Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 terlihat kecenderungan
insidens naik. 1,2

Diare adalah suatu kondisi di mana seseorang BAB dengan konsistensi


lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering
biasanya tiga kali atau lebih dalam satu hari. Penyebab terbanyak diare akut di
Indonesia adalah rotavirus. WHO melaporkan bahwa setiap tahun diare rotavirus
menyebabkan > 500.000 kematian anak usia balita di seluruh dunia dan >80% di
antaranya terjadi di negara berkembang. Di Indonesia rotavirus menjadi penyebab
60% diare pada anak balita yang mengalami rawat inap dan 41% dari kasus diare
rawat jalan.3

Di Indonesia, diare adalah penyebab kematian balita nomor dua setelah


ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut. Penyebab utama kematian akibat diare
adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan.
Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.
Komplikasi tersering pada diare adalah dehidrasi.4,5

Dehidrasi adalah kehilangan air tubuh yang sering diikuti oleh kehilangan
elektrolit dan perubahan keseimbangan asam basa di dalam tubuh. Dehidrasi atau
kekurangan cairan dalam tubuh memicu gangguan kesehatan. Mulai dari
gangguan ringan seperti mudah mengantuk, hingga penyakit berat seperti
penurunan fungsi ginjal. Bila pada diare pengeluaran cairan melebihi pemasukan
maka akan terjadi defisit cairan tubuh, yang disebut juga dengan dehidrasi. Pada
dehidrasi berat terjadi defisit cairan sama dengan atau lebih dari 10% berat badan.
Anak dan terutama bayi memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita
dehidrasi dibandingkan orang dewasa.4,5,6

1
Perbaikan status dehidrasi sangat penting untuk menghindari kematian,
dengan mengganti cairan dan garam yang hilang, sampai perjalanan alamiah
penyakit berhenti dengan sendirinya. Oleh karena itu, sangat penting bagi
masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi dan anak untuk mengetahui apa itu
diare serta tatalaksana awalnya agar tidak mengalami dehidrasi.7

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DIARE AKUT

2.1.1 Definisi

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besar 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut
diare, tetapi masih disebut fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi
laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk
bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare adalah meningkatnya
frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air
besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair , keadaan sudah dapat
diare.7

2.1.2 Etiologi

Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-


kuman patogen telah dapat diidentifikasi dari penderita diare sekitar 80% pada
kasus yang datang di sarana kesehatan dan 50% kasus ringan di masyarakat.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare akut umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi ialah
inflammatory dan non inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non
inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel
permukaan vili oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatn dan/atau translokasi
bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang
menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.

Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada


manusia adalah sebagai berikut:

3
Tabel 1. bakteri penyebab diare

Tabel 2. virus penyebab diare

4
Tabel 3. parasit penyebab diare

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut adalah


rotavirus, ETEC, Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.

2.1.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya adalah fekal-oral yaitu melalui


makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderit atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. Ada pun istilah cara penularan diare dikenal
dengan 4F, yaitu finger, flies, fluid dan field.

Faktor risiko yang dapat meningkatkan transmisi enteropatogen


diantaranya kurangnya persediaan air bersih, tercemarnya air oleh tinja, tidak
ada/kurangnya sarana mandi cuci kakus (MCK), higiene perorangan dan
sanitasi lingkungan yang buruk, cara penyimpanan dan penyediaan makan yang
tidak higienis, dan cara penyapihan bayi yang tidak baik. Selain itu
terdapat pula beberapa faktor risiko pada pejamu yang dapat meningkatkan
kerentanan.

5
2.1.4 Epidemiologi

Berdasarkan RISKESDAS tahun 2007 angka kejadian diare di Indonesia


tertinggi ialah di provinsi NAD dan terendah di D.I Yogyakarta. Bila dilihat per
kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi
tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut
jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada
laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Prevalensi diare menurut kelompok umur
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 1. Prevalensi diare menurut kelompok umur

Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan


penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan
berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-
3 setelah TB dan Pneumonia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

6
Tabel 4. Penyebab kematian semua kelompok umur

Selain itu, Diare dan gastroenteritis merupakan penyakit urutan pertama


yang menyebabkan pasien rawat inap di rumah sakit berdasarkan tabel sepuluh
peringkat utama pasien rawat inap di rumah sakit di bawah ini :

Tabel 5. Penyebab pasien rawat inap di rumah sakit8

2.1.5 Patogenesis

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang


menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan
sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan
berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propia.
Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak berkolerasi dengan keparahan
gejala-gejala klinis yang biasanya sembuh sebeum penyembuhan diare. Mukosa

7
lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”,
walaupun pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi
virus Norwalk.

Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang


villus di usus halus hal ini menyebabkan fungsi absorpsi usus halus terganggu.
Sel-sel usus halus yang rusak diganti dengan enterosit baru, berbentuk kuboid
yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Selanjutnya, cairan dan
makanan yang tidak terserap akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan
terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap
terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan
air dan nutrien yang tidak sempurna.

Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakarida
dan fungsi penyerapan seperti air dan elektrolit melalui pengngkut bersama
kotransporter glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak
berdiferensiasi yang tidak mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan
merupakan sekretor air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-
sel ujung vilus menyebabkan ketidakseimbangan rasio penyerapn cairan usus
terhadap sekresi dan malabsorpsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.

Gambar 2. Patogenesis diare akibat Virus

8
Gambar 3. Patogenesis diare akibat bakteri

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang


berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP
dan Ca dependen. Patogenesis diare karena bakteri berbeda dengan diare oleh
karena virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus
sel mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin
shigella juga dapat masuk ke serabut saraf sehingga dapat menyebabkan kejang.
Diare yang terjadi juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut
disentri.7,8

2.1.6 Gejala Klinis

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung


sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal
ini dapat menyebabkan dehidrasi , asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,

9
dehidrasi hipertonik atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa
tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.

Tabel 6. Derajat dehidrasi menurut MMWR

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat


dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada inflammatory diare. Nyeri perut ada
perut bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar.

Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
disebabkan oleh mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas
seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia dan
Cryptosporidium.

Muntah juga terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak
panas atau hanya subfrebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran bagian atas yang terkena. Oleh karena
immunocompromised memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.

2.1.7 Diagnosis

1) Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama


diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/ tidak
lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya.

10
Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8
jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare.
Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk,
pilek, otitis media dan campak. Perlu ditanyakan pula tindakan
yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit,
membawa berobat ke puskesmas atau RS dan obat-obatan yang
telah diberikan serta riwayat imunisasinya.

2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa BB, Suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor
kuilt abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya, misal ubun-ubun
besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidaknya
air mata , bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Adapun untuk menentukan derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara objektif yaitu membandingkan BB sebelum dan selma
diare maupun secara subjektif dengan menggunakan kriteria WHO,
skor Maurice King, kriteria MMWR dan dapat dilihat pada tabel
berikut.

11
Tabel 7 . penentuan derajat dehidrasi menurut WHO, 1995

Tabel 8. penentuan derajat dehidrasi menurut sistem pengangkaan


– Maurice King (1974)

3) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadan tertentu mungkin diperlukan

12
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebb
lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat.
Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinja pada
sepsis atau ISK.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada
diare akut:
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhdap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap
antibiotika.
Tinja :
Pemeriksaan makroskopik :
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E.
histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.
histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang
berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan mikroskopik :
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis
serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja
diproduksi sebagai reponns terhadap bakteri yang menyerang

13
mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. Jejuni,
EIEC, C. difficile, Y. enterolitica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang
ditemukan pada umunya adalah lekosit PMN, kecuali pada S.
typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat
lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica
pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit
dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan
untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja
bepergian ke daerah risiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, dire lebih 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised.

2.1.8 Penatalaksanaan

Departemen Kesehatan mulai melakuan sosialisasi Panduan Tata Laksana


Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh IDAI, dengan merujuk
pada panduan WHO. Rehidrasi bukan satu-satuna strategi dalam penatalaksanaan
diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk
mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar
penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang
dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru


2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

14
Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah

Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian uar biasa diare di Asia Selatan
yang terutama disebabkan karena disentri, yangmenyebabkan berkurangnya lebih
banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak
terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adaah disebabkan
oleh karena virus. Diare karena virustersebut tidak menyebabkan kekurangan
elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan
formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas
larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan
risiko terjadinya hipernatremia.

Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan
oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan , namun efektivitasya
lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.

Tabel 9. Perbedaan komposisi oralit lama dan formua baru

15
Ketentuan pemberian oralit formula baru:

a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru


b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 L air matang, untuk
persediaan 24 jam.
c. Berikan oralit pada anak setiap kali BAB dengan ketentuan sebagai
berikut:
Untuk anak <2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka
harus dibuang.

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

Penggunaan zinc ini memang populer beberapa tahun terakhir karena


memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya.
Pemberian zinc dimulai pada awal masa diare sampai 10 hari kedepan secara
signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut ditemukan
pada anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah cairan atau tinja
yang dikeluarkan.

Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara


kehidupan optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis,

16
zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, antioksidan, kekebalan
seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam
sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh
terhadap infeksi.

Dalam literatur lain juga disebutkan dapat menghambat enzim INOS


(Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare.

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan


tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek
protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 %.
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:

- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 mg ) per hari selama 10 hari

- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

ASI dan makanan tetap diteruskan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada


penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan

17
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

Antibiotika jangan diberikan

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian


diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera.

Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping
yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti
diare disebabkan oleh parasit seperti amoeba dan giardia.

Nasihat pada ibu dan pengasuh

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang : 1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah 2. Kapan harus
membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

 Diare lebih sering

 Muntah berulang

 Sangat haus

 Makan/minum sedikit

 Timbul demam

 Tinja berdarah

 Tidak membaik dalam 3 hari.

18
Untuk tatalaksana diare dengan dehidrasi dilakukan sesuai dengan derajat
dehidrasi yang dibagi menjadi 3 rencana tatalaksana, yaitu rencana terapi A untuk
diare tanpa dehidrasi, rencana terapi B untuk diare dengan dehidrasi sedang dan
rencana terapi C untuk diare dengan dehidrasi berat. Berikut adalah tabel
tatalaksana rencana terapi.

Tabel 10. Rencana terapi pada diare

2.1.9 Komplikasi

Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa


diantaranya membutuhkan pengobatan khusus.

 Gangguan Elektrolit
o Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L
memerlukan pantauan berkala yang ketat. Tujunnya adalah
untuk menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbaha
oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral

19
atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik
dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan
menggunakan 0,45% saline – 5% dextrose selama 8 jam.
Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadar natium plasma setelah 8 jam. Bila
normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan
8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8
jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% salline – 5% dextrose,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmo KCl pada
setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan.
Lanjutkan oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.
o Hiponatremia
Anak dengan diare hanya minumm air putih atau cairan
yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi
hiponatremi (Na<130mol/L). Sering terjadi pasien anak
dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi hampir semua
anak dengan hiponatremia. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu:
memakai ringer laktat atau normal saline kadar Na koreksi
(mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang diperiksa dialikan
0,6 dan dikalikan dengan BB. Separuh diberikan dalam 8
jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan Na
serum tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
o Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan
dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 – 1 ml/kgBB

20
intravena pelan-pelan daam 5-10 menit dengan monitor
detak jantung.
o Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi
dilakukan menurut kadar K. Jika kadar K <2,5 mEq/L maka
diberikan intravena drip diberikan daam 4 jam. Dosisnya:
(3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2mEq/kgBB/24jam)
diberikan dlam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya (3,5-
kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapatmenyebabkan kelemahan otot, ileus
paralitik, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung.
Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan
makanan yang kaya akan kalium selama dan sesudah diare
berhenti.

2.1.10 Pencegahan

Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah :

Perilaku Sehat

1. Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal
oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6
bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.

ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi
dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan
tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan

21
organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui
secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).

Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan
dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare
yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,


yaitu: a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9
bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur
1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta
teruskan pemberian ASI bila mungkin. b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke
dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu,
telur, ikan, daging, kacangkacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke
dalam makanannya. c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi
anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih. d. Masak makanan dengan benar,
simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum
diberikan kepada anak.

22
3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman


tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman
atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jarijari tangan, makanan yang
wadah atau tempat makanminum yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat
yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko
menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan
air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a. Ambil air dari sumber air yang bersih

b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air.

c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-
anak

d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang
bersih dan cukup.

4. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam


penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).

23
5. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban


mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga
harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga : a. Keluarga harus mempunyai jamban


yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga. b.
Bersihkan jamban secara teratur. c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga: a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang
di jamban b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya. c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja
seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun. d. Bersihkan dengan
benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.

7. Pemberian Imunisasi Campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi
tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

Penyehatan Lingkungan

1. Penyediaan Air Bersih

Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara
lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk

24
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya
penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus
tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.

2. Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor


penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat
mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti
bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu
pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut.
Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan
dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan
pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.

3. Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air
limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan
tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

2.1.10 Prognosis

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,


dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya
sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut
usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1.

25
BAB III

KESIMPULAN

Diare merupakan penyakit yang sangat sering terjadi baik di negara maju
maupun negara berkembang. Morbiditas dan mortalitas diare masih cukup tinggi
di Indonesia. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan diare ialah kurangnya
sanitasi serta hygiene individu. Saat ini dehidrasi bukan merupakan pengobatan
satu-satunya untuk menangani diare. Dikenal istilah LINTAS DIARE yang
merupakan singkatan dari lima langkah tuntaskan diare. Yaitu rehidrasi dengan
oralit, zinc selama 10 hari berturut-turut, teruskan ASI, makan dan minum cukup
serta memberikan nasihat kepada ibu atau pengasuh.

Pada diare dapat terjadi pula dehidrasi. Penilaian untuk mendiagnosis


dehidrasi dapat ditentukan melalui tabel WHO, skor Maurice King dan Kriteria
MMWR. Untuk tatalaksana dehidrasi dibagi berdasarkan derajat dehidrasi
tersebut. Rencana terapi A untuk diare tanpa dehidrasi, rencana terapi B untuk
diare dengan dehidrasi sedang dan rencana terapi C untuk dehidrasi berat.

Komplikasi yang dapat timbul akibat diare berupa gangguan elektrolit.


Prognosis dari diare bergantung pada beratnya gejala klinis serta ada atau tidaknya
dehidrasi.

26
SARAN

Diare merupakan penyakit yang dapat dicegah. Salah satu faktor yang
dapat dibenahi ialah hygiene individu. Oleh karena itu perlu adanya promosi
hygiene agar menurunkan angka kejadian diare. Hal ini dapat diusahakan dengan
memberikan penyuluhan tentang hubungan diare dengan hygiene individu kepada
masyarakat luas. Serta mempromosikan hal-hal sederhanya yang jarang dilakukan
misalnya mencuci tangan sebeum makan atau sebelum menyajikan makanan, cara
mengolah bahan makanan, pemberian ASI, kebersihan lingkungan serta
pentingnya MCK.

Selain tindakan preventif, penanganan pasien dengan diare juga harus


lebih maksimal dan harus diberikan penerangan dini mengenai pertolongan
pertama yaitu pencegahan dehidrasi dengan penggunaan larutan isotonik.
Rehidrasi oral juga harus ditekankan pada masyarakat awam.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Widowati T, Nenny SM, Hera N, Yani S. Diare Rotavirus pada Anak


Usia Balita. Sari Pediatri;2012:13(5).p340-45.
2. Yusuf S, Syafrudin H, Kadim M. Gambaran Derajat Dehidrasi dan
Gangguan Fungsi Ginjal pada Diare Akut. Sari Pediatri;2011:13(3).p221-
25.
3. Anwar A, Musadad A. Pengaruh Akses Penyediaan Air Bersih Terhadap
Kejadian Diare pada Balita. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2009;8(2):953-63.
4. Wandansari AP. Kualitas Sumber Air Minum dan Pemanfaatan Jamban
Keluarga dengan Diare. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013;p24-29.
5. Permatasari OA, Rano KS. Perbaikan sanitasi, higienitas dan ketersediaan
air bersih dalam pencegahan diare. 2013;1-16.
6. Rahman HF, Widoyo, Slamet W, Siswanto H, Biantoro. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian diare di desa solor kecamatan cerme
bondowoso.2015;p24-35.
7. Soeparto P, Reza R. Kegawatdaruratan Gastrointestinal. In Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi. UKK Gatroenterologi-Hepatologi
IDAI.2015;p27-31.
8. Kementrian Kesehatan RI. Situasi diare di Indonesia Buletin Data dan
Informasi Kesehatan. 2011.p1-44.
9. Fadli MY, Mutiara H. Faktor-faktor yang mempengaruhi diare akut pada
balita. 2016;p97-100.
10. Subagyo B, Nurtjahjo BS. Diare Akut. In Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi. UKK Gatroenterologi-Hepatologi IDAI.2015;p87-120.
11. Bhutta ZA. Acute Gastroenteritis in Children. In Kliegman: Nelson
Textbook of Pediatric. 18th ed. 2007. Chapter 337;p,1-19.
12. Greenbaum L. Fluid and Electrolyte Treatment of Specific Disorders. In
Kliegman: Nelsons’ Textbook of Pediatric. 18th ed. 2007. Chapter 55;p1-
3.
13. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan.2012.p.1-33
14. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit. 2009.p.131-145.

28

Anda mungkin juga menyukai