BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar blakang
Semakin tinggi kemajuan teknologi yang telah dicapai semakin tinggi pula
derajat kesehatan yang diperoleh sesuai dengan kemajuan zaman, timbul
berbagai macam penyakit yang menyerang seluruh kehidupan tanpa mengenal
tempat, waktu dan usia.
Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health
Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2
pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data
UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya
karena diare. Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS,
malaria, dan cacar jika digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya
39 persen penderita mendapatkan penanganan serius.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja, berbentuk cairan atau
setengah cairan (setengah padat), dengan demikian kandungan air pada tinja
lebih banyak dari biasanya (normal : 100-200 ml/jam tinja) (Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 2003).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep dasar teori
1. Definisi
Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare
persisten terjadi selama ≥ 14 hari.
Diare adalah satu dari gejala yang lebih sering terjadi pada anak yang
mengganggu motilitas usus dan mengganggu absorbsi air dan elektrolit serta
mempercepat ekskresi dari isi usus yaitu dengan buang air besar yang
frekuensinya dan bertambah (Scipien Chard Hawe Barnard, 2006).
2. Klasifikasi
Ada beberapa jenis-jenis diare. Menurut Hidayat (2008) ada 3 jenis
diare yang patut diketahui, yaitu sebagai berikut:
1. Diare cair akut
Diare cair akut memiliki tiga ciri utama: gejalanya dimulai secara
tiba-tiba, tinjanya encer dan cair, pemulihan biasanya terjadi dalam waktu
3-7 hari. Kadang kala gejalanya bisa berlangsung sampai 14 hari. Lebih
dari 75% orang yang terkena diare mengalami diare cair akut.
2. Disentri
Disentri memiliki dua ciri utama: adanya darah dalam tinja,
mungkin disertai kram perut, berkurangnya nafsu makan dan penurunan
berat badan yang cepat. Sekitar 10-15% anak -anak di bawah usia lima
tahun (balita) mengalami disentri.
3. Diare yang menetap atau persisten (kronis)
Diare yang menetap atau persisten memiliki tiga ciri utama:
pengeluaran tinja encer disertai darah, gejala berlangsung lebih dari 14
hari dan ada penurunan berat badan.
4
3. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi:
1) Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya;
2) Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, coxsackie, poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan sebagainya;
3) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, dan
strongylodies); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti:
otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun. (Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, 2007)
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorpsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa) serta monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan
galaktosa). Pada anak dan bayi yang paling berbahaya adalah
intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorpsi protein.
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Rasa takut atau cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar). (Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2007)
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare
pada balita, yaitu ( Depkes RI, 2007):
5
Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih
besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita
dehidrasi berat lebih besar.
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga
usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Seballiknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. (Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2007)
5. Gambaran klinik
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair
mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa
yang tidak diabsorpsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul
sebelum atau sesudah diare dapat disebabkan karena lambung turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila
pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejal dehidrasi mulai
nampak; yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi
menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik.
Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat
dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12,5%. Pada dehidrasi berat,
volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan
gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah
menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen,
kadang samapi soporokomateus).
7
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau
lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah,
panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan
muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus.
Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah,
demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula
mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu
misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan
bakteri dan parasit kadang- kadang menyebabkan tinja mengandung darah
atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).
Menurut Schwartz (2004), tanda dan gejala diare pada anak antara lain:
1) Gejala Umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis
bahkan gelisah
2) Gejala Spesifik
a. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan
berbau amis
b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah
6. Epidemiologi
1. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi
sering memasukan tangan / mainan / apapun kedalam mulut.
Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa
hari.
2. Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air
dengan benar.
3. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
4. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar
atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga
mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.
8
7. Komplikasi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi:
1. Dehidrasi
Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik,
hipokalemia). Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi
yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat. Derajat dehidrasi akibat
diare menurut Widoyono (2008) dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih
bisa bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat,
anak masih mau makan dan minum seperti biasa.
b. Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau
gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan
cepat jika dicubit.
c. Dehidrasi berat, anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung,
pada cubitan kulit turgor kembali lambat, nafas cepat, anak terlihat
lemah.
2. Gangguan gizi akibat kelaparan
Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan
karena diare dan muntah, kadang-kadang orang tuanya menghentikan
pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada
anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan.
3. Hipoglikemia.
Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya
telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat
badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat
mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono, 2008).
4. Gangguan sirkulasi darah.
Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau
prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan
muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan
asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak
cepat diobati penderita dapat meninggal. (Suharyono, 2008)
9
8. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan Tinja
a. Tinja Rutin
Makroskopis : pada pemeriksaan feses ini dilihat warna feses
biasanya warna coklat muda sampai kuning yang
bercampur dengan lendir atau darah yang mana
konsistensinya encer.
Mikroskopis : adanya jumlah sel epitel leukosit dan eritrosiit
meningkat.
b. Tinja Kultur
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan
kualitatif terutama pada diare kronik.
a. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.
b. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad
renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif , terutama
dilakukan pada penderita diare kronik. (Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2007)
c. Pemeriksaan Darah
1) Darah Lengkap: Hb, Ht, Leukosit
2) Elektrolit: Na, K, Ca dan Protein serum pada diare yang
disertai kejang.
3) Ph, cadangan alkali dan elektrolit untuk menemukan
gangguan keseimbangan asam basa.
9. Pencegahan
Pada dasarnya ada 3 tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary
Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 2005).
1. Pencegahan Primer
10
10. Penatalaksanaan
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam
14
mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih
atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan.
Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat
melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah
pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi Nampak.
Cara pemberian zinc pada anak yang masih berusia di bawah 2 tahun
ialah dengan melarutkan tablet zinc tersebut pada satu sendok air atau air
susu ibu (ASI), sedangkan pada anak yang lebih besar bisa dikunyah
langsung.
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia
lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional,
artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman. Meskipun diare
infeksius bisa disebabkan oleh bakteri, tetapi tidak perlu diberikan antibiotik
karena infeksi biasanya akan mereda tanpa pengobatan.
a) Usia < 1 tahun, 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas
setiap kali mencret
b) Usia < 5 tahun (anak balita) 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1
gelas setiap kali mencret.
c) Usia > 5 tahun 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap
kali mencret
d) Usia > 12 tahun & dewasa 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2
gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc).
I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama :
Umur/Tanggal Lahir : Kebanyakan diare terjadi pada dua
tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi pada golongan 6-11 bulan
(dr. M.C. Widjaja. 2007)
Jenis Kelamin :
Tanggal MRS :
Diagnosa Medis :
b. Identitas orang tua
Nama ayah :
Nama ibu :
Usia ayah/ibu :
Pendidikan ayah/ibu :
Pekerjaan ayah/ibu :
Agama :
Suku/bangsa :
Alamat :
2. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Alasan masuk rumah sakit
Ibu ingin memeriksakan anaknya.
Keluhan utama
1. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
2. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
3. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala
diare
4. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit
19
selain air yang harus yang bersih juga perlu dimasak mendidih lebih
lama. (Ngastiyah, 2003)
V. INTERVENSI
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
Rasional : Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan
mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi
pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
2. Pantau intake dan output
Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada klien, 2-3 lt/hr
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang bersama feses
secara oral
4. Berikan Oralit (Larutan Gula Garam)
Rasional : Oralit menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang akibat
diare
5. Berikan suplementasi zinc
Rasional: Zinc mempunyai efek pada fungsi kekebalan saluran cerna dan
berpengaruh pada fungsi dan struktur saluran cerna serta mempercepat
27
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.
VII.EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan
kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
SOAP.
28
BAB III
TINJAUAN KASUS
29
30
31
32
BAB IV
PEMBAHASAN
33
34
35
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan munculnya diare pada anak, terutama yang masih bayi tidak
dapat dianggap remeh walaupun hanya diare beberapa kali dalam sehari
(diare ringan). Karena 80% lebih tubuh bayi terdiri dari air. Yang bila terjadi
diare berarti cairan dan elektrolit dalam tubuh bayi keluar, sehingga bayi
rentan untuk kekurangan cairan dan elektrolit. Apalagi bila diare berat maka
dehidrasi tidak dapat dihindari lagi dan dapat terjadi hipovolemik shock.
B. Saran
Sebagai perawat perlu dan penting sekali untuk memberi penyuluhan
kepada masyarakat terutama kepada orang tua yang mempunyai anak dan
bayi. Agar selalu memelihara kesehatan dan mencegah timbulnya diare,
dengan jalan menjaga kebersihan baik fisik dan psikologis.
36
DAFTAR PUSTAKA