PENDAHULUAN
Dehidrasi adalah kehilangan air tubuh yang sering diikuti oleh kehilangan
elektrolit dan perubahan keseimbangan asam basa di dalam tubuh. Dehidrasi atau
kekurangan cairan dalam tubuh memicu gangguan kesehatan. Mulai dari
gangguan ringan seperti mudah mengantuk, hingga penyakit berat seperti
penurunan fungsi ginjal. Bila pada diare pengeluaran cairan melebihi pemasukan
maka akan terjadi defisit cairan tubuh, yang disebut juga dengan dehidrasi. Pada
dehidrasi berat terjadi defisit cairan sama dengan atau lebih dari 10% berat badan.
Anak dan terutama bayi memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita
dehidrasi dibandingkan orang dewasa.4,5,6
1
Perbaikan status dehidrasi sangat penting untuk menghindari kematian,
dengan mengganti cairan dan garam yang hilang, sampai perjalanan alamiah
penyakit berhenti dengan sendirinya. Oleh karena itu, sangat penting bagi
masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi dan anak untuk mengetahui apa itu
diare serta tatalaksana awalnya agar tidak mengalami dehidrasi.7
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besar 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut
diare, tetapi masih disebut fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi
laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk
bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare adalah meningkatnya
frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air
besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair , keadaan sudah dapat
diare.7
2.1.2 Etiologi
3
Tabel 1. bakteri penyebab diare
4
Tabel 3. parasit penyebab diare
5
2.1.4 Epidemiologi
6
Tabel 4. Penyebab kematian semua kelompok umur
2.1.5 Patogenesis
7
lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”,
walaupun pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi
virus Norwalk.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakarida
dan fungsi penyerapan seperti air dan elektrolit melalui pengngkut bersama
kotransporter glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak
berdiferensiasi yang tidak mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan
merupakan sekretor air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-
sel ujung vilus menyebabkan ketidakseimbangan rasio penyerapn cairan usus
terhadap sekresi dan malabsorpsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.
8
Gambar 3. Patogenesis diare akibat bakteri
9
dehidrasi hipertonik atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa
tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
disebabkan oleh mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas
seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia dan
Cryptosporidium.
Muntah juga terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak
panas atau hanya subfrebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran bagian atas yang terkena. Oleh karena
immunocompromised memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.
2.1.7 Diagnosis
1) Anamnesis
10
Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8
jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare.
Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk,
pilek, otitis media dan campak. Perlu ditanyakan pula tindakan
yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit,
membawa berobat ke puskesmas atau RS dan obat-obatan yang
telah diberikan serta riwayat imunisasinya.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa BB, Suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor
kuilt abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya, misal ubun-ubun
besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidaknya
air mata , bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Adapun untuk menentukan derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara objektif yaitu membandingkan BB sebelum dan selma
diare maupun secara subjektif dengan menggunakan kriteria WHO,
skor Maurice King, kriteria MMWR dan dapat dilihat pada tabel
berikut.
11
Tabel 7 . penentuan derajat dehidrasi menurut WHO, 1995
3) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadan tertentu mungkin diperlukan
12
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebb
lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat.
Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinja pada
sepsis atau ISK.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada
diare akut:
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhdap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap
antibiotika.
Tinja :
Pemeriksaan makroskopik :
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E.
histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.
histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang
berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan mikroskopik :
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis
serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja
diproduksi sebagai reponns terhadap bakteri yang menyerang
13
mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. Jejuni,
EIEC, C. difficile, Y. enterolitica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang
ditemukan pada umunya adalah lekosit PMN, kecuali pada S.
typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat
lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica
pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit
dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan
untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja
bepergian ke daerah risiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, dire lebih 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised.
2.1.8 Penatalaksanaan
14
Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian uar biasa diare di Asia Selatan
yang terutama disebabkan karena disentri, yangmenyebabkan berkurangnya lebih
banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak
terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adaah disebabkan
oleh karena virus. Diare karena virustersebut tidak menyebabkan kekurangan
elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan
formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas
larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan
risiko terjadinya hipernatremia.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan
oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan , namun efektivitasya
lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.
15
Ketentuan pemberian oralit formula baru:
16
zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, antioksidan, kekebalan
seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam
sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh
terhadap infeksi.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
17
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping
yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti
diare disebabkan oleh parasit seperti amoeba dan giardia.
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang : 1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah 2. Kapan harus
membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
18
Untuk tatalaksana diare dengan dehidrasi dilakukan sesuai dengan derajat
dehidrasi yang dibagi menjadi 3 rencana tatalaksana, yaitu rencana terapi A untuk
diare tanpa dehidrasi, rencana terapi B untuk diare dengan dehidrasi sedang dan
rencana terapi C untuk diare dengan dehidrasi berat. Berikut adalah tabel
tatalaksana rencana terapi.
2.1.9 Komplikasi
Gangguan Elektrolit
o Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L
memerlukan pantauan berkala yang ketat. Tujunnya adalah
untuk menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbaha
oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral
19
atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik
dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan
menggunakan 0,45% saline – 5% dextrose selama 8 jam.
Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadar natium plasma setelah 8 jam. Bila
normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan
8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8
jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% salline – 5% dextrose,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmo KCl pada
setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan.
Lanjutkan oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.
o Hiponatremia
Anak dengan diare hanya minumm air putih atau cairan
yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi
hiponatremi (Na<130mol/L). Sering terjadi pasien anak
dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi hampir semua
anak dengan hiponatremia. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu:
memakai ringer laktat atau normal saline kadar Na koreksi
(mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang diperiksa dialikan
0,6 dan dikalikan dengan BB. Separuh diberikan dalam 8
jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan Na
serum tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
o Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan
dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 – 1 ml/kgBB
20
intravena pelan-pelan daam 5-10 menit dengan monitor
detak jantung.
o Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi
dilakukan menurut kadar K. Jika kadar K <2,5 mEq/L maka
diberikan intravena drip diberikan daam 4 jam. Dosisnya:
(3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2mEq/kgBB/24jam)
diberikan dlam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya (3,5-
kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapatmenyebabkan kelemahan otot, ileus
paralitik, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung.
Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan
makanan yang kaya akan kalium selama dan sesudah diare
berhenti.
2.1.10 Pencegahan
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah :
Perilaku Sehat
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal
oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6
bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi
dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan
tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan
21
organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui
secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan
dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare
yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
22
3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air.
c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-
anak
e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang
bersih dan cukup.
4. Mencuci Tangan
23
5. Menggunakan Jamban
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga: a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang
di jamban b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya. c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja
seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun. d. Bersihkan dengan
benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi
tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
Penyehatan Lingkungan
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara
lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk
24
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya
penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus
tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
2. Pengelolaan Sampah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air
limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan
tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
2.1.10 Prognosis
25
BAB III
KESIMPULAN
Diare merupakan penyakit yang sangat sering terjadi baik di negara maju
maupun negara berkembang. Morbiditas dan mortalitas diare masih cukup tinggi
di Indonesia. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan diare ialah kurangnya
sanitasi serta hygiene individu. Saat ini dehidrasi bukan merupakan pengobatan
satu-satunya untuk menangani diare. Dikenal istilah LINTAS DIARE yang
merupakan singkatan dari lima langkah tuntaskan diare. Yaitu rehidrasi dengan
oralit, zinc selama 10 hari berturut-turut, teruskan ASI, makan dan minum cukup
serta memberikan nasihat kepada ibu atau pengasuh.
26
SARAN
Diare merupakan penyakit yang dapat dicegah. Salah satu faktor yang
dapat dibenahi ialah hygiene individu. Oleh karena itu perlu adanya promosi
hygiene agar menurunkan angka kejadian diare. Hal ini dapat diusahakan dengan
memberikan penyuluhan tentang hubungan diare dengan hygiene individu kepada
masyarakat luas. Serta mempromosikan hal-hal sederhanya yang jarang dilakukan
misalnya mencuci tangan sebeum makan atau sebelum menyajikan makanan, cara
mengolah bahan makanan, pemberian ASI, kebersihan lingkungan serta
pentingnya MCK.
27
DAFTAR PUSTAKA
28