Anda di halaman 1dari 23

CLINICAL SCIENCE SESSION

Disusun oleh :

Narjis Khameneii Amizah 130112142512

Sangariswari Ganeson 130112142553

Preseptor :

Dr, Susi Susanah, dr., SpA(K), M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN

BANDUNG

2015

1
DIARE AKUT

1. Pendahuluan
Diare merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak dan dapat disebabkan oleh
berbagai macam penyebab dengan variasi penyakit dari yang ringan hingga berat. Diare yang
terjadi pada anak-anak biasanya disebabkan oleh karena infeksi, meskipun demikian diet makanan
yang tidak sesuai, terjadinya malabsorpsi makanan, dan berbagai macam gangguan pada saluran
cerna juga dapat menyebabkan keadaan tersebut. Penyakit diare ini biasanya merupakan penyakit
yang sembuh dengan sendirinya (“self-limited”), tetapi manajemen dan tatalaksana yang tidak baik
dari infeksi akut tersebut dapat menyebabkan keadaan yang berlarut-larut.

Berdasarkan data-data yang diperoleh maka komplikasi yang seringkali terjadi akibat diare adalah
kehilangan cairan dari tubuh atau yang disebut dengan dehidrasi. Selain dehidrasi maka komplikasi
lain yang dapat menyertai diare adalah muntah. Cairan akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan dan kemudian akan diabsorpsi di dalam tubuh. Jika kemampuan untuk minum untuk
mengkompensasi kehilangan cairan akibat diare dan muntah terganggu maka dehidrasi akan terjadi.
Kematian yang terjadi akibat diare pada anak-anak terutama disebabkan karena kehilangan cairan
dari tubuh dalam jumlah yang besar.

2. Definisi
Diare adalah suatu keadaan pergerakan tinja yang cepat, konsistensi cair/berair, lembek dan
dapat ditambah dengan keadaan saluran cerna yang penuh dengan gas. Sedangkan yang dimaksud
dengan diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang sebelumnya nampak
sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau
tanpa lendir dan darah. Pada bayi yang masih mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya
lebih dari 3-4 kali sehari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis
atau normal. Kadang-kadang seorang anak defekasi kurang daripada 3 kali sehari, tetapi
konsistensinya sudah encer, keadaan ini sudah dapat disebut diare.

Ada juga yang mendefinisikan bahwa diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari
dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi secara
mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari dan anak yang sebelumnya sehat. Dalam definisi ini
terdapat batasan waktu yaitu kurang dari 7 hari dan batasan diare adalah lebih dari tiga kali sehari.
Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD – RSHS (2014) maka
yang dimaksud dengan diare akut adalah buang air besar dengan konsistensi lebih encer/cair dari

2
biasanya, tiga kali atau lebih dalam satu hari, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah yang timbul
secara mendadak dan berlangsung kurang dari 2 minggu (14 hari). Jika ada diare akut maka
terdapat juga diare kronik. Diare kronik adalah suatu sindroma, bukan penyakit. Diare kronik
adalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih. Pada kesempatan referat kali ini kami hanya
akan membatasi permasalahan pada diare akut saja.

2.1 Epidemiologi
Diare merupakan penyakit yang umum terjadi pada hampir semua kelompok usia dan merupakan
penyakit kedua tersering setelah influenza (common cold). Penyakit diare juga merupakan suatu
masalah yang kerap kali terjadi di dalam kesehatan masyarakat dan di dalam bagian pelayanan
kegawatdaruratan, terutama untuk anak-anak dibawah usia lima tahun. Diperkirakan terdapat 100
juta kasus diare akut setiap tahunnya di Amerika Serikat. Kasus-kasus tersebut merupakan 5% dari
keseluruhan kunjungan ke praktek pribadi dan 10% dari pasien-pasien yang dirawat inap.

Walaupun telah banyak hasil yang diperoleh dibidang penanggulangan diare, namun hingga kini
diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada bayi dan balita di negara
berkembang. Episode diare setiap tahun di Indonesia masih berkisar sekitar 60 juta dengan
kematiannya sebanyak 200.000-250.000. Menurut survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan
di Indonesia pada tahun 1986 angka kematian karena diare merupakan 12% diantara seluruh angka
kematian kasar yang besarnya 7/1000 penduduk. Angka ini merupakan angka yang tertinggi
diantara semua penyebab kematian. Sekitar 15% penyebab kematian bayi dan 26% kematian anak
balita disebabkan oleh diare.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO maka anak-anak dibawah usia 3 tahun
mengalami 2-8 episode diare setiap tahunnya. Anak yang lebih besar mengalami kejadian diare 1
kali setiap tahunnya. Dari data-data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sekitar 500 juta anak-
anak yang berusia dibawah 5 tahun akan mengalami diare sebanyak 1 kali setiap tahunnya. Di
negara maju seperti di Amerika Serikat maka hanya <10% dari kasus-kasus diare tersebut yang
dibawa ke tenaga medis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena
pengobatan/perawatan di rumah yang efektif.

Berbeda dengan negara maju, maka di negara yang berkembang yang tidak memiliki sumber
pengetahuan yang mencukupi untuk perawatan di rumah, maka angka kematiannya sangat tinggi.
Sekitar 2 juta anak di seluruh dunia diperkirakan meninggal setiap tahunnya akibat penyakit diare

3
akut ini, dan hal ini merupakan penyebab kematian kedua tersering setelah, infeksi saluran
pernafasan.

Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal melalui 1) makanan dan minuman
yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, 2) kontak langsung tangan dengan penderita atau
baran-barang yang telah tercemar tinja penderita, atau tidak langsung melalui lalat. Di dalam bahasa
Inggris maka terdapat 4 F di dalam cara penularan diare ini yaitu food (makanan), feces (tinja),
finger (jari tangan), and fly (lalat).

Faktor risiko terjadinya diare adalah faktor risiko yang dapat meningkatkan transmisi
enteropatogen, diantaranya adalah 1) tidak cukup tersedianya air bersih, 2) tercemarnya air oleh
tinja, 3) tidak ada/kurangnya sarana MCK, 4) higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang
buruk, 5) cara penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak higienis, dan 6) cara penyapihan
bayi yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi
makanan padat). Selain itu terdapat pula beberapa faktor risiko pada pejamu (host) yang dapat
meningkatkan kerentanan pejamu terhadap enteropatogen diantaranya adalah malnutrisi dan bayi
berat badan lahir rendah (BBLR), imunodefisiensi atau imunodepresi, rendahnya kadar asam
lambung, dan peningkatan motilitas usus.

2.2 Etiologi
Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini:
1) Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.
a) Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus, Calicivirus,
Coronavirus, Minirotavirus.
b) Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia coli, Vibrio cholera, Vibrio
parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni,
Clostridium difficile, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus, Yersinia
enterocolitica.
c) Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli ;
cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura, Strongiloides stercoralis ; jamur : Candida
spp.
2) Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida rantai panjang, atau
protein seperti beta-laktoglobulin.

4
3) Makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan makanan terjadi akibat dua
hal yaitu makanan mengandung zat kimia beracun atau makanan mengandung mikroorganisme
yang mengeluarkan toksin, antara lain Clostridium perfringens, Staphylococcus.
4) Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cow’s milk protein sensitive enteropathy
(CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya.
5) Imunodefisiensi. Diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita AIDS.
6) Psikologis : rasa takut dan cemas.

Dari berbagai macam penyebab diare akut tersebut diatas, maka yang paling sering menjadi
penyebab diare akut apa anak-anak adalah infeksi virus. Rotavirus dan adenovirus merupakan
penyebab tersering diare akut pada anak dibawah usia 2 tahun. Astrovirus dan calicivirus biasanya
menginfeksi anak-anak yang berusia dibawah tahun.

2.3 Patogenesis
Virus. Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga dapat disebabkan oleh
adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirus, dan sebagainya. Garis besar
patogenesisnya sebagai berikut ini. Virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan
dan/atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus masuk ke dalam
epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus
bagian apikal akan diganti oelh sel dari bagian kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau
gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai
akibat lebih lanjut akan terjadi diare osmotik. Vili usus kemudian akan memendek sehingga
kemampuannya untuk menyerap dan mencerna makananpun akan berkurang. Pada saat inilah
biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel retikulum akan melebar, dan kemudian akan terjadi
infiltrasi sel limfoid dari lamina propria, untuk mengatasi infeksi sampai terjadi penyembuhan.

Bakteri. Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis besarnya adalah sebagai
berikut. Bakteri masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak di dalam traktus
digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang epitel usus
sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase (bila toksin bersifat tidak tahan panas,
disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat tahan panas atau disebut
stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan
cAMP atau cGMP, yang mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari
dalam sel ke lumen usus (sekresi cairan yang isotonis) serta menghambat absorpsi natrium, klorida,
dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di

5
dalam lumen usus (hiperosmoler). Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan
cairan yang berlebihan di dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen
usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon seorang anak dapat
menyerap sebanyak hingga 4400 ml cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan sebanyak
400 ml sehari belum menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau
sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera sekresi
cairan dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu diare
pada kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut sebagai diare profus (Sunoto, 1991).
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan menyebabkan diare yang lebih
hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain yang menghasilkan cGMP. Golongan kuman
yang mengandung LT dan merangsang pembentukan cAMP, diantaranya adalah V. Cholera, ETEC,
Shigella spp., dan Aeromonas spp. Sedangkan yang mengandung ST dan merangsang pembentukan
cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan Staphylococcus sp.

Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu (Alfa):
1) Diare sekretorik
2) Diare invasif/dysentriform diarrhae
3) Diare osmotik

Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase. Enzim ini
selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan menyebabkan
sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara positif ileh air, natrium, kaliumm dan bikarbonat
ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh ke
dalam keadaan dehidrasi.

Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme
Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter. Toksin yang dihasilkannya
tersebut akan merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya enzim tersebut akan mengubah ATP
menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh kolera.

Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh vibrio biasanya
hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas badan, dan 4) penderita
biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.

6
Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam mukosa usus sehingga
menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh Rotavirus, bakteri
(Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit (amoeba). Diare invasif yang
disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja berlendir dan sering disebut sebgai
dysentriform diarrhea.

Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung, kuman masuk ke dalam
usus halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan enterotoksin. Toksin ini akan merangsang
enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga terjadi diare sekretorik.
Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltik usus sampai di usus besar/kolon. Di kolon,
kuman ini bisa keluar bersama tinja atau melakukan invasi ke dalam mukosa kolon sehingga terjadi
kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbukan sel-sel radang PMN
dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.

Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya b.a.b sering tapi
sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri abdomen, dan kadang-kadang
prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali menjadi kronis dan meninggalkan
jaringan parut pada kolon/rektum, disebut amoeboma.

Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana diare oleh rotavirus
tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan/minuman
tentunya harus mengatasi barier asam lambung, kemudian berkembang biak dan masuk ke dalam
bagian apikal vili usus halus. Kemudian sel-sel bagian apikal tersebut akan diganti dengan sel dari
bagian kripta yang belum matang/imatur berbentuk kuboid atau gepeng. Karna imatur, sel-sel ini
tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan sehingga terjadi gangguan absorpsi dan
terjadi diare. Kemudian vili usus memendek dan kemampuan absorpsi akan bertambah terganggu
lagi dan diare akan bertambah hebat. Selain itu sel-sel yang imatur tersebut tidak dapat
menghasilkan enzim disakaridase. Bila daerah usus halus yang terkena cukup luas, maka akan
terjadi defisiensi enzim disakaridase tersebut sehingga akan terjadilah diare osmotik.

Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling sering pada anak usia dibawah 2 tahun
dengan tinja cair, 2) seringkali disertai dengan peningkatan panas badan dan batuk pilek, 3) muntah.

7
Diare Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada lumen usus
sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi diare berupa
watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh malabsorpsi
karbohidrat.

Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif dengan ion
Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh enzim
disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini maka disakarida
tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.

Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan di flora usus
sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen. Adanya gas ini terlihat pada perut penderita
yang kembung (abdominal distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat
positif. Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi
berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang mengandung karbohidrat
kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat menimbulkan diare osmotik.

Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi biasanya tidak seprogresif
diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum seperti panas, 3) pantat anak sering
terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan klinitest positif.
Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim
laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar
25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.

2.4 Fisiologi dan Patofisiologi


Penyerapan cairan di usus halus. Dalam keadaan normal, usus halus mampu menyerap cairan
sebanyak 7-8 liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter sehari. Penyerapan air oleh usus halus
ditentukan oleh perbedaan antara tekanan osmotik di lumen usus dan didalam sel, terutama yang
dipengaruhi oleh konsentrasi natrium. Penyerapan natrium ke dalam enterosit dapat melalui tiga
cara yaitu 1) berpasangan dengan ion klorida, atau bahan non-elektrolit seperti glukosa, asam
amino, peptida, dll, 2) pertukaran dengan ion hidrogen, 3) pasif melalui ruang intraseluler (tight
junction), yang dengan cara ini hanya sebagian kecil saja yang dapat diserap.

8
Setelah masuk ke dalam enterosit , natrium ini akan dikeluarkan melalui enzim Na-K-ATPase
(terdapat di membran basolateral) ke dalam ruang intraseluler dan selanjutnya diteruskan ke dalam
pembuluh darah. Di dalam ileum dan kolon, cairan klorida diserap melalui pertukaran dengan
cairan bikarbonat.

Sekresi cairan di usus halus. Proses sekresi merupakan kebalikan dari proses absorpsi. Penyerapan
pasangan NaCl akan meningkatkan anion klorida di dalam sel kripta dan pada waktu yang
bersamaan natrium akan dikeluarkan dari sel kripta dengan bantuan enzim Na-K-ATPase. Sekresi
klorida di dalam sel kripta dapat pula ditingkatkan dengan adanya intracellular messenger (berupa
cyclic nucleotide, misalnya cAMP, cGMP, yang dapat menyebabkan peninggian permeabilitas sel
kripta) sehingga klorida dengan mudah keluar ke lumen usus.

Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan kemampuan penyerapannya sampai 4400 ml
sehari, bila terjadi sekresi cairan yang berlebihan dari usus halus (ileosekal). Bila sekresi cairan
melebihi 4400 ml maka usus besar tidak mampu menyerap seluruhnya lagi, selebihnya akan
dikeluarkan bersama tinja dan terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi karena terbatasnya
kemampuan penyerapan usus besar pada keadaan sakit, misalnya kolitis, atau terdapat penambahan
ekskresi cairan pada penyakit usus besar, misalnya karena virus, disentri basiler, ulkus, tumor, dsb.
Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa setiap perubahan mekanisme normal absorpsi dan
sekresi di dalam usus halus maupun usus besar (kolon), dapat menyebabkan diare, kehilangan
cairan, elektrolitm, dan akhirnya dehidrasi.

Secara garis besar diare dapat disebabkan oleh diare sekretorik, diare osmotik, peningkatan
motilitas usus, dan defisiensi imun terutama SIgA. Penjelasan mengenai mekanisme dari hal-hal
tersebut semuanya telah dijelaskan pada uraian diatas pada referat ini.

Sebagai akibat dari diare akut tersebut diatas maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
1) Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa
2) Gangguan sirkulasi darah
3) Hipoglikemia
4) Gangguan gizi.

Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa.


Sebagai akibat diare adalah tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit yang dikenal dengan nama
dehidrasi. Dehidrasi ini terjadi karena 1) hilangnya cairan melalui tinja atau muntah (concomitant

9
water losses) selama diare/muntah berlangsung. CWL ini banyaknya bervariasi tergantung dari
berat ringannya penyakit. Diperkirakan jumlahnya sekitar 25-30 ml/kgBB/24 jam, 2) kehilangan
cairan melalui pernafasan, keringat, dan urin (insensible water losses), 3) besarnya jumlah
kehilangan cairan (previous water losses).

Kehilangan cairan yang normal (normal water losses) adalah banyaknya kehilangan
cairan/elektrolit melalui pernafasan, keringat, urin, tergantung dari umur. Makin muda anak makin
banyak kehilangan cairan dan makin bertambah umur makin berkurang Selain itu NWL juga
dipengaruhi oleh suhu tubuh, makin tinggi suhu tubuh maka akan bertambah kehilangan cairannya.
Setiap kenaikan suhu 1°C diatas normal (37°C) akan menambah hilangnya cairan sebanyak 10 ml.

Tabel 1. Penilaian Derajat Dehidrasi berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Terapi 2014
Penilaian A B C
1. Lihat :
Keadaan umum Baik sadar *Gelisah rewel *Lesu/lunglai/tdk
Mata Normal Cekung sadar
Air Mata Basah Tidak ada Sangat cekung, kering
Mulut dan Lidah Basah Kering Tidak ada
Rasa Haus Minum biasa, tidak *Haus ingin minum Sangat kering
haus banyak *Malas minum/tdk
bisa minum
2. Periksa Turgor Kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
3. Hasil Pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi Berat
Sedang Bila ada 1 tanda *
Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau lebih tanda lain
tanda lain
4. Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C
5. Defisit cairan <5% atau <50 5-10% atau 50-100 >10% atau >100
mL/kgBB mL/kgBB mL/kgBB

Gejala dan tanda dari dehidrasi tersebut diatas adalah rasa haus, menurunnya turgor kulit, mukosa
mulut kering, mata cekung, air mata tidak ada, ubun-ubun besar yang cekung pada bayi, oliguria
yang dapat berlanjut menjadi anuria, hipotensi, takikardia, dan menurunnya kesadaran.

10
Gangguan keseimbangan elektrolit. Tonisitas dari plasma sebagian besar ditentukan oleh natrium.
Dehidrasi dapat dibagi menjadi 3 menurut tonisitas plasma yaitu :
1) Dehidrasi isotonik/isonatremik bila kadar Na plasma 130-150 mEq/L. Dalam praktek di
klinik dehidrasi inilah yang terbanyak.
2) Dehidrasi hipotonik, bila Na plasma < 130 mEq/L.
3) Dehidrasi hipertonik, bila Na plasma > 150 mEq/L.

Selain perubahan kadar Na plasma juga kalium dapat mengalami perubahan karena kalium banyak
keluar pada tinja. Pada diare biasa sebesar 26 mEq/L dan pada kolera 96 mEq/L sehingga dapat
terjadi hipokalemia, namun penurunan kalium pada plasma ini biasanya akan diganti dengan kalium
yang terdapat pada cairan intraseluler, dengan tentunya kadar kalium intraseluler akan menurun.
Secara singkatnya maka gangguan elektrolit yang sering terjadi pada keadaan diare adalah
hiponatremia (Na < 130mEq/L), hipernatremia (Na >150mEq/L), dan hipokalemia (K < 3 mEq/L)

Gangguan asam basa. Akibat kehilangan cairan yang banyak pada diare tersebut diatas maka akan
terjadi hemokonsentrasi/hipoksia. Akibat hipoksia maka jaringan akan terjadi metabolisme secara
anaerobik yang akan menghasilkan produk asam laktat yang selanjutnya akan menyebabkan
keadaan asidosis respiratorik/metabolik. Tanda-tanda asidosis tersebut dapat terlihat berupa
pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul).

Akibat lain dari keadaan diare adalah keluarnya bikarbonat melalui tinja, akibatnya pH darah akan
menurun bila badan tidak mengadakan koreksi dengan jalan mengeluarkan CO2 melalui paru-paru.
Sebagai akibat diare yang hebat dan tubuh tidak sanggup mengadakan kompensasi lagi, maka
terjadilah asidosis metabolik, dan mungkin akan diperberat lagi bila terjadi ketosis, oliguria atau
anuria dan penimbunan asam laktat karena terjadinya hipoksia pada jaringan tubuh.

Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat kehilangan cairan tubuh lebih dari 10% berat badan (dehidrasi berat) akan terjadi
gangguan sirkulasi dan dapat terjadi syok. Hal ini disebabkan cairan ekstraseluler banyak berkurang
(hipovolemik) sehingga perfusi darah ke jaringan berkurang, dengan akibat hipoksia yang akan
menambah beratnya asidosis metabolik, penurunan kesadaran, dan dapat menimbulkan kematian
bila tidak segera ditangani dengan baik.

Hipoglikemia

11
Hipoglikemia biasanya dapat terjadi pada anak yang menderita diare dan lebih sering lagi bila
sebelumnya menderita gangguan gizi (KEP). Sebab yang pasti belum diketahui tapi
kemungkinanya adalah 1) gangguan proses glikogenolisis, 2) gangguan penyimpanan glikogen
pada hati, 3) gangguan absorpsi dan digesti karbohidrat terutama pada KEP di mana terjadi atropi
jonjor usus. Akibat dari hipoglikemia ini cairan ekstraseluler akan menjadi hipotonik dengan
kompensasi air akan masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema sel-sel otak yang
dapat memberikan gejala penurunan kesadaran, kejang-kejang.

Gangguan gizi
Gangguan gizi biasanya terjadi akibat diare dimana pemberian makanan selama sakit dihentikan.
Selain itu akibat infeksi usus terjadi gangguan absorpsi terutama laktosa karena terjadinya defisiensi
enzim laktase, akibatnya pemberian susu dengan laktosa tinggi akan menambah beratnya diare.
Pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP akan memperberat keadaan KEP nya, yang
dalam fase selanjutnya akan memperberat pula diarenya.

2.5 Diagnosis
A. Anamnesis
Hal- hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis :
Lama diare, frekuensi, volume, konsistensi feses, warna, bau, ada atau tidak ada lendir
maupun darah. Bila disertai dengan muntah : ditanayka volume dan frekuensi. Jumlah atau
frekuensi buang air kecil. Makanan dan minuman yang diberikan sebelum dan selama diare. Gejala
lain seperti panas badan, kejang atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek dan campak.
Tindakan yang sudah dilakukan: pemberian oralit, riwayat pengobatan sebelumnya dan riwayat
imunisasi.

B. Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penderita diare maka dapat ditemukan beberapa hal, antara lain
adalah sebagai berikut ini :
1) Dehidrasi. Dehidrasi merupakan hal yang utama sebagai penyebab kesakitan dan kematian,
sehingga perlu dilakukan penilaian pada setiap pasien akan tanda, gejala, dan tingkat keparahan
dehidrasinya. Letargi, penurunan kesadaran, ubun-ubun besar yang mencekung, membran
mukosa yang mengering, mata cekung, turgor kulit yang menurun, dan terlambatnya capillary
refill perlu dijadikan suatu hal yang patut dicurigai kearah dehidrasi.
2) Gagal untuk tumbuh dan malnutrisi. Penurunan massa otot dan lemak atau terjadinya edema
periferal dapat dijadiakan petunjuk bahwa terjadi malabsorpsi dari karbohidrat, lemak dan/atau

12
protein. Organisme tersering yang dapat menyebabkan malabsorpsi lemak dan diare yang
intermiten adalah Giardia sp.
3) Nyeri perut. Nyeri perut yang nonspesifik dan nonfokal disertai dengan kram perut merupakan
hal yang biasa terjadi pada beberapa organisme. Nyeri biasanya tidak bertambah bila dilakukan
palpasi pada perut. Apabila terjadi nyeri perut yang fokal maka nyeri akan bertambah dengan
palpasi, bila terjadi rebound tenderness, maka kita harus curiga terjadinya komplikasi atau
curiga terhadap suatu diagnosis yang noninfeksius.
4) Borborygmi. Merupakan tanda peningkatan aktivitas peristaltik usus yang menyebabkan
auskultasi dan/atau palpasi yang meningkat dari aktivitas saluran pencernaan.
5) Eritema perianal. Defekasi yang sering dapat menyebabkan kerusakan pada kulit perianal,
terutama pada anak-anak yang kecil. Malabsorpsi karbohidrat yang sekunder seringkali
merupakan hasil dari feses yang asam. Malabsoprsi asam empedu sekunder dapat menyebabkan
dermatitis disekitar perianal yang sangat hebat yang seringkali ditandari sebagai suatu luka
bakar.

C. Pemeriksaan Laboratorium
 Feses yang pH nya 5.5 atau kurang dari itu atau menunjukan adanya substansi yang mereduksi
maka menandakan adanya intoleransi karbohidrat, yang biasanya disebabkan secara sekunder
oleh penyakit virus.
 Infeksi yang enteroinvasif terhadap usus besar menyebabkan leukosit terutama netrofil akan
tampak di dalam tinja. Tidak adanya lekosit pada tinja tidak menghilangkan kemungkinan
adanya organisme enteroinvasif. Meskipun demikian, adanya leukosit di dalam tinja dapat
mengeliminasikan kemungkinan penyebab enterotoksigenik E.coli, Vibrio sp., dan virus.
 Lakukan pemeriksaan setiap eksudat yang ditemukan di dalam tinja untuk mencari leukosit.
Keberadaan eksudat merupakan suatu hal yang sangat tinggi nilainya untuk memikirkan adanya
colitis (80% merupakan nilai prediksi yang positif). Colitis merupakan suatu yang infeksius,
alergi, atau bagian dari penyakit inflamasi pada saluran pencernaan (penyakit Crohn, colitis
ulseratif).
 Berbagai medium kultur tersedia untuk dapat mengisolasi bakteri. Suatu tingkat kecurigaan
terhadap suatu penyebab perlu diketahui terlebih dahulu untuk menentukan media mana yang
memungkinkan untuk penyebab diare tersebut tumbuh. Medium-medium yang dapat digunakan
untuk kultur dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
 Selalu lakukan kultur dari tinja untuk organisme-organisme Salmonella, Shigella, dan
Campylobacter serta Yersinia enterocolotica, terutama pada tampilan gejala klinis yang
menandakan adanya colitis atau jika ditemukan adanya leukosit pada tinja.

13
 Diare yang berdarah dengan riwayat pernah memakan daging-dagingan maka perlu dicurigai
kemungkinan etiologi enterohemoragik E.coli. Jika E.coli ditemukan di dalam tinja, maka perlu
ditentukan apakah E.coli tersebut termasuk ke dalam tipe O157:H7 atau bukan. Tipe E.coli
tersebut merupakan tipe yang sering ditemukan sebagai penyebab dari HUS (hemolytic uremic
syndrome).
 Adanya riwayat pernah memakan makanan laut (seafood) atau pernah berpergian keluar negeri
maka perlu dilakukan skrining tambahan untuk mencari spesies Vibrio dan Plesiomonas.
 Antigen rotavirus dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan enzim immunoassay dan
pemeriksaan aglutinasi latex dari tinja. Kejadian false-negatif sekitar 50%, dan false-positif pun
seringkali muncul, terutama jika terdapat darah di dalam tinja.
 Antigen Adenovirus (serotipe 40 dan 41) dapat dideteksi dengan cara enzim immunoassay.
 Pemeriksaan tinja untuk mencari ova dan parasit merupakan cara terbaik untuk menemukan
parasit penyebab diare. Lakukanlah pemeriksaan tinja setiap 3 hari sekali atau setiap 2 hari
sekali.
 Hitung jenis leukosit biasanya tidak meningkat pada diare yang disebabkan oleh virus dan
toksin. Leukositosis seringkali terjadi tetapi tidak secara konstan pada diare yang disebabkan
oleh enteroinvasif bakteri. Organisme shigella menyebabkan leukositosis dengan tanda
bandemia (netrofilia) dengan variasi pada total hitung jenis sel darahnya.
 Pada suatu waktu, maka protein-losing enteropathy dapat diketemukan pada pasien dengan
inflamasi yang luas di dalam saluran pencernaan akibat infeksi oleh bakteri yang enteroinvasif
(seperti Salmonella spp., enteroinvasif E.coli). Dalam keadaan ini dapat ditemukan keadaan
kadar serum albumin yang rendah dan kadar alfa1-antitripsin fekal yang tinggi.

14
Tabel 2. Medium Kultur Bakteri yang Optimum

Organism Detection Method Microbiologic Characteristics

Aeromonas species Blood agar Oxidase-positive flagellated gram-negative bacillus


(GNB)

Campylobacter species Skirrow agar Rapidly motile curved gram-negative rod (GNR);
Campylobacter jejuni 90% and Campylobacter coli
5% of infections

C difficile Cycloserine-cefoxitin- Anaerobic spore-forming gram-positive rod (GPR);


fructose-egg (CCFE) agar; toxin-mediated diarrhea; produces
enzyme immunoassay (EIA) pseudomembranous colitis
for toxin; latex agglutination
(LA) for protein

C perfringens None available Anaerobic spore-forming GPR; toxin-mediated


diarrhea

E coli MacConkey eosin-methylene Lactose-producing GNR


blue (EMB) or Sorbitol-
MacConkey (SM) agar

Plesiomonas species Blood agar Oxidase-positive GNR

Salmonella species Blood, MacConkey EMB, Nonlactose non–H2S-producing GNR


xylose-lysine-deoxycholate
(XLD), or Hektoen enteric
(HE) agar

Shigella species Blood, MacConkey EMB, Nonlactose and H2S-producing GNR; verotoxin
XLD, or HE agar (neurotoxin)

Vibrio species Blood or thiosulfate-citrate- Oxidase-positive motile curved GNB


bile-salts-sucrose (TCBS)
agar

Y enterocolitica Cefsulodin-ingrasan- Nonlactose-producing oval GNR


novobiocin (CIN) agar

2.6 Penatalaksanaan
Karena kebanyakan dari diare ini adalah penyakit yang self-limiting, maka dalam pengelolaannya
adalah bersifat suportif. Rehidrasi secara oral (OR) merupakan terapi utama bagi semua anak-anak
yang menderita diare, jangan pernah untuk tidak memberikan OR bahkan bila anak tidak berada di

15
dalam keadaan dehidrasi, karena pemeliharaan cairan dalam tubuh merupakan hal yang sangat
penting. Neonatus dan bayi berada dalam kelompok risiko tinggi untuk mengalami komplikasi
sekunder seperti dehidrasi berat dan gangguan elektrolit sehingga memerlukan pengawasan ketat.
Jika perlu maka dapat dilakukan rehidrasi cairan secara intravena bila pemberian cairan secara oral
tidak berhasil mengatasi keadaan. Tetapi sebagai patokan dalam pemberian cairan ini tetap
mengacu kepada rencana terapi A, B, atau C. Cairan yang diberikan untuk rehidrasi idealnya
memiliki osmolaritas yang rendah (210-250 mOsm) dan mengandung natrium sekitar 50-60
mmol/L.
Pemberian obat antimotilitas tidak memiliki indikasi untuk diare. Terapi antimikroba juga
dilakukan jika penyebab diarenya adalah non-virus, karena mengingat bahwa diare ini adalah
penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Berikut tabel dibawah ini akan memperlihatkan
terapi-terapi yang dapat diberikan untuk diare yang non-virus.

Terapi
Tatalaksana diare dilakukan secara komprehensif terdiri atas:
• Rehidrasi dengan menggunakan oralit atau intravenous
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh dari diare.
< 6bulan : 10mg/hari
≥ 6bulan : 20 mg/hari
ASI dan makanan lain tetap diteruskan
Antibiotik selektif
Diare invasif : Kotrimoksazol 50 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis
selama 5 hari
Kolera : Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, diberikan dalam 4 dosis selama 2-3 hari
Ameba, Giardia, Kriptosporidium : Metronidazol 30-50 mg/kgBB /hari, dibagi 3 dosis selama 5
hari (10 hari untuk kasus berat)
Nasihat atau penyuluhan kepada orang tua

• Diet
Intoleransi karbohidrat : susu rendah sampai bebas laktosa
Alergi protein susu sapi : susu kedelai
Malabsorpsi lemak : susu yang mengandung medium chain trigliserid (MCT)
Apabila dengan terapi dietetik diatas tidak ada respons, gunakan susu protein hidroksilat.

16
• Penyulit
Dehidrasi
Tanpa dehidrasi : Rencana Terapi A
Dehidrasi ringan–sedang : Rencana Terapi B
Dehidrasi berat : Rencana Terapi C

Rencana Terapi A
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJAR IBU
• Teruskan mengobati anak di rumah
• Berikan terapi awal bila terkena diare lagi
MENERANGKAN TIGA CARA TERAPI DIARE DI RUMAH
1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK
MENCEGAH DEHIDRASI
• Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti, seperti larutan oralit, makanan yang cair
(seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang. Gunakan larutan oralit untuk anak seperti
dijelaskan dalam kotak di bawah (Catatan jika anak berumur kurang dari 6 bl dan belum makan
makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan yang cair)
• Berikan larutan ini sebanyak anak mau. Berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah sebagai
penuntun
• Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti

2. BERIKAN ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI


• Teruskan ASI
• Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak kurang dari 6 bl dan
belum mendapat makanan padat dapat diberikan susu yang diencerkan dengan air yang sebanding
selama 2 hari.
• Bila anak 6 bl atau lebih atau telah mendapat makanan padat
− Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan,
sayur, daging atau ikan
− Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambahkan kalium
− Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan dengan baik
− Dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari
− Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan tambahan setiap hari
selama 2 minggu

17
3. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK MEMBAIK
DALAM 3 HARI ATAU MENDERITA SBB.
• Buang air besar cair sering sekali • Makan atau minum sedikit
• Muntah berulang-ulang • Demam
• Sangat haus • Tinja berdarah

RENCANA TERAPI B UNTUK TERAPI DEHIDRASI

JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA


ORALIT yang diberikan dihitung dengan mengalikan BERAT BADAN penderita (kg) dengan
75ml

Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan, berikan oralit
“paling sesuai” tabel di bawah ini
Umur (th) <1 1-5 >5 Dewasa
Jumlah Oralit (ml) 300 600 1200 2400

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah


• Dorong ibu untuk meneruskan ASI
• Untuk bayi di bawah 6 bl yang tidak mendapat ASI berikan juga 100–200 ml air masak selama
masa ini

AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT


• Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
• Tunjukkan cara memberikannya sesendok teh tiap 1–2 menit untuk anak di bawah 2 th, beberapa
teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua
• Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
• Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit tetapi lebih lambat,
misalnya sesendok tiap 2–3 menit
• Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI. Beri
oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakkan telah hilang

SETELAH 3–4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN PENILAIAN,


KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI

18
• Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya
kencing dan lelah kemudian mengantuk dan tidur
• Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B tetapi tawarkan
makanan, susu dan sari buah seperti Rencana terapi A
• Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C

BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B


• Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah
• Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dan untuk 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam Rencana
Terapi A
• Tunjukkan cara menyiapkan oralit
• Jelaskan 3 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
• Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti
• Memberi makan anak
• Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu

Dosis obat-obat yang digunakan untuk pengobatan diare :


 Cefixime : 8 mg/kg/hr p.o. sehari 4 kali selama 7-10 hari.
 Ceftiaxone : 50 mg/kg/hr i.v./i.m. dibagi 2-4 dosis selama 7-10 hari (max 2 gr/hr).
 Cefotaxime : 50 mg/kg/dosis iv/im sehari 3 kali selama 7-10 hari.
 Eritromisin : 50 mg/kg/hr po/iv dibagi 4 dosis selama 7-10 hari.
 Furazolidone : 5 mg/kg/hr po dibagi 4 dosis selama 7-10 hari.
 Iodoquinol : 30-40 mg/kg/hr po dibagi 3 dosis selama 20 hari.
 Metronidazol : 30-50 mg/kg/hr po dibagi 3 dosis selama 10 hari.
 Paramomycin : 25-30 mg/kg/hr po dibagi 3 dosis selama 7 hari (max 4 gram/hari).
 Quinocrine : 6 mg/kg/hr po dibagi 3 dosis selama 5 hari.
 Sulfamethoxazole dan trimethoprim : 10 mg/kg/hr po sehari 2 kali selama 7-10 hari.
 Vancomycin : 40-50 mg/kg/hr po dibagi 4 dosis selama 10-14 hari (max 2 gram/hari).
 Tetrasiklin : < 8 tahun tidak diketahui dosisnya
: 8 tahun 25-50 mg/kg/hr po dibagi 4 dosis selama 7-14 hari.
 Nitazoxonide : < 1 tahun : tidak diketahui dosisnya
: 1-4 tahun : 100 mg (5ml) po sehari 2 kali selama 3 hari dan diberikan
bersama dengan makanan.

19
: 4-11 tahun : 200 mg (10 ml) sehari 2 kali selama 3 hari dan diberikan
bersama dengan makanan.
: 11 tahun : 500 mg po dibagi 2 dosis selama 3 hari.
 Rifaximin : < 12 tahun tidak diketahui dosisnya
: 12 tahun : 100 mg po sehari 3 kali.

Jika diperlukan dapat berkonsultasi dengan dokter bedah karena beberapa organisme dapat
menyebabkan nyeri abdomen dan tinja yang mengandung darah segar. Selain itu gejala yang
menyerupai apendisitis, colitis hemoragik, intususepsi atau toksik megakolon dapat muncul juga
pada pasien-pasien diare.

 Gangguan elektrolit
- Hiponatremia
Dapat diberikan larutan NaCl hipertonis 3 (13mEq/L) atau % (855mEq/L). Tetapi untuk
mencapai kadar Na yang aman (125 mEq/L) maka Na yang dibutuhkan menurut rumus
sebagai berikut ini : mEq Na = 12 – Na darah x 0.6 x BB(kg) diberikan dalam 4 jam.
- Hipernatremia
Bila terjadi dehidrasi berat disertai syok/presyok maka berikan NaCl 0.9% atau RL atau
Albumin 5%. Setelah syok teratasi lalu berikan larutan yang mengandung Na : 75-80
mEq/L, misalnya NaCl-dekstrosa (2A) atau DG half strength sampai ada diuresis kemudian
berikan K 40 mEq/L.
- Hipokalemia :
Bila kadar K darah < 2.5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala) → larutan KCl 3.75% i.v.
dengan dosis 3- mEq/kgBB, maksimal 40 mEq/L.
Bila kadar K 2.5 – 3.5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala), cukup diberikan K : 75
mg/kgBB/hari p.o. dibagi dalam 3 dosis.
- Hiperkalemia :
Kadar K darah Terapi
< 6 mEq/L Kayeksalat 1 g/kgBB p.o., dilarutkan dalam 2 ml/kgBB larutan
sorbitol 70%.
Kayeksalat 1 g/kgBB enema, dilarutkan dalam 10 ml/kgBB larutan
sorbitol 70% diberikan melalui kateter folley, diklem selama 30-60
menit.

20
6-7 mEq/L NaHCO3 7.5% dosis 3 mEq/kgBB secara i.v. atau 1 unit insulin/5 g
glukosa
> 7 mEq/L Ca glukonas 10%, dosis 0.1-0.5 ml/kgBB i.v. dengan kecepatan 2
ml/menit

 Gangguan keseimbangan asam-basa


- Asidosis metabolik
Apabila kadar bikarbonat <22mEq/L dan kadar base excess (BE) tidak diketahui → larutan
bikarbonat 8.4% (1mEq = 1 ml) atau 7.5% (0.9 mEq = 1ml) sebanyak 2-4 mEq/kgBB.
Bila BE diketahui : mEq NaHCO3 = BE x BB x 0.3
- Alkalosis metabolik
Tergantung derajat dehidrasi berikan NaCl 0.9%, 10-20ml/kgBB dalam 1 jam. Bila telah
diuresis, dilanjutkan dengan cairan 0.45 NaCl atau 2,5% dekstrosa (2A) 40-80ml/kgBB +
KCl 38 mEq/L dalam 8 jam.

2.7 Komplikasi
 Demam enterik yang disebabkan oleh S. typhi. Sindroima tersebut mempunyai gejala seperti
malaise, demam, nyeri perut, dan bradikardia. Diare dan rash (rose spots) akan timbul setelah 1
minggu gejala awal timbul. Bakteri akan menyebar keseluruh tubuh pada saat itu dan
pengobatan untuk mencegah komplikasi sistemik seperti hepatitis, miokarditis, kolesistitis atau
perdarahan saluran cerna diperlukan.
 Hemolytic uremic syndrome (HUS) disebabkan oleh kerusakan endothelial vascular oleh
verotoksin yang dihasilkan oleh enterohemoragik E.coli dan Shigella sp. Trombositopenia,
anemia hemolitik mikroangiopati, dan gagal ginjal akut merupakan tanda-tanda dari HUS.
Gejala biasanya timbul setelah 1 minggu sejak diare pertama kali timbul.
 Reiter syndrome (RS) dapat menyebabkan komplikasi infeksi akut dari diare ini dan hal tersebut
ditandai dengan adanya arthritis, uretritis, konjungtivitis, dan lesi pada mukokutan. Individu
dengan RS biasanya tidak menampilkan gejala-gejala tersebut secara keseluruhan saja.
 Pasien yang mengalami diare akut dikemudian hari dapat menjadi seorang karier jika
disebabkan oleh organisme tertentu.
- Setelah terinfeksi oleh Salmonella, 1-4% pasien diare akut non tifoid dapat menjadi karier.
Keadaan karier dari Salmonella ini terutama terjadi pada wanita, bayi, dan individu-individu
yang mempunyai penyakit saluran kandung empedu.
- Karier C.difficile biasanya asimptomatik dan dapat ditemukan pada 20% pasien yang
dirawat di rumah sakit yang mendapatkan terapi antibiotika dan 50% pada bayi.

21
- Rotavirus dapat diekskresikan secara asimptomatik di dalam tinja seorang anak yang
sebelumnya pernah mengalami diare.

Tabel 3. Komplikasi yang Biasa Terjadi Akibat Diare


Organisme Komplikasi
Aeromonas caviae Intussusception, gram-negative sepsis, HUS
Campylobacter species Bacteremia, meningitis, cholecystitis, urinary tract infection,
pancreatitis, Reiter syndrome (RS)
C difficile Chronic diarrhea
C perfringens serotype C Enteritis necroticans
Enterohemorrhagic E coli Hemorrhagic colitis
Enterohemorrhagic E coli HUS
O157:H7
Plesiomonas species Septicemia
Salmonella species Enteric fever, bacteremia, meningitis, osteomyelitis,
myocarditis, RS
Shigella species Seizures, HUS, perforation, RS
Vibrio species Rapid dehydration
Yersinia enterocolitica Appendicitis, perforation, intussusception, peritonitis, toxic
megacolon, cholangitis, bacteremia, RS
Rotavirus Isotonic dehydration, carbohydrate intolerance
Giardia species Chronic fat malabsorption
Cryptosporidium species Chronic diarrhea
Entamoeba species Colonic perforation, liver abscess

2.8 Prognosis
Baik di negara maju maupun di negara berkembang, dengan penanganan diare yang baik maka
prognosis akan sangat baik. Kematian biasanya terjadi akibat dari dehidrasi dan malnutrisi yang
terjadi secara sekunder akibat dari diarenya itu sendiri. Apabila terjadi dehidrasi yang berat maka
perlu dilakukan pemberian cairan secara parenteral. Bila terjadi keadaan malnutrisi akibat gangguan
absorpsi makanan maka pemberian nutrisi secara parenteral pun perlu dilakukan karena bila terjadi
gangguan dari absorpsi makanan (malabsorpsi) maka kemungkinan untuk jatuh kedalam keadaan
dehidrasi yang lebih berat lagi akan semakin lebih besar.

22
3. Daftar Pustaka

1. Garna H, Nataprawira HM. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. 5th edition.
Bandung. 2014.
2. Behrman; Kliengman; Jenson. Nelson Textbook Of Pediatrics 19th edition. Philadelphia,
Saunders, 2011.
3. Braunwald, Eugene, MD., et al. 2011. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th Edition.
New York : McGraw – Hill Medical Publishing Division.

23

Anda mungkin juga menyukai