Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan Gangguan Gastroenteritis di


Ruang Klabat RSUD Maria Walanda Maramis Minahasa Utara

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Tahap Profesi Ners

Oleh
Helena Sinthea Serin
21062001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare saat ini masih merupakan masalah yang sering terjadi pada
masyarakat. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian
pada anak diberbagai negara (Widoyono, 2019). Menurut World Health
Organization (WHO) penyakit diare didefinisikan sebagai suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasanya
yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari (Saputri, N. Et.al. 2019). Diare dapat
menyerang semua kelompok usia terutama pada anak. Anak lebih rentan
mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belum sempurna
(Soedjas, 2018).
Diare merupakan penyakit edemis khususnya di negara berkembang
seperti di Indonesia dan penyakit yang berpotensi mengalami kejadian luar
biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian (kemenkes RI, 2020).
Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan
cairan dan elektrolit melalui tinja. Kondisi tersebut sering terjadi pada anak-
anak, terutama anak dengan kategori gizi kurang, lebih rentang menderita
diare walau tergolong ringan. Namun, karena kejadian diare itu sering disertai
dengan berkurangnya nafsu makan sehingga menyebabkan keadaan tubuh
lemah dan keadaan tersebut sangat membahayakan kesehatan anak (Andreas,
A.N. 2018).
H.L Blum (1969) dalam Notoatmodjo (2011) menyatakan bahwa derajat
kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yakni lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut
merupakan penyebab timbulnya penyakit. Kejadian diare pada balita berkaitan
dengan faktor lingkungan dan faktor perilaku. Apabila kondisi lingkungan
yang tidak sehat serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat
pula, maka akan dengan mudah terjadinya penyebaran penyakit salah satunya
diare (Depkes, 2018).
Secara global terjadi peningkatan kasus diare yang menyebabkan kematian
pada balita. Data WHO (2017) menyatakan bahwa terdapat sekitar 1,7 milyar
kasus diare pada balita dan menyebabkan kematian sebanyak 525.000 balita
setiap tahunnya.
Di Indonesia, diare merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan
prevalensi yang tinggi. Berdasarkan data kemenkes RI prevalensi diare pada
tahun 2018 sebanyak 37,88% atau 1.516.438 kasus pada balita. Prevalensi
tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2019 menjadi 40% atau sekitar
1.591.944 kasus pada balita (Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2020). Selain itu,
Riskesdes melaporkan prevalensi diare lebih banyak terjadi pada kelompok
balita yang terdiri dari 11,4% atau sekitar 47.764 kasus pada laki-laki dan
10,5% atau sekitar 45.855 kasus padaperempuan (Riskesdas, 2018).
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2016,
berdasarkan laporan-laporan STP (Surveilans Terpadu Penyakit) berbasis
puskesmas yang dikirimkan oleh puskesmas dan diolah di kabupaten, maka
penyakit influensa, hipertensi, dan diare merupakan tiga penyakit yang paling
menonjol pada tahun 2016. Sepanjang tahun 2016 kasus penyakit diare di
provinsi Sulawesi Utara sebanyak 23.881 kasus. Tahun 2016 target penemuan
penderita diare tertinggi di kota Manado dan terendah di kabupaten Sitaro,
cakupan pelayanan diare terendah dari semua kabupaten dan kota di Sulawesi
Utara ada di kota Manado.
Diare adalah buang air besar yang terjadi pada bayi dan anak yang
sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari,
disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah.
Apabila pada diare pengeluaran cairan melebihi pemasukan maka akan terjadi
defisit cairan tubuh, maka akan terjadi dehidrasi. Berdasarkan derajat
dehidrasi maka diare dapat dibagi menjadi diare ranpa dehidrasi, diare
dehidrasi ringan sedang dan diare dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat
menjadi defisit cairan sama dengan atau lebih dari 10% berat badan. Anak dan
terutama bayi memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita dehisrasi
dibandingkan orang dewasa (Rudolp, 2018)
Angka kematian yang tinggi akibat diare akan berdampak negatif pada
kualitas pelayanan kesehatan karena angka kemtaian (AKA) merupakan salah
satu indikator untuk menilai derajat kesehatan yang optimal, kurang
berhasilnya usaha dalam proses pencegahan diare merupakan salah satu faktor
yang harus diperhatikan karena jika upaya pencegahan tidak ditanggulangi
dengan baik, maka peningkatan penyakit diare pada balita akan semakin
meningkat (depkes, 2015).
Faktor-faktor penyebab diare akut pada balita ini adalah faktor lingkungan,
tingkat pengetahuanibu, sosial ekonomi masyarakat, dan makanan atau
minuman yang di konsumsi (Rusepno, 2018). Menurut penelitian Hazel
(2013), faktor-faktor risiko terjadi diare persisten yaitu : bayi berusia kurang
atau berat badan lahir rendah (bayi atau anak dengan malnutrisi, anak-anak
dengan gangguan imunitas), riwayat infeksi saluran nafas, ibu berusia muda
dengan pengalaman yang terbatas dalam merawat bayi, tingkat pendidikan dan
pengetahuan ibu mengenai higinis, kesehatan dan gizi, baik menyakut ibu
sendiri ataupun bayi, pengetahuan, sikap dan perilaku dalam pemberian ASI
serta makanan pendamping ASI, pengenalan susu non ASI/pengguna susu
botol dan pengobatan pada diare akut yang tidak tuntas. Seseorang dapat
menjadi sehat atau sakit akibat dari kebiasaan atau perilaku yang
dilakukannya. Kebiasaan yang tidak sehat dapat menunjang terjadinya
penyakit, sedangkan kebiasaan yang sehat dapat membantu mencegah
penyakit.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dalam tulisan ini
adalah bagaimana pendekatan asuhan keperawatan pada anak dengan
gastroenteritis.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada
anak dengan gastroenteritis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian kepada anak gastroenteritis
1.3.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan dari hasil pengkajian
1.3.2.3 Menyusun perencanaan keperawatan lebih lanjut dalam
penanganan
1.3.2.4 Melaksanakan intervensi keperawatan yang telah disusun
1.3.2.5 Mengevaluasi hasil keperawatan pada anak dengan
gastroenteritis.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dapat dijadikan salah satu landasan untuk perkembangan ilmu
keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan terlebih khusus pada
keperawatan anak dengan gangguan gastroenteritis akut.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penulisan ini dapat dijadikan satu sumber informasi bagi
masyarakat untuk meningkatkan kualitas kesehatan anak agar terhindar dari
berbagai macam penyakit. Diharapkan untuk petugas kesehatan yang berada
di RS untuk lebih bisa memperhatikan serta meningkatkan pelayanan
kesehatan terlebih khusus untuk masalah gatrienteritis akut, setelah melihat
prevalensi dari data-data yang telah ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Definisi
Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial
(Mattaqin & Kumala, 2018). Gastroenteritis akut yang ditandai dengan
diare dan pada beberapa kasus muntah-muntah yang berakibat kehilangan
cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan
elektrolit (Betz & linda, 2019).
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensitinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi
yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali
perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat
fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal
tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa
sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.
Untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif defini diare yang praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya
menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.
Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali
perhari , tetapi konsistesinya cair, keadaan ini adalah dapat disebut diare.
2.1.2 Anatomi dan fisiologi
Menurut Sodikin (2018), sistem pencernaan terdiri atas sebuah saluran
panjang yang dimulai dari mulut sampai anus (rectum).
1. Mulut
Mulut merupakan bagian pertama saluran cerna. Bagian atas mulut
dobatasi oleh palatum, sedangkan pada bagian bawah dibatasi oleh
mandibula, lidah dan struktur lain dari dasar mulut. Bagian lateral
mulut dibatasi oleh pipi. Sementara itu, bagian depan mulut dibatasi
oleh bibir dan bagian belakang oleh lubang yang menuju faring
(Sodikin, 2018).
Rongga mulut atau nama lainnya rongga bukal atau rongga oral
mempunyai beberapa fungsi yaitu menganalisis material makanan
sebelum menelan, proses mekanisme dari gigi, lidah dan permukaan
palatum, lubrikasi oleh sekresi saliva, dan digesti pada beberapa
material karbohidrat dan lemak (Muttaqin, 2015).
2. Lidah
Menurut Sodikin (2018), lidah tersusu atas otot yang dilapisi, pada
bagian atas dan samping oleh membran mukosa. Lidah menempati
rongga mulut dan melekat secara langsung pada epiglotis dalam faring.
Lidah diinervasi oleh berbagai saraf. Bagian sensorik diinervasi oleh
nervus lingualis, yang merupakan cabang saraf kranial V (trigeminal).
Nervus ini dinervasi dua pertiga interior lidah untuk pengecapan. Saraf
kranial VII (fasialis) meninervasi dua pertiga untuk rasa kecap. Saraf
kranial IX (glosofaringeal) menginervasikan sepertiga posterior untuk
raba dan rasa kecap. Sementara itu, inervasi motorik dilakukan oleh
saraf kranial XII (hipoglosus).
Fungsi utama lidah meliputi 1) proses mekanik dengan cara
menelan, melunakkan, dan membagi material; 2) melakukan
manupulasi material makanan di dalam rongga mulut dan melakukan
fungsi dalam proses menelan; 3) analisis sensori terhadap karakteristik
material, suhu, dan reseptor rasa; serta 4) menyekresikan mukus dan
enzim (Muttaqin, 2018)
3. Gigi
Pertumbuhan gigi merupakan proses fisiologis dan dapat
menyebabkan salvias yang berlebihan serta rasa tidak nyaman (nyeri).
Manusia mempunyai dua set gigi yang tumbuh sepanjang masa
kehidupan mereka. Set pertama adalah gigi primer (gigi susu atau
desisua) yang bersifat sementara dan tumbuh melalui gusi selama
tahun pertama serta kedua kehidupan. Gigi susu berjumlah 5 buah
pada setiap setengah rahang (jumlah seluruhnya 20), muncul (erupsi)
pada sekitar 6 bulan sampai 2 tahun. Gigi susu berangsung tanggal
pada usia 6 samapai 12-13 tahun, kemudia diganti secara bertahap oleh
gigi tetap (gigi permanen) pada orang dewasa. Set kedua atau set gigi
permanen berjumlah 8 buah pada setiap setengah rahang (jumlah
seluruhnya 32) dan mulai tumbuh pada usia sekitar 6 tahun. Pada usia
25 tahn ditemukan semua gigi permanen, dengan kemungkinan
pengecualian dari gigi molar ketiga atau gigi sulung (Sodikin, 2018).
Sebuah gigi menpunyai mahkota, leher dan akar. Mahkota gigi
menjulang di atas gigi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di
bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang sangatkeras, yaitu dentin. Di
dalam pusat strukturnya terdapat rongga pulpa. Pulpa gigi berisi sel
jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut saraf. Bagian gigi yang
menjulang di atas gigi ditutupi email, uang jauh lebih keras dari pada
dentin (Peaece, 2019).
4. Esophagus
Esophagus adalah saluran berotot dengan panjang sekitar 25 cm
dan diameter sekitar 2 cm yang berjalan menembus diafragma untuk
menyatu dengan lambung di taut gastroesofagus. Fungsi utama dari
esofagus adalah membawa bolus makanan dan cairan menuju lambung
(Muttaqin, 2018)
Esofagus merupakan saluran otot yang membentang dari kartilago
krikoid sampai kardia lambung. Esofagus dimulai di leher sebagai
sambungan faring, berjalan kebawa leher dan torax, kemudian melalui
crus sinistra diafragma memasuki lambung. Secara anatomis bagian
depan esofagus berbatasan dengan trachea dan kelenjar tiroid, jantung
dan diafragma. Dibagian belakang esofagus berbatasan dengan
kolumne vertebra, semetara ditiap sisi berbatasan dengan paru-paru
dan pleura. Bagian tersempit esophagus bersatu dengan faring. Area
mudah mengalami cidera akibat instrumen, seperti bougi, yang
dimasukan ke dalam esophagus (sodikin, 2018).
5. Lambung
Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar
paling banyak. Terletak terutama di daerah epigstrik dan sebagian di
sebalah kiri daerah hipokondriak dan umbilikal. Lambung terdiri dari
bagian atas yaitu fundus, batang utama dan bagian bawah yang
horizontal, yaitu antrum pilorik. Lambung berhubungan dengan
esophagus melalui orifisium atau kardia dan dengan duodenum melalui
orisium pilorik. Lambung terletak dibawah diafragma, di depan
pankrean dan limpa menempel pada sebelah kiri fundus (pearce,
2019).
Fungsi utama lambung adalah menyimpan makanan untuk
pencernaan didalam lambung, duodenum dan saluran cerna bawah,
mencampur makanan dengan sekresi lambung hingga membentuk
campuran setengah cair (kimus) dan meneruskan kimus ke deudenum
(Sodikin, 2018).
6. Usus Halus
Usus halus terbagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum. Panjang
usus halus saat lahir 300-350 cm, meningkat sekitar 50% selama tahun
pertama kehidupan. Saat dewasa panjang usus halus mencapai kurang
lebih 6 meter (Sodikin, 2018).
Duodenum merupakan bagian terpendek usus, sekitar 7,5-10 cm,
dengan diameter 1-1,5 cm. Jejunum terletak diantara duodenum dan
ileum. Panjang jejunum 2,4 m, panjang ileum sekitar 3,6 m. Ileum
masuk sisi pada lubang ileosekal, celah oval yang dikontrol oleh
sfinker otot (Sodikin, 2018).
7. Usus Besar
Usus besar berfungsi mengeluarkan fraksi zat yang tidak diserap,
seperti zat besi, kalium, fosfat yang ditelan, serta mensekresi mukus,
yang mempermudahperjalanan feses. Usus besar berjalan dari kutup
ileosekal ke anus. Panjang usus besar bervariasi, sekitar kurang lebih
180 cm. Usus besar dibagi menjadi bagian sekum, kolon asenden,
kolon transversum, kolon desenden dan kolon sigmoid. Sekum adalah
kantong besar yang terletak pada fosa iliaka kanan. Sekum berlanjut ke
atas sebagian kolon asenden. Dibawah lubang ileosekal, apendiks
membuka ke dalam skum (Sodikin, 2018).
8. Hati
Hati merupakan kelenjar paling besar dalam tubuh dengan berat
kurang lebih 1300-1550 g. Hati merah coklat, sangat vascular, dan
lunak. Hati terletak pada kuadran atas kanan abdomen dan dilindungi
oleh tulang rawan kosta. Bagian tepi bawah mencapai garis tulang
rawan kosta. Tepi hati yang sehat tidak teraba. Hati dipertahankan
posisinya oleh tekanan organ lain di dalam abdomen dan
ligamentumperitoneum (Sodikin, 2018).
9. Pankreas
Merupakan organ panjang pada bagian belakang abdomen atas,
memiliki struktur yang terdiri atas kaput (didalam lengkungan
duodenum), leher pankreas dan kauda (yang mencapai limpa).
Pankreas merupakan organ ganda yang terdiri atas dua tipe jaringan,
yaitu jaringan sekresi interna dan eksterna (Sodikin, 2018)
10. Peritoneum
Peritoneum ialah membaran serosi rangkap yang terbesar di dalam
tubuh, peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum
parietal, yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum
viseral, yang meliputi semua organ yang berada di dalam rongga itu
(Pearce, 2019)
Fisiologi saluran cerna terdiri atas rangkaian proses memakan atau
ingeti makanan dan sekresi getah pencernaan. Getah pencernaan
membantu pencernaan atau digesti makanan. Hasil pencernaan akan
diabsorbsi kedalam tubuh, berupa zat gizi.
11. Kolon dan Rektum
Kolon mempunyai panjang sekitar 90-150 cm, berjalan dari ileum
ke rektum. Secara fisiologi kolon menyerap air, vitamin, natrium dan
klorida, serta mengeluarkan kalium, bikarbonat, mukus dan
menyimpan feses serta mengeluarkannya. Selain itu, kolon merupakan
tempat pencernaan karbohidrat dan protein tertentu, maka dapat
menghasilkan lingkungan yang baik bagi bakteri untuk menghasilkan
vitamin K (Muttaqin, 2018)
2.1.3 Etiologi
Pada saat ini , dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-
kuman patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar
80% pada kasus yang datang disarana kesehatan dan sekitar 50% kasus
ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang
dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak
dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah
golongan virus, bakteri dan parasir. Dua tipe dasar dari diare akut oleh
karena infeksi adalah non inflammatory.
Hampir sekitar 70-90% penyebab dari diare sudah dapat dipastikan.
Secara garis besar penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi penyebab
langsung atau faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempercepat
terjadinya diare. Penyebab diareakut dapat dibagi menjadi dua golongan,
diare sekresi (secretory diarrhoea) dan diare osmotis (osmotic diarehea).
Diare sekresi dapat disebabkan oleh faktor-faktor antara lain (Sodikin,
2018) :
2.1.3.1 Infeksi virus, kuman-kuman pathogen, atau penyebab lainnya
(seperti keadaan gizi/gizi buruk , higiene atau sanitasi yang buruk,
kepadatan penduduk, sosial budaya dan sosial ekonomi).
2.1.3.2 Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-
bahan kimia, makanan (seperti keracunan makanan, makanan yang
pedas atau terlalu asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup),
gangguan saraf, hawa dingin atau alergi dan sebagainya.
2.1.3.3 Defisiensi imun terutama SigA (Secretory Immunoglobulin A)
yang mengakibatkan berlipat gandanya bakteri atau flora dan jamur
(terutama candida)
2.1.3.4 Diare osmotik disebabkan oleh malabsorpsi makanan, kekurangan
kalori protein (KKP), bayi berat badan lahir rendah (BBLR), dan
bayi baru lahir.
2.1.4 Klasifikasi
Jenis-jenis gastroenteritis menurut Suratun & Lusianah (2017) :
1. Gastroenteritis akut adalah gastroenteritis yang serangannya tiba-tiba
dan berlangsung kurang dari 14 hari. Gastroenteritis akut
diklasifikasikan menjadi : 1) Gatroenteritis non inflamasi,
gastroenteritis ini disebabkan oleh enterotoksin dan menyebabkan
gastroenteritis cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.
Keluhan abdomen jarang atau bahkan tidak sama sekali. 2)
gastroenteritis inflamasi, gatroenteritis ini disebabkan invasi bakteri
dan pengeluaran sitotoksin do kolon. Gejala klinis di tandai dengan
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus,
gejala dan tanda dehidrasi. Secara makroskopis terdapat lendir dan
darah pada pemeriksaan feses rutin dan secara mikroskopis terdapat sel
leukosit polimorfonuklear.
2. Gastroenteritis kronik yaitu gastroenteritis yang berlangsung selama
lebih dari 14 hari. Mekanisme terjadinya gastroenteritis yang akut
maupun kronik dapat diabgi menjadi gastroenteritis sekresi,
gastroenteritis osmotrik, gastroenteritis eksudatif dan gangguan
motilitas. 1) gatroenteritis sekresi, gastroenteritis dengan volume feses
banyak biasanya disebabkan oleh gangguan tranport elektrolit akibat
peningkatan produksi dan sekresi air dan elektrolit namun kemampuan
absorbsi mukosa ke usus ke dalam lumen usus menurun. Penyebabnya
adalah toksin bakteri (seperti toksin kolera), pengaruh garam empedu,
asam lemak rantai pendek dan hormon intestinal. 2) gastroenteritis
osmotik, terjadi bila terdapat partikel yang tidak dapat diabsorbsi
sehingga osmolaritas lumen meningkat dan air tertarik dari plasma ke
lumen usus sehingga terjadilah gastrienteritis. 3) gastroenteritis
eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus
halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat
infeksi infeksi bakteri atau non infeksi atau akibat radiasi. 4) kelompok
lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu
transit makanan/minuman di usus menjadi lebih cepat. Pada kondisi
tirotoksin, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus muncul
ganteroenteritis ini.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Manjoer Arief (2017) tanda dan gejala gatroenteritis dapat
berupa bayi atau anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu
makan menurun, mangalami diare, feses cair dengan darah atau lendir,
warna tinja berubah menjadi kehijauan karena tercampur empedu, anus
dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja mrnjadi asam, dehidrasi dan
berat badan menurun.
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gatrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ektra intestinal termasuk manifestasi
neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan
muntah. Sedangkan manifestasi sistemik berfariasi tergantung pada
penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja dan mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan
elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga
meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolapskardiovaskuler
dan kematian bila tidak di obat dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi
hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat.
Tabel 2.1 derajat dehidrasi berdasarkan presentasi kehilangan air dari berat
badan.
Derajat Dehidrasi Dewasa Bayi dan Anak
Dehidrasi Ringan 4% dari berat badan 5% dari berat badan
Dehidrasi Sedang 6% dari berat badan 10% dari berat badan
Dehidrasi Berat 8% dari berat badan 15% dari berat badan
Infeksi ektraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen
antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis,
osteomielitis, menginitis, pneumonia, hipstitis, peritonitis dan septik
trombophlebitis. Gejala neurologi dari infeksi usus bisa berupa paresthesia
(akibat makan ikan, kerang, manasodium glutamat) hipotonik dan
kelemahan otot (c. botulinum).
Manifestasi immun mediated ektraintestinal biasanya terjadi setelah
diarenya sembuh, contoh : bila terdapat panas dimungkinankan karena
proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada
penderita dengan inflammtory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan
tenesmos yang terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukkan
terkenahnya usus besar. Mual dan muntah adalah simptom yang non
spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan karena organisme yang
menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti : enterik virus, bakteri yang
memproduksi enterotoksin, giardia, dan cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya
penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut, periumbilikal,
tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas
yang terkenah. Oleh karena pasien immunocomprise memerlukan
perhatian khusus, informasi tentang adanya immunodefisiensi atau
penyakit kronis sangat penting.
2.1.6 Patofisiologi
Secara patofisiologi, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan mukosa lambung, meliputi : (1) kerusakan mukosa barrier yang
menyebabkan difusi balik ion H+ meningkat; (2) perfusi mukosa lambung
yang terganggu; dan (3) jumlah asam lambung yang tinggi (Muttaqin,
2018).
Faktor-faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, contohnya, stres
fisik akan menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu sehingga
timbul daerah-daerah infrak kecil; selain itu sekresi asam lambung juga
terpacu. Mucosal barrier pada pasien stress fisik biasanya tidak terganggu
(Muttaqin, 2018).
Gastroenteritis akut akibat infeksi H. Pyloryi biasanya bersifat
asintomatik. Bakteri yang masuk akan memproteksi dirinya dengan
lapisan mukus. Proteksi lapisan ini akan menutupi mukosa lambung dan
melindung dari asam lambung. Penetraksi atau daya tembus bakteri ke
lapisan mukosa yang menyebabkan terjadinya kontak dengan sel-sel
epithelial lambung dan terjadi adesi (pelengketan) sehingga menghasilkan
respons peradangan melalui pengaktifan enzim untuk mengaktifkan IL-8.
Hal tersebut menyebabkan fungsi barrier lambung terganggu dan terjadilah
gastroenteritis akut (Santacroce, 2017).
Widagdo (2016) menjelaskan bahwa virus tersebar dengan cara fekalora
bersama makanan dan minuman, dari beberapa ditularkan secara airborne
yaitu norovirus, virus penyebab diare secara selektif menginfeksi dan
merusak sel-sel ujung jonjot yang rata disertai adanya sibukan sel radang
mononuclear pada lamina propania sedang pada mukosa lambung tidak
terdapat perubahan walaupun penyakit dikenal sebagai gastroenteritis.
Gambaran patologi tidak berkorelasi dengan gejala klinik dan terlihat
perbaikkan proses sebelum gelaja klinik hilang.
Kerusakkan akibat virus tersebut mengakibatkan adanya absorbsi air
dengan garam berkurang dan terjadi perubahan keseimbangan rasio sekresi
dan absorbsi dari cairan usus, serta aktivitas disakaridasi menjadi
berkurang dan terjadilah malabsorpsi karbohidrat terutama laktosa. Faktor
penyebab gastroenteritis virus lebih banyak mengenai bayi dibandingkan
dengan anak besar adalah fungsi usus berkurang, immunitas spesifik
kurang, serta menurunnya mekanisme pertahanan spesifik seperti asam
lambung dan mukus. Enteritis virus juga meningkatkan permiabilitas
terhadap makromolekul di dalam usus dan ini diperkirakan sebagai
penyebab meningkatnya resiko terjadinya alergi makanan.
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
2.1.6.1 Pembagian diare menurut etiologi
2.1.6.2 Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan; 1)
absorbsi, 2) gangguan sekresi.
2.1.6.3 Pembagian diare menurut lamanya diare; 1) diare akut yang
berlangsung kurang dari 14 hari, 2) diare kronik yang berlangsung
lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi, 3) diare presisten
yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa
mekanisme yang saling tumpang tindi. Menurut mekanisme diare makan
dikenal: diare akibat gangguan absorbsi yaitu volume cairan yang berada
di kolon lebih besar dari pada kapasitas absorbsi. Disini diare dapat
terjadi akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan absorbsi menurun
atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare
dapat terjadi akibat absorbsi di kolon menurun atau sekresi di kolon
meningkat.
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi
dan immunologi.
1. Gangguan absorbsi atau diare osmotik; secara umum terjadi
penurunan fungsi absorbsi oleh berbagai sebab seperti celiac sprue
atau karena : a) mengkonsumsi magnesium hidroksida. b) defisien
sukrase-isomaltase adanya laktase defiensi pada anak yang lebih
besar. c) adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat
hipertonis dan menyebabkan hiperrosmolaritas. Akibat perbedaan
tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus
jejenum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen
jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air lumen usus. Na
akan mengikuti masuk kedalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang
normal. Sebagian kecil cairan ini akan di absorbsi kembali, akan
tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang
tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose di
segmen illeum dan melebihi kemampuan absorsi kolon, sehingga
terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau
bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan
memberikan dampak yang sama.
2. Malabsobsi umum; keadaan seperti short bowel syndrom, celiac,
protein, peptida, tepung, asam amino dan mona sakarida mempunyai
peran pada gerakan osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel (yang
secara normal akan menyerap Na dan air) dapat disebakan virus atau
kuman, seperti salmonela, shigella atau campylobacter. Sel tersebut
juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat
toksis atau obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang
menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut,
mikoorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan
enteroadheren e. Colli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dan
merubah faal membran brush border tanpa merusak susunan anatomi
mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid
diakibatkan insufisiensi esokrin pankreas menyebabkan malabsorsi
yang signifikan dan mengakibatkan diare osmotik.
gangguan kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya
menyebabkan maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare
osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorpsi protein dan karbohidrat
dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya
menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl-
sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh
karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan
defisiensi congenital laktase, pemberian obat pencahar; laktulose,
pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat
yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan
hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan
diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami
diare, menyebabkan ekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan
kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim
laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi lactose.
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ada 3
macam yaitu: (1) Gangguan Osmotik; Akibat terdapatnya makanan atau
zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan dalam rongga
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. (2) Gangguan sekresi;
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. (3)
Gangguan motilitas usus.
2.1.6.1 Pathway
Faktor Faktor Makanan
Malabsorbsi Faktor Infeksi
 Makanan basi
 Karbohidrat Faktor Psikolog  Virus
 Beracun
 Lemak  Bakteri
 Alergi makanan
 Protein  Rasa takut
 Cemas
Penyerapan sari-sari
makanan dalam saluran
pencernaan tidak adekuat

terdapat zat yang Peradangan pada Gangguan motilitas


tidak diserap usus usus

Tekanan ismotik Gangguan sekresi hiperperistaltik


Meningkat
Sekresi air dan Usus tidak mampu
Reabsorbsi dalam elektrolit dalam usus menyerap makanan
usus besar terganggu meningkat

DIARE

BAB sering dengan Implamsi saluran pencernaan


intensitas cair

Kehilangan cairan Nyeri epigastrium Mual dan muntah


dan elektrolit
berlebihan Distensi abdomen
anoreksia
Dehidrasi
Nyeri akut
Nutrisi atau intake
Kulit kurang elastis, tidak adekuat
mukosa kerin Agen pirogenik
Berat badan
Resiko Suhu tubuh naik menurun
ketidakseimbangan
elektrolit Defisit nutrisi
hipertermi
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh :
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang
diperlukan pada diare akut : (1) Darah : darah lengkap, serum elektrolit,
analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap
antibiotika. (2) Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap
antibiotika. (3) Tinja :
1) Pemeriksaan makroskopik
tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery
dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus,
protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.
histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat
garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada
infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
2) Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta
adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi
sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit
yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif
atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella,
C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan
pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit
mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada
tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya
lekosit pada tinja minimal.
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak
memproduksi lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan
pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat
baru saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang
disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis
dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau
yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di
saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan
spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan
sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang
membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair
sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik
konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.
Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering
terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi
tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba
hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat
Hemolytic Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat
lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised.
2.1.8 Penatalaksanan
Diare akut secara arbitrer didefinisikan sebagai keluarnya satu atau
lebih tinja diare per hari selama kurang dari 14 hari. Sebagian besar
penyakit diare pad anak disebabkan oleh infeksi. Pada sebagian kasus,
tidak perlu melakukan identifikasi terhadap organisme penyebab karena
proses penyakit dan pengobatan serupa apapun penyebabnya. Terapi
utama adalah rehidrasi dan pemeliharaan hidrasi sampai diare mereda serta
menghindari malnutrisi akibat kekurangan asupan nutrisi. Namun pada
beberapa keadaan identifikasi patogen akan mengubah pengobatan
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Apabila tinja
mengandung leukosit atau darah makroskopik atau anak tampak toksik,
kemungkinan infeksi bakteri invasif meningkat dan harus dilakukan
biakan tinja. Demikian juga pada anak dengan gangguan kekebalan atau
yang dirawat inap memerlukan evaluasi yang lebih ekstensif karena resiko
infeksi oportunistik.bayi yang berusia kurang dari 2 bulan dengan diare
merupakan kategori khusus. Infeksi bakteri lebih sering dan lebih parah
pada kelompok usia ini.
Selain itu virus atau bakteri enteroptogen dapat menimbulkan
enteropatipasca enteritis yang memerlukan pemantauan nutrisi yang teliti.
Pada kelompok usia ini lebih sering terjadi intoleransi laktosa persisten
yang memerlukan perubahan temporer susu formula. Karena kemungkinan
sekali anak perlu diperiksa untuk mengukur hidrasi dan nutrisi secara
objektif (mis. Berat anak) serta dipantau selama perjalanan penyakitnya.
Pada neonatus dengan diare diperlukan (pikiran terbuka) mengenai
kemungkinan kausa noninfeksi dan diagnosis penyakit diare kongenital,
termasuk gangguan malabsorpsi primer, kelainan transfortasi dan defek di
struktur membran brush border, harus dipertimbangkan. 1) Rehidrasi Oral;
Penggunaan terapi rehidrasi oral (TRO) telah semakin luas diterima
diseluruh dunia karena merupakan terapi yang cepat, aman, efektif, dan
murah untuk penyakit diare. Larutan rehidrasi oral efektif dalam
mengobati anak apa pun penyebab diare atau beberapa punkadar natrium
serum anak saat awitan terapi. Larutan rehidrasi oral yang optimal harus
dapat menggantikan air, natrium, kalium dan bikarbonat dan larutan
tersebut juga harus isotonik atau hipotonik. 2) ASI ekslusif. 3) obat
antidiare.
2.1.9 Komplikasi
2.1.9.1 Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
2.1.9.2 Renjatan hipovolemik.
2.1.9.3 Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot,
lemah, bradikardi, perubahan elektrokardiogram).
2.1.9.4 Hipoglikemia.
2.1.9.5 Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan
defisiensi enzim laktosa.
2.1.9.6 Kejang yang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
2.1.9.7 Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare, jika lama
atau kronik

2.2 ASKEP TEORI


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan secara
sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (setiadi, 2017)
2.2.2 Identitas atau biodata
2.2.3 Anamneisis
Fokus pengkajian menurut Doenges (2015 )
(1). Aktivitas / istirahat
Gangguan pola tidur, misalnya insomnia dini hari, kelemahan,
perasaan ‘hiper’ dan ansietas, peningkatan aktivitas / partisipasi dalam
latihan- latihan energi tinggi.
(2). Sirkulasi
Perasaan dingin pada ruangan hangat. TD rendah takikardi,
bradikardia, disritmia.
(3). Integritas ego
Ketidakberdayaan / putus asa gangguan ( tak nyata ) gambaran dari
melaporkan diri-sendiri sebagai gendut terus-menerus memikirkan bentuk
tubuh dan berat badan takut berat badan meningkat, harapan diri tinggi,
marah ditekan. Status emosi depresi menolak, marah, ansietas.
(4). Eliminasi
Diare/ konstipasi, nyeri abdomen dan distress, kembung,
penggunaan laksatif / diuretik. Makanan, cairan. Lapar terus-menerus atau
menyangkal lapar, nafsu makan normal atau meningkat. Penampilan kurus,
kulit kering, kuning / pucat, dengan turgor buruk, pembengkakan kelenjar
saliva, luka rongga mulut, luka tenggorokan terus-menerus, muntah,
muntah berdarah, luka gusi luas
(5). Higiene
Peningkatan pertumbuhan rambut pada tubuh, kehilangan rambut
( aksila/ pubis ), rambut dangkal / tak bersinar, kuku rapuh tanda erosi email
gigi, kondisi gusi buruk Neurosensori Efek depresi ( mungkin depresi )
perubahan mental ( apatis, bingung, gangguan memori ) karena mal nutrisi
kelaparan.
(6). Nyeri / kenyamanan
Sakit kepala. Penurunan suhu tubuh, berulangnya masalah infeksi.
(7). Penyuluhan / pembelajaran
Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden depresi
keyakinan / praktik kesehatan misalnya yakin makanan mempunyai terlalu
banyak kalori, penggunaan makanan sehat.
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan
darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa,
berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam terakhir. Makanan dan
minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain
yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi
oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-
obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya. Gastroenteritis biasanya
sering terjadi pada anak-anak usia 0-5 tahun (42%). Pengkajian meliputi:
Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, dapatkan riwayat penyakit
dengan cermat termasuk hal-hal berikut: Seperti 1) kemungkinan memakan
makananatau air yang terkontaminasi. 2) Kemungkinan infeksi ditempat
lain (mis: pernafasan, infeksi saluran kemih). 3) Lakukan pengkajian fisik
rutin. 4) Observasi adanya manifestasi gastroenteritis akut. 5) Kaji adanya
status dehidrasi. 6) Catat keluaran fekal seperti jumlah, volume dan
karakteristik. 7) Observasi dan catat adanya tanda-tanda yang berkaitan
seperti muntah, kram, tenesmus. 8) Bantu dengan prosedur diagnostik
seperti tampung spesimen sesuai kebutuhan, feses untuk pH, berat jenis,
frekuensi, HDL, elektrolit serum, kreatinin, BUN. 9) Deteksi sumber infeksi
seperti periksa anggota rumah tangga lain dan rujuk pada pengobatan bila
diindikasikan.
2.2.4 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya : ubun- ubun besar cekung
atau tidak, mata : cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata,
bibirmukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
2.2.5 Pmeriksaan Diastolik
Pemriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan
darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
(1) Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika. (2) Urine : urine
lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika. (3). Tinja :
1. Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti :
E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica
darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat
garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada
infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
2. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomisserta adanya
proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon
terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.
difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan
Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya
adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit mononuklear. Tidak
semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang
terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal.
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak
memproduksi lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan
pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru
saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang
disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis
dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau
jejunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di
saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan
spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif
untukdiagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk
spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik
tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista
ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu
untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan
oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis
amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia.
Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut
dan amubiasis hati. Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai
terdapat Hemolytic Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila
terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita
immunocompromised
2.2.6 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon
individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual, potensial yang merupakan dasar untuk memilih
Intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung
jawab perawat (darmawan, 2017).
Masalah keperawatan yang lazim muncul menurut SDKI:
2.2.6.1 Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
2.2.6.2 Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan
dengan ketidakseimbangan cairan.
2.2.6.3 Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan.
2.2.6.4 Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses
penyakit.
2.2.6.5 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologi hiperpristaltik.
2.2.7 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan,siapa yang melakukan dan semua
tindakan keperawatan (Dermawan, 2018)
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagn Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
osa
1. Hipovolemia Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor status
berhubungan keperawatan 3x8jam dehidrasi
dengan diharapkan masalah (kelembaban
kehilangan Hipovolemia teratasi membran
cairan aktin dengan kriteria hasil: mukosa, nadi
1. Mempertahankan adekuat, tekanan
urine output sesuai darah ortostatik)
dengan usia,BB. jika diperlukan.
2. Nadi, suhu tubuh dan 2. Monitor vital sign.
tekanan darah normal. 3. Monitor status
3. Tidak ada tanda-tanda cairan
dehidrasi, elastisitas termasuk
turgor kulit baik, intake dan
membran mukosa output cairan.
lembab, tidak ada rasa 4. Monitor tingkat
haus yang berlebihan. hb dan
hematokrit.
5. Monitor berat
badan
6. Dorong
orangtua
pasien untuk
meningkatkan
intake
oral
2. Risiko
ketidakseimban  Fluid balance. 1. Monitor status
gan elektrolit  Hydration. hidrasi
berhubungan  Nutrition status. (kelembaban
dengan  Intake. membran
ketidakseimban Setelah dilakukan asuhan mukosa, nadi
gan cairan yang keperawatan selama 6 hari kuat) jika
ditandai dengan masalah resiko diperlukan.
dehidrasi, ketidakseimbangan 2. Monitor vital
muntah, dan elektrolit menjadi efektif. sign.
diare lebih 3-6x Kriteria hasil: 3. Monitor
sehari. 1. Elastisitas turgor kulit masukan
Batasan baik, membran mukosa makanan atau
Karakteristik: lembab, tidak ada rasa cairan dan
 Penurunan haus yang berlebihan. hitung intake
tekanan nadi. 2. Frekuensi muntah kalori.
 Penurunan atau mual berkurang. 4. Kolabirasi
3. Tidak ada tanda pemberian
turgor kulit.
dehidrasi. cairan IV.
 Membran Tekanan nadi dan suhu
mukosa 5. Monitor status
tubuh dalam batas normal.
kering. nutrisi.
 Peningkatan 6. Dorong
suhu tubuh. masukan oral.
 Penurunan 7. Kolaborasi
berat badan. dengan dokter
 Haus. dalam
kemungkinan
 Kelemahan
tranfusi.
3. Defisit Nutrisi
berhubungan  Status nutrisi. 1. Kaji adanya alergi.
dengan  Pemasukan nutrisi. 2. Kolaborasi
kurangnya  Berat badan terkontrol. dengan ahli gizi
asupan makanan untuk
yang ditandai Setelah dilakukan asuhan menentukan
dengan berat keperawatan selama 6 jumlah kalori
badan menurun hari masalah defisit dan nutrisi yang
minimal 10% nutrisi teratasi. dibutuhkan.
dibawah rentang Kriteria Hasil: 3. Beri diet
ideal. 1. Adanya peningkatan tinggi serat
Batasan berat badan sesuai untuk
karakteristik: dengan tujuan. mengurangi
 Nyeri 2. Berat badan sesuai konstipasi.
abdomen. dengan usia anak. 4. Monitor jumlah
 Berat badan 3. Tidak ada tanda nutrisi dan
20% atau malnutrisi. kandungan
lebih 4. Tidak terjadi kalori.
dibawah penurunan berat badan 5. Kaji
berat badan yang berarti. kemampuan
ideal. pasien dalam
 Diare. pemenuhan
 Bising usus kebutuhan
hiperaktif. nutrisi sesuai.
 Kurang 6. Berat badan
asupan dalam batas
normal.
makanan.
7. Monitor
 Kesalahan
adanya mual
konsepsi. dan muntah.
 Kesalahan
informasi.
 Membran
mukosa pucat.
 Tonus otot
menurun.

4. Hipertermi 1. Monitor suhu


berhubugan 1. Pengaturan suhu tubuh.
dengan 2. Lakukan
dehidrasi, proses Setelah dilakukan asuhan kolaborasi
penyakit. keperawatan selama dalam
Batasan 3x8jam masalah pemberian anti
Karakteristik: hipertermi dapat teratasi piretik.
 Konvulsi dengan kriteria hasil: 3. Lakukan
 Kulit 2. Suhu tubuh dalam kompres
kemerahan rentang normal. hangat saat
 Peningkatan 3. Nadi dan respirasi anak
suhu tubuh dalam rentng mengalami
diatas normal. demam.
kisaran 4. Tidak ada perubahan 4. Anjurkan
normal. 5. warna kulit. untuk
 Kejang. meningkatka
 Takikardi. n intake
 Takipnea. cairan dan
 Kulit terasa nutrisi.
hangat.
5. Nyeri akut
berhubungan  Kontrol nyeri. 1. Kaji skala nyeri.
dengan agen  Skala nyeri. 2. Monitor status
pencedera Setelah dilakukan asuhan pernafasan.
fisiologi keperawatan selama 6 hari 3. Monitor vital sign.
hiperpristaltik masalah nyeri akut 4. Observasi reaksi
yang ditandai berkurang. nonverbal dari
dengan anak Kriteria hasil: ketidaknyamanan.
tampak gelisah, 1. Merasa nyaman setelah 5. Bantu keluaga
sulit tidur dan nyeri berkurang. memberikan rasa
menangis. 2. Wajah lebih tenang. nyaman pada
Batasan 3. Frekuensi menangis anak.
Karakteristik: anak berkurang. 6. Kontrol
 Perubahan 4. Tidak ada nyeri tekan lingkungan yang
selera makan. pada abdomen. dapat
 Men mempengaruhi
geksp nyeri seperti suhu
resik ruangan dan
an kebisingan.
perila 7. Lakukan
ku. kolaborasi
 Gangguan pemberian
tidur. analgesik untuk
 Dilatasi pupil. meredakan nyeri.
 Perubahan
posisi untuk
menghindari
nyeri.

2.2.8 Implementasi
Tahap proses keperawatan dengan melakukan berbagai strategi
tindakan keperawatan yang telah ditetapkan. Dalam masalah keperawatan
gastroenteritis akan dilakukan implementasi: 1) Melakukan pengkajian
terhadap asupan nutrisi. 2) Melakukan pengkajian terhadap asupan yang
dikonsumsi. 3) Menjelaskan pentingnya pemberian asupan nutrisi yang
sesuai pada anak 0-5 tahun. 4) Menciptakan lingkungan yang nyaman.
2.2.9 Evaluasi
Suatu tindakan yang mengacu kepada penilaian, tahapan dan
perbaikan, bagaimana reaksi pasien dan keluarga terhadap perencanaan
yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari
perencanaan keperawatan.
2.2.10 Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien dan
keluarga segera pada saat setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis
pada catatan perawat, dilakukan setiap selesai melakukan tindakan
keperawatan.
2.2.11 Evaluasi Sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan
yang merupakan rekapan akhir secara paripurna, catatan naratif, penderita
pulang atau pindah. Hasil yang diharapkan pada anak setelah dilakukan
tindakan keperawatan adalah kebutuhan nutrisinya sesuai dengan usianya.
2.3 PENELITIAN TERKAIT

No Penulis Tempat tahun Tujuan Populasi/ Hasil Manfaat dan atau


sampling/sampel limitasi dari
penelitian
1. Qori IGD RSUD 2021 Tujuan dari peneliitian Pasien Anak Hasil pengkajian Manfaat penelitian
Nurul Ungaran ini untuk dengan didapatkan ini untuk
Isnaini mengeksplorasi gangguan kondisi pasien mengembangkan
masalah asuhan Gastroenteritis mengeluh nyeri ilmu keperawatan
keperawatan pada di IGD RSUD pada perut bagian mengenai intervensi
pasien Gastroenteritis Ungaran bawah non farmakologi
dengan pemenuhan implementasi berupa terapi
kebutuhan aman yang diberikan relaksasi napas
nyaman; nyeri. yaitu teknik non dalam terhadap
farmakologi pasien
dengan relaksasi gastroenteritis.
napas dalam
selama 15 menit
dan dapat terasi.
2. Ira Hertia Di ruangan 2020 Tujuannya untuk Pasien dengan Setelah dilakukan Manfaat penelitian
Agate Atas meningkatkan gangguan asuhan agar dapat
RSUD DR pengetahuan dan gastroenteritis keperawatan meningkatkan mutu
SLAMET kemampuan dalam akut di ruangan dengan pelayanan kesehatan
Garut menerapkan asuhan Agata Atas memberikan yang lebih
keperawatan yang RSUD DR intervensi baikdalam
bermutu pada klien Slamet Garut memonitor intake pemberian asuhan
yang mengalami berjumlah 124. dan output dapat keperawatan,
gastroenteritis akut. teratasi khususnya
pemberian intervensi
pada pasien dengan
gatroenteritis akut
dengan cara
meningkatkan upaya
pemenuhan volume
cairan
3. Jois Nari Di ruangan 2019 Penelitian ini Pasien yang Hasil penelitian Manfaat penelitian
anak RSUD bertujuan untuk menderita GEA setelah dilakukan ini proses
dr. M. menerapkan asuhan sebanyak 201 tindakan-tindakan keperawatan
Haulussy keperawatan pada anak keperawatan mengacuh pada
anak dengan dengan pasien kebutuhan dasar dan
gatroenteritis akut gastroenteritis tindakan yang
dalam pemenuhan akut dalam spesifik terhadap
kebutuhan cairan dan perawatan selama penyakit yang
elektrolit dengan 3x24 jam diderita pasien.
menggunakan proses menunjukkan
keperawatan . bahwa diagnosa/
masalah
keperawatan
kekurangan
volume cairan
dan elektrolit
berhubungan
dengan
ketidakseimbanga
n antara intake
dan output
teratasi.
4. Hasyim Di ruang Inap 2018 Tujuan penelitian ini Pasien dengan Setelah dilakukan Manfaat penelitian
Ajis Puskesmas untuk meningkatkan gastroenteritis di tindakan ini memberikan
Kambang asuhan keprawatan ruang inap keperawatan pengalaman yang
dengan pasien puskesmas selam 3 kali nyata tentang asuhan
gatroenteritis. Kambang pertemuan keperawatanpada
sebanyak 121 diagnosa yang gangguan sistem
orang muncul yaitu: pencernaan. Pasien
defisit volume dan keluarga dapat
cairan, mengetahui tentang
ketidakseimbanga penyakit
n nutrisi kurang gastroenteritis yang
dari kebutuhan diderita dan
tubuh, gangguan mengetahui cara
integritas kulit. perawatan
Dalam gastroenteritis
implementasi dengan benar.
sebagian besar
telah sesuai
dengan rencana
tindakan yang
telah ditetapkan.
5. Indrie Di RS 2018 Tujuan untuk Pasien dengan Setelah dilakukan Manfaat penelitian
Maulia Samarinda mengetahui gangguan asuhan ini untuk menambah
Sari Medika Citra bagaimana asuhan gastroenteritis di keperawatan pada wawasan dan
keperawatan pada RS Samarinda kedua pasien memperoleh
pasien anak dengan Medika Citra diagnosa yang pengalaman dalam
gastroenteritis. sampel sama seperti memberikan asuhan
sebanyak 2 hipovolemi, keperawatan
orang. resiko khususnya pada
ketidakseimbanga asuhan keperawatan
n elektrolit , pada 2 bayi dengan
defisit nutrisi, gangguan
hipertermi dan gatroenteritis akut.
gangguan rasa
nyaman dapat
teratasi selama 3
hari.

Anda mungkin juga menyukai