Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar blakang

Semakin tinggi kemajuan teknologi yang telah dicapai semakin tinggi pula
derajat kesehatan yang diperoleh sesuai dengan kemajuan zaman, timbul
berbagai macam penyakit yang menyerang seluruh kehidupan tanpa mengenal
tempat, waktu dan usia.

Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health
Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2
pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data
UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya
karena diare. Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS,
malaria, dan cacar jika digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya
39 persen penderita mendapatkan penanganan serius.

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja, berbentuk cairan atau
setengah cairan (setengah padat), dengan demikian kandungan air pada tinja
lebih banyak dari biasanya (normal : 100-200 ml/jam tinja) (Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 2003).

Data nasional Depkes menyebutkan setiap tahunnya di Indonesia 100.000


balita meninggal dunia karena diare. Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang
meninggal dunia dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal setiap jamnya
atau 1 jiwa meninggal setiap 5,5 menit akibat diare(Depkes RI, 2007) .

Berdasarkan hal diatas, kami membuat laporan komprehensif yang berjudul


Diare yang berisi tentang penyebab diare, penatalaksanaan diare dan pencegahan
diare.
2

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mendeskripsikan asuhan kebidanan anak dengan kasus diare


menggunakan pola fikir ilmiah melalui pendekatan menejemen asuhan
kebidanan menurut Varney dan dokumentasi dalam bentuk SOAP.

2. Tujuan khusus

a. Menjelaskan konsep dasar teori tentang diare


b. Menjelaskan konsep dasar menajemen asuhan kebidanan pada anak
dengan diare.
c. Melakukan asuhan kebidanan pada anak diare dengan pendekatan
manajemen varney yang terdiri dari :
1. Melakukan pengkajian pada klien
2. Menginterprestasikan data dasar
3. Mengidentifikasi diagnosis masalah potensial
4. Mengidentifikasi kebutuhan segera
5. Merencanakan asuhan kepada klien
6. Melakukan asuhan tindakan pada klien
7. Mengevaluasi hasil dari suatu tindakan pada klien
d. Melakukan dokumentasi asuhan kebidanan dalam bentuk catatan
SOAP.
3

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep dasar teori
1. Definisi
Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare
persisten terjadi selama ≥ 14 hari.
Diare adalah satu dari gejala yang lebih sering terjadi pada anak yang
mengganggu motilitas usus dan mengganggu absorbsi air dan elektrolit serta
mempercepat ekskresi dari isi usus yaitu dengan buang air besar yang
frekuensinya dan bertambah (Scipien Chard Hawe Barnard, 2006).

2. Klasifikasi
Ada beberapa jenis-jenis diare. Menurut Hidayat (2008) ada 3 jenis
diare yang patut diketahui, yaitu sebagai berikut:
1. Diare cair akut
Diare cair akut memiliki tiga ciri utama: gejalanya dimulai secara
tiba-tiba, tinjanya encer dan cair, pemulihan biasanya terjadi dalam waktu
3-7 hari. Kadang kala gejalanya bisa berlangsung sampai 14 hari. Lebih
dari 75% orang yang terkena diare mengalami diare cair akut.
2. Disentri
Disentri memiliki dua ciri utama: adanya darah dalam tinja,
mungkin disertai kram perut, berkurangnya nafsu makan dan penurunan
berat badan yang cepat. Sekitar 10-15% anak -anak di bawah usia lima
tahun (balita) mengalami disentri.
3. Diare yang menetap atau persisten (kronis)
Diare yang menetap atau persisten memiliki tiga ciri utama:
pengeluaran tinja encer disertai darah, gejala berlangsung lebih dari 14
hari dan ada penurunan berat badan.
4

3. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi:
1) Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya;
2) Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, coxsackie, poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan sebagainya;
3) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, dan
strongylodies); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti:
otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun. (Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, 2007)
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorpsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa) serta monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan
galaktosa). Pada anak dan bayi yang paling berbahaya adalah
intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorpsi protein.
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Rasa takut atau cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar). (Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2007)
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare
pada balita, yaitu ( Depkes RI, 2007):
5

1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama

Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih
besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita
dehidrasi berat lebih besar.

2. Menggunakan botol susu

Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman


karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau
sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang panas,
sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar
oleh kuman-kuman atau bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang
menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare.

3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar Bila makanan disimpan


beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan
berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang
tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak
6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja
tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri
yang dapat menularkan dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga
dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
4. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
6

akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga
usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Seballiknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. (Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2007)

5. Gambaran klinik
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair
mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa
yang tidak diabsorpsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul
sebelum atau sesudah diare dapat disebabkan karena lambung turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila
pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejal dehidrasi mulai
nampak; yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi
menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik.
Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat
dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12,5%. Pada dehidrasi berat,
volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan
gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah
menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen,
kadang samapi soporokomateus).
7

Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau
lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah,
panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan
muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus.
Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah,
demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula
mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu
misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan
bakteri dan parasit kadang- kadang menyebabkan tinja mengandung darah
atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).
Menurut Schwartz (2004), tanda dan gejala diare pada anak antara lain:
1) Gejala Umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis
bahkan gelisah
2) Gejala Spesifik
a. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan
berbau amis
b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah
6. Epidemiologi
1. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi
sering memasukan tangan / mainan / apapun kedalam mulut.
Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa
hari.
2. Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air
dengan benar.
3. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
4. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar
atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga
mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.
8

7. Komplikasi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi:
1. Dehidrasi
Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik,
hipokalemia). Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi
yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat. Derajat dehidrasi akibat
diare menurut Widoyono (2008) dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih
bisa bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat,
anak masih mau makan dan minum seperti biasa.
b. Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau
gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan
cepat jika dicubit.
c. Dehidrasi berat, anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung,
pada cubitan kulit turgor kembali lambat, nafas cepat, anak terlihat
lemah.
2. Gangguan gizi akibat kelaparan
Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan
karena diare dan muntah, kadang-kadang orang tuanya menghentikan
pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada
anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan.
3. Hipoglikemia.
Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya
telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat
badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat
mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono, 2008).
4. Gangguan sirkulasi darah.
Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau
prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan
muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan
asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak
cepat diobati penderita dapat meninggal. (Suharyono, 2008)
9

8. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan Tinja
a. Tinja Rutin
Makroskopis : pada pemeriksaan feses ini dilihat warna feses
biasanya warna coklat muda sampai kuning yang
bercampur dengan lendir atau darah yang mana
konsistensinya encer.
Mikroskopis : adanya jumlah sel epitel leukosit dan eritrosiit
meningkat.
b. Tinja Kultur
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan
kualitatif terutama pada diare kronik.
a. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.
b. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad
renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif , terutama
dilakukan pada penderita diare kronik. (Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2007)
c. Pemeriksaan Darah
1) Darah Lengkap: Hb, Ht, Leukosit
2) Elektrolit: Na, K, Ca dan Protein serum pada diare yang
disertai kejang.
3) Ph, cadangan alkali dan elektrolit untuk menemukan
gangguan keseimbangan asam basa.
9. Pencegahan
Pada dasarnya ada 3 tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary
Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 2005).
1. Pencegahan Primer
10

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor


penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab
dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare
dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan
peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
a. Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan
hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk
keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang
lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per
orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air
sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam
penularan beberapa penyakit menular termasuk diare (Sanropie,
2004).
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air
dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar
mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air
bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan
dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara
penyakit.
b. Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
kesehatan lingkungan. Pembua ngan tinja yang tidak tepat dapat
berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang
penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto,
2005) .
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu
jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat
kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air
permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan
11

bau, mudah digunakan dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo,


2004) .
c. Status gizi
. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi.
Menurut Gibson (2006) metode penilaian tersebut adalah;
1) konsumsi makanan;
2) pemeriksaan laboratorium,
3) pengukuran antropometri dan
4) pemeriksaan klinis.
Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau
kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak
episode diare yang dialami. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar
timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas
sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan
nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang (Suharyono,
2004).
d. Pemberian air susu ibu (ASI)
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan
mortalitas diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB)
mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain
mendapat susu tambahan juga mendapatkanASI, dan keduanya
mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang
sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-
bulan pertama kehidupan (Suryono, 2004).
e. Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya
berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar
kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral.
Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan
yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen
dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan
12

memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih


makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh
manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat
berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi
pencemaran sumber perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya
sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan
mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya
mencegah diare.
Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare.
Tinja anak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber
penularan diare bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya
anak yang sakit, anak sehatpun tinjanya juga dapat menjadi carrier
asimptomatik yang sering kurangmendapat perhatian. Oleh karena itu
cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah terjadinya
diare (Sunoto dkk, 2004).
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah
menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan
menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta
untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip
pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit
(rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare.
Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang
memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia
untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu
menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya
jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter.
Dokter akan menentukan obat yang disesuaikandengan penyebab
diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki
efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial
Syam, 2006).
3. Pencegahan Tertier
13

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai


mengalami kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini
penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis
semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi
untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha
yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkon sumsi makanan
bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan
terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan
ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang
menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan
psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau
bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
Mengingat bahwa penularan penyakit ini melalui 4 F “Finger,
Feces, Food and Fly”, maka penyuluhan yang penting adalah :
a. Kebersihan perorangan pada anak, mencuci tangan sebelum makan dan
setiap habis bermain memakai alas kaki jika bermain di tanah.
b. Membiasakan anak membuang air besar di jamban jamban harus selalu
bersih agar tidak ada lalat.
c. Kebersihan lingkungan untuk menghindari adanya lalat.
d. Makanan harus selalu tertutup (jika di atas meja).
e. Kepada anak yang sudah dapat membeli makanan sendiri agar diajarkan
untuk tidak membeli makanan yang dijajakan terbuka.
f. Air minum harus selalu dimasak. Bila sedang berjangkit penyakit diare
selain air yang harus yang bersih juga perlu dimasak mendidih lebih
lama. (Ngastiyah, 2004)

10. Penatalaksanaan
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam
14

mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih
atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan.
Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat
melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah
pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi Nampak.

WHO dan UNICEF telah menandatangani kebijakan tentang


pengobatan diare yakni dengan pemberian zinc dan oralit selama lebih
kurang 2 minggu. Pemberian zinc juga dapat membantu mempercepat proses
penyembuhan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (imunitas) serta
dapat secara aktif membantu mencegah terulangnya si anak menderita diare
paling tidak untuk 2-3 bulan pasca sembuh dari diare.manfaat zinc untuk
pengobatan diare ialah dengan cara mengurangi prevalensi diare sekitar
34%, mengurangi insiden pneumonia 26%, dan mengurangi durasi diare
yang akut sebesar 20%.

Pemberian zinc pada anak harus menimbang aturan yang telah


ditetapkan. Dianjurkan pemberiannya sebanyak 1 kali dalam sehari selama
10 hari secara berturut-turut. Pemberian zinc harus terus dilakukan meskipun
penyakit diare anak sudah reda. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan
sistem imunitas tubuh terhadap kemungkinan terjadinya diare dalam jangka
waktu 2-3 bulan ke depan.

Cara pemberian zinc pada anak yang masih berusia di bawah 2 tahun
ialah dengan melarutkan tablet zinc tersebut pada satu sendok air atau air
susu ibu (ASI), sedangkan pada anak yang lebih besar bisa dikunyah
langsung.

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut, sedangkan oralit diberikan


setiap kali anak menderita buang air besar (BAB) sampai akhirnya diarenya
sembuh.

Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit


15

secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh,


atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada
sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan
berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah
parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak
ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama,
dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal.

Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain


ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus
penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).

Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia
lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional,
artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman. Meskipun diare
infeksius bisa disebabkan oleh bakteri, tetapi tidak perlu diberikan antibiotik
karena infeksi biasanya akan mereda tanpa pengobatan.

Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak


memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan
laboratorius perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus
diare akut dan parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.

Dasar pengobatan diare menurut (Scipien Chard Hawe Barnard, 2006) :


a. Pemberian cairan : jenis cairan, cairan peroral, cairan parenteral.
b. Dietetik (cara pemberian makanan).
c. Untuk anak dibawah satu tahun dan anak diatas satu tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg jenis makanannya diberikan :
a) Susu (ASI atau susu formula yang renah laktosa, dan rendah
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almirom dan
sejenisnya).
b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim)
bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa.
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
16

misalnya susu rendah laktosa atau asam lemak yang, berantai


sedang atau tidak jenuh.
Memberikan obat untuk menghentikan diare sebenarnya bisa
membahayakan bayi karena obat ini bisa menghalangi usaha tubuh
untuk membuang organisme penyebab infeksi melalui tinja. Oleh karena
itu, pengobatan diare dilakukan dengan :
a. Teruskan pemberian ASI karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh
ASI tetap diberikan untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi
dan mempertahankan pembentukan ASI oleh ibu. Jika bayi tidak disusui
oleh ibunya, sebaiknya segera setelah dehidrasinya teratasi, diberikan
susu formula yang tidak mengandung laktosa. Susu formula yang biasa
bisa diberikan secara bertahap beberapa hari kemudian.
b. Langkah yang paling penting dalam mengatasi diare adalah
menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang.
Jika bayi tampak sakit berat, cairan biasanya diberikan melalui
infus. Jika penyakitnya ringan, bisa diberikan cairan yang mengandung
elektrolit melalui botol susu atau gelas.
1. Jumlah cairan yang diberikan adalah 100 ml/kgBB/hari sebanyak 1
kali setiap 2 jam, jika diare tanpa dehidrasi. Sebanyak 50% cairan
ini diberikan dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitium
Sesuaikan dengan umur anak:
i. Usia <2 tahun diberikan ½ gelas;
ii. Usia 2-6 tahun diberikan 1 gelas;
iii. Usia >6 tahun diberikan 400cc (2 gelas).

2. Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan


cairan 25-100 ml/kgBB dalam sehari atau setiap 2 jam. Oralit
diberikan sebanyak lebih kurang 100 ml/kgBB setiap 4-6 jam pada
kasus dehidrasi ringan sampai berat. Pada kasus ini dapat juga
diberikan larutan gula garam. Cara membuat Larutan Gula Garam
(LGG) ialah 1 sendok teh gula pasir + ½ sendok teh garam dapur
halus + 1 gelas air masak atau air teh hangat
Takaran pemberian Oralit (Umur Jumlah Cairan)
17

a) Usia < 1 tahun, 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas
setiap kali mencret
b) Usia < 5 tahun (anak balita) 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1
gelas setiap kali mencret.
c) Usia > 5 tahun 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap
kali mencret
d) Usia > 12 tahun & dewasa 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2
gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc).

2. Pada dehidrasi berat, penderita harus dirawat di rumah sakit.


Pengobatan diare lebih mengutamakan pemberian cairan, kalori dan
elektrolit yang bisa guna mencegah terjadinya dehidrasi berat,
sedangkan antibiotika atau obat lain hanya diberikan bila ada indikasi
yang jelas.

B. Konsep dasar menejemen Asuhan Kebidanan pada Anak dengan diare


Konsep dasar menejemen Asuhan Kebidanan
18

Pada Anak dengan diare dehidrasi ringan

I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama :
Umur/Tanggal Lahir : Kebanyakan diare terjadi pada dua
tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi pada golongan 6-11 bulan
(dr. M.C. Widjaja. 2007)
Jenis Kelamin :
Tanggal MRS :
Diagnosa Medis :
b. Identitas orang tua
Nama ayah :
Nama ibu :
Usia ayah/ibu :
Pendidikan ayah/ibu :
Pekerjaan ayah/ibu :
Agama :
Suku/bangsa :
Alamat :
2. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Alasan masuk rumah sakit
Ibu ingin memeriksakan anaknya.
Keluhan utama
1. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
2. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
3. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala
diare
4. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit
19

menurun, apatis bahkan gelisah. Schwartz (2004)


 Riwayat perjalanan penyakit dan upaya mengatasi
(Pada riwayat perjalananpenyakit, disusun cerita yang
kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan klien
sejak sebelum terdapat keluhan sampai ia dibawa berobat)
b. Riwayat Kesehatan yang lalu
 Riwayat kehamilan dan kelahiran
- Riwayat antenatal
a) Corak reproduksi
b) Kunjungan antenatal
c) Keadaan kesehatan saat hamil
d) Makanan
e) Obat-obat
f) Riwayat imunisasi tetanus toksoid
g) Riwayat terpapar infeksi saat hamil
h) Riwayat merokok dan minum-minuman keras/ alkohol
- Riwayat intranatal
 Riwayat postnatal : Pada balita yang tidak diberi ASI resiko
menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI
penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih
besar. (Depkes, RI. 2007)
 Riwayat imunisasi :
 Riwayat alergi : Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap
makanan. (Depkes RI, 2007)
 Riwayat penyakit yang pernah di derita : riwayat penyakit
yang sering terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi
sebelum, selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan
untuk melihat tanda atau gejala infeksi lain yang
menyebabkan diare seperti OMA, tonsillitis, farinngitis,
bronkopneumonia, dan ensefalitis. (Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2007)
 Riwayat operasi/pembedahan
20

 Riwayat tumbuh kembang


Riwayat Pertumbuhan : Kenaikan BB karena umur 1 -3 tahun
berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6- 10 cm (rata-
rata 8 cm) pertahun. Kenaikan lingkar kepala : 12cm ditahun
pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya. Tumbuh gigi 8
buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah. Erupsi gigi : geraham
perama menusul gigi taring.
Riwayat perkembangan : Tahap perkembangan Psikoseksual
menurut Sigmund Freud.
Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido,
memulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic,
mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt, Perkembangn ketrampilan
motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan
keuntungan yang ia peroleh Dari kemampuannya untuk mandiri
(tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif
menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa
malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu
yang dapat berkembang pada diri anak.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Riwayat penyakit menular : Tidak membuang tinja dengan benar,
seringnya beranggapan bahwa tinja tidak berbahaya, padahal
sesungguhnya mengandung virus atau bakteri yang dapat
menularkan dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga
dapat menyebabkan infeksi pada manusia. (Depkes, RI. 2007)

b. Riwayat penyakit keturunan


21

c. Riwayat penyakit menahun


4. Pola Fungsional Kesehatan
Kebutuhan
Keterangan
Dasar
Gangguan gizi yang membuat anak tidak mau makan,
dan orang tua pun terkadang menghentikan pemberian
Pola
makan karena takut bertambahnya muntah dan diare
Nutrisi
pada anak, atau apabila diberikan makan dalam bentuk
diencerkan. (Suharyono 2005)
Bayi yang mengalami diare tinjanya makin cair, mungkin
disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
Pola berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
Eliminasi pada penderita diare anus dan daerah sekitarnya timbul
lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin
asam.(Ngastiyah, 2005)
Pola Terkadang anak rewel dan susah tidur karena penyakit
Istirahat yang anak rasakan. (suharyono 2005)
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut
ditularkan dengan perantara air atau bahan yang
tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme
patogen dengan melalui air minum.
Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air
Pola
besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau
Personal
memberi makan anak dan sebelum menyiapkan
Hygiene
makanan. Kejadian diare makanan terutama yang
berhubungan langsung dengan makanan anak seperti
botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat
keluarga membuang tinja anak (Howard & Bartram,
2003).

Pola Bermain dengan mainan yang terkontaminasi tinja,


Aktivitas apalagi pada bayi sering memasukkan tangan/ mainan
22

apapun kedalam mulut beresiko diare.(ngastyah, 2005)

5. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a. Komposisi, fungsi dan hubungan keluarga (Genogram)
b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar : Penyimpanan makanan
pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal. Salah satu keluarga di dalam rumah yang menderita diare
dapat menularkan dare pada bayi melalui jalur oral.
c. Kultur dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Baik, sadar (tanpa dehidrasi); gelisah, rewel
(dehidrasi ringan atau sedang); lesu, Lunglai, atau tidak sadar
(dehidrasi berat). (Nursalam, 2005)
Tanda Vital :
Tekanan Darah : Tekanan darah menurun
Nadi : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah,.
Pernapasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot
pernafasan)
Suhu : suhu meningkat > 37,5 derajat celsius
Antropometri :
Berat badan : Menurut S. Partono (2003), Anak yang diare denga
dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan sebagai berikut :
% Kehilangan Berat Badan
Tingkat Dehidrasi
Bayi Anak Besar
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)

LILA : Makin buruk gizi seseorang anak, makin banyak


episode diare yang dialami. Pada anak dengan malnutrisi,
kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi
23

terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan


kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang
(Suharyono, 2004).
Lingkar perut : lingkar abdomen membesar (Depkes, RI. 2007)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Kulit : warna kulit pucat (Depkes, RI. 2007)
Kepala : anak berusia dibawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi,
ubun-ubunnya biasanya biasanya cekung. (Nursalam, 2005)
ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur
1 tahun lebih (pada pasien dehidrasi berat)
Wajah : tidak tampak oedema
Mata : anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak
matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan/sedang,
kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan apabila
mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung.
(Nursalam, 2005)
Telinga : telinga simetris
Hidung : tidak tampak fraktur
Mulut : Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi), mulut dan
lidah kering (dehidrasi ringan/sedang), mulut dan lidah sangat
kering (dehidrasi berat) (Nursalam, 2005)
Leher : tampak simetris
Dada : bentuk dada normal, kontraksi otot pernafasan cepat,
penggunaan otot bantu pernafasan, RR > 40 x/menit
Abdomen : tampak membesar
Genetalia eksterna :
Anus : kemerahan pada daerah perianal
b. Palpasi
Kulit : apabila turgor kembali dengan cepat (kurang dari 2
detik), berarti diare tersebut tanpa dehidrasi. Apabila turgor
kembali dengan lambat (kembali dalam waktu 2 detik), ini
berarti diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Apabila turgor
24

kembali sangat lambat ( lebih dari 2 detik), ini termasuk diare


dengan dehidrasi berat. (Nursalam, 2005)
Kepala : tidak teraba massa
Mata : palpebra tidak ada nyeri tekan
Hidung : tidak teraba fraktur
Abdomen : turgor kulit abdomen tidak kembali dalam 2 detik
menandakan terjadi dehidrasi
Genetalia Eksterna :
Ekstremitas : capillary refill time memajang > 2 dt, akral
hangat, akral dingin (waspada syok)
c. Auskultasi :
Dada : tidak terdapat suara nafas tambahan
Abdomen : peristaltic meningkat > 35 x/mnt
d. Perkusi :
Abdomen : distensi abdomen
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan Tinja
 Tinja Rutin
Makroskopis: pada pemeriksaan feses ini dilihat warna feses
biasanya warna coklat muda sampai kuning yang
bercampur dengan lendir atau darah yang mana
konsistensinya encer.
Mikroskopis: adanya jumlah sel epitel leukosit dan eritrosiit
meningkat.
 Tinja Kultur
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan
kualitatif terutama pada diare kronik.
 Pemeriksaan Darah
1. Darah Lengkap: Hb, Ht, Leukosit
2. Elektrolit: Na, K, Ca dan Protein serum pada diare
yang disertai kejang.
3. Ph, cadangan alkali dan elektrolit untuk
25

menemukan gangguan keseimbangan asam basa.


b) Pemeriksaan USG
c) Pemeriksaan diagnostik lainnya
Radiologi : mungkin ditemukan bronchopneumonia
5. Data Rekam Medis
( Data rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen
antara lain identitas klien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang
diberikan serta tindakan dan pelayanan tang telah diberikan pada
klien. Permenkes 2008)

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosis : Anak Usia…dengan Diare
Masalah : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan sekunder terhadap diare.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan
intake yang berkurang.
Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
infeksi skunder terhadap diare
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
peningkatan frekwensi diare.
Kebutuhan : Pemberian KIE
Mengingat bahwa penularan penyakit ini melalui 4 F “Finger,
Feces, Food and Fly”, maka penyuluhan yang penting adalah :
a. Kebersihan perorangan pada anak, mencuci tangan sebelum makan dan
setiap habis bermain memakai alas kaki jika bermain di tanah.
b. Membiasakan anak membuang air besar di jamban jamban harus selalu
bersih agar tidak ada lalat.
c. Kebersihan lingkungan untuk menghindari adanya lalat.
d. Makanan harus selalu tertutup (jika di atas meja).
e. Kepada anak yang sudah dapat membeli makanan sendiri agar
diajarkan untuk tidak membeli makanan yang dijajakan terbuka.
f. Air minum harus selalu dimasak. Bila sedang berjangkit penyakit diare
26

selain air yang harus yang bersih juga perlu dimasak mendidih lebih
lama. (Ngastiyah, 2003)

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL


Sebagai akibat kehilangan cairan cairan dan elektrolit secara mendadak,
pada kasus diare berdasarkan Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI
dapat terjadi:
1. Dehidrasi
2. Syok hipovolemik
3. Hipoglikemia
4. Hipokalemia

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Pada kasus diare dengan dehidrasi, berdasarkan Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, kebutuhan tindakan segeranya adalah rehidrasi.

V. INTERVENSI
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
Rasional : Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan
mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi
pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
2. Pantau intake dan output
Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada klien, 2-3 lt/hr
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang bersama feses
secara oral
4. Berikan Oralit (Larutan Gula Garam)
Rasional : Oralit menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang akibat
diare
5. Berikan suplementasi zinc
Rasional: Zinc mempunyai efek pada fungsi kekebalan saluran cerna dan
berpengaruh pada fungsi dan struktur saluran cerna serta mempercepat
27

proses penyembuhan epitel selama diare (Ngastiyah, 2005).


6. Berikan KIE tentang kebersihan
Rasional: Kebersihan mempunyai efek penting dalam kehidupan sehari-
hari, dengan menjaga kebersihan dapat mencegah terjadinya penyakit
khususnya diare. (Nasry Noor, 2005).
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
Rasional: Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan resep yang tepat
pada klien

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.

VII.EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan
kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
SOAP.
28

BAB III
TINJAUAN KASUS
29
30
31
32

BAB IV
PEMBAHASAN
33
34
35

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan munculnya diare pada anak, terutama yang masih bayi tidak
dapat dianggap remeh walaupun hanya diare beberapa kali dalam sehari
(diare ringan). Karena 80% lebih tubuh bayi terdiri dari air. Yang bila terjadi
diare berarti cairan dan elektrolit dalam tubuh bayi keluar, sehingga bayi
rentan untuk kekurangan cairan dan elektrolit. Apalagi bila diare berat maka
dehidrasi tidak dapat dihindari lagi dan dapat terjadi hipovolemik shock.
B. Saran
Sebagai perawat perlu dan penting sekali untuk memberi penyuluhan
kepada masyarakat terutama kepada orang tua yang mempunyai anak dan
bayi. Agar selalu memelihara kesehatan dan mencegah timbulnya diare,
dengan jalan menjaga kebersihan baik fisik dan psikologis.
36

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC


________. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC
Nursalam, dkk,. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan
bidan). Salemba Medika
Staf pengajar Ilmu kesehatan anak FKUI. 2007. Buku kuliah Ilmu kesehatan
Anak. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
http://jurnal.fk.unand.ac.id Jurnal Kesehatan Andalas. 201. Hubungan Pemberian
ASIEksklusif dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun
di Puskesmas Kuranji Kota Padang. Eka Putri Rahmadhani, Gustina Lubis,
Edison
Sudarti, Afroh Fauziah. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan Anak
Balita. Yogyakarta : Medical Boo

Anda mungkin juga menyukai