Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare merupakan gangguan Buang Air Besar (BAB) ditandai
dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat
disertai dengan darah (Riskesdas, 2013). Diare adalah suatu kondisi, buang
air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau
lender sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau
usus. (Titik lestari, 2016)

Kejadian Diare dapat terjadi di seluruh dunia dan menyebabkan


4% dari semua kematian dan 5% dari kehilangan kesehatan menyebabkan
kecacatan. Diare tetap menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak
di bawah usia 5 tahun di negara-negara sub-sahara di Afrika. Fakor risiko
untuk diare akut bervariasi berdasarkan konteks dan memiliki implikasi
penting untuk mengurangi beban penyakit. (Berhe,et al 2016)

Menurut World Helath Organization (WHO) diare adalah kejadian


buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan
frekuensi tiga kali atau lebih dalam periode 24 jam. Diare merupakan
penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasit, protozoa, dan
penularannya secara fekal-oral. Diare dapat mengenai semua kelompok
umur baik balita, anak-anak dan orang dewasa dengan berbagai golongan
sosial. Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
kalangan anak-anak kurang dari 5 tahun. Secara global terjadi peningkatan
kejadian diare dan kematian akibat diare pada balita dari tahun 2015-2017.
Pada tahun 2015, diare menyebabkan sekitar 688 juta orang sakit dan
499.000 kematian di seluruh dunia tejadi pada anak-anak dibawah 5 tahun.
Data WHO (2017) menyatakan, hampir 1,7 miliar kasus diare terjadi pada

1
2

anak dengan angka kematian sekitar 525.000 pada anak balita tiap
tahunnya.

Penyakit menular ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti


lingkungan, agen penyebab penyakit, pengetahuan ibu. Penyakit diare
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak
di berbagai Negara termasuk Indonesia. Setiap anak mengalami episode
serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang 80% kematian
terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun.

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko diare lainnya antara lain


kurangnya air bersih untuk kebersihan perorangan dan kebersihan rumah
tangga, air yang tercemar tinja, pembuangan tinja yang tidak benar,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak layak, khususnya
makanan pendamping ASI. Tindakan pencegahan diare antara lain
menjaga kebersihan lingkungan, personal hygiene, pemberian ASI dan
gizi secara terus menerus, serta imunisasi (Ahmadi,et al 2011.).

Faktor penyebab terjadinya diare akut pada balita ini adalah antara
lain faktor lingkungan, tingkat pengetahuan ibu, sosial ekonomi
masyarakat dan makanan atau minuman yang di konsumsi (Widoyono,
2011)
Orang tua pun berperan penting terhadap pencegahan diare. Ibu
sebagai orang yang paling dekat dengan anaknya harus menjadi temeng
pertama dalam usaha pencegahan segala kemungkinan penyakit yang
dapat menyerang anak, oleh karena itu ibu di tuntut untuk memiliki
pengetahuan tentang bagaimana cara untuk mencegah penyakit yang dapat
sewaktu-waktu menyerang anak. Secara alami ini di karuniai kemampuan
menjaga anaknya dengan baik, yakni dengan rasa keibuan, tetapi hal itu
akan lebih baik lagi apa bila ditunjang dengan pengetahuan yang baik dan
3

pengetahuan itu berkaitan erat dengan pendidikan, umur , dan pengalaman


ibu.
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2017 target cakupan
pelayanan penderita diare semua umur (SU) yang datang kesarana
kesehatan adalah 10% dari perkiraan jumlah penderita diare SU (insidens
Diare SU dikali jumlah penduduk disatu wilayah kerja dalam waktu satu
tahun). Tahun 2016 jumlah penderita diare SU yang dilayani di sarana
kesehatan sebanyak 3.176.079 penderita dan terjadi peningkatan pada
tahun 2017 yaitu menjadi 4.274.790 penderita atau 60,4% dari perkiraan
diare disarana kesehatan. Insiden diare semua umur secara nasional adalah
207/1.000 penduduk (Rapid survey Diare tahun 2015).

Target cakupan pelayanan penderita Diare Balita yang datang


kesarana kesehatan adalah 10% dari perkiraan jumlah penderita Diare
Balita (Insidens Diare Balita dikali jumlah Balita di satu wilayah kerja
dalam waktu satu tahun). Pelayanan penderita diare Balita secara nasional
tahun 2017, dengan provinsi tertinggi yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat
(96,94%), Kalimantan Utara (63,43%) dan Kalimantan Timur (56,91%),
sedangkan provinsi terendah yaitu Nusa Tenggara Timur (17,78%),
Sumatra Utara (15,40%) dan Papua Barat (4,06%). Untuk Kalimantan
Selatan sendiri berada pada urutan ke 11 Kalimantan Selatan (42,31%).
Tahun 2017 terjadi 21 kali KLB Diare yang tersebar di 12 provinsi, 17
kabupaten atau kota. Kabupaten Polewali Mandar, Pohuwato, Lampung
Tengah dan Merauke masing-masing terjadi 2 kali KLB. Jumlah penderita
1.725 orang dan kematian 34 orang.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan


Selatan pada tahun 2017, pada tahun ini jumlah kejadian diare di
kalimantan selatan sebanyak 69.174 orang, pada setiap kota tingkat
kejadian diare tertinggi pertama pada tahun ini berada pada Kabupaten
Banjar dengan kejadian diare sebanyak 10.577 orang. Dilanjutkan pada
tertinggi kedua berada pada Hulu Sungai Utara dengan kejadian diare
4

sebanyak 9.599 orang dan tertinggi ketiga dengan kejadian diare terbanyak
ada pada Banjarmasin sebanyak 8.681 orang

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan kota Banjarmasin pada


tahun 2018 tercatat ada 8.681 kasus diare di Banjarmasin untuk seluruh
umur. Kasus diare tertinggi di puskesmas terdapat pada puskesmas karang
mekar dengan jumlah 987 kasus, tertinggi kedua terdapat pada puskesmas
alalak tengah berjumlah 553 kasus diare, tertinggi ketiga berada pada
puskesmas banjarmasin indah dengan jumlah 432 kasus diare.

Berdasarkan data dari Puskesmas Karang Mekar jumlah kasus


diare yang dilaporkan tahun 2018 tercatat ada 255 kasus diare di semua
usia. Untuk usia balita 1 sampai 4 tahun tercatat ada 81 kasus diare.

Faktor penyebab diare salah satunya personal hygiene ibu dalam


menangani balita. Wardhani (2014) menyebutkan dalam hasil
penelitiannya bahwa erat katanya personal hygiene dengan diare sebagai
agen pembawa penyakit. Perilaku ibu juga berkontribusi meningkatkan
kasus diare ada balita. Ibu merupakan orang terdekat dengan balita yang
mengurus segala keperluan balita seperti mandi, menyiapkan dam
memberi makan dan minum. Perilaku ibu yang tidak hygiene antara lain
seperti tidak mencuci tangan sebelum memberikan makan anak, tidak
mencuci bersih peralatan balita.

Tingkat pengetahuan dan pendidikan ibu tentang personal hygiene


merupakan faktor yang dapat diperbaiki, sehingga dengan memperbaiki
diharapkan dapat menekan angka kesakitan dan kematian diare pada
balita.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulisan tertarik
mengetahui Hubungan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan Ibu dan personal
hygiene dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Karang Mekar
5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini


adalah “Hubungan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan Ibu dan personal
hygiene dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Karang Mekar?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Ada tidaknya Hubungan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan Ibu dan
personal hygiene dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas
Karang Mekar.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dalam penelitian yakni:
1.3.2.1 Mengidentifikasi pendidikan ibu di Puskesmas Karang
Mekar.
1.3.2.2 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang diare terhadap
balita di Puskesmas Karang Mekar.
1.3.2.3 Mengidentifikasi Personal hygiene di Puskesmas Karang
Mekar.
1.3.2.4 Mengidentifikasi kejadian diare pada balita di Puskesmas
Karang Mekar.
1.3.2.5 Menganalisis hubungan Pendidikan Ibu dengan kejadian
diare pada balita di Puskesmas Karang Mekar.
1.3.2.6 Menganalisis hubungan antara Tingkat pengetahuan ibu
dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Karang
Mekar.
1.3.2.7 Menganalisis hubungan antara Personal Hygiene dengan
kejadian diare pada balita di Puskesmas Karang Mekar.
6

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:


1.4.1 Bagi Penelitian
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta penerapan
teori yang diperoleh selama pendidikan dibangku kuliah dan
penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai informasi dan masukan bagi organisasi profesi
keperawatan dalam meningkatkan profesionalisme pelayanan
kesehatan
1.4.3 Bagi orang tua, dan keluarga
Dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kepedulian terhadap
kesehatan anak, khususnya dalam pencegahan penyakit Diare.

1.5 Keaslian Penelitian

Sebelum telah dilakukan penelitian oleh Nurliyani tahun 2010 dengan


judul Hubungan faktor lingkungan dan pengetahuan ibu dengan kejadian
diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pemurus Baru Banjarmasin.
Adapun perbedaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang
akan penulis kerjakan adalah sebagai berikut:
1.5.1 Tempat Penelitian
Penelitian sebelumnya dilakukan di Puskesmas Pemurus Baru
Banjarmasin, sedangkan yang akan penulis teliti di Puskesmas
Karang Mekar.
1.5.2 Waktu Penelitian
Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2010, sedangkan yang
akan penulis teliti dilakukan pada tahun 2018.
1.5.3 Penelitian Terkait
1.5.3.1 Stephany Y. Motto, Nurhayati Masloman, Jeannete Ch.
Manoppo 2012, dengan judul Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Diare Pada Anak Di Puskesmas Bahu Manado.
7

Jenis penelitian deskriptif cross sectional. Dari Penelitian


ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu tentang
Diare pada Anak sebagian mendapatkan nilai baik.
1.5.3.2 Lailatul Mafazah 2013, dengan judul Ketersediaan Sarana
Sanitasi Dasar, Personal Hygiene Ibu dan Kejadian Diare
Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwoharjo Kabupaten
Pemalang. Menggunakan rancangan Cross Sectional,
dengan sampel 95 balita. Instrumen yang digunakan check
List dan Kuesioner.

Anda mungkin juga menyukai