Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN DENGAN

HIDRONEFROSIS DAN HIDROURETER

DISUSUN OLEH:

Ranto B Tampubolon

(406152001)

PEMBIMBING:

dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. R

KEPANITERAAN ILMU RADIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERIODE 09 JANUARI 2017 11 FEBRUARI 2017


LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Ranto B Tampubolon

NIM : 406152001

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Tarumanagara, Jakarta

Bidang Pendidikan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Periode Kepaniteraan : 09 Januari 2017 11 Februari 2017

Judul : Seorang Perempuan dengan Hidronefrosis dan Hidroureter

Diajukan : Februari 2017

Pembimbing : dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad

Telah diperiksa dan disahkan tanggal: ...........................................

Mengetahui,

Pembimbing Ketua SMF

(dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad) (dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, yang memungkinkan laporan kasus berjudul Seorang Perempuan dengan
Hidronefrosis dan Hidroureter ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu
Radiologi di RSUD Semarang pada periode 09 Januari 2017 11 Februari 2017, dengan
berbekalkan pengetahuan, bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama
kepaniteraan maupun pada saat kuliah pra-klinik.

Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus ini,
dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad, selaku pembimbing laporan kasus
2. dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad dan dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp.
Rad
3. Pimpinan dan staff RSUD Semarang
4. Rekan ko-asisten selama kepaniteraan Ilmu Radiologi di RSUD Semarang
Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya,
penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
segala saran dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk
perbaikan di masa mendatang, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, Februari 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................
...........................................................................................................................................
ii

KATA PENGANTAR.........................................................................................................
...........................................................................................................................................
iii

DAFTAR ISI......................................................................................................................
...........................................................................................................................................
iv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................


2

2.1. Anatomi Ginjal...........................................................................................................


2

2.2. Fisiologi Ginjal...........................................................................................................


7

2.3. Ureter
9

2.4. Hidronefrosis..............................................................................................................
10

2.5. Etiologi.......................................................................................................................
10

2.6. Manifestasi klinis........................................................................................................


11

2.7. Diagnosis ...................................................................................................................


11

2.8. Penatalaksanaan..........................................................................................................
19

Universitas Tarumanagara 4
2.9. Prognosis ...................................................................................................................
20

BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................................


21

BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................
32

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
33

BAB I
PENDAHULUAN

Ginjal adalah organ vital yang mempunyai peran penting dalam


mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam-asam dengan cara filtrasi
darah, reabsorbsi selektif air, elektrolit, dan non elektrolit, serta
mengekskresi kelebihannya sebagai urin. Fungsi ekskresi ginjal seringkali
terganggu diantaranya oleh batu saluran kemih yang berdasarkan tempat
terbentuknya terdiri dari nefrolitiasis, ureterolitiasis, vesicolitiasis, batu
prostat, dan batu uretra. Batu saluran kemih terutama dapat merugikan
karena obstruksi saluran kemih dan infeksi yang ditimbulkannya.1

Universitas Tarumanagara 5
Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks
yang dikenal sebagai hidronefrosis. Batu dapat menyebabkan kerusakan
atau gangguan fungsi ginjal karena menyumbat aliran urine. Jika
penyumbatan ini berlangsung lama, urin akan mengalir balik kesaluran di
dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan
ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. 1
Pada umumnya obstruksi saluran kemih sebelah bawah yang
berkepanjangan akan menyebabkan obstruksi sebelah atas. Jika tidak
diterapi dengan tepat, obstruksi ini dapat menyebabkan kegagalan fungsi
dan kerusakan struktur ginjal yang permanen, seperti nefropati obstruktif,
dan jika mengalami infeksi saluran kemih dapat menimbulkan urosepsis.2

Proses ini umumnya berlangsung lama sekali. Tapi juga bisa


mendadak (akut) bila sumbatan secara total. Kasus hidronefrosis semakin
sering didapati. Di Amerika Serikat, insidensinya mencapai 3,1 %, 2,9 %
pada wanita dan 3,3 % pada pria. Penyebabnya dapat bermacam macam
dimana obstruksi merupakan penyebab yang tersering.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Tarumanagara 6
2.1. Anatomi dan Histologi Ren

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang


pada orang dewasa berukuran panjang 10-13 cm (4 -5 inci), lebar: 5-7,5
cm (2-3 inci), dan berat + 150 gram. Persentase berat ginjal: 0,5% dari
berat tubuh. Terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan
kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit
lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan
adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri
adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan
adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri
adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.4
Tabel 1. Batas-batas Ginjal

Batas Ginjal Ginjal Kanan Ginjal Kiri

Anterior Lobus kanan hati Dinding dorsal gaster

Duodenum pars descendens Pankreas

Fleksura hepatica Limpa

Usus halus Vasa lienalis

Usus halus

Fleksura lienalis

Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum, m.


transversus abdominis(aponeurosis), n.subcostalis,
n.iliohypogastricus, a.subcostalis, aa.lumbales 1-2(3), iga
12 (ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal kiri).

Universitas Tarumanagara 7
Gambar 1. Batas-batas Ginjal5

Korteks Bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari


korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),

Universitas Tarumanagara 8
tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

Terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari


Medula tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul
(ductus colligent).

Columna renalis Bagian korteks di antara pyramid ginjal

Processus renalis, Bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks

Suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf


Hilus renalis
atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

Bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul


Papilla renalis
dan calix minor.

Calix minor Percabangan dari calix major.

Calix major Percabangan dari pelvis renalis.

Disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang


Pelvis renalis
menghubungkan antara calix major dan ureter.

Ureter Saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.


Tabel 2. Bagian-bagian Ginjal4

Universitas Tarumanagara 9
Gambar 2. Anatomi dan Histologi Ginjal5

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi
jaringan ginjal) Berdasarkan letaknya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks
yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung
Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki
lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-
pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta4.

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan


percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara
pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis
akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi

Universitas Tarumanagara 10
segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-
superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.

Gambar 3. Perdarahan Ginjal5

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk


persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui
n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini
berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.4

Universitas Tarumanagara 11
2.2. Fisiologi Ren

Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun;


mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan
kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan
garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa
metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak.

Tiga tahap pembentukan urine5:

a. Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada


glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler
glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap
protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air
dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF =
Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung
atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma
atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke
kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke
kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal
dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler
glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik
darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan
kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam
kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah.
Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-
tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas
dinding kapiler.

Universitas Tarumanagara 12
b. Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu :


non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah
kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali
lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

c. Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul


dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak
substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam
tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah
terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta
ion-ion hidrogen.

Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam
hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular,
cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular
perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi,
hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.

Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi


cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini
membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit
dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker
aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya
dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi
secara teurapeutik.

Universitas Tarumanagara 13
2.3. Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi


mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Dindingnya terdiri
atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler
dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi)
guna mengeluarkan urin ke buli-buli.4

Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara


anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih
sempit daripada di tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang
berasal dari ginjal seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat
penyempitan itu antara lain adalah (1) pada perbatasan antara pelvis
renalis dan ureter atau pelvicoureter junction (2) tempat ureter menyilang
arteri iliaka di rongga pelvis dan (3) pada saat ureter masuk ke buli-buli.
Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot
buli-buli (intramural) ; keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik
urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada saat buli-buli
berkontraksi.4

Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter


dibagi menjadi dua bagian yaitu : ureter pars abdominalis yaitu yang
berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka dan ureter pars
pelvika yaitu mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke
buli-buli. Disamping itu secara radiologis ureter dibagi dalam tiga bagian
yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas
sakrum (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum sampai pada
batas bawah sakrum dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum
sampai masuk ke buli-buli.4

Universitas Tarumanagara 14
2.4. Hidronefrosis

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau
kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan
urin mengalir balik sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi
terjadi di uretra atau kandung kemih tekanan balik akan mempengaruhi
kedua ginjal, tetapi kalau obtruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya
batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang rusak7.

Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap


kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan
dalam pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat
pada parenkim ginjal8.

Dari kedua pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa


hidronefrosis adalah bendungan dalam ginjal yang di sebabkan oleh
obstruksi yang terdapat pada ureter yang di sebabkan karena adanya batu
ureter, sehingga terjadi tekanan balik ke ginjal.

2.5. Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada
sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis
renalis terlalu tinggi
b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
c. Batu di dalam pelvis renalis
d. Penekanan pada ureter oleh:
Jaringan fibrosa
Arteri atau vena yang letaknya abnormal
Tumor.
Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan
dibawah sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari
kandung kemih:

Universitas Tarumanagara 15
a. Batu di dalam ureter
b. Tumor di dalam atau di dekat ureter
c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi
penyinaran atau pembedahan
d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
g. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul
lainnya
h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke
uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker
i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau
cedera
j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu
menghalangi kontraksi ureter.

2.6. Manifestasi klinis


Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap.
Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika
terjadi infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria
akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal
kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:9
Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
Gagal jantung kongestif.
Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).
Pruritis (gatal kulit).
Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
Amenore, atrofi testikuler.

Universitas Tarumanagara 16
2.7. Diagnosis
Diagnosa Penyakit Hidronefrosis bisa merasakan adanya massa di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul, terutama jika ginjal sangat
membesar. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar urea yang
tinggi karena ginjal tidak mampu membuang limbah metabolik ini.10
Beberapa prosedur digunakan utnuk mendiagnosis hidronefrosis:
USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih

Gambar 4. USG Ginjal

a. Ginjal normal

b. Mild hidronefrosis

c. Moderate hidronefrosis

d. Severe hidronefrosis

Pielografi Intra Vena (PIV) atau intravenous Pyelography (IVP)


Pielografi Intra Vena (PIV) atau intravenous Pyelography (IVP)
atau dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah
foto yang dapat menggambarkan keadaan system urinaria melalui
bahan kontras radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan
adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal.11

Universitas Tarumanagara 17
Tujuan dari pemeriksaan kontras radiologi BNO-IVP adalah untuk
mendapatkan gambaran radiologi, anatomi dan fisiologi serta
mendeteksi kelainan patologis dari ginjal, ureter, dan buli-buli.
Pemeriksaan ini juga bertujuan menilai keadaan anatomi dan
fungsi ginjal. Selain itu BNO-IVP dapat mendeteksi adanya batu
semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh
foto polos abdomen. Jika BNO-IVP belum dapat menjelaskan
keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi
ginjal, sebagai gantinya adalah pemeriksaan pielografi retograde.
BNO-IVP mampu mendokumentasikan aliran kontras pada batu
ginjal atau BSK dan juga dapat melihat aliran kontras pada saluran
kemih bagian atas. Hasil foto radiologi tersebut dapat
diinterpretasikan oleh dokter ahli radiologi. Ketidaksiapan dalam
mempersiapkan foto BNO-IVP dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan prosedur dan menghasilkan hasil foto radiologi yang
tidak diharapkan.11
Bahan kontras yang dipakai:
a. Conray (Meglumine iothalamat 60%)
b. Hypaque sodium/sodium diatrizoate 50%
c. Urografin76% (methyl glucamine diatrizoat)
d. Urografin 60-70%
Saxton (1969) membagi dosis untuk orang dewasa dengan berat
badan 70 kg dan sesuai kadar ureum kreatinin menjadi 3 yaitu
1. Dosis rendah : 12 gr lod
2. Dosis menengah : 12-13 gr lod
3. Dosis tinggi : 30 gr lod

Untuk medapatkan hasil yang maksimal perlu dilakukan persiapan


yaitu puasa, yang dimaksudkan agar usus besar dan kecil bersih
dari fecalit dan gas sehingga tidak menutup kontur ginjal atau
kontras dalam traktus urinaria.

Pada menit-menit pertama tampak kontras mengisi glomeruli dan


tubuli ginjal sehingga terlihat pencitraan dari parenkim
(nefrogram) ginjal. Fase ini disebut sebagai fase nefrogram.
Selanjutnya kontras akan mengisi system pelvikalises pada fase

Universitas Tarumanagara 18
pielogram. Tujuan dari fase ini adalah untuk mengetahui apakah
fungsi ekskresi dari ginjal masih baik atau tidak.

Perlu diwaspadai bahwa pemberian bahan kontras secara intravena


dapat menimbulkan reaksi alergi berupa urtikaria, syok anafilaktik,
sampai timbulnya laringospasmus. Disamping itu foto PIV tidak
boleh dikerjakan pada pasien gagal ginjal, karena pada keadaan ini
bahan kontras tidak dapat diekskresi oleh ginjal dan menyebabkan
kerusakan ginjal yang lebih parah karena bersifat nefrotoksik.11

Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVP yakni:

Tidak memiliki riwayat alergi

Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya yakni dengan


mengukur kadar BUN atau kreatininnya. Karena kontras itu
bersifat nefrotoksik dan dikeluarkan lewat ginjal, jadi apabila
ginjal rusak atau tidak berfungsi, akan sangat berbahaya bagi
pasien.

Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat


anatomi dan fungsi dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal,
ureter, dan bladder, yang meliputi:

Kelainan congenital

Radang atau infeksi

Massa atau tumor

Trauma

Persiapan pemeriksaan IVP :

Universitas Tarumanagara 19
1. Sehari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk
makan-makanan lunak yang tanpa serat (seperti bubur kecap)
maksudnya supaya makanan tersebut mudah dicerna oleh usus
sehingga faeces tidak keras.
2. Makan terakhir pukul 19.00 (malam sebelum pemeriksaan)
supaya tidak ada lagi sisa makanan diusus, selanjutnya puasa
sampai pemeriksaan berakhir.

3. Malam hari pukul 21.00, pasien diminta untuk minum laksatif


(dulcolax) sebanyak 4 tablet.

4. 8 Jam sebelum pemeriksaan dimulai, pasien tidak


diperkenankan minum untuk menjaga kadar cairan.

5. Pagi hari sekitar pukul 06.00 (hari pemeriksaan), pasien


diminta untuk memasukkan dulcolax supossitoria melalui anus,
supaya usus benar-benar bersih dari sisa makanan / faeces.

6. Selama menjalani persiapan, pasien diminta untuk tidak banyak


bicara dan tidak merokok supaya tidak ada intestinal gas (gas
disaluran pencernaan).11

Membaca Hasil Pemeriksaan BNO-IVP

Setiap pemeriksaan saluran kemih sebaiknya dibuat terlebih


dahulu foto polos abdomen. Yang harus diperhatikan pada foto
polos abdomen ini adalah bayangan, besar (ukuran), dan posisi
kedua ginjal. Dapat pula dilihat kalsifikasi dalam kista dan
tumor, batu radioopak dan perkapuran dalam ginjal. Harus
diperhatikan batas otot Psoas kanan dan kiri.

Universitas Tarumanagara 20
Gambar 5. Foto BNO-IVP Polos

Universitas Tarumanagara 21
Menurut Meschan, digunakan film bucky antero-posterior
abdomen setelah penyuntikan, ulangi pemotretan film antero-
posterior abdomen dengan jarak waktu setelah disuntik kontras
intravena,masing-masing adalah :
1. Lima menit:
Dilakukan foto pada 5 menit pertama dengan area
jangkauan pada pertengahan proccecus xyphoideus dan
pusat. Foto ini untuk melihat perjalanan kontras mengisi
sistem kalises pada ginjal. Memakai ukuran kaset 24 x
30 cm dengan posisi antero-posterior sama seperti foto
abdomen. Penekanan ureter dilakukan dengan tujuan
untuk menahan kontras media tetap berada pada sistem
pelvikalises dan bagian ureter proksimal.Penekanan
ureter diketatkan setelah dilakukan pengambilan foto
menit kelima.

Gambar 6. Foto menit ke-5


2. Lima belas menit
Bila pengambilan gambar pada pelvikalises di menit ke
lima kurang baik, maka foto diambil kembali pada
menit ke 10 dengan tomografi untuk memperjelas
bayangan. Menggunakan kaset 24 x 30 cm mencakup
gambaran pelviokaliseal, ureter dan buli-buli mulai
terisi media kontras dengan posisi antero-posterior sama

Universitas Tarumanagara 22
seperti foto abdomen, pertengahan di antara proccesus
xyphoideus dengan umbilicus.

Gambar 7. Foto menit ke 15

3. Tiga puluh menit


Setelah menit ke- 30 kompresi dibuka dan diambil
gambar dengan menggunakkan kaset ukuran 30 x 40
cm. Di beberapa Rumah Sakit setelah menit ke -30
diharuskan meminum air yang banyak. Foto ini
digunakan untuk mengevaluasi kemampuan ginjal
mensekresikan bahan kontras, tapi di beberapa Rumah
Sakit tidak dengan posisi antero-posterior sama seperti
foto abdomen.

Gambar 8. Foto menit ke 30


4. Foto terlambat, jika konsentrasi dan ekskresi sangat kurang
pada 1-8 jam. Setelah masuk ke menit 60 dibuat foto BNO lagi
Universitas Tarumanagara 23
dengan kaset 30 x 40 cm. Setelah hasil rontgen dikonsultasikan
pada dokter ahli radiologi dan dinyatakan normal maka pasien
diharuskkan berkemih kemudian di foto kembali. Jika dokter
ahli radiologi menyatakan ada gangguan biasanya dilakukan
foto 2 jam. Dengan posisi antero-posterior sama seperti foto
abdomen.

Gambar 9. Foto menit ke 60 atau lebih


5. Foto terakhir biasanya film berdiri atau foto setelah berkemih /
Post Void. Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi
AP supine atau erect untuk melihat kelainan kecil yang
mungkin terjadi di daerah buli-buli. Dengan posisi erect dapat
menunjukan adanya ren mobile (perpindahan posisi ginjal yang
tidak normal) pada kasus posthematuri.

Gambar 10. Foto Post Void


.

Universitas Tarumanagara 24
Ada 4 grade hidronefrosis:

I. Hidronefrosis derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa


dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk blunting, alias
tumpul.
II. Hidronefrosis derajat 2. Dilatasi pelvis renalis dan
kaliks mayor. Kaliks berbentuk flattening, alias
mendatar.
III. Hidronefrosis derajat 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks
mayor dan kaliks minor. Tanpa adanya penipisan
korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol.
IV. Hidronefrosis derajat 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks
mayor dan kaliks minor. Serta adanya penipisan korteks
Calices berbentuk ballooning alias menggembung.

2.8. Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab
dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan
melindungi fungsi ginjal.
Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan
nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti
mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan
pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi
obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal
rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat
dilakukan.9
Pada hidronefrosis akut:

Universitas Tarumanagara 25
Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang
hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera
dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui
kulit).
Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
Pada Hidronefrosis kronis :
Diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air
kemih. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui
pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali. Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa.
Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan
pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di
sisi kandung kemih yang berbeda.9

2.9. Prognosis
Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil jika infeksi
dapat dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik. Prognosis untuk
hidronefrosis kronis belum bisa dipastikan.9

BAB III
LAPORAN KASUS

Universitas Tarumanagara 26
3.1. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Usia : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang
Status Pernikahan : Sudah menikah
Tanggal Masuk : 10 Januari 2017
No. RM : 193***

3.2. Anamnesis
Data anamnesa diperoleh pada tanggal 13 Januari 2017 di ruang
rawat inap Prabu Krisna Rumah Sakit Umum Daerah Semarang dan
didukung oleh rekam medik pasien.

3.3. Keluhan Utama


Pasien mengeluhkan nyeri pinggang kanan.

3.4. Riwayat Penyakit Sekarang


Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang ke IGD RSUD
Semarang dengan keluhan nyeri pinggang kanan sejak 1 minggu sebelum
dirawat di RSUD. Awalnya nyeri pinggang yang dirasakan hilang timbul,
kemudian nyeri pinggang bertambah sakit. Pasien mengatakan nyeri
pinggang bertambah parah ketika melakukan aktivitas dan berkurang saat
pasien dalam posisi tidur. Pasien mengaku apabila merasakan nyeri
pinggang ia mengkonsumsi obat anti nyeri, nyeri hanya berkurang sedikit
dan kembali nyeri, pasien lupa nama obatnya. Pasien juga merasakan
keluhan lain seperti demam sampai 38,5 C, demam naik turun. Pasien
juga merasakan mual tapi tidak sampai muntah, dan mengalami diare
sebanyak 4 kali sehari selama 2 hari sebelum pasien ke IGD. Pasien
menyangkal sering menahan BAK, tidak merasakan nyeri saat BAK dan
warna urin sedikit kuning jernih. Pasien sering mengkonsumsi makanan

Universitas Tarumanagara 27
berlemak dan bersantan. Pasien juga sering mengkonsumsi teh dan kopi
hampir setiap hari.

3.5. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa disangkal. Riwayat hipertensi tidak
terkontrol. Riwayat trauma di perut dan pinggang, riwayat diabetes
melitus, alergi, dan asma disangkal.

3.6. Riwayat Pengobatan Dahulu


Pasien mengatakan belum pernah menjalani pengobatan di RS
sebelumnya.

3.7. Riwayat Keluarga


Riwayat anggota keluarga yang mengalami penyakit serupa
disangkal. Riwayat hipertensi dari ibu pasien. Riwayat diabetes melitus,
alergi, dan asma pada anggota keluarga disangkal.

3.8. Riwayat Sosioekonomi


Pasien bekerja sebagai Pedagang di pasar. Kesan ekonomi kurang.

3.9. Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Suhu : 36,7 C
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit

Kepala :
Normocephal, rambut berwarna hitam keabu-abuan, tidak mudah
dicabut.
Mata :
Bentuk simetris, pupil anisokor, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis
(-)

Universitas Tarumanagara 28
Hidung :
Bentuk normal, sekret (-), deviasi septum (-)
Telinga :
Normooti, discharge (-/-)
Mulut :
Lidah tidak ada kelainan, uvula di tengah, faring tidak hiperemis,
tonsil T1/T1,
Thorax :
- Jantung :
- Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba
- Perkusi :
Batas atas jantung di ICS II midclavicula line sinistra
Batas kanan jantung sejajar ICS IV parasternal line dextra
Batas kiri jantung di ICS V midclavicula line sinistra .
- Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
- Paru :
- Inspeksi: bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis,
- Palpasi: stem fremitus sama kuat pada seluruh lapang paru
- Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar napas vesikuler (+/+), rhonki basah
kasar di basal paru (-/-), wheezing (-/-)

Ekstremitas
- Edem ekstremitas atas (-/-) bawah (-/-),
- Kelemahan anggota gerak kanan dan kiri :
Kekuatan otot : ekstremitas atas 5, bawah 5
Abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
- Palpasi : distensi, nyeri tekan supra pubik (-), hepar dan
lien tidak teraba.

3.10. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Hematologi (10 Januari 2017)
- Hemoglobin : 12,4 g/dL (11,7 - 13,5)

Universitas Tarumanagara 29
- Hematokrit : 36,40 % (35 - 47)
- Jumlah leukosit : 15,0/uL (2,6 11,0)
- Jumlah trombosit : 412/uL (150 400)

Pemeriksaan Kimia Klinik (11 Januari 2017)


- GDS : 92 (70-115 mg/dL)

Pemeriksaan Imunologi (11 Januari 2017)


- HBsAg : negative (negative)

Pemeriksaan Urin (11 Januari 2017)


Urin rutin
Makroskopis
- Warna : kuning
- Kekeruhan : agak keruh
- pH :6 (4,6- 7,8)
- Jamur : negative (negative)
- Protein : negative (negative)
- Reduksi : negative (negative)

Mikroskopis
- Lekosit : 20-25
- Eritrosit : 2-3
- Silinder :-
- Epithel : 4-10
- Kristal : 206 (1+) Ca oxalat
- Amorf : negative
- Bakteri : negative
- Trikomonas : negative
- Lain-lain : negative
-

Universitas Tarumanagara 30
Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan USG Abdomen

Universitas Tarumanagara 31
HEPAR ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenisitas
normal, tepi rata, sudut tajam, tak tampak nodul, V. porta dan V. hepatika
tak melebar. Duktus biliaris intra-ekstrahepatal tak melebar.

VESIKA FELEA tak membesar, dinding tak menebal, tak tampak batu,
tak tampak sludge.

LIEN ukuran normal, parenkim homogen, V. Lienalis tak melebar, tak


tampak nodul.

PANKREAS ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak


melebar.

Universitas Tarumanagara 32
GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,
PCS tampak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa. Ureter
proksimal tampak melebar.

GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,


PCS tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.

AORTA tak tampak melebar. Tak tampak pembesaran limfonodi


paraaorta.

VESIKA URINARIA dinding tak menebal, permukaan reguler, tak


tampak batu/massa.

UTERUS ukuran normal, posisi anteversi, parenkim homogeny, tak


tampak massa, endometrial line baik, terpasang IUD.

Tak tampak efusi pleura. Tak tampak cairan bebas intraabdomen.

KESAN :

Moderate hydronephrosis dan hidroureter proksimal kanan.

Tak tampak kelainan lain pada sonografi organ-organ intrabdomen


diatas.

2. Pemeriksaan BNO-IVP

Universitas Tarumanagara 33
Universitas Tarumanagara 34
Universitas Tarumanagara 35
BNO:
Tak tampak batu opaque
Ren Dextra:
Letak, bentuk, ukuran kontur ginjal normal, kontras tampak pada
menit ke 5, Calik minor dan mayor tampak baloning dan pelvis
renalis melebar dan bendungan pada 1/3 proksimal,
Ureter melebar, kinking (-), bendungan (-), batu (-), kista (-).
Ren Sinsitra:
Letak, bentuk, ukuran kontur ginjal normal, kontras tampak pada
menit ke 5, Calik minor cupping, calik mayor dan pelvis renalis tak
melebar.
Ureter tak melebar, kinking (-), bendungan (-), batu (-), kista (-).
VU: dinding regular, filling defect (-), additional shadow (-), batu
(-).
PM: sisa urin sedikit, fungsi pengosongan baik.
KESAN:
Fungsi ekskresi kedua ginjal normal.
Ballooning hidronefrosis dan hidroureter 1/3 proksimal
dekstra curiga e.c batu lusen di distalnya.

Universitas Tarumanagara 36
3.11. Tatalaksana
Obat injeksi :
- Infus RL 20 tetes per menit
- Inj. Cefoperazone 3x1
- Inj. Ketorolac 30 mg

3.12. Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Universitas Tarumanagara 37
Manifestasi dari hidronefrosis adalah asimtomatik jika awitan terjadi
secara bertahap. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan
pinggang. Jika terjadi infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan
serta piuria akan terjadi. Dalam kasus ini, pasien mengeluhkan nyeri di pinggang
kanan, dan keluhan demam dan diare kemungkinan akibat infeksi.

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 130/80 mmHg, suhu 36,7


C , RR : 20 kali/menit , nadi : 80 kali/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran composmentis, pemeriksaan abdomen: datar, nyeri ketok kostovertebra
kanan (-).

Pada pemeriksaan USG abdomen: Pada ginjal kanan di dapatkan PCS


tampak melebar dan ureter proksimal tampak melebar. Kesan: moderate
hydronephrosis dan hidroureter proksimal kanan. Pada foto polos abdomen: tidak
tampak batu opaque. Sedangkan pada pemeriksaan IVP: Pada ginjal kanan
tampak calik mayor dan minor tampak baloning, pelvis renalis melebar, terdapat
bendungan pada 1/3 proksimal dan ureter melebar. Kesan: ballooning
hidronefrosis dan hidroureter 1/3 proksimal dextra curiga e.c batu lusen di
distalnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: penerbit


Buku Kedokteran EGC. 2005.

Universitas Tarumanagara 38
2. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ke-2. Jakarta : Perpustakaan
Nasional republik Indonesia. 2003.
3. Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.
4. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Edisi ke-6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.
5. Saladin, Kenneth S. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and
Function. 3rd Edition. USA: McGraw-Hill. 2007
6. Price S.A., Wilson L.M. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2005.
7. Tanagho EA, McAninch JW. Smiths General Urology. Edisi ke-16. New
York : Lange Medical Book. 2004.
8. Wein, Alan J. Et Al. Campbell-Walsh Urology. Ninth Edition. Volume 1.
Philadelphia: Saunders. 2007.
9. McAninch, Jack W. Disorder Of The Kidney, from Smiths General
Urology 17th edition. USA: Mc Graw-Hill. 2008.
10. Rasad, Sjahriar, Kartoleksono, Sukonto, Ekayuda, Iwan, Radiologi
Diagnostik, Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2006.
11. Dermroredjo, Sutaryan, Pemeriksaan IVP pada Hidronefrosis, Yogyakarta:
Laboratorium Radiologi RSUP Sardjito. 2006.
12. Palmer, PES, Cockshott, WP, Hegedus, V, Samuel,E, Petunjuk Membaca
Foto Untuk Dokter Umum, Jakarta: EGC. 2005.
13. Malueka R. G. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cenedekia Press. 2008

Universitas Tarumanagara 39

Anda mungkin juga menyukai