyebab tersering
adalah hiperplasia prostat pada pria usia lanjut. Adanya

12
13

kelainan katup uretra posterior kongenital juga dapat


menyebabkan hidronefrosis bilateral pada anak usia
muda. Pada pasien paraplegia dengan kandung kemih
neurogenik biasanya juga didapatkan hidronefrosis
bilateral.
2. Penyebab yang mengenai kedua ureter mencakup fibrosis
retroperitoneum dan keganasan.
3. Disfungsi otot ureter yang timbul pada masa kehamilan
(mungkin akibat efek progesteron pada otot polos) juga
dapat menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis ringan.

Penyebab lain dari hidronefrosis adalah sebagai berikut:


1. Hiperplasia Prostat Benigna (BPH)
2. Striktur uretra
3. Batu ginjal
4. Striktur atau stenosis ureter atau saluran keluar
kandung kemih
5. Abnormalitas congenital
6. Tumor kandung kemih, ureter, atau pelvis
7. Bekuan darah
8. Kandung kemih neurogenik
9. Ureterokel
10. Tuberkulosis
11. Infeksi gram negatif
2.2.3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala hidernefrosis adalah:

a. Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang


b. Kolik menunjukan adanya batu
c. Demam dan menggigil bila terjadi infeksi
d. Mungkin terdapat hipertensi

13
14

e. Beberapa penderita tidak menunjukan gejala

Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara


bertahap. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit di panggul
dan punggung. Jika terdapat infeksi, maka disuria, menggigil,
demam, dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematiria dan
piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal terkena, tanda dan
gejala gagal ginjal kronik akan muncul.

2.2.4. Patofisiologi
Obstruksi total akut ureter pada binatang percobaan
menyebabkan pelebaran mendadak dan peningkatan tekanan lumen
bagian proksimal tempat obstruksi. Filtrasi glomerulus tetap
berlangsung dengan peningkatan filtrasi pada tubulus dan
penumpukan cairan di ruang interstisium. Peningkatan tekanan
interstisium menyebabkan disfungsi tubulus. Kerusakan nefron
ireversibel terjadi dalam waktu 3 minggu. Pada obstruksi parsial,
kerusakan ireversibel terjadi dalam waktu yang lebih lama dan
bergantung pada derajat obstruksi.
Sebagian besar penyebab obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan obstruksi parsial lambat terhadap aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan hidronefrosis dan atrofi korteks ginjal
progresif akibat kerusakan nefron yang berlangsung selama
berbulan-bulan atau tahunan, hanya hidronefrosis bilateral yang
dapat menyebabkan gagal ginjal. Statis urine akibat obstruksi
meningkatakan insidensi pielonefritis akut dan pembentukan batu
saluran kemih yang keduanya dapat memperberat obstruksi.
Obstruksi ureter akut oleh batu atau bekuan darah, akan
menyebabkan kolik ureter akibat peningkatan peristalsis ureter.
Kolik ureter merupakan nyeri intermitten yang sering kali sangat
berat pada sudut ginjal posterior dan menjalar disekitar pinggang

14
15

(flank) menuju daerah pubis. obstruksi unilateral kronis biasanya


asimtomatik bahkan pada obstruksi total dan umumnya berlanjut
dengan kerusakan ginjal permanen sebelum terdeteksi. Obstruksi
parsial bilateral kronis memberikan gambaran gagal ginjal kronis
progresif, meliputi hipertensi, kegagalan fungsi tubulus (poliuria,
asidosis tubulus renalis, dan hiponatremia), dan timbulnya batu
saluran kemih atau pielonefritis akut. Obstruksi bilateral total
menyebabkan gagal ginjal akut dan selanjutnya dengan cepat
menuju kematian bila tidak segera dikoreksi. Oleh karena itu,
keadaan ini termasuk kegawatdaruratan medis.
Sedangkan menurut Vinay Kumar, dkk (2007) Obstruksi
bilateral total menyebabkan anuria. Apabila obstruksi terletak
dibawah kandung kemih, gejala dominan adalah keluhan
peregangan kandung kemih. Secara paradoks, obstruksi bilateral
inkomplit menyebabkan poliuria bukan oliguria, akibat
terganggunya kemampuan tubulus memekatkan urin dan hal ini
dapat menyamarkan sifat asli kelainan ginjal. Sayangnya,
hidronefrosis unilateral dapat tetap asintomatik dalam jangka lama,
kecuali apabila ginjal yang lain tidak berfungsi karena suatu sebab.
Ginjal yang membesar sering ditemukan secara tidak sengaja pada
pemerksaan fisik rutin. Kadang-kadang penyebab dasar
hidronefrosis, seperti kalkulus ginjal atau tumor obstruktif,
menimbulkan gejala yang secara tidak langsung menimbulkan
perhatian ke hifronefrosis. Dihilangkanya obstruksi dalam
beberapa minggu biasanya memungkinkan pemulihan total fungsi,
namun seiring dengan waktu perubahan menjadi ireversibel.

2.2.5. Komplikasi
a. Batu ginjal
b. Sepsis
c. Hipertensi renovaskuler

15
16

d. Nefropati obstruktif
e. Infeksi
f. Pielonefritis
g. Ileus paralitik

2.2.6. Pemeriksaan Fisik


Pada pasien dengan hidronefrosis berat, palpasi ginjal dapat teraba.
Dengan hidronefrosis bilateral, edema ekstremitas bawah dapat
terjadi. Sudut kostovertebral pada satu sisi yang terekena sering
lembut. Adanya kembung pada kandung kemih yang teraba jelas
menambah bukti bahwa adanya obstruksi saluran kemih.

2.2.7. Penegakan Diagnosis


a. Laboratorium
Urinalisa. Pyura menunjukkan adanya infeksi. Hematuria
mikroskopik dapat menunjukkan adanya batu atau tumor.
Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin
menunjukkan infeksi akut. Kimia serum: hidronefrosis
bilateral dan hidroureter dapat mengakibatkan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin. Selain itu, hiperkalemia dapat
menjadi kondisi yang mengancam kehidupan.
b. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi adalah metode yang cepat, murah, dan
cukup akurat untuk mendeteksi hidronefrosis dan hidroureter,
namun, akurasi dapat bergantung pada pengguna.
Ultrasonografi umumnya berfungsi sebagai tes skrining pilihan
untuk menetapkan diagnosis dan hidronefrosis.
c. Urography Intravena (IVU)
Urography intravena berguna untuk mengidentifikasi
keberadaan dan penyebab hidronefrosis dan hidroureter.

16
17

Intraluminal merupakan penyebab paling mudah yang dapat


diidentifikasi berdasarkan temuan IVU.

d. CT Scan
CT Scan memiliki peran penting dalam evaluasi
hidronefrosis dan hidroureter. Proses retroperitoneal
menyebabkan obstruksi ekstrinsik dari ureter dan kandung
kemih dapat dievaluasi dengan sangat baik pada CT Scan.

2.2.8. Gambaran Radiologi


Hidronefrosis
Menurut Rasad (2013), gambaran urogram dari
hidronefrosis dini memberikan gambaran kalik yang mendatar
(flattening), perubahan reversible. Hidronefrosis lanjut
memperlihatkan kalik berupa tongkat (clubbing). Pada tingkat
lebih lanjut terjadi destruksi parenkim dan terjadi pembesaran
system saluran kemih dan akhirnya terjadi kantung hidronefrotik.
Gambaran radiologis dari hidronefrosis terbagi berdasarkan
gradenya. Ada 4 grade hidronefrosis, antara lain :
a. Hidronefrosis derajat 1.
Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk
blunting, alias tumpul.
b. Hidronefrosis derajat 2.
Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk
flattening, alias mendatar.
c. Hidronefrosis derajat 3.
Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa
adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias
menonjol.
d. Hidronefrosis derajat 4.

17
18

Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta


adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning alias
menggembung.

Gambar : Derajat Hidronefrosis

2.2.6.1. Foto Polos Abdomen


Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan yang pertama
dilakukan bila ada keluhan nyeri di sekitar area urogenital. Manfaat
dari pemeriksaan ini adalah untuk melihat gambaran secara
keseluruhan di rongga abdomen dan pelvis.
Setiap pemeriksaan traktus urinarius sebaiknya dibuat
terlebih dahulu foto polos abdomen. Pada foto ini dapat
menunjukkan bayangan, besar, bentuk dan posisi kedua ginjal.
Dapat pula dilihat kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu
radioopak dan perkapuran dalam ginjal. Harus diperhatikan batas
muskulus psoas kanan dan kiri. Serta Batu radioopak di
daerah ureter dan buli- buli.
Interpretasi terhadap kalsifikasi pada saluran ginjal harus
dilakukan dengan hati-hati karena flebolit pada kelenjar
mesenterika dan vena pelvis yang berada di atasnya sering disalah
artikan sebagai batu ureter. Film yang diambil saat inspirasi dan
ekspirasi akan mengubah posisi ginjal dan sering kali dapat

18
19

mengkonfirmasi bahwa daerah yang mengalami kalsifikasi pada


abdomen tersebut adalah batu.

Gambar : Foto Polos Abdomen normal

2.2.6.2 IVU

Pemeriksaan urography intravena dilakukan dengan menyuntikkan kontras


secara intravena dan dilakukan pengambilan gambar radiologis secara serial yang
disesuaikan dengan saat zat kontras mengisi ginjal, berlanjut ke ureter, dan ke
kandung kemih. Indikasi pemeriksaan IVU adalah untuk mendeteksi lokasi
obstruksi misalnya pada batu ginjal, konfirmasi penyakit ginjal polikistik, atau
adanya kelainan anatomis yang tidak terdeteksi oleh teknik pemeriksaan lain.
Pemeriksaam IVU memerlukan persiapan yaitu :

a. 2 hari sebelum foto IVU penderita hanya makan bubur kecap


b. Minum air putih yang banyak
c. Jam 24.00 WIB minum obat pencahar/laksans untuk membersihkan kolon dari
feses yang menutupi daerah ginjal.

19
20

d. Selanjutnya puasa sampai dilakukan foto


e. Dilarang banyak bicara untuk mengurangi udara (gas) dalam lambung dan usus.
Untuk bayi dan anak diberikan minum yang mengandung karbonat,
tujuannya untuk mengembangkan lambung dengan gas. Usus akan berpindah,
sehingga bayangan kedua ginjal dapat dilihat melalui lambung yang terisi gas.
Sebelum pasien disuntikkan urofin 60% harus dilakukan terlebih dahulu uji
kepekaan. Jika pasien alergi terhadap kontras maka pemeriksaan pielografi
intravena dibatalkan.

Dosis urografin 60 mg % untuk orang dewasa adalah 20 ml. Kalau perlu


diberikan dosis rangkap yaitu 40 ml. Tujuh menit setelah penyuntikan dibuat film
bucky anteroposterior abdomen. Foto berikutnya diulangi pada 15 menit, 30 menit
dan 1 jam. Sebaiknya segera setelah pasien disuntik kontras, kedua ureter
dibendung, baru dibuat foto 7 menit. Kemudian bendunag dibuka, langsung dibuat
foto di mana diharapkan kedua ureter terisi. Dilanjutkan dengan foto 1 dan 2 jam,
malahan foto 6, 12 dan 24 jam.

Menurut Meschan, digunakan film bucky antero-posterior abdomen


setelah penyuntikan, ulangi pemotretan film antero-porterior abdomen dengan
jarak waktu setelah disuntik kontras intravena, masing-masing 4 menit, 8 menit,
25 menit, foto terlambat jika konsentrasi dan eksresi sangat kurang pada 1-8 jam.
Foto terakhir biasanya film berdiri. Pada pasien hipertensi, film harus dibuat
setelah penyuntikan 30 detik sampai 1 menit, dan tiap-tiap menit setelah itu, untuk
5 menit pertama.

Beberapa ahli menyatakan bahwa IVU masih merupakan pencitraan yang


terbaik untuk memberikan gambaran secara vertikal mengenai struktur anatomi
dari saluran kemih. Akan tetapi kurang disukai karena adanya risiko alergi
terhadap zat kontras.

Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVU yakni,

- Tidak memiliki riwayat alergi

20
21

- Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya yakni dengan mengukur kadar
BUN atau kreatininnya (<2). Karena kontras itu bersifat nefrotoksik dan
dikeluarkan lewat ginjal, jadi apabila ginjal rusak atau tidak berfungsi, akan
sangat berbahaya bagi pasien.

Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVU yakni untuk melihat anatomi dan fungsi
dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan bladder, yang meliputi
-Kelainan congenital
-Radang atau infeksi
-Massa atau tumor
-Trauma

Pada pielografi normal akan diperoleh gambaran bentuk ginjal seperti


kacang. Kutub ( pool ) atas ginjal kiri setinggi Th.11, bagian bawah, batas bawah
setinggi korpus vertebra L3. Ginjal kanan letaknya kira-kira 2 cm lebih rendah
daripada yang kiri. Pada pernafasan, kedua ginjal bergerak dan pergerakan ini
dapat dilihat dengan fluoroskopi. Arah sumbu ke bawah dan lateral sejajar dengan
muskuli psoas kanan dan kiri. Dengan adanya lemak perirenal, ginjal mendapat
lebih jelas terlihat. Hal ini terutama dapat dilihat pada orang gemuk. Pelvis renalis
kemudian dilanjutkan dengan kalik mayor, biasanya Dari kalik mayor dilanjutkan
dengan kalik minor. Jumlahnya bervariasi antara 6-14. Kedua ureter berjalan
lurus dari pelvis renis ke daerah pertengahan sakrum dan berputar ke belakang
lateral dalam suatu arkus, turunke bawah dan masuk ke dalam dan depan untuk
memasuki trigonum buli- buli.

Tiga tempat penyempitan ureter yang normal, yaitu pada


sambungan pelvis dan ureter dengan buli-buli, dan ada persilangan pembuluh
darah iliaka.

21
22

ivp menit ke 5

Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang meliputi
nefrogram dan sistem pyelocalices (PCS). Nefrogram yaitu bayangan dari ginjal
kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya semiopaque, jadi putihnya sedang-
sedang saja.
Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-
penyakit yang ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis,
massa/tumor renal, dll.

22
23

Menit ke 15

Penilaian ureter:

1) Jumlah ureter.
Terkadang, ureter bisa hanya nampak 1 aja, itu mungkin di sebabkan
kontraksi ureter saat pengambilan foto, jadi tidak nampak ketika difoto.
2) Posisi ureter
3) Kaliber ureter.
Maksudnya diameternya, normal < 0.5 cm
4) Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opaque.
Kemudian nyatakan bentuk, jumlah, ukuran, dan letak batu.

Contoh penyakit pada menit ke 15 diantaranya: hidroureter,


ureterolithiasis, ureteritis.

Menit ke 45 : Menilai buli-buli

Menilai dinding buli, additional shadow (divertikel) ataupun filling defect


(masa tumor) dan indentasi prostat.
Gambaran dinding yang menebal ireguler dicurigai adanya sistitis kronis.

23
24

Contoh penyakit pada menit ke 45 yaitu cystitis, pembesaran prostat,


massa vesikolithiasis

POST MIKSI

Menilai apakah setelah pasien berkemih kontras di buli minimal, apabila


terdapat sisa yang banyak kita dapat mengasumsikan apakah terdapat
sumbatan di distal buli ataupun otot kandung kencing yang lemah.
Normalnya yaitu sisa 1/3 dari buli-buli penuh.

2.2.6.3 Ultrasonografi (USG)


Pemeriksaan USG pada ginjal
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) ginjal merupakan pemeriksaan
non invasive, tidak tergantung pada faal ginjal, tidak dijumpai efek
samping, tanpa kontras, tidak sakit, relative cepat, dan mudah dikerjakan.
Pada pemeriksaan USG ginjal dapat diberikan keterangan tentang
ukuran, bentuk, letak, serta struktur anatomi dalam ginjal. Ukuran ginjal
normal berkisar antara: ginjal kanan : 8 – 14 cm dan ginjal kiri : 7 – 12 cm.

24
25

Ginjal normal memperlihatkan sonodensitas kortek yang lebih rendah


(hipoekoik) dibandingkan dengan sonodensitas hati,limpa dan sinus
renalis. Tebal kortek kira-kira 1/3 – 1/2 sinus renalis dengan batas rata
atau bergelombang pada ginjal yang lobulated. Sedangkan sinus renalis
yang terletak ditengah ginjal memberikan sonodensitas yang tinggi
(hiperekoik) disebabkan karena komposisinya yang terdiri atas lemak dan
jaringan parenkim ginjal. Didalam sinus renalis terdapat garis-garis
anekoik, yaitu irisan kalises yang bila diikuti akan bergabung pada daerah
anekoik besar, yaitu pelvis renalis.

Gambar : usg ginjal normal

Dalam menentukan posisi ginjal diperlukan bantuan penilaian dari


pemeriksaan IVP sebagian besar indikasi dari pemeriksaan USG ginjal
adalah untuk menentukan keadaan suatu massa internal.
Menurut Ultrasound Teaching Manual (2000), ginjal akan terlihat
secara baik dalam posisi lateral decubitus. Bagian ginjal akan tergambar
secara longitudinal apabila transduser ditempatkan secara memanjang di
intercosta line. Ginjal ikut bergerak dalam proses pernafasan, sehingga
pada line scan perlu tahan nafas. Selain itu dengan inspirasi mendalam,
gambaran inferior ginjal akan jauh bayangan costa akustik shadow dan

25
26

terlihat dalam dimensi longitudinal untuk evaluasi. Hal ini diperlukan


dalam melengkapi evaluasi dari organ ginjal.
Pedoman Pemeriksaan USG Ginjal

a. Pada Ginjal Kanan


Pasien berbaring supine, dan pasien diminta untuk menahan nafas pada
inspirasi dalam. Posisi tersebut dimaksudkan untuk membebaskan hati dan
menampakkan ginjal lebih bawah. Pada posisi tersebut ginjal dapat
diperiksa dalam penampang membujur dan melintang, dengan mengatur
letak transducer miring ke bawah lengkung iga kanan, sejajar atau tegak
lurus dengan sumbu ginjal dan menggunakan hati sebagai acustic window.
Pemeriksaan dimulai dari bagian medial samping ke lateral secara teratur
berjarak 1 atau 2 parenkim ginjal.

Pasien berbaring miring ke kiri (LLD)


Pada keadaan ekspirasi, penampang melintang ginjal dapat diperiksa
melalui sela iga sepanjang garis mid-aksiler. Pada inspirasi dalam,
penampang coronal dapat diperiksa dengan meletakkan transducer sejajar
garis mid-aksiler mulai daerah pinggan dibawah lengkung iga kanan.
Pemeriksaan dapat dilakukkan dari permukaan posterior sampai ke
anterior. Posisi ini membantu memperlihatkan lesi yang tidak tergambar
pada posisi lain. Pasien berbaring telungkup dan menahan nafas pada
inspirasi dalam, posisi ini ginjal dapat diperiksa dalam penampang
membujur atau melintang, dengan meletakkan transduser di sebelah kanan
lateral garis tengah dan diatur sejajar atau tegak lurus sumbu ginjal.
Pemeriksaan dapat dilakukan dari bagian superior ke inferior, maupun dari
lateral ke medial.

26
27

b. Pada Ginjal Kiri


Gambaran USG ginjal kiri paling baik terlihat bila dilakukan pada posisi
berbaring miring ke kanan (RLD). Penampampang melintang ginjal dapat
diperiksa dengan meletakkan transduser di sela iga, dalam keaadaan
ekspirasi

Penampang kroronal dapat diperiksa dengan meletakkan transduser sejajar


garis aksiler, melalui daerah pinggang di bawah lengkung iga kiri, pada
inspirasi dalam.
Pasien berbaring prone (telungkup), seperti pada pemeriksaan ginjal
kanan, tetapi trasduce diletakkan di sebelah kiri lateral garis tengah. Posisi

27
28

terlentang tidak dianjurkan untuk memeriksa ginjal kiri, karena gambaran


ginjal terganggu oleeh bayangan udara di dalam lambung dan usus.
Sebaliknya, untuk setiap kali pemeriksaan, kedua ginjal diperiksa dan
dibandingkan hasilnya.

- Hidronefrosis derajat 1 : dilatasi pelvis renal tanpa dilatasi kaliks. Reflek


prominen dari sinus renalis tanpa tanda-tanda atrofi parenkim
- Hidronefrosis grade 2 : dilatasi pelvis renal dan kaliks. Sinus reflek
melemah. Tidak ada tanda-tanda atrofi parenkim.
- Hidronefrosis grade 3 : tanda-tanda atrofi organ mulai muncul (flat
papillae dan blunt fornices)
- Hidronefrosis grade 4 : dilatasi masif dari pelvis renal dan kaliks. Batas
antara pelvis renal dan kaliks hilang. Tanda signifikan dari atrofi renal
(penipisan parenkim) (O'Neill WC, 2006).

28
29

2.3. Nefrolithiasis
a. Pengertian
Nefrolitiasis adalah adanya timbunan zat padat yang
membatu pada ginjal, mengandung komponen kristal, dan matriks
organik.

Gambar. Batu Ginjal

b. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya
dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum
terungkap (idiopatik). Secara epidemiologik terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terbentuknya batu pada saluran kemih
pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di
sekitarnya.

29
30

Faktor intrinsik antara lain :

1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari


orang tuanya.

2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50


tahun

3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak


dibandingkan dengan pasien perempuanFaktor ekstrinsik
diantaranya adalah :

1. Geografis : pada beberapa daerah menunjukkan angka


kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada
daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stonebelt.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar


mineral kalsium pada air yang dikonsumsi.

4. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium


mempermudah terjadinya batu.

4. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang


pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau
sedentary life.

c. Patofisiologi

Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan


matriks seperti pus darah, jaringan yang tidak vital dan tumor.
Komposisi dari batu ginjal bervariasi, kira-kira tiga perempat dari
batu adalah kalsium, fosfat, asam urin dan cistien.peningkatan
konsentrasi larutan akibat dari intake yang rendah dan juga
peningkatan bahan-bahan organic akibat infeksi saluran kemih atau
urin ststis sehingga membuat tempat untuk pembentukan batu.
Ditambah dengan adanya infeksi meningkatkan kebasaan urin oleh
produksi ammonium yang berakibat presipitasi kalsium dan
magnesium pospat.

30
31

Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa


faktor yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori ;
a. Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu
ginjal mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak
menetap menyebabkan terjadinya agresi kristal kemudian
timbul menjadi batu.
b. Teori matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein,
10% heksose, 3-5 heksosamin dan 10% air. Adapun matriks
menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi
batu.
c. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah
yang melampui daya kelarutan, sehingga diperlukan zat
penghambat pengendapat. Phospat mukopolisakarida dan
dipospat merupakan penghambatan pembentukan kristal. Bila
terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi
pengendapan.
d. Teori epistaxi
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra-
bersama-sama, salah satu batu merupakan inti dari batu yang
merupakan pembentuk pada lapisan luarnya. Contohnya
ekskresi asam urayt yanga berlebihan dalam urin akan
mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat
sebagai inti pengendapan kalsium.
e. Teori kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di
atas.

d. Manifestasi Klinis

31
32

1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang.


Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu berada.
Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari
hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya
konstan. Terutama timbul pada costoverteral.
2. Hematuria
Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi
karena adanya trauma yang disebabkan oleh adanya
batu atau terjadi kolik.
3. Infeksi
Batu dapat mengakibatkan gejala infeksi traktus
urinarius maupun infeksi asistemik yang dapat
menyebabkan disfungsi ginjal yang progresif.
4. Kencing panas dan nyeri
Adanya nyeri tekan pada daerah ginjal.

e. Diagnosis
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
menegakkan diagnosis, penyakit batu ginjal perlu didukung
dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium, dan penunjang
lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran
kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.
1. Anamnesis
Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan
nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik
nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang dapat membuat
bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat
muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama
sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu sebelumnya
sering mempunyai tipe nyeri yang sama.

32
33

2. Pemeriksaan Fisik
 Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai
takikardi, berkeringat, dan nausea.
 Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita
dengan obstruksi berat atau dengan hidronefrosis.
 Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra,
tanda gagal ginjal dan retensi urin.
 Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat
ditemukan pada pasien dengan urosepsis.

3. Pemeriksaan Penunjang
 Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau
radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis
batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa
yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu
asam urat murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos
sudah cukup untuk menduga adanya batu ginjal bila
diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu
terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput
dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu
ditambah foto urography intravena (IVU/UIV). Pada batu
radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan
defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang
menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak
berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal
ini perludilakukan pielografi retrograd.
Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak
mungkin menjalani pemeriksaan IVU, yaitu pada keadaan-
keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang

33
34

menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan


USG dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat
ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini
juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu
 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari
kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di
saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan
penyebab batu.
ii. Penatalaksanaan
1. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau
melarutkan batu. Terapi simtomatik berusaha untuk
menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum
yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.
2. Litotripsi
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan
bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser
melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling
sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy) yang adalah tindakan
memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan
menggunakan gelombang kejut.
3. Tindakan Bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat
litotripsor, alat gelombang kejut, atau bila cara non-bedah
tidak berhasil.

34
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Penderita


Anamnesa dilakukan tanggal 18 Oktober 2016 pukul 13.30 WIB

Nama : Tn. Gunarno

Usia : 34 th

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Simo 2/5 Kradenan, Grobogan

Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Status : Menikah
SukuBangsa : Jawa (WNI)
Ruangan : Seroja
Masuk RSUD : 16 Oktober 2016

3.2. Anamnesa (Alloanamnesa)


Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pinggang kanan menjalar ke punggung
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh nyeri pinggang kanan di jalarkan ke punggung

sejak 2 hari lalu. Nyeri dirasakan terus menerus dan memberat setelah

buang air kecil. Nyeri membaik setelah meminum obat anti nyeri. Pasien

juga mengeluh merasa tidak tuntas saat buang air kecil sejak 4 bulan yang

lalu. Buang air kecil disertai serpihan batu kristal putih. Pasien juga

mengeluh BAK berwarna seperti teh. Pasien mengaku minum ekstrajoss 2

iii
36

kali sehari namun sudah behenti sejak 5 tahun yang lalu. Sehari hari pasien

mengkonsumsi air minum galon yang tidak bermerk.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat sakit dengan keluhan serupa diakui 11 tahun yang lalu
 Riwayat operasi sebelumnya disangkal
 Riwayat nyeri dada/penyakit jantung disangkal
 Riwayat penyakit gula disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat anggota keluarga menderita keluhan serupa disangkal
Riwayat Psikososial :
Penderita bekerja sebagai petani, social ekonomi kurang.
Pasien mengaku merokok 1bungkus/hari.
Riwayat konsumsi akohol disangkal.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Kesan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : compos mentis
Tanda- tanda vital
Tekanan darah : 132/74 mmHg
Nadi : 76x/menit,
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,2°C

a. Kepala dan Leher

Mata : Konjungtiva anemis (-/-)

Mulut : kering, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis

36
37

Leher : deviasi trakea (-) , massa (-)

b. Thorax :

Paru – paru

Inspeksi : kedua lapang dada simetris

Perkusi : Sonor

Palpasi : nyeri tekan (-), Fremitus (n/n)

Auskultasi : wheezing (-) , ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Palpasi : iktus kordis teraba tidak kuat angkat

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler , bising (-)

c. Abdomen

Inspeksi : perut tampak cembung

Auskultasi : peristaltik 10x /menit

Perkusi : timpani pada perut bagian atas, redup pada perut bagian

bawah

Palpasi : nyeri tekan (+) di regio iliaca dx dan supra pubic

d. Extremitas : dbn

3.4. Diagnosis
Hidronefrosis dextra et sinistra ec Nefrolithiasis sinistra

37
38

3.5. Pemeriksaan Penunjang


3.5.1. Hematologi
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Rutin (16 Oktober 2016)
1. Lekosit 16,2 10x3/ul 3,6 – 11
2. Eritrosit 5,03 10x6/uL 3,8 – 5,2
3. Hemoglobin 12 g/dL 11,7 – 15,5
4. Trombosit 221 10x3/ul 150 – 440
5. Eosinofil 0 % 2–4
6. Basofil 0 % 0–1
7. Neutrofil 80 % 50 – 70
8. Limfosit 9 % 25 – 40
9. Monosit 11 % 2–8
Kimia Klinik (16 Oktober 2016)
1. Ureum 56 mg/dl <50
2. Creatinin 1,96 mg/dl 0,67 – 1,36
3. Asam urat 3,2 mg/dl 3,4 – 7

Kimia Klinik (18 Oktober 2016)


1. Kolesterol 170 mg/dl <200
2. Trigliserid 81 mg/dl 60 - 265
3. SGOT 12,1 U/L 0 – 19
4. SGPT 23,8 U/L 0 – 22

3.5.2. Urin Rutin

18 Oktober 2016

Protein : (+)

Reduksi : (-)

Sedimen :

38
39

Epitel : Gepeng 2-4

Eritrosit : ≥100 /lpk (normal : 0-1 /lpk)

Leukosit : 9-4 /lpk (normal 0-1 /lpk)

Kristal (-)

Silinder (-)

Lain-lain : Bakteri (+)

Ph 6,0 (normal : 4,8 – 7,8)

3.5.3. Pemeriksaan Radiologi


3.5.3.1.Gambaran USG Abdomen

39
40

40
41

Interpretasi Hasil USG :


 Hati
ukuran membesar, permukaan rata, sudut tumpul,
parenkim homogen, tak taampak nodul, v.porta dbn, v.
Hepatika dbn.
 Kandung Empedu
Ukuran Normal, tak tampak penebalan dinding, double
wall (-), Internal echo (-), bayangan akustik(-)
 Saluran Empedu
Tak tampak dilatasi dan internal echo.
 Pankreas
Parenkim normal, pembesaran (-), dilatasi duktus (-),
SOL (-).
 Ginjal
Kanan Kiri
Ukuran Normal Normal
irregularitas - -
Parenkim Normal Normal
Hidronefrosis + (Std sedang) + (Std sedang)
Batu - +, accousic

41
42

shadow (+), d =
2,4 cm
SOL - -

 Limpa
Splenomegali (-), v. Lionalis Normal, SOL (-)
 Rongga Abdomen & Retroperitoneal
Asites (-), Pembesaran kelenjar limfe (-), Aneurisma
aorta (-), SOL (-)
 Lain-lain
Vesica Urinaria : dinding tak menebal, batu (-)

Kesimpulan :
Hepatomegali
Hydronefrosis dextra stadium sedang
Hydronefrosis sinistra stadium sedang
Nefrolithiasis sinistra
3.5.3.2. Diagnosis
Diagnosis : Hidronefrosis dextra et sinistra derajat sedang
ec nefrolithiasis sinistra

42
BAB IV
PEMBAHASAN

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) ginjal merupakan pemeriksaan non


invasive, tidak tergantung pada faal ginjal, tidak dijumpai efek samping, tanpa
kontras, tidak sakit, relative cepat, dan mudah dikerjakan.
Pada pemeriksaan USG ginjal dapat diberikan keterangan tentang ukuran, bentuk,
letak, serta struktur anatomi dalam ginjal. Secara epidemiologi terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-
faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang
dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya (Coe
dkk, 2005).
Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai
mempunyai batu. Hampir semua batu saluran kemih (98%) merupakan batu
radioopaque (Straub dkk, 2005; Pearle dkk, 2005). Pada kasus ini sudah tepat
dilakukan pemeriksaan USG Abdomen sehingga diagnosis bisa ditegakkan.
Namun, dalam menentukan posisi ginjal diperlukan bantuan penilaian dari
pemeriksaan IVP, karena sebagian besar indikasi dari pemeriksaan USG ginjal
adalah untuk menentukan keadaan suatu massa internal.

Pada kasus ini pemeriksaan yang dilakukan adalah berupa pemeriksaan


USG Abdomen, namun sebaiknya ditambah dengan pemeriksaan IVU. Hal
tersebut sesuai dengan Rasad (2013) bahwasannya untuk kasus pada traktus
urinarius dan untuk mengetahui anatomi serta fungsi ginjal dan ureter maka
dapat dilakukan pemeriksaan IVU. Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk
mendeteksi keadaan ginjal( hidronefrosis, kista, massa) atau sebagai
pemeriksaan penyaring pada dugaan adanya trauma ginjal derajat ringan.
Kelebihan USG adalah lebih cepat dan tanpa adanya persiapan khusus.

iii
BAB V
KESIMPULAN

Hidronefrosis adalah dilatasi pielum dan kaliks ginjal pada salah satu
atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi yang di sebabkan karena adanya batu
ureter, sehingga terjadi tekanan balik ke ginjal.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di piala ginjal akan
menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi.
Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang
lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya fungsi
renal terganggu.
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan
penunjang radiologi dengan USG Abdomen didapatkan tampak gambaran
hiperekoik disertai acoustic shadow pada ginjal kiri, dan tampak pelebaran
pielokalix pada ginjal kanan dan kiri, sehingga diagnosis hidronefrolitiasis pada
pasien ini dapat ditegakkan.

iii
45

DAFTAR PUSTAKA

Bisanzo M, Lieberman G. Diagnosis and Imaging Nephrolithiasis In The Emergency


Department. Boston: Harvard Medical School. 2000.
Coe FL, Evan A, Worcester E. 2005. Kidney stone disease. Journal Clin Invest. 115: 2598-2608.
Dejong, Sjamsuhidrajat, 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2, Penerbit Buku Kedokteran –
EGC, Jakarta.
Eisner BH, Quad JW, Hyams E. Nephrolithiasis : What Surgeons Need To Know. AJR.
2011; 196:1274–1278.
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Pearle MS, Calhoun EA, Curhan GC. 2005. Urologic diseases in America project: urolithiasis.
Journal Urology. 173:848–857.
Purnomo Basuki B. Batu Ginjal dan Ureter dalam Dasar-Dasar Urologi. Yogyakarta:
Sagung Seto. 2011.Hal 85-98.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed. 8. Jakarta: EGC
Straub M, Strohmaier WL, Berg W. 2005. Diagnosis and metaphylaxis of stone disease
Consensus concept of the National Working Committee on Stone Disease for the
Upcoming German Urolithiasis Guideline. World Journal Urology. 5:309-323.
Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Batu kandung kemih. Jilid I. Edisi IV . 2006.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 563-5.
Ultrasound Teaching Manual, 2000, USA: Thieme Publishing Group, Edisi 2, Bab 5: 75-80

45

Anda mungkin juga menyukai