Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus yang ditimbulkan oleh
Entamoeba histolytica, suatu mikroorganisme anaerob bersel tunggal (protozoon).
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan banyak terdapat di negara (sub) tropis
dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene yang kurang. Penyebarannya
melalui makanan yang terinfeksi serta kontak seksual. Bila tidak diobati dengan
tepat dapat menjadi sistemis dan menjalar ke organ-organ lain, khususnya hati
2,12
.
Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5
tahun
13
. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba.
Kista ini memegang peranan dalam penularan penyakit lebih lanjut bila terbawa
ke bahan makanan atau air minum oleh lalat atau tangan manusia yang tidak
bersih
12
. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibanding di
negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein
disamping perbedaan strain amoeba memegang peranan. Di negara yang sudah
maju misalnya Amerika Serikat prevalensi amebiasis berkisar antara 1-5 %. Di
Indonesia diperkirakan insidensinya cukup tinggi. Penyakit ini cenderung
endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum
yang tercemar
7,5
.
Prognosis disentri amoeba ditentukan oleh berat ringannya penyakit,
diagnosis dan pengobatan dini yang tepat serta kepekaan amoeba terhadap obat
yang diberikan. Pada umumnya prognosis disentri amoeba adalah baik terutama
yang tanpa komplikasi
7,2
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang lunak atau cair
tiga kali atau lebih dalam satu hari, atau lebih praktis mendefinisikan diare
sebagai meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak
sehingga dianggap abnormal oleh ibunya
5,13
.
Diare secara umum dihubungkan dengan peningkatan volume dan
perubahan kosistensi tinja. Pada anak kurang dari dua tahun, diare
didefinisikan sebagai pengekuaran tinja lebih dari 10ml/kgBB/hr. Sedangkan
pada anak lebih dari 2 tahun, diare didefinisikan pengeluaran tinja lebih dari
200 gram/hari atau dapat dikatakan adanya berak cair empat kali atau lebih
dalam satu hari
6,9
.
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan
entero (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas
dengan gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan
volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan
nyeri saat buang air besar (tenesmus).
10,13
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai
dengansakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare)
yang bercampur lendir dan darah. Disentri merupakan suatu infeksi yang
menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai
dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di
perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja
mengandung darah dan lendir.
Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja.
Penyebab yang terpenting dan tersering adalah Shigella, khususnya S.
Flexneri dan S. Dysenteriae tipe. Entamoeba histolytica menyebabkan
disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada balita
4
. Disentri
amoeba adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus
Entamoeba histolytica
7,10
.
B. Etiologi
Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan
dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus,
menembus dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri
amoeba
7,10

C. Epidemiologi
Penyebaran kuman yang menyebabkan diare berkaitan erat dengan
perilaku pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Perilaku
tersebut diantaranya adalah:
1) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama
kehidupan.
2) Menggunakan botol susu. Penggunaan botol ini memudahkan
pencemaran oleh kuman yang berasal dari tinja dan sukar dibersihkan.
Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang tidak bersih akan
terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum kuman akan
tumbuh.
3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
4) Menggunakan air minum yang tercemar oleh tinja.
5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja atau sebelum memasakmakanan
5
.
Sedangkan faktor host (pejamu) yang menyebabkan diare antara lain
adalah:
1) Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. ASI mengandung
antibodi yang melindungi kita terhadap kuman penyebab panyakit
diare seperti Shigella dan Vibrio cholera.
2) Kurang gizi.
3) Campak. Hal ini akibat penurunan kekebalan pada penderita.
4) Imunodefisiensi/imunosupresi
5
.
Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5
tahun
2
. Disentri amoeba ditularkan lewat feko-oral, baik secara langsung
melalui tangan, maupun tidak langusng melalui air minum atau makanan
yang tercemar. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung
kista amoeba. Laju infeksi yang tinggi didapat di tempat-tempat
penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara sedang berkembang
dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek. Di negara beriklim tropis
banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim
sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain
amoeba memegang peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup
tinggi. Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya : pencemaran air
minum, pupuk kotoran manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung,
seksual kontak oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik,
jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang
tercemar
7,13
.
D. Patogenesis
Terjadinya diare bisa disebabkan oleh salah satu mekanisme di bawah ini :
1. Diare osmotik:
Substansi hipertonik nonabsorbsi peningkatan tekanan osmotik
intralumen usus cairan masuk ke dalam lumen diare.
Diare osmotik terjadi karena:
a) pasien memakan substansi non absorbsi antara lain laksan
magnesium sulfat atau antasida mengandung magnesium.
b) pasien mengalami malabsorbsi generalisata sehingga cairan tinggi
konsentrasi seperti glukosa tetap berada di lumen usus.
c) pasien dengan defek absorbtif, misalnya defisiensi disakaride atau
malasorbsi glukosagalaktosa.
2. Diare sekretorik:
Peningkatan sekresi cairan elektrolit dari usus secara aktif dan penurunan
absorbsi diare dengan volume tinja sangat banyak.
a) Malasorbsi asam empedu dan asam lemak:
b) Pada diare ini terjadi pembentukan micelle empedu.
c) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit:
d) Terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif pada Na K
ATP-ase di enterosit da gangguan absorbsi Na dan air.
e) Gangguan motilitas dan waktu transit usus:
f) Hipermotilitas usus tidak sempat di absorbsi diare.
g) Gangguan permeabilitas usus:
h) Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik
gangguan permeabilitas usus.
3. Diare inflamatorik :
Kerusakan sel mukosa usus eksudasi cairan, elektrolit dan mukus
yang berlebihan diare dengan darah dalam tinja.
6

4. Diare pada infeksi:
a) Virus
b) Bakteri
- Penempelan di mukosa.
- Toxin yang menyebabkan sekresi.
- Invasi mukosa.
c) Protozoa
- Penempelan mukosa (Giardia lamblia dan Cryptosporidium)
Menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan
pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare
- Invasi mukosa (Entamoeba histolytica).
4

Patogenesis E. histolytica diyakini tergantung pada 2 mekanisme,
yaitu kontak sel dan pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah
menunjukkan bahwa kematian tergantung kontak oleh trofozoid yang
meliputi perlekatan, sitolisis ekstraseluler, dan fagositosis. Reseptor lektin
spesifik-galaktosa diduga bertanggung jawab dalam menjembatani perlekatan
pada mukosa kolon., Juga telah dirumuskan bahwa amoeba dapat
mengeluarkan protein pembentuk pori yang membentuk saluran pada
membran sel sasaran hospes. Bila trofozoid E histolytica menginvasi usus,
akan menyebabkan tukak dengan sedikit respon radang lokal. Organisme
memperbanyak diri dan menyebar di bawah usus untuk menimbulkan ulkus
yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada coecum, colon transversum dan
kolon sigmoid
13,10
.
E. Gejala klinis
1) Dehidrasi: Ditandai adanya letargi, penurunan kesadaran, fontanela
anterior cekung, membran mukos (mulut) kering, mata cekung,
penurunan turgor kulit, capilary refill time memanjang.
2) Gagal tumbuh dan malnutrisi: ditandai dengan penurunan massa otot
dan lemak serta udem
3) nyeri perut atau tenesmus: sifat nyerinya tidak meningkat pada
penekanan. Nyeri tersebut berhubungan dengan organisme tertentu.
4) Borborygmi: yaitu peningkatan aktivitas peristaltik yang bisa didengar
ataupun diraba, yang terjadi oleh karena peningkatan aktivitas usus.
5) Eritema pada daerah pery anal: berak yang sering akan menyebabkan
lecet pada daerah peri anal terutama terjadi pada anak-anak. Bisa juga
adanya malasorbsi karbohidrat sekunder akan menghasilkan tinja yang
bersifat asam yang akan mengiritasi daerah perianal. Selain itu
malasorbsi asam empedu sekunder juga dapat menyebabkan dermatitis
daerah perianal dengan gambaran seperti terbakar.
9

6) Demam ringan
7) perut kembung
8) tinja bercampur darah dan mengandung cukup banyak lendir
7,13.

F. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan bila ditemukan trofozoid motil yang mengandung eritrosit
dari sampel tinja segar yang diperiksa 30 menit sejak keluar
13
.
2. pemeriksaan kadar ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan
fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
4. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan dilakukan
pada penderita diare kronik.
5. Proktosigmoidoskopi: pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis
adanya inflamasi mukosa atau keganasan.
6. Pemeriksaan kadar lemak tinja kuantitatif: tinja dikumpulkan (biasanya
72 jam) harus diperiksa kadar lemak tinja jika dicurigai malasorbsi
lemak.
7. Pemeriksaan volume tinja 24 jam: volume lebih dari 500ml/hari jarang
ditemukan pada sindrom usus iritabel.
6

G. Komplikasi
Komplikasi disentri amoeba ada 2 yaitu :
1. Komplikasi intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ameboma
- Penyempitan usus atau striktura
2. Komplikasi ekstra intestinal
- Amebiasis hati
- Amebiasis pleuro pulmonal
- Abses otak dam limfa
- Amebiasis kulit

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
a) Dehidrasi
b) Renjatan hipovolemik
c) Hipokalemi (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardi, perubaha pada elektrokardiogram).
d) Hipoglikemi
e) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
f) Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g) Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
10

H. Penatalaksanaan1
1. Tujuan terapi :
a. Memperbaiki keadaan umum
b. Memperbaiki status rehidrasi
c. Mencegah terjadinya relaps
d. Membunuh kuman penyebab
2. Manajemen terapi
a. Nonmedikamentosa
- Diet TK/TP
Biasanya pada penderita disentri mengalami malnutrisi yang biasanya
disebabkan
adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan mineral. Penderita
disarankan untu
makan makanan dalam bentuk yang relatif lembek (dengan tujuan
mengurang kerja usus)
9
.
b. Medikamentosa
1. Terapi dehidrasi
4,6

Terapi dehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi seseorang:
1) Rencana pengobatan A untuk mengobati diare di rumah:
Prinsipnya adalah:
o Pemberian cairan lebih banyak dari biasanya
a) Cairan yang diberikan harus memenuhi kritria:
- aman bila diberikan dalam jumlah besar
- mudah menyiapkannya
- dapat diterima
- efektif
b) Jumlah yang dapat diberikan adalah sebanyak yang
anak mau dan meneruskan penggunaan URO sampai
diarenya berhenti. Sebagi petunjuk pemberian cairan
yang diberikan di rumah setiap kali buang air besar
adalah sebagai berikut:
- anak di bawah umur 1-4 tahun: 100-200 ml
- >5 tahun: 200-300ml
- dewasa:300-400ml
o Pemberian makanan yang cukup pada anak
a) jenis makanan yang dapat diberikan:
- ASI terus diberikan tanpa selingan
- Untuk anak yang sudah mendapat makanan lunak dan
padat, makanan harus diberikan paling tidak setengah
dari kalori dietnya. Bila mungkin makanan yang asin
harus diberikan juga.
b) jumlah dan frekwensi pemberian makanan:
- berikan makanan sebanyak yang anak mau
- menawarkan makanan tiap 3-4jam. Pemberian makanan
sedikit-sedikit tapi sering lebih mudah diterima oleh
anak
- setelah diare berhenti makanan diberikan paling idak
satu kali lebih banyak daripada biasa setiap hari selama
2 minggu
2) Rencana pengobatan B untuk dehidrasi ringan sedang
a. memberikan oralit 75 ml/kg BB dalam 3 jam pertama, bila
berat badan anak tidak diketahui atau untuk memudahkan di
lapangan pemberian oralit paling sedikit sesuai dengan di
bawah ini:
- umur <>
- umur 1-5 tahun jumlah oralit 600 ml
- >5 tahun jumlah oralit 1200 ml
- dewasa jumlah oralit 2400 ml,
Tetapi bila anak masih mau minum lagi boleh diberikan
lebih. ASI tetap diberikan.
b. Menilai kembali penderita:
- Bila tidak ada dehidrasi lagi, ganti ke rencana A.
- Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang ulabgi
rencana B tetapi penderita ditawarkan makanan, susu
dan sari buah seperti rencana A.
- Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti rencana
C.
3) Rencana Pengobatan C, pengobatan penderita dehidrasi berat:
a) Menentukan bagaimana cara pemberian cairan:
- Penggantian cairan melalui intra vena
- memilih cairan intra vena yang tepat: larutan yang lebih
disukai adalah larutan Ringer laktat. Larutan iv yang
mengandung hanya glukosa tidak diperkenankan.
- Memberikan tetesan iv: Vena yang sering digunakan
adalah vena ante cubiti. Pada keadaan syok
hipovolemik bisa dipasang pada 2 vena untuk
mengembalikan volume darah dalam jumlah yang
cepat.
- Penggantian cairn melalui selang nasogastrik: Penderita
dehidrasi berat harus menerima paling sedikit 20
ml/kgBB larutan oralit selama 6 jam, dimasukkan
dengan kecepatan konstan 20ml/kgBB perjam, dan
harus dikurangi bila ada muntah berulang-ulang atau
perut kembung.
- Penggantian cairan melalui oral: Bila pengobatan iv
dan NGT tidak memungkinkan atau akan terlambat
sedangkan anak dapat minum diberikan oralit oral
20m/kgBB/jam.
b) Menentukan jumlah cairan yang harus diberikan.
- kehilangan cairan pada dehidrasi berat setara dengan
10% berat badan (100ml/kg).
- Bayi harus diberikan cairan 30ml/kgBB pad 1 jam
pertama, diikuti 70ml/kgBB pada 5 jam berikutnya, jadi
seluruhnya 100ml/kgBB dalam 6 jam.
- Anak yang lebih besar dan dewasa harus diberi 30
ml/kgBB dalam 30 menit pertama, diikuti dengan
70ml/kgBBbdalam 2,5 jam berikutnya sehingga
seluruhnya 100ml/kgBB selama 3 jam.
- Bila nadi masih lemah pada pemberian 30ml/kg
pertama maka harus diulang lagi dalam waktu yang
sama.
- Larutan oralit dalam jumlah kecil harus juga diberikan
melalui mulut segera setelah penderita dapat minum
untuk memberi tambahan kalium dan basa.
c) Menilai kembali penderita Yang harus diperhatikan adalah:
- tanda-tanda dehidrasi
- jumlah dan sifat tinja yang dikeluarkan
- setiap kesulitan dalam pemberian cairan
2. Antibiotik
Antibiotik yang efektif untuk disentri amoeba adalah metronidazole
dengan dosis 35-50/kg BB/hari diberikan 3 kali sehari selama 5 hari.
Metronidazole sebagai antibiotik berfungsi untuk memusnahkan parasit
10,11
.
3. Antipiretik
Antipiretik berfungsi untuk menghambat produksi prostaglandin yang
memacu peningkatan suhu lewat hipotalamus sehingga dapat
menurunkan demam
10,11
.

I. Pencegahan
5

1. Upaya mencegah penyebaran kuman patogen
Berbagai kuman penyebab diare disebarkan melalui jalan orofekal seperti
air, makanan dan tangan yang tercemar. Upaya pemutusan penyebaran
kuman penyebab harus difokuskan pada cara penyebaran ini.
Upaya yang terbukti efektif adalah:
a) pemberian ASI saja pad bayi umur 4-6 bulan
b) menghindarkan penggunaan susu botol
c) memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI (untuk mengurangi perkembangbiakan bakteri).
d) Penggunaan air bersih untuk minum
e) Mencuci tangan ( sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi,
sebelum menyiapkan makanan atau makan)
f) Membuang tinja termasuk tinja bayi secara benar.
2. Cara memperkuat daya tahan tubuh pejamu.
a) melaksanakan pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun pertama
kehidupan
b) memperbaiki status gizi (dengan memperbaiki nilai gizi makanan
pendamping ASI dn memberikan anak lebih banyak makanan)
c) imunisasi campak.













DAFTAR PUSTAKA
1) Anonim. 1996. Protap UPF Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP RSUP Dr.
Kariadi. Semarang
2) Anonim. 2003. Pedoman Cairan Infus. Edisi Revisi VIII. PT Otsuka
Indonesia
3) Budhi Santoso. Rasionale Terapi Cairan. Otsuka Pharmaceutical
Indonesia
4) Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan WHO dan UNICEF.
1997. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan
RI. Jakarta
5) Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.1999. Buku Ajar
Diare. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
6) Departemen Kesehatan RI. 2005. Muntah dan Diare Akut.
www.pediatrik.com
7) Eddy Soewandojo. 2002. Amebiasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI. Jakarta
8) John Axford. 1996. Gastrointestinal Disease. Medicine. Blackwell
Science. London
9) Richard E. 2005. Diarrhea. Departement of Pediatrics. Shands Hospital.
University of Florida. Florida
10) Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta
11) Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Cetak Ulang 2001.
Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta
12) Tjan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama.
PT Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia. Jakarta
13) Waldo E. Nelson. 2000. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi 15. Volume 2. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai