Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diare merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.
Penyakit ini terutama disebabkan oleh makanan dan minuman yang
terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan
sekitar 2,5 miliar orang mempunyai akses kebersihan yang buruk. Jika balita
terserang diare maka tindakan- tindakan yang diambil akan menentukan
perjalanan penyakitnya. Tindakan tersebut dipengaruhi berbagai hal, antara lain
adalah tingkat pendidikan, pengetahuan dan tindakan pencegahan tentang diare.
Penyakit diare sampai saat ini masih mengalami diare dengan rata-rata usia 5
tahun. Di negara berkembang rata-rata tiap anak dibawah usia 5 tahun mengalami
diare 3 sampai 4 kali pertahun (WHO, 2009).
Sampai saat ini kasus diare di Indonesia masih cukup tinggi dan
menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita. Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar (Depkes RI, 2008). Diare menyebabkan kematian pada
bayi (31,4%) dan anak balita (25,2%). Sekitar 162.000 balita meninggal akibat
diare setiap tahun atau sekitar 460 balita per hari. Sedangkan dari hasil survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) di Indonesia dalam Depkes RI diare merupakan
penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga bagi pada bayi, dan nomor
lima bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami diare sebanyak 1,6–2
kali pertahun (Kemenkes RI, 2011). Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit
Diare, Departemen Kesehatan RI dari tahun 2000 - 2010 terlihat kecenderungan
insidens naik. Pada tahun 2000 Insiden Rate (IR) penyakit Diare 301/ 1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik
menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk.
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan Case Fatality
Rate (CFR) yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan
dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian
1
2

100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33
kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74
%) (Kemenkes RI, 2011). 3 Hasil survey Departemen Kesehatan RI pada tahun
2009 menunjukkan jumlah kasus diare di Indonesia sebanyak 143.696 kasus rawat
inap dan 172.013 kasus rawat jalan. Kematian akibat diare di Indonesia pada
tahun 2009 mempunyai presentase 1,74%. Sementara kasus diare di Provinsi
Lampung pada balita tahun 2011 yaitu 2.534 dan pada tahun 2012 yaitu 6.027
balita yang mengalami diare. (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2012) pada
Puskesmas Natar kejadian diare pada 3 bulan terahir yaitu sebanyak 84 orang,
sementara pada Desa Natar dalam 3 bulan terahir terdapat 19 balita yang
mengalami diare yaitu sebanyak 22% kasus diare di Puskesmas Natar diperoleh
dari balita yang bertempat tinggal di Desa Natar.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare maupun meningkatkan
risiko rawat inap anak dengan diare. Faktor risiko yang berhubungan dengan diare
pada anak antara lain tingkat pendidikan, pengetahuan dan tindakan pencegahan
terhadap diare (Kamalia, 2005; Sinthamurniwati, 2006; Bintoro, 2010). Penelitian
yang dilakukan oleh Khalili di Iran tahun 2006, menemukan peningkatan risiko
rawat inap pasien diare akut disebabkan oleh adanya darah dalam tinja, dehidrasi,
ASI yang diberikan kurang dari 6 bulan, riwayat rawat inap sebelumnya,
kurangnya akses terhadap air bersih, mempunyai hewan peliharaan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada An.A dengan GEA di Ruang
Flamboyan RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?”.

1.3 Tujuan Studi Kasus


1.3.1 Tujuan Umum
Dari penulisan studi kasus adalah untuk mendapatkan atau memperoleh
kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus dengan
menggunakan proses keperawatan.
3

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mahasiswa mampu Untuk mengetahui distribusi frekuensi umur balita
yang mengalami Gea di RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

1.3.2.2 Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien An.A


dengan Gea di Ruang Flamboyan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya

1.3.2.3 Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan


masalah keperawatan pada klien An.A dengan Gea di Ruang Flamboyan
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan


pada klien An.A dengan Gea di Ruang Flamboyan RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya

1.3.2.5 Mahasiswa Mampu membuat evaluasi keperawatan pada pada klien An.A
dengan Gea di Ruang Flamboyan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Peneliti Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk melakukan penelitian selanjutnya, juga menjadi bekal bagi
peneliti dalam memberikan pelayanan kesehatan saat bekerja di lapangan nanti.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan evaluasi terhadap teori yang telah
diberikan, sebagai sumber bahan bacaan bagi perpustakaan di institusi pendidikan
dan sebagai bahan tambahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan Gea
4

1.4.3 Bagi Lahan Penelitian Dapat menjadi informasi bagi tenaga kesehatan
tentang karakteristik balita dengan Gea, sehingga dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan.

1.4.4 Bagi Lahan Penelitian


Dapat menjadi informasi bagi tenaga kesehatan tentang karakteristik balita dengan
Gea, sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan.
Untuk RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang F
(Flamboyan), penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gea, serta
sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya
pada pasien dengan Gea.

1.4.5 Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka Raya
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang akan
datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GEA ( Gastroentiritis Akut )


2.1.1 Definisi
Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir
(Prof. Sudaryat, dr.SpAK, 2007).
Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang
tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume,
keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4
kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah (Hidayat AAA, 2006).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi lambung
dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen,yang di
tandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari)
disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), Diare juga dapat terjadi pada
bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari
dengan atau tanpa lendir dan darah.

2.1.2 Etiologi
1. Faktor infeksi
Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak, infeksi internal, meliputi:
1. Infeksi bakteri
2. Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, campylobacter, yersinia,
aeromonas dan sebagainya.
3. Infeksi virus
a. entrovirus (virus ECHO), coxsackie, poliomyelitis, adenovirus,
rotavirus, astovirus dan lain-lain.

5
6

2. Infeksi parasit
b. Cacing, protozoa, dan jamur.
3. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida, monosakarida pada bayi dan anak,
malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein.
4. Faktor makanan
Makanan basi beracun dan alergi makanan.
5. Faktor kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak
mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum
mengkonsumsi makanan.
6. Faktor psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat merangsang
peningkatan peristaltik usus.
2.1.3 Manisfestasi Klinis
1) Sering buangan air besar dengan konsisten tinja cair atau encer
2) Kram perut
3) Demam
4) Mual
5) Muntah
6) Kembung
7) Lemah
8) Pucat
9) Turgor kulit menurun
10) Ubun-ubun atau fontanela cekung
11) Kelopak mata cekung
12) Membrane mukosa kering
7

2.1.4 Patofisiologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat
dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam
basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta
kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada
akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,
Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi
pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel,
atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan
Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas
usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi
(intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.
8

2.1.5 Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua
golongan:
a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri
basiler, dan Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik : diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang
ditimbulkan oleh bakteri, virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus,
misalnya: diare karena bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat
mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya
25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5
sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
b. Diare kronik, ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih
(Sunoto, 1990).
9

Pathway
10

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium.
2. Pemeriksaan tinja.
3. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah
atau astrup,bila memungkinkan.
4. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
5. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad
renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita
diare kronik.
6. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya
biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

2.1.7 Pencegahan
1) Mencuci tangan. Anak harus diajarkan untuk mencuci tangannya,
sedangkan pada bayi sering dilap tangannya. Bunda pun juga harus sering
mencuci tangan, terutama saat memberi makan pada anak dan setelah
memegang sesuatu yang kotor seperti setelah membersihkan kotoran bayi
atau anak.
2) Tutup makanan dengan tudung saji.
3) Masak air minum dan makanan hingga matang.
4) Jaga kebersihan makanan dan minuman, berikan ASI eksklusif minimal 6
bulan karena ASI mengandung immunoglobulin. Untuk bayi yang
"terpaksa" menggunakan susu formula, maka dotnya harus dicuci bersih
dan disterilkan dengan baik.
11

2.1.8 Penatalaksanaan
1. Terapi Cairan
2. Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada
penderita diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan
3. Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah
PWL (Previous Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal
Water Losses).
4. Cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung CWL (Concomitant water losses) (Suharyono dkk., 1994
dalam Wicaksono, 2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
1) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh
WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L,
Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang dikandung
meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride 80
mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada beberapa
cairan rehidrasi oral:
a). Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3
dan glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.
b). Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-
komponen di atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan
yang tersedia di rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.
2) Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai
cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama pemberian cairan
parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi:
3) a). Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah
b). Perubahan tanda-tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994
dalam Wicaksana, 2011).
4) Antibiotik
12

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare


akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan
gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan
jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Contoh antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari),
Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis
tunggal), Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari,
7-14 hari oral atauIV).
5). Obat Anti Diare
Loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat
(lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 –
4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari.
Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan
mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup
aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut
dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

2.1.8 Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Malnutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
13

2.1.9 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan Reflek spasme otot pada dinding perut
2. Hipertemi berhubungan dengan sirkulasi darah yang menurun
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan yang aktif melalui feses dan muntah

2.1.10 intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan Reflek spasme otot pada dinding perut
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, lokasi, dan skala nyeri
b. Monitor tanda tanda vital
c. Berikan posisi senyaman mungkin
d. Ajarkan teknik relaksasi distraksi
e. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik
2. Hipertemi berhubungan dengan sirkulasi darah yang menurun
Intervensi :
a. Kaji tanda gejala hipertemi
b. Ajarkan klien dan keluarga pentingnya mempertahankan masukan
yang adekuat sedikitnya 2000 ml/ hari
c. Monitor intake dan output dehidrasi
d. Monitor suhu dan tanda vital
e. Kolaborasi dengan TIM Medis (dokter) pemberian obat antipiretik
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat
Intervensi :
a. Kaji intake dan output makanan
b. Berikan makanan sedikit tapi sering setiap 2-3 jam,
c. Timbang berat badan tiap hari,
d. Instruksikan teknik-teknik pemberian makanan yang sehat,
14

e. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi,

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kehilangan yang aktif melalui feses dan muntah
Intervensi :
a. Pantau tanda dan gejala: kulit dan membram mukosa kering, haus,
lemah\
b. Pantau masukan pengeluaran dan berat badan,
c. Berikan cairan iv sesuai instruksi
d. Berikan larutan hidrasi oral sesuai instruksi,
e. Dorong masukan cairan dengan tepat
f. Awasi TTV pengisian kapiler,
g. Hindari masukan cairan jernih seperti jus, buah, minuman bikarbonat.

2.1.11 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana
tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dilakukan
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan
masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu
pelaksanaan dan respon klien (Patricia A. Potter, 2005).

2.1.12 Evaluasi keperawatan


Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan
seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi (Patricia A. Potter, 2005).
Evaluasi dari tindakan yang telah diberikan pada An. A berdasarkan dari tujuan
(Kriteria Hasil) yang telah dibuat dalam intervensi dan membuat catatan
perkembangannya. Seperti pada diagnosa yang pertama tujuannya adalah pasien
terbebas dari Gea/Diare,Pada diagnosa yang kedua tujuannya adalah Suhu tubuh
pasien stabil 36°-37°C.,. pada diagnosa ketiga yang tujuannya adalah nafsu makan
15

meningkat, dapat menghabiskan sesuai porsi diet yang telah diberikan, dan
kebiasaan makan pagi, siang, dan sore.

2.2 Pengertian cairan dan elektrolit


2.2.1 Cairan
Cairan adalah volume air bisa berupa kekurangan atau kelebihan air. Cairan
tubuh terdiri dari cairan eksternal dan cairan internal. Volume cairan intrasel tidak
dapat diukur secara langsung dengan prinsip difusi oleh karena tidak ada bahan
yang hanya terdapat dalam cairan intrasel. Volume cairan intrasel dapat diketahui
dengan mengurangi jumlah cairan ekternal, terdiri dari cairan tubuh total.
Cairan Eksternal terdiri dari cairan tubuh total :
1. Cairan Interstitiel: bagian cairan ekstra sel yang ada diluar pembuluh darah
Plasma darah.
2. Cairan Transeluler, cairan yang terdapat pada rongga khusus seperti dalam
pleura, perikardium,cairan sendi, cairan serebrospinalis.
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahann yang tetap dalam
berespons terhadap stressor fisiologis dan lingkungan.
Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri
sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau kekurangan.
2.2.2 Konsep Dasar Cairan
1. Volume dan Distribusi Cairan Tubuh
a. Volume cairan
Total jumlah volume cairan tubuh (Total Body Water = TBW) kira-kira
60% dari BB pria dan 50% dari BB wanita. Usia juga berpengaruh terhadap TBW
di mana makin tua usia maka sedikit kandungan airnya. Jadi jumlah volume ini
tergantung pada kandungan lemak badan dan usia.
Lemak jaringan sangat sedikit meyimpan cairan, dimana lemak pada
wanita lebih banyak daripada pria sehingga volume cairan lebih rendah dari pria.
b. Distribusi cairan
16

Cairan tubuh didistribusikan diantara 2 kompartemen yaitu pada intra


seluler dan ekstraselular. Cairan Intraseluler (CIS) kira-kira 2/3 atau 40% dari
BB, sedangkan Cairan Ekstraseluler (CES) 20% dari BB. Cairan ini terdiri atas
plasma (Cairan Intravaskuler) 5%, Cairan Interstisial CIT (Cairan disekitar tubuh
seperti limfe) 10-15 % dan Cairan Transeluler (CTS) (misalnya cairan
cerebrospinalis, sinovial, cairan dalam peritoneum, cairan dalam rongga mata, dan
lain-lain) 1-3 %.
2. Fungsi Cairan
a. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh.
b. Transport nutrient ke sel
c. Transport hasil sisa metabolisme
d. Transport hormone
e. Pelumas antar organ
f. Memperthanakan tekanan hidrostatik dalam system kardiovaskuler.
3. Keseimbangan Cairan
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake dan output cairan. Intake
cairan berasal dari minuman dan makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara
1.800 – 2.500 ml/hari. Sekitar 1.200ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari
makanan. Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1.200-
1.500 ml/hari, paru-paru 300-500 ml, dan kulit 600-800 ml.

4. Pergerakan Cairan Tubuh


Mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui 3 proses yaitu ;
a. Difusi
Merupakan proses dimana partikel yang terdapat dala cairan bergerak rai
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan
elektrolit didisfusikan menembus membrane sel. Kecepatan difusi dipengaruhi
oleh ukuran moleku, konsentrasi larutan, dan temperature
b. Osmosis
17

Merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui membrane


semipermeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke kkonsentrasi
yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.
c. Transpor aktif
Merupakan proses partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi
karena adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung.
5. Pengaturan Keseimbangan Cairan
a. Rasa dahaga mekanisme rasa dahaga :
Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada akhirnya
menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat merangsang hipotalamus untuk
melepaskan substrat neuron yang bertanggungjawab terhadap sensasi haus.
Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi penigkatan tekanan osmotic dan
mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa dahaga.
b. Anti Diuretik Hormon (ADH)
ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neuro hipofisisi dari
hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan
osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Hormone ini meningkatkan
rearbsorbsi air pada duktus koligentes, dengan demikian dapat menghemat air
c. Aldosteron
Hormone ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absrsorsi natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang
konsentrasi kalium, natrium serum dan system angiotensin rennin serta sangat
efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.
d. Prostaglandin
Adalah asam lemak alami yang terdapat dalam banyak jaringan dan
berfungsi dalam merespon radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus
dan mobilitas gastro intestinal. Dalam ginjal, prostaglandin berperan mengatur
sirkulasi ginjal, respons natrium dan efek ginjal pada ADH.
e. Glukokortikoid
18

Menigkatkan rearbsorbsi natrium dan air, sehingga volume darah naik dan
terjadi retensi natrium. Perubahan kadar glukokortikoid menyebabkan perubahan
pada keseimbangan cairan (volume darah).
6. Cara Pengeluaran Cairan
Pengeluaran cairan terjadi melalui organ-organ seperti :
1. Ginjal
a. Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter
darah untuk disaring setiap hari.
b. Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam
c. Pada orang dewaasa produksi urine sekitar 1,5 liter/hari.
d. Jumlah urine yang dipprosuksi oleh ADH dan Aldosteron.
2. Kulit
a. Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang menerima
rangsang aktivitas kelenjar keringat
b. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot,
temperature lingkungan yang meningkat dan demam.
c. Disebut Insensible Water Loss (IWL) sekitar 15 – 20 ml/24 jam.
3. Paru – paru
a. Menhasilkan IWL sekitar 400 ml/hari
b. Meningkatkan cairan yang hilang sebagai respon terhadap perubahan
kecepatan dan kedalaman nafas akibat pergerakan atau demam.
4. Gastrointestinal
a. Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap hari
sekitar 100 – 200 ml.
b. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10 – 15 cc/kg BB/24 jam,
dengan kenaikan 10 % dari IWL pada setiap kenaikan suhu 1O C.
7. Masalah Keseimbangan Cairan
1) Hipovolemik
Adalah kondisi akibat kekurangan volume Cairan Ekstraseluler (CES),
dan dapat terjadi kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, pendarahan
sehingga menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi pada
19

hipovolemik adalah peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan


frekuensi jantung, kontraksi jantung, dan tekanan vaskuler), rassa haus, pelepasan
hormone ADH dan aldosteron. Hipovolemik yang berlangsung lama dapat
menimbulkan gagal ginjal akut.
Gejala : pusing, lemah, letih, anoreksia, mual, muntah, rasa haus,
gangguan mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, suhu
meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering dan kasar, mukosa mulut kering.
Tanda – tanda penurunan brat badan akut , mata cekung pengosongan vena
jugularis. Pada bayi dan anak – anak adanya penurunana jumlah air mata.
2) Hipervolemia
Adalah penambaha/kelebihan volume cairan CES dapat terjadi pada saat :
a. Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air
b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air
c. Kelebihan pembarian cairan
d. Perpindaha CIT ke plasma.
Gejala : sesak nafas, peningkatan dan penurunan tekana darah, nadi kuat,
asietes, edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher dan irama gallop.
8. Ketidakseimbangan asam basa
1. Asidosis respiratorik
Disebabkan karena kegagalan system pernafasan dalam membuang
CO2 dari cairan tubuh. Kerusakan pernafasan, peningkatan PCO2 arteri diatas 45
mmHg dengan penurunan pH < 7,35.
Penyebab ; penyait obstruksi, retraksi paru, polimielitis, penurunan aktivitas pusat
pernafasan (trauma kepala, pendarahan, narkotik, anestesi, dll).
2. Alkalosis respiratorik
Disebabkan karena kehilangan CO2 dari paru-paru pada kecepatan yang
lebih tinggi dari produksinya dalam jaringan. Hal ini menimbulkan PCO2 arteri <
35 mmHg, pH > 7,45.
Penyebab : hiperventilasi alveolar, anxietas, demam, meningitis, keracunan
aspirin, pneumonia dan emboli paru.
3. Asidosis metabolic
20

Terjadi akibat akumulasi abnormal fixed acid atau kehilangan basa. pH


arteri < 7,35, HCO3 menurun diawah 22 mEq/lt.
Gejala ; pernafasan kusmaul (dalam dan cepat), disorientasi dan koma.
4. Alkalosis metabolic
Disebabkan oleh kehilangan ion hidrigen atau penambahan basa pada
cairan tubuh. Bikarbonat plasma meningkat > 26 mEq/ltd an pH arteri > 7,45.
Disebabkan oleh mencerna sebagian besar basa ( missal : BaHCO3 antasid, soda
kue) untuk mengatasi ulkus peptikumatau rasa kembung.
Gejala : apatis, lemah, gengguan mental, kram dan pusing
9. Kebutuhan Cairan Menurut Umur dan Berat Badan.

CAIRAN (ML/24
NO UMUR BB (KG)
JAM)
1 3 hari 3,0 250 – 300
2 1 tahun 9,5 1150 – 1300
3 2 tahun 11,8 1350 – 1500
4 6 tahun 20 1800 – 2000
5 10 tahun 28,7 2000 – 2500
6 14 tahun 45 2200 – 2700
7 18 tahun (Adult) 54 2200 – 2700

2.3 Elektrolit
Elektrolit adalah substansi yanag menyebabkan ion kation (+) dan anion (-).
Ada tiga cairan elektrolit yang paling esensial yaitu:
1. Natrium (sodium)
a. Merupaka kation paling banyak yang terdapa pada Cairan Ekstrasel (CES)
b. Na+ mempenagruhi keseimbangan air, hantaran implus araf dan kontraksi
otot.
c. Sodium diatur oleh intake garam aldosteron, dan pengeluaran urine.
Normalnya sekitar 135-148 mEq/lt.
2. Kalium (potassium)
21

a. Merupakan kation utama dalam CIS


b. Berfungsi sebagai excitability neuromuskuler dan kontraksi otot.
c. Diperlukan untuk pembentukan glikkogen, sintesa protein, pengaturan
keseibangan asam basa, karena ion K+ dapat diubah menjadi ion H+. Nilai
normalnya sekitar 3,5-5,5 mEq/lt.
3. Kalsium
a. Berguna untuk integritas kulit dan struktur sel, kondusi jantung,
pembekuan darah serta pembentukan tulang dan gigi.
b. Kalsium dalam cairan ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid.
c. Hormone paratiroid mengarbsobsi kalsium melalui gastrointestinal,
sekresi melalui ginjal.
d. Hormon thirocaltitonim menghambat penyerapan Ca+ tulang.
Gejala klinis kekurangan elektrolit :
1. Haus
2. Anoreksia
3. Perubahan tanda-tanda vital
4. Lemas atau pucat
5. Anak rewel
6. Kejang-kejang
7. Kulit dingin
8. Rasa malas
2.4 Organ-Organ Yang Berperan Dalam Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit
a. Ginjal
Merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur
kebutuhan cairan dan elektrolit. Terlihat pada fungsi ginjal, yaitu sebagai pengatur
air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam-basa
darah dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh
kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus dalam menyaring cairan. Rata-rata
setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui
glomerulus, 10% nya disaring keluar.
22

Cairan yang tersaring (filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui


tubuli renalis yang sel-selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah
urine yang diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan
rata-rata 1 ml/kg/bb/jam.
b. Kulit
Merupakan bagian penting pengaturan cairan yang terkait dengaproses
pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh
vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan arteriol kutan dengan cara
vasodilatasi dan vasokontriksi. Proses pelepasan panas dapat dilakukan dengan
cara penguapan. Jumlah keringat yang dikeluarkan tergantung banyaknya darah
yang mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit. Proses pelepasan panas
lainnya dapat dilakukan melalui cara pemancaran panas ke udara sekitar, konduksi
(pengalihan panas ke benda yang disentuh), dan konveksi (pengaliran udara panas
ke permukaan yang lebih dingin).
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah
pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat suhu dapat diturunkan
dengan jumlah air yang dapat dilepaskan, kurang lebih setengah liter sehari.
Perangsangan kelenjar keringat yang dihasilkan dapat diperoleh melalui aktivitas
otot, suhu lingkungan dan kondisi suhu tubuh yang panas
c. Paru
Organ paru berperan mengeluarkan cairan dengan menghasilkan
insensible water loss kurang lebih 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait
dengan respons akibat perubahan upaya kemampuan bernapas.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


1. Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas perkembangan tubuh, metabolism yang
diperlukan dan berat badan.
2. Temperature lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat
kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari.
23

3. Diet
Pada saat tubuh kekurangan niutrisi, tubuh akan memecah cadangan
energi, proses ini menimblkan pergerakan carian dari interstitial ke intraseluler.
4. Stres
Stres dapat menimbulkan paningkatan metabolism sel, konsentrasi darah
dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air.
Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.
5. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjaldan jantung,
gangguan hormone akan mengganggu keseimbangan cairan.

2.6 Etiologi
1. Patofisiologis
a. Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan
dengan jalan evaferotif karena luka bakar
b. Berhubungan dengan keluaran urin yang berlebihan
c. Diabetes insipidus (ketidak adekuatan hormon diuretik)
d. Diabetes tak terkontrol
e. Berhubungan dengan kehilangan-kehilangan sekunder akibat :
f. Drainase abnormal
g. Luka
h. Demam atau peningkatan laju metabolic
i. Diare
j. Perikonitis
2. Situasional
a. mual muntah
b. makanan melalui selang dengan pelarut tinggi
c. masalah diet
d. kesulitan menelan atau makan sendiri sekunder, akibat nyeri mulut,
keletihan
e. penggunaan zat yang berlebihan
24

f. menurunnnya motivasi untuk minum cairan sekunder, akibat depresi,


keletihan
g. ketidakcukupan cairan untuk upaya olahraga atau kondisi cuaca
h. kehilangan melalui kateter indwelling atau drein
i. panas sinar matahari yang berlebihan kekeringan
2. Maturasional
a. Lansia
Berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder akibat penurunan
cairan dan penurunan sensasi haus.
b. Bayi/ anak
Berhubungan dengan peningkatan sekunder akibat penurunan penerimaan
cairan dan penurunan kemampuan untuk memekatkan urin.

2.7 Batasan Karakteristik


1. Data mayor
a. Ketidakcukupan masukan cairan
b. Penurunan berat badan
c. Kulit/ membran mukosa kering
d. Keseimbangan negatif antara masukan dan keluaran
e. Edema
f. Kulit menegang/mengilap
2. Data minor
a. Haus/ mual/ anoreksia
b. Peningkatan natrium serum
c. Penuruna turgor kulit
d. Penurunan keluaran urin atau keluaran urin berlebihan
e. Urin memekat atau sering berkemih
f. Asupan lebih banyak daripada keluaran
g. Sesak napas
h. Peningkatan berat badan.
25

2.8 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan Volume cairan
Definisi : kondisi dimana pasien mengalami kekurangan cairan pada
ekstraseluler dan vaskuler.
2. Kelebihan Volume cairan
Definisi : kondisi dimana terjadi retensi dan edema.

2.9 Intervensi
1. Diagnosa : kekurangan volume cairan
a. Ukur dan catat setiap 4 jam :
1) Intake dan output cairan
2) Warna muntahan , urine, feses
3) Monitor turgor kulit
4) Tanda vital
5) Monitor IV infuse
6) CVP
7) Elektrolit, BUN, hematokrit dan hemoglobin
8) Status mental
9) Berat badan
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan.
a. Berikan makanan dan cairan. Rasional : memenuhi kebutuhan makan dan
minum.
b. Berikan pengobatan seperti antidiare dan anti muntah. Rasional :
menurunkan spasme usus dan muntah.
c. Berikan dukungan verbal dalam pemberian cairan. Rasional :
meningkatkan konsumsi yang lebih.
d. Lakukan kebersihan mulut sebelum makan. Rasional : meningkatkan
nafsu makan.
e. Ubah posisi pasien setiap 4 jam. Rasional : meningkatkan sirkulasi.
f. Berikan pendidikan kesehatan tentang :
1. Tanda dan gejala dehidrasi
26

2. Intake dan output cairan


3. Terapi
Rasional : meningkatkan informasi dan kerja sama.
2. Diagnosa : kelebihan volume cairan
a. Ukur dan monitor :
1. Intake dan output cairan
2. Berat badan
3. Tensi
4. CVP distensi vena jugularis
5. Bunyi paru
Rasional : dasar pengkajian kardiovaskuler dan respon terhadap penyakit.
a. Monitor rontgen paru. Rasional : mengetahui adanya edema paru.
b. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan , obat, dan efek
pengobatan. Rasional : kerjasama disiplin ilmu dalam perawatan.
c. Hati-hati dalam pemberian cairan. Rasional: menghindari kelebihan
cairan.
d. Ubah posisi setiap 2 jam. Rasional: mengurangi edema.
e. Berikan lotion pada kulit yang edema, hindari penekanan terus menerus.
Rasional : mencegah kerusakan kulit.
f. Berikan pengetahuan tentang :
1. Intake dan output cairan.
2. Edema, berat badan.
3. Pengobatan.
Rasional : pasien dan keluarga mengerti dan kooperatif.

2.10 Kriteria Evaluasi


1. Diagnosa : kekurangan volume cairan
a. Pasien mampu memperthankan keseimbangan cairan.
b. Pasien mampu menunjukkan adana keseimbangan cairan seperti output
urine adekuat, tekanan darah stabil, membrane mukosa mulut lembab,
turgor kulit baik.
27

c. Secara verbal pasien mampu mengatakan penyebab kekurangan cairan


dapat teratasi.
2. Diagnosa : kelebihan volume cairan
a. Mempertahankan keseimbangan input dan output cairan.
b. Menurunkan kelebihan cairan.
28

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
 Nama Pasien : An. A
 TTL : Palangka Raya, 14 Desember 2017
 Jenis Kelamin : Laki-Laki
 Agama : Kristen
 Suku : Dayak
 Pendidikan : Belum Sekolah
 Alamat : Petuk bukit
 Diagnosa Medis : GEA ( Gestroentiritis Akut / Diare )
2. Identitas Penanggung Jawab
 Nama Klien : Ny. E
 TTL : Habangoi , 12 Maret 1997
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Kristen
 Suku : Dayak
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Alamat : Petuk bukit
 Hubungan Keluarga : Ibu Kandung

3. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan anaknya mencret lebih dari 3x sehari dan muntah
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga pasien mengantar pasien pada tgl 16 juli 2018 ke Rumah sakit
dr,Doris Slyvanus dan masuk di IGD dengan keluhan mencret lebih dai 3x sehari
dan muntah
b. Riwayat Kesehatan Lalu
28
29

1) Riwayat Prenatal : Ibu klien mengatakan tidak ada masalah saat hamil
2) Riwayat Natal : Klien lahir Normal,kehamilan 9 bulan, BB = 2,7
Kg
3) Riwayat Postnatal : Keadaan tubuh normal tidak ada kelainan
4) Penyakit sebelumnya : Tidak ada
5) Imunisasi
Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis TT
Usia 1 bulan - - 4 bulan 1 bulan -

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Orang tua pasien mengatakan, keluarga tidak pernah menderita penyakit yang
sama
d. Susunan Genogram 3 (tiga) Generasi

Keterangan :

: Laki-laki : Orang terdekat


: Perempuan : Tinggal serumah
: Meninggal
: Pasien

Bagan 3.1 Susunan Genogram 3 (tiga) Generasi


II. Pemeriksaan Fisik
30

1. Keadaan Umum
Pasien tampak lemas dan terpasang Infus Kaen 4B\ 8 tetes /menit di tangan
kanan sebelah kanan
2. Tanda Vital
Tekanan darah : -
Nadi : 130 x/mnt
Suhu : 37,9 °C
Respirasi : 30 x/mnt
3. kepala dan wajah
a. Ubun-ubun
Menutup : Ya
Keadaan : Cembung
Kelainan : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
b. Rambut
Warna : Hitam
Keadaan : Rontok = Tidak
Mudah dicabut = Tidak
Kusam = Tidak
Lain-lain : Tidak ada
c. Kepala
keadaan kulit kepala : Bersih normal
peradangan/benjolan : tidak ada
lain-lain : tidak ada
d. Mata
Bentuk : Simetris
Conjungtiva : normal,merah muda
Skelera : normal,berwarana putih
Reflek pupil : Normal
Odem Palpebra : Tida ada
Ketajaman penglihatan : Baik
31

Lain-lain : mata terlihat cekung


e. Telinga
Bentuk : simetris
Serumen/secret : tidak ada
Peradangan : tidak ada
Ketajaman pendengaran : Baik,bila ada orang ribut klien terbangun
Lain-lain : tidak ada
f. Hidung
Bentuk : simetris
Serumen/secret : tidak ada
Pasase udara : tidak ada
Fungsi penciuman : belum bisa di kaji
Lain-lain : Tidak ada
g. Mulut
Bibir : Intak=tidak ada
Stanosis = tidak ada
Keadaan = kering
Palatum : Lunak
h. Gigi
Carries : Tidak ada
Jumlah gigi : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
4. leher dan Tenggorokan
Bentuk : Normal, simetris
Reflek menelan : Baik
Pembesaran Tonsil : tidak terdapat pembesaran tonsil, Normal
Pembesaran vena jugularis : Tidak terdapat pembeasaran jugularis
Benjolan : tidak terdapat benjolan pada leher,tenggorokan
Peradangan : tidak terdapat peradangan pada leher
Lain-lain : tidak ada
5. Dada
32

Bentuk : simetris
Retraksi dada : tidak ada
Bunyi Nafas : Normal
Tipe pernafasan : S1,S2 lup-dup normal
Iktus kordi : Normal
Bunyi tambahan : tidak terdengar suara tambahan
Nyeri dada : tidak ada
Keadaan payudara : Normal
Lain-lain : tidak ada
6. Punggung
Bentuk : simetris
Peradangan : tidak terdapat peradangan
Benjolan : tidak terdapat benjolan
Lain-lain : tidak ada
7. Abdomen
Bentuk : Simetris
Bising usus : 18x/mnt
Asites : Tidak ada
Massa : tidak terdapat myeri abdomen
Hepatomegali : tidak ada
Spenommegali : tidak ada
Nyeri : tidak terdapat nyeri abdomen
Lain-lain : tidak ada
8. Ektremitas
Pergerakan/tonus otot : Normal, mampu bergerak tanpa hambatan
Oedema : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Cllubing finger : tidak ada
Keadaan kulit/turgor : tidak normal,kembali lebih dari >2detik
Lain-lain : tidak ada
9. Genetalia
33

a. Laki-Laki
Kebersihan : cukup
Keadaan testis : Lngkap
Peradangan/benjolan : tidak ada
Hipospadia = tidak ada
Epispadia = tidak ada
Lain-lan : Iritasi bagian anus
III. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1. Gizi : - BBI :BBl (gr) + (usia x 500 gr )
= 2.700 gr + ( 7x 500 gr )
= 2.700 gr + 3.500 gr
= 6.200 gr / 6,2 kg
2. Kemandirian dalam bergaul : Tidak dapat di kaji
3. Motorik halus : Sudah bisa menggemgam benda seperti mainan
4. Motorik kasar : sudah bisa menendang dan tengkurap
5. Kognitif dan bahasa : baik, belum bisa bicara
6. Psikososial : Dekat dengan orang tua dan keluarga

3.2 Pola Aktifitas Sehari-Hari


No Pola kebiasaan Sebelum sakit Saat sakit
I Nutrisi
a. Frekuensi 5x sehari 3 x sehari
b. Nafsu makan/selera Baik Kurang dari 1/2
c. Jenis makanan Susu dan bubur Susu dan Bubur
2 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1x sehari 3-4 x sehar
Konsistensi Lembek Cair
b. BAK
Frekuensi 4-5x sehari 5x sehari
34

Konsistensi Jernih bau khas amoniak Jernih bau khas


amoniak
3 Istirahat/tidur
a. Siang/ jam Kurang lebih 4 jam Kurang lebih 2
b. Malam/ jam Kurang lebih 11 jam jam
Kurang lebih 9
jam
4 Personal hygiene
a. Mandi 3x sehari 1x sehari
b. Oral hygiene Diseka -

3.3 Data Penunjang


Tabel 1 : Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal: 16 Juli 2018
No Parameter Hasil Nilai Normal
1 WBC 16.30 x10ˆ3/uL 4.00-12.00
2 RBC 5.35 x10ˆ6/uL 3.50-5.20
3 HGB 11.6 9 g/dL 12.00-16.00
4 P LT 552 x 10ˆ3/uL 100-300

3.4 Penatalaksanaan Medis


Tabel 3. Terapi Medis 16 Juli 2018
Nama obat Rute Indikasi Efek Samping Golongan
Obat
Inj IV Mengobati Diare,pusing, kejang- Antibiotik
Cefotaxime infeksi bakteri kejang, ruam kulit, demam.
3x250 mg
Inj IV Mengobati Vertigo,kemerahan,edema, Antibiotik
Ranitidin infeksi bakteri Serta rasa gatal.
3x 10 mg
Inj IV Untuk Halusinasi,mual,muntah,
Odr mengatasi refleks terlalu aktif dan
35

2x1 mg mualdan penglihatan kabur.


Muntah
Inj IV Untuk Sakit kepala,gatal pada Antibiotik
Gentamicin mencegah atau kulit, mual dan muntah
2 x 25 mg mengobati
berbagai infeksi
dan bakteri

PalangkaRaya, 17 Juli 2018

Selmi Aprinati
36

ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS: Ibu pasien mengatakan Faktor makanan Defisit cairan dan
anak nya mencret lebih dari 3x elektorlit
sehari dan muntah
Virus dan bakteri
DO: - Pasien terlihat BAB 4 masuk
kali sehari
1. BAB pasien terlihat
cair Berkembang dalam
2. BAB berwarna kuning usus
3. Mata terlihat cekung
4. Bibir terlihat kering
5. Turgo kulit nya lebih Penyerapan usus
dari 2 detik menurun
6. Iritasi di bagian anus
-TTV: N =130 x/ Menit
RR = 30 x / Menit Diare
S = 37,9 °C

Defisit cairan dan


elektrolit
DS: Ibu pasien mengatakan Mengeluarkan Hipertemia
anak nya demam endotoksin

DO:- Bila diraba terasa panas Merangsang sitesis


a. Suhu badan pasien dan pelepasan zat
37,9°C pirogen dan leukosit
b. Bibir terlihat kering
TTV:
T=37,9°C suhu tubuh meningkat
N=130 x/menit
RR= 30x/menit
Demam

Hipertemia
37

PRIORITAS MASALAH

1. Defisit cairan dan elektolit berhubungan dengan faktor makanan


2. Hipertemia berhubungan dengan mengeluarkan endotoksin
38

RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan (Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil)

1. Defisit cairan Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan umum 1. Untuk mengetahui


dan elektolit tindakan keperawatan keadaan umum pasien .
pasien
berhubungan selama 1x7 jam 2. Agar mengetahui keadaan
dengan faktor diharapkan Defisit 2. Kaji TTV pasien pasien
makanan cairan dan elektolit 3. Anjurkan keluarga pasien 3. Sebagai pengganti cairan
dengan kriteria hasil : untuk minum oralit kepada yang hilang
1. BAB pasien kembali pasien setelah BAB 4. Agar keluarga
normal 1 kali sehari 4. Berikan pendidikan kesehatan mengetahui tentang diare
2. Tidak ada tanda- tentang diare dan pencegahan nya
tanda dehidrasi pada 5. Kolaborasi dengan dokter 5. Untuk memenuhi
pasien untuk pemberian cairan kebutuhan cairan pasien
3. Bibir pasien terlihat parentral
lembab
4. Turgo kulit normal
kembali kurang 2
detik
5. Bising usus kembali
normal 7x menit
6. Tidak terjadi iritasi
di bagian anus

2. Hipertemia Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan 1. Untuk mengetahui


berhubungan tindakan keperawatan umum pasien keadaan umum pasien
dengan selama 1x7 jam 2. Berikan kompres hangat 2. Kompres hangat untuk
mengeluarkan diharapkan Demam pada pasien mempercepat
endotoksin pasien berkurang 3. Anjurkan pasien untuk penurunan suhu tubuh
dengan kriteria hasil: meminum air putih lebih banyak 3. Mengkomsumsi cairan
6. Suhu tubuh pasien 4. Anjurkan keluarga untuk yang cukup akan
kembali normal memberikan obat penurun membantu suhu tubuh
(36°C – 37, °C ) panas 4. Untuk membantu
7. Bila di raba suhu 5. Kolaborasi dengan dokter penurunan suhu tubuh
tubuh normal dalam pemberian obat-obatan pasien
8. Bibir pasien terlihat 5. Pemberian obat-obat
lembab analgetik dapat
mempercepat suhu
tubuh
39

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tanda tangan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Dan
Nama Perawat
Selasa 17 juli 1. Mengobservasi S: ibu pasien mengatakan anak nya
keadaan umum pasien Masih mencret
2018 jam
2. Mengkaji TTV pasien
13.00 3. Menganjurkan keluarga O: - Pasien masih terlihat BAB
pasien untuk minum 1. BAB pasien masih terlihat
oralit kepada pasien cair
setelah BAB 2. BAB berwarna kuning Selmi Apinati
4. Memberikanpendidikan 3. Mata terlihat cekung
kesehatan tentang diare 4. Bibir terlihat kering
5. Mengkolaborasi 5. Turgo kulit nya lebih dari 2
dengan dokter untuk detik
pemberian cairan 6. Iritasi di bagian anus
parentral -TTV: N =120 x/ Menit
RR = 30 x / Menit
S = 37,5 °C

Selasa 17 juli 1. Mengobservasi keadaan S: ibu pasien mengatakan demam


2018 jam umum pasien anak nya mulai berkurang
13.00 2. Memberikan kompres
hangat kepada pasien O: - Bila di raba panas nya sudah
3. Menganjurkan pasien bekurang
meminum air putih 1. Suhu badan pasien 37,5°C Selmi Aprinati
lebih banyak 2. Bibir terlihat kering
4. Menganjurkan keluarga TTV:
untuk memberikan obat N=120x/Menit
penurun panas RR=30x/Menit
5. Mengkolaborasi dengan S=37,5°C
dokter untuk pemberian
obat-obatan
40

BAB 4
PEMBAHASAN

Berdasarkan teori-teori keperawatan di BAB 2 laporan ini dan dalam


melakukan asuhan keperawatan pada An. A dengan kasus GEA di ruang F
RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya yang terdapat pada BAB 3, maka ada
beberapa hal yang menjadi persamaan yaitu:
4.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian pada An.A dengan kasus GEA di ruang F RSUD
Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 17 Juli 2018 terdapat keluhan utama
ibu pasien mengatakan Anak nya mencret lebih dari 3x sehari dan muntah, dengan
keadaan umum Pasien tampak lemas dan terpasang Infus Kaen 4B\ 8 tetes /menit
di tangan kanan sebelah kanan.
Pengkajian menurut teori diare adalah keadaan frekuensi buang air besar
lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih 3 kali sehari pada anak dengan
konsisten encer dapat berwarna hijau/dapat pula bercampur lendir dan
darah/lendir
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan pada pasien An. A
dengan GEA, Anak nya mencret lebih dari 3x sehari dan muntah, dengan keadaan
umum Pasien tampak lemas dan badan pasien panas dengan suhu 37,9 C.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa munurut penulis yang ditemukan pada An. A GEA/ diare diagnosa
yang didapatkan adalah Defisit cairan dan elektrolit berhubungan dengan Faktor
Makanan dan Hepertemia berhubungan dengan mengeluarkan endotoksin Karena
saat pengkajian data yang penulis dapatkan keadaan umum Pasien tampak lemas
dan terpasang Infus Kaen 4B\ 8 tetes /menit di tangan kanan sebelah kanan.
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau beresiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan

40
41

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,


membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001:35).

4.2 Intervensi keperawatan


Penentuan prioritas masalah dalam kasus ini disesuaikan menurut Hirarki
Maslow yaitu kebutuhan dasar dan keadaan yang mengancam keselamatan klien.
Jika dilihat dari studi kasus dan teori yang ada, maka diagnosa utama yang
diangkat adalah: Defisit cairan dan elektorit berhubungan dengan faktor makanan,
Hipertemia berhubungan dengan mengeluarkan endotoksin.
Intervensi dari diagnosa pertama adalah: Observasi keadaan umum
pasien,Kaji TTV pasien,Anjurkan keluarga pasien untuk minum oralit kepada
pasien setelah BAB,Berikan pendidikan kesehatan tentang diare, Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian cairan parentral dan Diagnosa kedua adalah :
Observasi keadaan umum pasien,Berikan kompres hangat pada pasien, Anjurkan
pasien untuk meminum air putih lebih banyak, Anjurkan keluarga untuk
memberikan obat penurun panas, Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat-obatan.
Menurut teori, intervensi dari diagnosa pertama adalah Kaji factor
penyebab(mis., ketidakmampuan untuk minum sendiri, gangguan menelan, sakit
tenggorakan, asupan cairan yang kurang sebelum berolahraga, kurang
pengetahuan, atau tidak suka dengan minuman yang tersedia).Kaji pemahaman
klien tentang perlunya mempertahankan hidrasi yang adekuat serta metode untuk
memenuhi asupan nutrisi. Kaji minuman yang disukai dan tidak disukai dan
rencanakan pemberian asupan sacara bertahap (mis., 1000 ml di siang hari, 800
ml di sore hari, dan 300 ml di malam hari) Kolaborasikan dengan dokter untuk
pemberian terapi intarvena.
Intervensi diagnosa kedua adalah kaji tanda gejala hipertemi Ajarkan klien
dan keluarga pentingnya mempertahankan masukan yang adekuat sedikitnya 2000
ml/ hari ,monitor intake dan output dehidrasi, monitor suhu dan tanda vital ,
kolaborasi dengan TIM Medis (dokter) pemberian obat antipiretik.
42

4.5 Evaluasi Keperawatan


Berdasarkan evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama yang dilakukan di
Ruang Flamboyant pada tanggal 17 juli 2018 yaitu Evaluasi pada pukul 13.00
wib Data Subjektif: ibu pasien mengatakan anak nya Masih mencret
Objektif:Pasien masih terlihat BAB ,BAB pasien masih terlihat cair,BAB
berwarna kuning,Mata terlihat cekung ,Bibir terlihat kering, turgo kulit nya lebih
dari 2 detik,Iritasi di bagian anus, tanda- tanda vital N =120 x/ Menit ,RR = 30 x /
Menit S= 37,5 °C. Masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi.
Berdasarkan evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama yang dilakukan di
Ruang Flamboyant pada tanggal 17 juli 2018 yaitu Evaluasi pada pukul 13.00
wib Data Subjektif: ibu pasien mengatakan demam anak nya mulai berkurang
Objektif: Bila di raba panas nya sudah bekurang,Suhu badan pasien 37,5°C,Bibir
terlihat kering,tanda-tanda vital N=120x/Menit, RR=30x/Menit, S=37,5°C
Masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi.
Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap pasien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dam
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
Berdasarkan menurut penulis masalah Masalah Defisit cairan dan elektrolit
teratasi sebagian Masalah Hipertemia teratasi sebagian.
43

BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Diare adalah buang air besar (Defekasi) dengan jumlah yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100-200 mL/jam tinja), dengan tinja berbentuk cair
(setengah padat), dapat pula di sertai frekuensi Defikasi.
Penyakit diare ditimbulkan oleh makanan,minuman,virus dan bakteri,dan juga
alcohol. Kuman penyakit diare di tularkan melalui air dan makan,tangan yang
kotor,berak sembarang tempat dan botol susu yang kurang bersih.
Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya yaitu : diare akut dan kronis.
Penyakit diare dintadai dengan adanya berak encer, biasanya 3 kali atau lebih
dalam sehari,disertai muntah,badan lesu dan lemah tidak mau makan,dan panas.
Bahaya dari diare itu adalah banyaknya cairan dalam tubuh,dan menyebabkan
kematian. Usaha untuk mengatasi diare yaitu dengan cara memberi
minuman,larutan oralit,biasanya juga larutan gula,dan garam (LGG).
Cairan adalah volume air bisa berupa kekurangan atau kelebihan air. Cairan
tubuh terdiri dari cairan eksternal dan cairan internal. Volume cairan intrasel tidak
dapat diukur secara langsung dengan prinsip difusi oleh karena tidak ada bahan
yang hanya terdapat dalam cairan intrasel.

5.2 Saran
Saya merasa pada Studi kasus ini meski banyak kekurangan,karna kurangnya
Referensi dan pengetahuan pada saat pembuatan Studi kasus ini,saya sebagai
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada pembaca agar saya
dapat Studi kasus yang lebih baik.

42

Anda mungkin juga menyukai