Oleh:
Preseptor:
dr. Eva Chundrayetti , Sp.A (K)
1.2.Batasan Masalah
Case Report Session (CRS) ini membahas mengenai definisi, etiologi, epidemiologi,
patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, diagnosis, diagnosis banding, tata laksana,
komplikasi dan prognosis diare akut.
1.3.Tujuan Penulisan
CRS ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai diare
akut.
1.4.Metode Penulisan
Metode penulisan dari CRS ini berupa hasil pemeriksaan pasien, rekam medis pasien,
tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur termasuk buku teks dan artikel
ilmiah.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Kadang – kadang pada seorang anak buang air besar
kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.
Perubahan konsistensi tinja lebih bermakna daripada frekuensi BAB.4,5
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4 kali
per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal.
Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut
ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.4
2.2. Epidemiologi
Setiap tahun diperkirakan 2,5 miliar kejadian diare pada anak balita, dan hampir
tidak ada perubahan dalam dua dekade terakhir. Diare pada balita tersebut lebih dari
separohnya terjadi di Afrika dan Asia Selatan, dapat mengakibatkan kematian atau keadaan
berat lainnya. Insidens diare bervariasi menurut musim dan umur. Anak-anak adalah
kelompok usia rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi pada kelompok anak usia
dibawah dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya usia anak.1 Insiden diare pada
kelompok usia balita di Indonesia pada tahun 2012 adalah 10,2 persen.3
2.3. Klasifikasi
Diare akut terbagi dua berdasarkan manifestasi klinis yaitu diare akut berair atau
acute watery diarrhea dan diare akut berdarah atau bloody diarrhea. Acute watery diarrhea
paling banyak disebabkan rotavirus, Norwalk-like virus, enterotoxigenic Escherichia coli
(ETEC), Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Clostridium difficile, Giardia, dan
cryptosporidia. Patogen yang paling sering menyebabkan acute bloody diarrhea adalah
Shigella and Entamoeba histolytica. Campylobacter sp, invasive Escherichia coli,
Salmonella, Aeromonas organisms, C. difficile, dan Yersinia sp dapat menyebabkan acute
bloody diarrhea.5 Diare akut juga diklasifikasikan berdasarkan derajat dehidrasi yaitu tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan-sedang, dan dehidrasi berat.6
2
2.4. Etiologi dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak
langsung melalui lalat ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).4
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain : tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk
dijangkiti diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor
genetik.4
Diare dapat disebabkan infeksi dan non infeksi. Penyebab infeksi utama timbulnya
diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Di negara berkembang kuman
patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli
enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio Cholera.
Rotavirus merupakan penyebab tersering diare akut pada anak (75-90%).4,7
Adapun penyebab non infeksi yaitu:
- Defek Anatomis: Malrotasi, penyakit Hirchsprung, Short Bowel Syndrome, Atrofi
microvilli, Stricture
- Malabsorpsi: Defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa – galaktosa, cystic fibrosis,
penyakit Celiac
- Endokrinopati: Thyrotoksikosis, penyakit Addison, sindroma Adrenogenital
- Keracunan makanan: logam berat, mushrooms
- Neoplasma: Neuroblastoma, phaeochromocytoma, sindroma Zollinger Ellison
- Lain -lain : Infeksi non gastrointestinal, alergi susu sapi, penyakit Crohn, defisiensi
imun, colitis ulserosa, gangguan motilitas usus, pellagra8
2.5. Patogenesis
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan
diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung
villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus
3
dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati
tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum
penyembuhan diare.4
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di
usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus
halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang
sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi
cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak
terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi
hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar
usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak
sempurna. Bakteri yang memproduksi enterotoksin seperti ETEC, Clostridium perfringens,
dan Giardia lamblia juga mengganggu proses absorbsi dan sekresi usus sehingga timbul
diare berair tanpa lendir dan darah.4
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi,
yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan
seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan
asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak
mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan
elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan
(1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi
karbohidrat kompleks, terutama laktosa.4
Diare berair juga dapat diakibatkan oleh bakteri penghasil enterotoksin seperti V.
Cholerae, ETEC, Giardia Lamblia, dan Cry. Perlekatan V. Cholerae pada epitel usus
dimediasi oleh faktor kolonisasi fimbrial. Setelah melekat, V. Cholerae mensekresi toksin
kolera. Toksin kolera mengandung dua subunit, subunit A toksik aktif tunggal, dan subunit
pentamer B yang berperan untuk mengikat toksin ke sel epitel usus melalui reseptor
ganglioside (GM 1). Toksin yang telah terikat masuk ke dalam sel epitel usus. Subunit A
kemudian terpisah menjadi dua peptide, A1 dan A2. A1 merangsang ribosilasi Gs sehingga
terjadi aktivasi ireversibel adenilat siklase. Konsentrasi cAMP, cGMP, dan kalsium intra
sitoplasma meningkat, terjadi aktivasi protein kinase. Aktivasi protein kinase
menyebabkan terjadiya perubahan transport elektrolit oleh enterosit dengan meningkatkan
sekresi klorida oleh sel kripta dan menurunkan absorbsi ion natrium dan klorida oleh sel-
sel vilus sehingga terjadi diare.
4
Diare karena bakteri invasif seperti Shigella sp., Salmonella sp., EIEC, Entamoeba
hystolitica terjadi akibat invasi kuman patogen pada mukosa usus. Invasi mikroba tersebut
menyebabkan inflamasi akut, rusaknya sawar epitel, dan ditandai dengan diare berdarah,
berlendir, serta temuan leukosit PMN pada feses. Diare berdarah dan/atau berlendir juga
dapat disebabkan oleh kuman yang memproduksi sitotoksin seperti EHEC, EAEC,
Clostridium difficile. Sitotoksin menyebabkan inflamasi akut pada mukosa usus.4
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - Sering
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp
cramp kolik kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - ± Kadang - + -
Warna Kuning Merah Kehijauan Tak berwarna Merah Seperti
hijau hijau hijau air
5
cucian
beras
Lain-lain Anorexia Kejang Sepsis Meteorismus Infeksi Bau
sistemik amis
khas
2.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan
frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam
terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit
lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah
dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke
Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya. Selain itu juga
perlu ditanyakan adakah gejala invaginasi yaitu tangisan keras atau kepucatan pada bayi.4,6
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta
tekanan darah. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic.
b. Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
- rewel atau gelisah
- letargis/kesadaran berkurang
- mata cekung
- cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
- haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum
- mukosa mulut dan lidah kering atau basah
- ubun-ubun datar, cekung, atau sangat cekung
c. Perut kembung dan bising usus lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
c. Darah dalam tinja
d. Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)
e. Tanda-tanda gizi buruk
Tidak perlu dilakukan kultur tinja rutin pada anak dengan diare.4,6
6
Tabel 2. Klasifikasi Diare Akut Berdarkan Derajat Dehidrasi6
2.8. Tatalaksana
Salah satu strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan pemerintah adalah
melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan melalui lima
langkah tuntaskan diare (LINTAS Diare) sesuai dengan derajat dehidrasi. Lima langkah
tersebut adalah:
1. Rehidrasi
2. Pemberian Zink
3. Pemberian ASI/makanan
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
7
5. Edukasi1
A. Tatalaksana Dehidrasi Berat
8
Setelah rehidrasi dimulai, lakukan pemantauan yaitu:6
- Nilai kembali anak setiap 15 – 30 menit hingga denyut nadi radial anak teraba. Jika
hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri tetesan infus lebih cepat. Selanjutnya, nilai
kembali anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan kemampuan anak
untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk memastikan bahwa telah terjadi
perbaikan hidrasi. Mata yang cekung akan membaik lebih lambat dibanding tanda-
tanda lainnya dan tidak begitu bermanfaat dalam pemantauan. Jika jumlah cairan
intravena seluruhnya telah diberikan, nilai kembali status hidrasi anak
- Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena seperti yang telah
diuraikan sebelumnya. Dehidrasi berat yang menetap (persisten) setelah pemberian
rehidrasi intravena jarang terjadi; hal ini biasanya terjadi hanya bila anak terus
menerus BAB cair selama dilakukan rehidrasi.
- Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan,
hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam (lencana Terapi B).
- Jika anak bisa menyusu dengan baik, semangati ibu untuk lebih sering memberikan
ASI pada anaknya.
- Jika tidak terdapat tanda dehidrasi, lakukan Rencana Terapi A
- Jika bisa, anjurkan ibu untuk menyusui anaknya lebih sering.
- Lakukan observasi pada anak setidaknya 6 jam sebelum pulang dari rumah sakit,
untuk memastikan bahwa ibu dapat meneruskan penanganan hidrasi anak dengan
memberi larutan oralit. Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar
5ml/kgBB/jam) ketika anak bisa minum tanpa kesulitan (biasanya dalam waktu 3–4
jam untuk bayi, atau 1–2 jam pada anak yang lebih besar). Hal ini memberikan basa
dan kalium, yang mungkin tidak cukup disediakan melalui cairan infus. Ketika
dehidrasi berat berhasil diatasi, beri tablet zinc.6
B. Tatalaksana Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
- Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai dengan
berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak diketahui), yaitu 75
ml/kgBB. Namun demikian, jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum lebih
banyak.
- Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh setiap 1 –
2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan pada anak yang lebih besar,
berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan cangkir.
9
- Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah
•Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih lambat
(misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit)
• Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri minum air
matang atau ASI.
- Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
- Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara
menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya kepada ibu
agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk rehidrasi dua hari
berikutnya.
- Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat
sebelumnya (Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa
minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk.)
• Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk perawatan di
rumah (i) beri cairan tambahan, (ii) beri tablet Zinc selama 10 hari, (iii) lanjutkan
pemberian minum/makan, (iv) kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini: anak
tidak bisa atau malas minum atau menyusu, kondisi anak memburuk, anak demam,
terdapat darah dalam tinja anak
• Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi pengobatan untuk 3
jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas dan mulai beri anak makanan,
susu atau jus dan berikan ASI sesering mungkin
• Jika timbul tanda dehidrasi berat, lakukan terapi A
• Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa
minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan
cara: beri cairan intravena secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan Ringer Laktat
atau Ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai
berikut :
- Periksa kembali anak setiap 1-2 jam, juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera
setelah anak mau minum. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3
jam. Klasifikasikan Dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau
10
C) untuk melanjutkan penanganan.6
13
D. Pemberian medikamentosa
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare
dengan darah (sebagian besar karena shigellosis) dan suspek kolera. Jangan pernah
memberi obat untuk menghilangkan gejala simtomatis dari nyeri pada perut dan anus, atau
untuk mengurangi frekuensi BAB, karena obat-obatan ini dapat menambah parah penyakit
yang ada.. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak
mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).1,4,6
Di tingkat pelayanan primer semua diare berdarah selama ini dianjurkan untuk diobati
sebagai shigellosis dan diberi antibiotik kotrimoksazol. Jika dalam 2 hari tidak ada
perbaikan, dianjurkan untuk kunjungan ulang untuk kemungkinan mengganti
antibiotiknya. Yang paling baik adalah pengobatan yang didasarkan pada hasil
pemeriksaan tinja rutin, apakah terdapat amuba vegetatif. Jika positif maka berikan
metronidazol dengan dosis 50 mg/kg/BB dibagi tiga dosis selama 5 hari. Jika tidak ada
amuba, maka dapat diberikan pengobatan untuk Shigella. Beri pengobatan antibiotik oral
(selama 5 hari), yang sensitif terhadap sebagian besar strain shigella. Contoh antibiotik
yang sensitif terhadap strain shigella di Indonesia adalah siprofloxasin, sefiksim dan asam
nalidiksat.4,6
14
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. AK
Umur : 1 tahun 4 bulan
Tanggal Lahir : 26 September 2017
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 01038745
Nama Ibu Kandung : Ny. D
Suku : Minang
Alamat : Bandar Buat, Padang
Tanggal Pemeriksaan : 27 Januari 2018
II. Alloanamnesis
Diberikan oleh : Ibu kandung
Keluhan Utama : Buang air besar encer sejak 2 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
- Demam pada 5 hari yang lalu, demam selama 3 hari, hilang timbul, tidak tinggi,
tidak menggigil, tidak berkeringat, tidak disertai kejang. Saat ini pasien tidak
demam.
- Batuk sejak 5 hari yang lalu, batuk berdahak, dahak sulit dikeluarkan. Batuk
disertai pilek.
- Muntah sejak 5 hari yang lalu, setiap habis makan, frekuensi 2-4x/hari, sebanyak
± 3 sdm, muntah bersisi susu dan apa yang dimakan, muntah tidak menyemprot.
- Penurunan nafsu makan sejak 5 hari yang lalu. Pasien sebelum sakit makan nasi
tim 2-3 kali sehari.
- Pasien sebelum sakit rutin diberi susu SGM, karena nafsu makan menurun orang
tua mengganti susu dengan morinaga sejak 5 hari yang lalu, susu dua sendok takar
dilarutkan dalam 40 cc air, diberikan selama 3 hari, selama diberi susu morinaga
pasien ada muntah 2-3x/hari. Sejak 2 hari yang lalu susu diganti menjadi
pediasure, muntah 4x/hari, sebanyak ± 2 sdm, tidak menyemprot, berisi apa yang
dimakan.
15
- Buang air besar cair sejak ± 2 hari yang lalu, frekuensi ±3x/hari, sebanyak ¼ aqua
gelas setiap mencret, tidak berlendir, tidak berdarah, disertai ampas warna kuning.
- Pasien tidak mau makan sejak 1 hari yang lalu sehingga pasien dibawa berobat ke
praktek swasta dr. SpA, dianjurkan dirawat dengan diagnosa gastroenteritis akut
dengan dehidrasi sedang dan intake sulit. Pasien masih mau minum dengan lahap.
Pasien rewel sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat Persalinan
Lama hamil : Cukup bulan Ditolong oleh : Bidan
Cara Lahir : Partus pervaginam
Berat Lahir : 2700 gram Panjang lahir : 48 cm
Saat lahir : menangis kuat
Kesan : Aterm, lahir spontan dengan baik
16
Kesan : Kualitas dan kuantitas kurang
17
Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar/Umum Booster/Umur
BCG Scar (+) -
DPT : 1 2 bulan -
2 3 bulan
3 4 bulan
Polio : 1 2 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
Hepatitis B : 1 2 bulan -
2 3 bulan
3 4 bulan
Haemofilus Influenza B : 1 2 bulan -
2 3 bulan
3 4 bulan
Campak - -
Kesan Imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Keluarga
Nama Ayah Ibu
18
Umur 32 tahun 32 tahun
Pendidikan SMA S1
Pekerjaan Wiraswasta Guru
Penghasilan Rp 2.000.000,- Rp 1.400.000,-
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang Berat Badan : 8,2 kg
Kesadaran : Composmentis, rewel Tinggi Badan : 83 cm
Tekanan Darah : 1 0 0 / 6 0 mmHg BB/U : -2≤SD≤O
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar teraba 1/3-1/3, pinggir tajam,
permukaan rata, lien tidak teraba
Turgor kulit kembali lambat
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung
: Tidak ditemukan kelainan
Genitalia
: A1P1G1
Anggota Gerak
: Akral hangat, CRT <2 detik
: Simetris
kiri-kanan,
retraksi
20
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Rutin
Kesan Trombositosis
Daftar Masalah
- BAB encer
- Muntah
- Tidak mau makan
- Batuk berdahak
- Belum dapat berjalan
- Baru dapat berbicara mama dan papa
- Trombositosis
- Intake Sulit
- Gizi Kurang
- Common Cold
Penatalaksanaan
1. Tata laksana kegawatdaruratan
IVFD RL 30 ml/kgBB (240 ml) atau 160 tpm dalam 30 menit, dilanjutkan 70
21
ml/kgBB (560 ml) atau 75 tpm dalam 2 1/2 jam
2. Tata laksana nutrisi/dietetik
ML 800 kkal
3. Tata laksana medikamentosa
Oralit 100 cc/BAB encer
Zinc 1x20 mg PO
4. Edukasi
- Nasihati ibu untuk tetap memberi makanan dan ASI pada anak, dianjurkan
makanan rendah serat, makan sedikit tapi sering
- Edukasi ibu untuk mencuci tangan setelah membersihkan kotoran anak, sebelum
menyusu dan memberi makanan pada anak
- Nasihati ibu untuk menambah asupan nutrisi pada anak dan dapat menambah
dengan multivitamin penambah nafsu makan
- Stimulasi perkembangan anak
Rencana Pemeriksaan
Pemeriksaan feses rutin
Pemeriksaan urin rutin
22
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki, An. A, berusia 1 tahun 4 bulan, dibawa oleh keluarga ke
RSUP dr. M. Djamil Padang dengan keluhan utama buang air besar encer sejak 2 hari
SMRS. Buang air besar cair sejak ± 2 hari yang lalu, frekuensi 3x/hari, sebanyak ¼ aqua
gelas setiap mencret, tidak berlendir, tidak berdarah, disertai ampas warna kuning.
Sebelumnya anak juga mengalami demam, batuk pilek, dan muntah pada 5 hari yang lalu.
Demam hilang timbul, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat, tidak disertai kejang.
Muntah terjadi setiap habis makan, frekuensi 2-5x/hari, sebanyak ± 3 sdm, muntah bersisi
Diare tanpa lendir dan darah merupakan acute watery diarrhea. Diare pada anak paling
sering disebabkan oleh rotavirus (75-90%). Demam terjadi karena proses peradangan atau
akibat dehidrasi. Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas
Cryptosporidium. Pada diare akibat rotavirus umumnya demam tidak begitu tinggi disertai
Pasien sebelum sakit rutin diberi susu SGM, karena nafsu makan menurun orang tua
mengganti susu dengan morinaga sejak 5 hari yang lalu, susu dua sendok takar dilarutkan
dalam 40 cc air, diberikan selama 3 hari, selama diberi susu morinaga pasien ada muntah 2-
3x/hari. Sejak 2 hari yang lalu susu diganti menjadi pediasure, muntah 4x/hari, sebanyak ± 2
23
sdm, tidak menyemprot, berisi apa yang dimakan. Infeksi virus selektif sel-sel ujung villus
usus selain menyebabkan ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi
juga menyebabkan malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, pasien rewel, dengan
tekanan darah 100/60, nadi 120x/menit, napas 32x/menit. Turgor kulit kembali lambat, pada
kepala didapatkan ubun-ubun cekung dan mata cekung. Mukosa mulut kering. Pada
pemeriksaan abdomen tidak ada distensi dan bising usus dalam batas normal. Pada pasien ini
didaptkan lebih dari dua tanda dehidrasi sedang yaitu pasien gelisah, turgor kulit lambat, dan
mata cekung. Tidak didapatkan tanda hipokalemia yaitu meteorismus dan bising usus
berkurang atau menghilang. Laju pernapasan dalam batas normal, yang menunjukkan tidak
terjadi asidosis metabolik.
Pasien memiliki berat badan/panjang badan menurut Z-score -3≤SD≤-2 sehingga pasien
termasuk gizi kurang. Penyebab gizi kurang pada pasien ini dikarenakan kualitas dan kuantitas
makanan yang kurang. Pasien makan nasi tim 2-3 kali sehari, dimana berdasarkan pedoman
dari UNICEF bayi usia 12-24 bulan diberikan makanan keluarga yang telah dipotong-potong,
makanan yang bisa ia pegang, dan makanan yang diiris-iris dengan frekuensi sebanyak 5 kali
sehari, jumlahnya secara perlahan ditingkatkan menjadi tiga perempat cangkir (250 ml).
Adapun pemberian makanan yang dilunakkan diberikan pada bayi usia 6-9 bulan. ASI pada
anak usia 12-24 bulan diberikan sesuai permintaan baik siang mamupun malam.
Pasien memiliki keterlambatan perkembangan dimana pasien belum dapat berjalan dan
hanya mampu berbicara mama dan papa. Pada perkembangan normal, anak usia 12-18 bulan
telah mampu berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah, menyusun 2 atau 3
kotak, dapat mengatakan 5-10 kata, dan memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing. Karena
itu, perlu pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui terjadinya keterlambatan perkembangan
global pada anak, salah satunya dengan Tes Skrining Perkembangan Denver-II. Global
developmental delay (GDD) adalah keterlambatan perkembangan global, merupakan suatu
keadaan ditemukannya keterlambatan yang bermakna lebih atau sama dengan 2 domain
perkembangan tersebut. Keterlambatan bermakna artinya pencapaian kemampuan pasien
kurang dari 2 standar deviasi dibandingkan dengan rata-rata populasi pada umum yang sesuai.
Setelah itu, dapat ditentukan intervensi yang tempat untuk keterlambatan perkembangan pada
24
anak seperti stimulasi bahasa dan motorik halus dan kasar.
Nutrisi harus tetap diberikan pada anak. Pasien diberikan Makanan Lunak 800 kkal
Makanan lunak diberikan pada pasien dengan demam untuk karena kebutuhan kalori untuk
metabolism tubuh meningkat pada demam. Makanan lunak diberikan sesuai Recommended
Dietary Allowances (RDA) menurut usia dan jenis kelamin yaitu 100 kkal/kgBB.
DAFTAR PUSTAKA
1. Muliadi A, Manulang EV, Khairani, Widianti W, Mulyanto JN. Buletin jendela data dan
Hal 19-32.
25
2. Abbas J, Panday DC, Verma A, Kumar V. Management of acute diarrhea in children: Is the
5. Yu C, Lougee D, Murno JR. Diarrhea and dehydration. Diunduh pada 29 Januari 2019.
6. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Pedoman bagi rumah
sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO Indonesia. 2008. Hal 132-
142.
2012;85(11):1059-1062.
8. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds. Nelson
26