DISUSUN OLEH:
Ranto B Tampubolon
(406152001)
PEMBIMBING:
NIM : 406152001
Fakultas : Kedokteran
Mengetahui,
(dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad) (dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, yang memungkinkan laporan kasus berjudul Seorang Perempuan dengan
Hidronefrosis dan Hidroureter ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu
Radiologi di RSUD Semarang pada periode 09 Januari 2017 11 Februari 2017, dengan
berbekalkan pengetahuan, bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama
kepaniteraan maupun pada saat kuliah pra-klinik.
Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus ini,
dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad, selaku pembimbing laporan kasus
2. dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad dan dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp.
Rad
3. Pimpinan dan staff RSUD Semarang
4. Rekan ko-asisten selama kepaniteraan Ilmu Radiologi di RSUD Semarang
Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya,
penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
segala saran dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk
perbaikan di masa mendatang, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................
...........................................................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
...........................................................................................................................................
iii
DAFTAR ISI......................................................................................................................
...........................................................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1
2.3. Ureter
9
2.4. Hidronefrosis..............................................................................................................
10
2.5. Etiologi.......................................................................................................................
10
2.8. Penatalaksanaan..........................................................................................................
19
Universitas Tarumanagara 4
2.9. Prognosis ...................................................................................................................
20
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
33
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Tarumanagara 5
Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks
yang dikenal sebagai hidronefrosis. Batu dapat menyebabkan kerusakan
atau gangguan fungsi ginjal karena menyumbat aliran urine. Jika
penyumbatan ini berlangsung lama, urin akan mengalir balik kesaluran di
dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan
ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. 1
Pada umumnya obstruksi saluran kemih sebelah bawah yang
berkepanjangan akan menyebabkan obstruksi sebelah atas. Jika tidak
diterapi dengan tepat, obstruksi ini dapat menyebabkan kegagalan fungsi
dan kerusakan struktur ginjal yang permanen, seperti nefropati obstruktif,
dan jika mengalami infeksi saluran kemih dapat menimbulkan urosepsis.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Tarumanagara 6
2.1. Anatomi dan Histologi Ren
Usus halus
Fleksura lienalis
Universitas Tarumanagara 7
Gambar 1. Batas-batas Ginjal5
Universitas Tarumanagara 8
tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
Universitas Tarumanagara 9
Gambar 2. Anatomi dan Histologi Ginjal5
Universitas Tarumanagara 10
segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-
superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Universitas Tarumanagara 11
2.2. Fisiologi Ren
a. Filtrasi glomerular
Universitas Tarumanagara 12
b. Reabsorpsi
c. Sekresi
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam
hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular,
cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular
perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi,
hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.
Universitas Tarumanagara 13
2.3. Ureter
Universitas Tarumanagara 14
2.4. Hidronefrosis
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau
kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan
urin mengalir balik sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi
terjadi di uretra atau kandung kemih tekanan balik akan mempengaruhi
kedua ginjal, tetapi kalau obtruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya
batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang rusak7.
2.5. Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada
sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis
renalis terlalu tinggi
b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
c. Batu di dalam pelvis renalis
d. Penekanan pada ureter oleh:
Jaringan fibrosa
Arteri atau vena yang letaknya abnormal
Tumor.
Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan
dibawah sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari
kandung kemih:
Universitas Tarumanagara 15
a. Batu di dalam ureter
b. Tumor di dalam atau di dekat ureter
c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi
penyinaran atau pembedahan
d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
g. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul
lainnya
h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke
uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker
i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau
cedera
j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu
menghalangi kontraksi ureter.
Universitas Tarumanagara 16
2.7. Diagnosis
Diagnosa Penyakit Hidronefrosis bisa merasakan adanya massa di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul, terutama jika ginjal sangat
membesar. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar urea yang
tinggi karena ginjal tidak mampu membuang limbah metabolik ini.10
Beberapa prosedur digunakan utnuk mendiagnosis hidronefrosis:
USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih
a. Ginjal normal
b. Mild hidronefrosis
c. Moderate hidronefrosis
d. Severe hidronefrosis
Universitas Tarumanagara 17
Tujuan dari pemeriksaan kontras radiologi BNO-IVP adalah untuk
mendapatkan gambaran radiologi, anatomi dan fisiologi serta
mendeteksi kelainan patologis dari ginjal, ureter, dan buli-buli.
Pemeriksaan ini juga bertujuan menilai keadaan anatomi dan
fungsi ginjal. Selain itu BNO-IVP dapat mendeteksi adanya batu
semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh
foto polos abdomen. Jika BNO-IVP belum dapat menjelaskan
keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi
ginjal, sebagai gantinya adalah pemeriksaan pielografi retograde.
BNO-IVP mampu mendokumentasikan aliran kontras pada batu
ginjal atau BSK dan juga dapat melihat aliran kontras pada saluran
kemih bagian atas. Hasil foto radiologi tersebut dapat
diinterpretasikan oleh dokter ahli radiologi. Ketidaksiapan dalam
mempersiapkan foto BNO-IVP dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan prosedur dan menghasilkan hasil foto radiologi yang
tidak diharapkan.11
Bahan kontras yang dipakai:
a. Conray (Meglumine iothalamat 60%)
b. Hypaque sodium/sodium diatrizoate 50%
c. Urografin76% (methyl glucamine diatrizoat)
d. Urografin 60-70%
Saxton (1969) membagi dosis untuk orang dewasa dengan berat
badan 70 kg dan sesuai kadar ureum kreatinin menjadi 3 yaitu
1. Dosis rendah : 12 gr lod
2. Dosis menengah : 12-13 gr lod
3. Dosis tinggi : 30 gr lod
Universitas Tarumanagara 18
pielogram. Tujuan dari fase ini adalah untuk mengetahui apakah
fungsi ekskresi dari ginjal masih baik atau tidak.
Kelainan congenital
Trauma
Universitas Tarumanagara 19
1. Sehari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk
makan-makanan lunak yang tanpa serat (seperti bubur kecap)
maksudnya supaya makanan tersebut mudah dicerna oleh usus
sehingga faeces tidak keras.
2. Makan terakhir pukul 19.00 (malam sebelum pemeriksaan)
supaya tidak ada lagi sisa makanan diusus, selanjutnya puasa
sampai pemeriksaan berakhir.
Universitas Tarumanagara 20
Gambar 5. Foto BNO-IVP Polos
Universitas Tarumanagara 21
Menurut Meschan, digunakan film bucky antero-posterior
abdomen setelah penyuntikan, ulangi pemotretan film antero-
posterior abdomen dengan jarak waktu setelah disuntik kontras
intravena,masing-masing adalah :
1. Lima menit:
Dilakukan foto pada 5 menit pertama dengan area
jangkauan pada pertengahan proccecus xyphoideus dan
pusat. Foto ini untuk melihat perjalanan kontras mengisi
sistem kalises pada ginjal. Memakai ukuran kaset 24 x
30 cm dengan posisi antero-posterior sama seperti foto
abdomen. Penekanan ureter dilakukan dengan tujuan
untuk menahan kontras media tetap berada pada sistem
pelvikalises dan bagian ureter proksimal.Penekanan
ureter diketatkan setelah dilakukan pengambilan foto
menit kelima.
Universitas Tarumanagara 22
seperti foto abdomen, pertengahan di antara proccesus
xyphoideus dengan umbilicus.
Universitas Tarumanagara 24
Ada 4 grade hidronefrosis:
2.8. Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab
dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan
melindungi fungsi ginjal.
Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan
nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti
mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan
pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi
obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal
rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat
dilakukan.9
Pada hidronefrosis akut:
Universitas Tarumanagara 25
Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang
hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera
dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui
kulit).
Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
Pada Hidronefrosis kronis :
Diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air
kemih. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui
pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali. Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa.
Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan
pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di
sisi kandung kemih yang berbeda.9
2.9. Prognosis
Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil jika infeksi
dapat dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik. Prognosis untuk
hidronefrosis kronis belum bisa dipastikan.9
BAB III
LAPORAN KASUS
Universitas Tarumanagara 26
3.1. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Usia : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang
Status Pernikahan : Sudah menikah
Tanggal Masuk : 10 Januari 2017
No. RM : 193***
3.2. Anamnesis
Data anamnesa diperoleh pada tanggal 13 Januari 2017 di ruang
rawat inap Prabu Krisna Rumah Sakit Umum Daerah Semarang dan
didukung oleh rekam medik pasien.
Universitas Tarumanagara 27
berlemak dan bersantan. Pasien juga sering mengkonsumsi teh dan kopi
hampir setiap hari.
Kepala :
Normocephal, rambut berwarna hitam keabu-abuan, tidak mudah
dicabut.
Mata :
Bentuk simetris, pupil anisokor, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis
(-)
Universitas Tarumanagara 28
Hidung :
Bentuk normal, sekret (-), deviasi septum (-)
Telinga :
Normooti, discharge (-/-)
Mulut :
Lidah tidak ada kelainan, uvula di tengah, faring tidak hiperemis,
tonsil T1/T1,
Thorax :
- Jantung :
- Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba
- Perkusi :
Batas atas jantung di ICS II midclavicula line sinistra
Batas kanan jantung sejajar ICS IV parasternal line dextra
Batas kiri jantung di ICS V midclavicula line sinistra .
- Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
- Paru :
- Inspeksi: bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis,
- Palpasi: stem fremitus sama kuat pada seluruh lapang paru
- Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar napas vesikuler (+/+), rhonki basah
kasar di basal paru (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas
- Edem ekstremitas atas (-/-) bawah (-/-),
- Kelemahan anggota gerak kanan dan kiri :
Kekuatan otot : ekstremitas atas 5, bawah 5
Abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
- Palpasi : distensi, nyeri tekan supra pubik (-), hepar dan
lien tidak teraba.
Universitas Tarumanagara 29
- Hematokrit : 36,40 % (35 - 47)
- Jumlah leukosit : 15,0/uL (2,6 11,0)
- Jumlah trombosit : 412/uL (150 400)
Mikroskopis
- Lekosit : 20-25
- Eritrosit : 2-3
- Silinder :-
- Epithel : 4-10
- Kristal : 206 (1+) Ca oxalat
- Amorf : negative
- Bakteri : negative
- Trikomonas : negative
- Lain-lain : negative
-
Universitas Tarumanagara 30
Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan USG Abdomen
Universitas Tarumanagara 31
HEPAR ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenisitas
normal, tepi rata, sudut tajam, tak tampak nodul, V. porta dan V. hepatika
tak melebar. Duktus biliaris intra-ekstrahepatal tak melebar.
VESIKA FELEA tak membesar, dinding tak menebal, tak tampak batu,
tak tampak sludge.
Universitas Tarumanagara 32
GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,
PCS tampak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa. Ureter
proksimal tampak melebar.
KESAN :
2. Pemeriksaan BNO-IVP
Universitas Tarumanagara 33
Universitas Tarumanagara 34
Universitas Tarumanagara 35
BNO:
Tak tampak batu opaque
Ren Dextra:
Letak, bentuk, ukuran kontur ginjal normal, kontras tampak pada
menit ke 5, Calik minor dan mayor tampak baloning dan pelvis
renalis melebar dan bendungan pada 1/3 proksimal,
Ureter melebar, kinking (-), bendungan (-), batu (-), kista (-).
Ren Sinsitra:
Letak, bentuk, ukuran kontur ginjal normal, kontras tampak pada
menit ke 5, Calik minor cupping, calik mayor dan pelvis renalis tak
melebar.
Ureter tak melebar, kinking (-), bendungan (-), batu (-), kista (-).
VU: dinding regular, filling defect (-), additional shadow (-), batu
(-).
PM: sisa urin sedikit, fungsi pengosongan baik.
KESAN:
Fungsi ekskresi kedua ginjal normal.
Ballooning hidronefrosis dan hidroureter 1/3 proksimal
dekstra curiga e.c batu lusen di distalnya.
Universitas Tarumanagara 36
3.11. Tatalaksana
Obat injeksi :
- Infus RL 20 tetes per menit
- Inj. Cefoperazone 3x1
- Inj. Ketorolac 30 mg
3.12. Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Universitas Tarumanagara 37
Manifestasi dari hidronefrosis adalah asimtomatik jika awitan terjadi
secara bertahap. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan
pinggang. Jika terjadi infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan
serta piuria akan terjadi. Dalam kasus ini, pasien mengeluhkan nyeri di pinggang
kanan, dan keluhan demam dan diare kemungkinan akibat infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Tarumanagara 38
2. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ke-2. Jakarta : Perpustakaan
Nasional republik Indonesia. 2003.
3. Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.
4. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Edisi ke-6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.
5. Saladin, Kenneth S. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and
Function. 3rd Edition. USA: McGraw-Hill. 2007
6. Price S.A., Wilson L.M. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2005.
7. Tanagho EA, McAninch JW. Smiths General Urology. Edisi ke-16. New
York : Lange Medical Book. 2004.
8. Wein, Alan J. Et Al. Campbell-Walsh Urology. Ninth Edition. Volume 1.
Philadelphia: Saunders. 2007.
9. McAninch, Jack W. Disorder Of The Kidney, from Smiths General
Urology 17th edition. USA: Mc Graw-Hill. 2008.
10. Rasad, Sjahriar, Kartoleksono, Sukonto, Ekayuda, Iwan, Radiologi
Diagnostik, Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2006.
11. Dermroredjo, Sutaryan, Pemeriksaan IVP pada Hidronefrosis, Yogyakarta:
Laboratorium Radiologi RSUP Sardjito. 2006.
12. Palmer, PES, Cockshott, WP, Hegedus, V, Samuel,E, Petunjuk Membaca
Foto Untuk Dokter Umum, Jakarta: EGC. 2005.
13. Malueka R. G. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cenedekia Press. 2008
Universitas Tarumanagara 39