DEHIDRA
Oleh :
Arsi Palupi G0000051
Indra Kesuma Dewi G0000096
KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI
FK UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2005
BAB I
PENDAHULUAN
Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica, suatu mikroorganisme anaerob
bersel tunggal (protozoon). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan banyak terdapat di negara (sub) tropis dengan tingkat
sosio-ekonomi rendah dan hygiene yang kurang. Penyebarannya melalui makanan yang terinfeksi serta kontak seksual. Bila
tidak diobati dengan tepat dapat menjadi sistemis dan menjalar ke organ-organ lain, khususnya hati 1.
Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun 2. Sebagai
sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba 3. Kista ini memegang
peranan dalam penularan penyakit lebih lanjut bila terbawa ke bahan makanan atau air
minum oleh lalat atau tangan manusia yang tidak bersih 1. Di negara beriklim tropis banyak
didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan
faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba memegang peranan. Di
negara yang sudah maju misalnya Amerika Serikat prevalensi amebiasis berkisar antara 1-5
%. Di Indonesia diperkirakan insidensinya cukup tinggi. Penyakit ini cenderung endemik,
jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang tercemar 3.
Prognosis disentri amoeba ditentukan oleh berat ringannya penyakit, diagnosis dan
pengobatan dini yang tepat serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan. Pada
umumnya prognosis disentri amoeba adalah baik terutama yang tanpa komplikasi 3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih
dalam satu hari, atau lebih praktis mendefinisikan diare sebagai meningkatnya
frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap abnormal
oleh ibunya 4.
Diare secara umum dihubungkan dengan peningkatan volume dan perubahan
kosistensi tinja. Pada anak kurang dari dua tahun, diare didefinisikan sebagai
pengekuaran tinja lebih dari 10ml/kgBB/hr. Sedangkan pada anak lebih dari 2 tahun,
diare didefinisikan pengeluaran tinja lebih dari 200 gram/hari atau dapat dikatakan
adanya berak cair empat kali atau lebih dalam satu hari 5.
Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab
yang terpenting dan tersering adalahShigella, khususnya S. Flexneri dan S.
Dysenteriae tipe 1.Entamoeba histolytica menyebabkan disentri pada anak yang lebih
besar, tetapi jarang pada balita 4. Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus besar
yang disebabkan oleh parasit ususEntamoeba histolytica 3.
2. Etiologi
Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal
(apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi
patogen (membentuk koloni di dinding usus, menembus dinding usus menimbulkan
ulserasi) dan menyebabkan disentri amoeba 3.
3. Epidemiologi
Penyebaran kuman yang menyebabkan diare berkaitan erat dengan perilaku
pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Perilaku tersebut diantaranya
adalah:
a. tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan.
b. Menggunakan botol susu. Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh
kuman yang berasal dari tinja dan sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan ke
dalam botol yang tidak bersih akan terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera
diminum kuman akan tumbuh.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
d. Menggunakan air minum yang tercemar oleh tinja.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau
sebelum memasak makanan 4.
Sedangkan faktor host (pejamu) yang menyebabkan diare antara lain adalah:
a. Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang
melindungi kita terhadap kuman penyebab panyakit diare seperti Shigella dan
Vibrio cholera.
b. Kurang gizi.
c. Campak. Hal ini akibat penurunan kekebalan pada penderita.
d. Imunodefisiensi/imunosupresi 4.
Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun 2.
Disentri amoeba ditularkan lewat feko-oral, baik secara langsung melalui tangan,
maupun tidak langusng melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai
sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Laju infeksi yang tinggi
didapat di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara
sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek. Di negara beriklim
tropis banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim
sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba
memegang peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup tinggi. Penularan dapat
terjadi lewat beberapa cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran
manusia,vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal pada
homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi
sering terjadi lewat air minum yang tercemar 3.
4. Patogenesis
Terjadinya diare bisa disebabkan oleh salah satu mekanisme di bawah ini 4:
a. Diare osmotik:
Substansi hipertonik nonabsorbsi peningkatan tekanan osmotik
intralumen usus cairan masuk ke dalam lumen diare.
Diare osmotik terjadi karena:
1) pasien memakan substansi non absorbsi antara lain laksan magnesium sulfat
atau antasida mengandung magnesium.
2) pasien mengalami malabsorbsi generalisata sehingga cairan tinggi konsentrasi
seperti glukosa tetap berada di lumen usus.
3) pasien dengan defek absorbtif, misalnya defisiensi disakaride atau malasorbsi
glukosa-galaktosa.
b. Diare sekretorik:
Peningkatan sekresi cairan elektrolit dari usus secara aktif dan penurunan
absorbsi diare dengan volume tinja sangat banyak.
1) Malasorbsi asam empedu dan asam lemak:
2) Pada diare ini terjadi pembentukan micelle empedu.
3) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit:
4) Terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif pada Na K ATP-ase di enterosit
dan gangguan absorbsi Na dan air.
5) Gangguan motilitas dan waktu transit usus:
6) Hipermotilitas usus tidak sempat di absorbsi diare.
7) Gangguan permeabilitas usus:
8) Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik gangguan
permeabilitas usus.
9) Diare inflamatorik:
10) Kerusakan sel mukosa usus eksudasi cairan, elektrolit dan mukus yang
berlebihan diare dengan darah dalam tinja.6
11) Diare pada infeksi:
- Virus
- Bakteri
Penempelan di mukosa.
Toxin yang menyebabkan sekresi.
Invasi mukosa.
- Protozoa
Penempelan mukosa (Giardia lamblia danCryptosporidium)
Menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan
vili yang kemungkinan menyebabkan diare
Invasi mukosa (Entamoeba histolytica).4
Patogenesis E. histolytica diyakini tergantung pada 2 mekanisme, yaitu kontak sel dan
pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa kematian tergantung
kontak oleh trofozoid yang meliputi perlekatan, sitolisis ekstraseluler, dan fagositosis.
Reseptor lektin spesifik-galaktosa diduga bertanggung jawab dalam menjembatani
perlekatan pada mukosa kolon., Juga telah dirumuskan bahwa amoeba dapat mengeluarkan
protein pembentuk pori yang membentuk saluran pada membran sel sasaran hospes. Bila
trofozoid E histolytica menginvasi usus, akan menyebabkan tukak dengan sedikit respon
radang lokal. Organisme memperbanyak diri dan menyebar di bawah usus untuk
menimbulkan ulkus yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada coecum, colon transversum
dan kolon sigmoid 2.
5. Klasifikasi
Derajat dehidrasi ditentukan dengan kriteria :
Penilaian
11
LLihat :
12
KKeadaan
umum
abaik/sadar
ggelisah/rewel
normal
ccekung
llesu, lunglai
atau tidak
sadar
Aada
Ttidak ada
bbasah
Ksering
Hhaus ingin
minum hangat
RRasa haus
mminum
biasa tidak
haus
ssangat cekung
dan kering
PPeriksa
Turgor Kulit
Kkembali
cepat
HHasil
pemeriksaan
Ttanpa
dehidrasi
3
3
MMata
AAir mata
MMulut &
lidah
6
7
8
Ttidak ada
ekembali lambat
Ssangat kering
Mmalas
minum/tidak
bisa minum
edehidrasi
ringan/sedang 1
tanda di (+) 1/>
tanda lain
Kkembali
sangat lambat
Ddehidrasi
berat 1 tanda di
(+) 1/> tanda
lain
Pada kasus ini ada gelisah/rewel, mata cekung, haus, ingin minum terus, sehingga termasuk
dalam derajat dehidrasi ringan/sedang4.
Sedangkan jika diare lamanya sampai 14 hari atau lebih maka diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Diare persisten berat, jika terdapat dehidrasi
b. Diare persisten (saja), jika tidak tedapat dehidrasi.
Jika dalam tinja pada diare terdapat tinja maka disebut sebagai disentri. 7
6. Gejala klinis
a. dehidrasi:
ditandai adanya letargi, penurunan kesadaran, fontanela anterior cekung, membran
mukosa (mulut) kering, mata cekung, penurunan turgor kulit, capilary refill
timememanjang
b. gagal tumbuh dan malnutrisi:
ditandai dengan penurunan massa otot dan lemak serta udem perifer sebagai
manifestasi adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan mineral.
c. nyeri perut atau tenesmus:
sifat nyerinya tidak meningkat pada penekanan. Nyeri tersebut berhubungan
dengan organisme tertentu.
d. borborygmi:
yaitu peningkatan aktivitas peristaltik yang bisa didengar ataupun diraba, yang
terjadi oleh karena peningkatan aktivitas usus.
e. eritema pada daerah pery anal:
berak yang sering akan menyebabkan lecet pada daerah peri anal terutama terjadi
pada anak-anak. Bisa juga adanya malasorbsi karbohidrat sekunder akan
menghasilkan tinja yang bersifat asam yang akan mengiritasi daerah perianal.
Selain itu malasorbsi asam empedu sekunder juga dapat menyebabkan dermatitis
daerah perianal dengan gambaran seperti terbakar. 5
f. demam ringan
g. perut kembung
h. tinja bercampur darah dan mengandung cukup banyak lendir2, 3
7. Pemeriksaan laboratorium
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Hipokalemi (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemi
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.8
9. Penatalaksanaan1
A. Tujuan terapi :
a. Memperbaiki keadaan umum
b. Memperbaiki status rehidrasi
c. Mencegah terjadinya relaps
d. Membunuh kuman penyebab
B. Manajemen terapi
a. Nonmedikamentosa
1). Diet TK/TP
Biasanya pada penderita disentri mengalami malnutrisi yang biasanya
disebabkan adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan mineral 4.
Penderita disarankan untuk makan makanan dalam bentuk yang relatif
lembek (dengan tujuan mengurangi kerja usus) 9.
b. Medikamentosa
1). Terapi dehidrasi
- setelah diare berhenti makanan diberikan paling idak satu kali lebih
banyak daripada biasa setiap hari selama 2 minggu
b). Rencana pengobatan B untuk dehidrasi ringan sedang
(1) memberikan oralit 75 ml/kg BB dalam 3 jam pertama,
bila berat badan anak tidak diketahui atau untuk memudahkan di
lapangan pemberian oralit paling sedikit sesuai dengan di bawah ini:
a) umur <>
b) umur 1-5 tahun jumlah oralit 600 ml
c) >5 tahun jumlah oralit 1200 ml
d) dewasa jumlah oralit 2400 ml.
Tetapi bila anak masih mau minum lagi boleh diberikan lebih. ASI tetap
diberikan.
(2) Menilai kembali penderita:
a) bila tidak ada dehidrasi lagi, ganti ke rencana A.
b) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang ulabgi rencana B
tetapi penderita ditawarkan makanan, susu dan sari buah seperti
rencana A.
c) Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti rencana C.
c). Rencana Pengobatan C, pengobatan penderita dehidrasi berat:
(1) Menentukan bagaimana cara pemberian cairan:
Penggantian cairan melalui intra vena
memilih cairan intra vena yang tepat:
larutan yang lebih disukai adalah larutan Ringer laktat. Larutan iv yang
mengandung hanya glukosa tidak diperkenankan.
Memberikan tetesan iv:
Vena yang sering digunakan adalah vena ante cubiti. Pada keadaan syok
hipovolemik bisa dipasang pada 2 vena untuk mengembalikan volume
darah dalam jumlah yang cepat.
3. Antipiretik
Antipiretik berfungsi untuk menghambat produksi prostaglandin yang memacu
peningkatan suhu lewat hipotalamus sehingga dapat menurunkan demam 10.
10. Pencegahan4
a. Upaya mencegah penyebaran kuman patogen
Berbagai kuman penyebab diare disebarkan melalui jalan orofekal seperti air,
makanan dan tangan yang tercemar. Upaya pemutusan penyebaran kuman
penyebab harus difokuskan pada cara penyebaran ini.
Upaya yang terbukti efektif adalah:
1) pemberian ASI saja pad bayi umur 4-6 bulan
2) menghindarkan penggunaan susu botol
3) memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI (untuk
mengurangi perkembangbiakan bakteri).
4) Penggunaan air bersih untuk minum
5) Mencuci tangan ( sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum
menyiapkan makanan atau makan)
6) Membuang tinja termasuk tinja bayi secara benar.
b. Cara memperkuat daya tahan tubuh pejamu.
1) melaksanakan pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun pertama kehidupan
2) memperbaiki status gizi (dengan memperbaiki nilai gizi makanan pendamping
ASI dn memberikan anak lebih banyak makanan)
3) imunisasi campak.
BAB III
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. F
Umur : 13 bulan
Berat badan : 7 kg
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Bp. W
Pekerjaan Ayah : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Jl. Trisula 4 Kauman Surakarta
Tanggal masuk : 12 Desember 2005
Tanggal pemeriksaan : 12 Desember 2005
No. CM : 73 58 09
II. ANAMNESIS
Allo anamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 12 Desember 2005.
Penderita adalah anak tunggal. Anak lahir dengan berat badan lahir 3000 gram dan
panjang badan 50 cm, lahir normal, menangis kuat, umur kehamilan 9 bulan, ditolong oleh
bidan. Anak meninggal tidak ada, riwayat keguguran tidak ada., anak lahir meninggal
tidak ada. Ayah dan ibu menikah satu kali.
A. Pohon Keluarga
Pemeriksaan Neurologi
Reflek fisiologi Reflek patologis
Kaku kuduk (-), tanda meningeal lainnya (-)
Kekuatan motorik dan sensorik baik.
Pemeriksaaan neurologis lain dalam batas normal.
V. RESUME
Datang seorang pasien laki-laki
umur 13 bulan dengan keluhan
mencret, sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit, mencret 1 hari sebanyak
8 kali kurang lebih 50-100cc,
konsistensi cair dan terdapat ampas
berwarna kehijauan, berbuih,
terdapat darah dan lendir serta
berbau busuk. Muntah (+), panas (+),
IX. PLANNING
IX.Diagnosis
- Laboratorium darah ; LED, hitung jenis leukosit
- Laboratorium feces rutin dan mikroskopis
- Laboratorium urin rutin.
Monitoring
- KU dan VS/ 4 jam
X. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik
XI. PENULISAN RESEP
PEMBAHASAN OBAT
1. Oralit
ORT (Oral Rehydration Therapy) merupakan hal yang paling penting
untuk mencegah dan mengobati kekurangan cairan dan elektrolit 11. Untuk
mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi serta kehilangan garam,
terutama pada bayi dan anak (s/d 3 tahun) dan lansia (>65 tahun), WHO
menganjurkan ORS (Oral Rehidration Solution). Di Indonesia telah dibuat ORS
yang diberi nama Oralit, yang berisi NaCl 0,7 g, KCl 0,3 g, trinatrium sitrat
dihidrat 2,9 g, serta glukosa anhidrat yang berbentuk serbuk dalam sachet
dimana setiap sachet untuk 200 ml air. Glukosa menstimulasi secara aktif
transport Na dan air melalui dinding usus sehingga resorbsi air dalam usus
halus meningkat 25 kali 1.
Pada kasus ini digunakan oralit 70 cc tiap kali mencret dikarenakan
oralit mencegah dan mengatasi dehidrasi serta dosis yang dipakai disesuaikan
dengan BB 7 kg.
2. Cairan Intravena
Indikasi
Cairan intravena diberikan kepada penderita dengan gangguan gastrointestinal
yang sedang-berat sehingga tidak dapat mengabsorbsi makanan yang masuk
dengan baik 11. Cairan kristaloid yang dipakai untuk menggantikan kehilangan
akut cairan tubuh adalah asering, ringer laktat serta normal saline. Kegunaan
RL adalah sebagai cairan resusitasi, suplai bikarbonat serta asidosis
metabolik 12.
Farmakologi
RL mempunyai osmolaritas 273 mOsm/L dengan kandungan elektrolit sebagai
berikut : - Na+ : 130 mEq/L
- Cl- : 109 mEq/L
- K+ : 4 mEq/L
- Ca+ : 3 mEq/L
- Laktat: 28 mEq/L
Farmakokinetik
12
4. Metronidazole
Farmakologi
Metronidazole adalah (1-hidroksi-etil)-2-metil-5-nitroimidazole yang berbentuk
kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air atau alkohol. Metronidazole
memperlihatkan daya amubisid langsung. Pada biakan E. Histolytica dengan
kadar metronodazole 1-2 g/ml, semua parasid musnah dalam 24 jam. Sampai
saat ini belum ditemukan amuba yang resisten terhadap metronidazole.
Farmakokinetik
Absorbsi metronidazole berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral. 1
jam setelah pemberian dosis tunggal 500 mg per oral diperoleh kadar plasma
kira-kira 10 g/ml. Umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang
sensitif, rata-rata diperlukan kadar tidak lebih dari 8 g/ml. Waktu paruh
berkisar 8-10 jam. Obat diekskresi melalui urin, urin mungkin berwarna gelap
karena mengandung pigmen yang larut air. Metronidazole juga diekresi melalui
air liur, air sussu, cairan vaginal dan cairan seminal dalam kadar rendah.
Efek samping dan kontra indikasi
Efek samping hebat yang memerlukan penghentian pengobatan jarang
ditemukan. Efek samping yang paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut
kering dan rasa kecap logam. Sedangkan muntah, diare dan spasme usus
jarang dialami. Efek samping lain dapat berupa pusing, vertigo, ataksia
parestesi, urtikaria, flushing, pruritus, disuria, rasa tekan pada pelvik juga
kering pada mulut vagina dan vulva.
Metronidazole adalah suatu nitroimidazole, sehingga ada kemungkinan dapat
menimbulkan gangguan darah. Oleh karena itu penggunaan metronidazole
lebih dari 7 hari hendaknya disertai pemeriksaan leukosit secara berkala.
Neutropeni dapat terjadi selama pengobatan dan akan kembali normal setelah
pengobatan dihentikan.
Pada penderita dengan riwayat penyakit darah atau gangguan SSP, pemberian
obat ini tidak dianjurkan. Bila ditemukan ataksia, kejang atau gejala SSP yang
lain maka obat harus segera dihentikan. Metronidazole telah diberikan pada
berbagai tingkat kehamilan tanpa peningkatan kejadian teratogenik,
prematuritas dan kelainan bayi kongenital. Namun pengguanaan pada
trimester I tidak dianjurkan, bahkan bila mungkin pada semua tingkat
kehamilan, sampai diperoleh data keamanan yang lebih lengkap. Dosis
metronidazole perlu dikurangi pada pasien dengan obstruksi hati yang berta,
sirosis hepatis, dan gangguan fungsi ginjal yang berat
Indikasi
Metronidazole terutama digunakan untuk amoebiasis, trichomoniasis dan
infeksi bakteri anaerob. Metronidazole efektif untuk amoebiasis intestinal
maupun ekstraintestinal. Efeknya terlihat lebih jelas pada jaringan karena
sebagian besar metronidazole diabsorbsi di usus halus.
Sediaan
Tersedia dalam bentuk tablet 250 dan 500 mg, suspensi 125mg/5 ml dan tablet
vaginal 500 mg. Untuk amobiasis dosis oral yang digunakan adalah 3x750
mg/hari selama 5-10 hari. Sedangkan untuk anak 35-50 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 3 dosis.
Pemilihan metronidazole dengan dosis 280 mg/hari diberikan 3 kali sehari pada
kasus ini dikarenakan metronidazole merupakan drug of choice disentri
amoeba dan juga dosis 280 mg/hari sesuai dengan BB 7 kg.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. PT Elex Media
Komputindo. Kelompok Gramedia. Jakarta
2. Waldo E. Nelson. 2000. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15.
Volume 2. EGC. Jakarta
3. Eddy Soewandojo. 2002. Amebiasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Ketiga.
Balai Penerbit FK UI. Jakarta
4. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan
Lingkungan
Pemukiman.1999. Buku
Ajar
Diare.
DepartemenKesehatan RI. Jakarta
5. Richard E. 2005. Diarrhea. Departement of Pediatrics. ShandsHospital. University of
Florida. Florida
6. Departemen Kesehatan RI. 2005. Muntah dan Diare Akut.www.pediatrik.com
7. Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan WHO dan UNICEF. 1997. Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan RI. Jakarta
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Indonesia, Jakarta
9. Anonim. 1996. Protap UPF Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP RSUP Dr. Kariadi. Semarang
10. Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Cetak Ulang 2001. Bagian
Farmakologi FK UI. Jakarta
11. John Axford. 1996. Gastrointestinal Disease. Medicine. Blackwell Science. London
12. Anonim. 2003. Pedoman Cairan Infus. Edisi Revisi VIII. PT Otsuka Indonesia
13. Budhi Santoso. Rasionale Terapi Cairan. Otsuka Pharmaceutical Indonesia