Anda di halaman 1dari 67

KTI Gambaran Pengetahuan Ibu

tentang Penyakit Diare Pada Balita


SABTU, 17 JANUARI 2014

proposal KTI tentang penyakit diare pada balita


GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENYAKIT DIARE
PADA BALITA DI LINGKUNGAN KERJA PUSKESMAS
SUKARAMAI MEDAN
TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan


pendidikan Diploma III keperawatan Harapan Mama
Kabupaten Deli Serdang
MONANG PARDOMUAN HARAHAP
11.010.33
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN HARAPAN MAMA
KEBUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting
karena merupakan penyumbang ketiga angka kesakitan (morbiditas) dan kematian
(mortalitasnya) anak di berbagai Negara termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1,3
miliar serangan dan 3,2 jta kematian pertahun pada balita pertahun pada balita disebabkan oleh
diare. Setiap anak mengalami episode serangan rata rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang
80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun.
Penyebab utama kematian diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit
melalui tinja. Penyebab lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan infeksi. Golongan umur yang
paling menderita akibat diare adalah anak anak karena daya tahan tubuhnya masih lemah
(Widoyono, 2012).
Penyakit diare merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di seluruh
daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki laki maupun
perempuan, tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling
tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita Diare seringkali dianggap sebagai penyakit sepele,
padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya.
Berdasakan catatan World Health Organization (WHO), secara global, tingkat
kematian anak mengalami penurunan sebesar 41% dari estimasi 87 kematian per 1000
kelahiran pada tahun 1990, menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011.
Penurunan ini menjadi penurunan rata-rata angka kematian anak sebesar 2.5% setiap tahunnya.
Jumlah kematian anak telah menurun dari 12 juta pada tahun 1990 dan pada tahun 2011
sebanyak 6.900.000 anak.
Penyebab utama kematian pada anak diseluruh dunia adalah pneumonia, komplikasi
kelahiran prematur, diare, asfiksia dan malaria. Sekitar sepertiga dari semua kematian pada
anak adalah kekurangan gizi. Diare menempati urutan kelima menyumbang kematian pada
anak di seluruh dunia.
Tahun 2016 dilaporkan 2,5 juta kasus diare pada anak diseluruh dunia. Kasus diare
terbanyak di Asia dan Afrika kurang memadainya status gizi pada anak. Dan kurangnya
sanitasi air bersih.
Jumlah kematian anak di seluruh dunia sebanyak 6.9 juta anak pada tahun 2011. Dari
jumlah kematian tersebut didapat 18% kematian akibat dari penyakit diare. Kelompok umur
yang tertinggi terkena diare di seluruh dunia yaitu umur dibawah 5 tahun. Menurut data anak
yang meninggal di seluruh dunia pada tahun 2011 sebanyak 6,9 juta anak ada sebanyak 3,9 juta
anak dibawah 5 tahun yang terkena diare.
Berdasarkan profil Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011. Pada tahun2015
dilaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di Indonesia dengan jumlah penderita sebanyak
5,756 atau sebesar 1,74 %, tahun 2016 sebanyak 4,204 atau sebanyak 1,74%. data terakhir pada
tahun 2011 kejadian diare sebanyak 3,003 atau sebanyak 0,40% Dari hasil data kejadian diare
tahun 2015 2011 terjadi penurunan angka kejadiannya(Zulkarnaen, 2014).
Sedangkan profil Dinas Kesehatan Sumatera Utara mengatakan bahwa berbagai
penyakit, khususnya diare masih mendominasi di Provinsi Sumatera Utara. Bahkan, setiap
tahunnya yakni di tahun 2011 dan 2012, kasus diare di Kota Medan mengalami peningkatan
yang cukup signifikan.
Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, kasus
kejadian diare di Kota Medan sepanjang tahun 2011 sebanyak 29.375 kasus, sedangkan di
tahun 2012, angka diare sebanyak 29.769 kasus. Secara global, kasus diare yang terjadi di
Sumatera Utara memang cendrung mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2011, kasus diare
di Provinsi Sumut sebanyak 215.651 kasus dengan rincian 212.729 kasus mendapat pelayanan
di sarana kesehatan dan 215.651 kasus ditemukan oleh kader.
Selain Kota Medan, diare tahun 2011 terbanyak terjadi di Deli Serdang sebanyak
17.529 kasus, Langkat sebanyak 14.175 kasus, Serdang Bedagai sebanyak 11.962, (3 korban
meninggal) dan Simalungun terjadi 32.428 kasus. Sedangkan tahun 2012, Kota Medan masih
menjadi peringkat pertama kasus diare sebanyak 29.769 kasus, diikuti Deli Serdang sebanyak
20.535 kasus, Langkat sebanyak 15.477 kasus, Simalungun sebanyak 27.943 kasus (1 korban
meninggal) dan Labuhan Batu Utara sebanyak 12.253 kasus(Sumutpos, 2013).
Diare merupakan penyebab kurang gizi yang penting terutama anak anak. Diare
menyababkan anoreksia (kurang nafsu makan) sehingga megurangi asupan gizi dan diare dapat
megurangi daya serap usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari
makanan pada anak anak yang mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap serangan
diare akan meyebabkan kekurangan gizi. Jika hal ini berlangsung terus menerus akan
mengakibatkan gangguan pertumbuhan anak. Penyakit diare dapat ditanggulangi dengan
penangan yang tepat sehingga tidak sampai menimbulkan kematian terutama pada balita
(Widoyono, 2012).
Menurut Praktisi Kesehatan Sumatera Utara, Destanul Aulia, Kamis (28/3/2012)
mengatakan seharusnya dengan adanya piala Adipura bisa menjadi indikator penting dalam
kesehatan. Diare itu kan terjadi karena lingkungan kotor, katanya. Berdasarkan data yang
diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, kasus kejadian diare di Kota Medan
sepanjang tahun 2011 sebanyak 29.375 kasus, sedangkan di tahun 2012, angka diare sebanyak
29.769 kasus. Selain itu, usaha promosi dan preventif dari Dinas Kesehatan Kota Medan harus
ditingkatkan. Peran puskemas harus diberdayakan secara maksimal (Aulia, 2013).
Berdasarkan hasil survey yang dilakuakan pada tanggal 09 JANUARI 2014 di
puskesmas sukaramai medan ditemukan dari bulan januari s/d JANUARI 2014 data diare
berjumlah 207 balita. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti Gambaran Pengetahuan Ibu
Tentang Penyakit Diare Pada Balita Di Lingkungan Kerja Puskesmas Sukaramai Medan Tahun
2014.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka hal yang menjadi masalah dalam penelitian
ini adalah Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit Diare Pada Balita Di
Lingkungan Kerja Puskesmas Sukaramai Medan Tahun 2014?.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit Diare Pada Balita Di
Lingkungan Kerja Puskesmas Sukaramai Medan Pada Tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang penyakit diare pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Sukaramai Medan berdasarkan pendidikan.
b) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang penyakit diare pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Sukaramai Medan berdasarkan pekerjaan.
c) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang penyakit diare pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Sukaramai Medan berdasarkan umur.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Masyarakat


Hasil diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat terutama para ibu tentang
pentingnya memperhatikan tanda tanda yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit diare
pada balita sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian penyakit diare.

1.4.2. Bagi Institusi


Untuk menambah informasi dan referensi perrpustakaan Istitusi Pendidikan Akademi
Keperawatan Harapan Mama.
1.4.3. Bagi Peneliti

Memperoleh pengalaman nyata dan menambah wawasan dalam penelitian mengenai gambaran
pengetahuan ibu tentang penyakit diare pada balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
Dari kutipan buku Notoatmodjo (2003). Pengetahuan kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan:
a) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. termasuk ke
dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dan
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini
adalah merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Kata kerja untuk mengukur bahawa orang
tahu tentang apa yang dipelajari yaitu meyebutkan,menguraikan, mengidentfikasi, menyatakan
dan sebagainya.
b) Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terdapat suatu objek ynag dipelajari.
c) Aplikasi (Application)
Apikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan
hukum hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam
komponen komponen tetapi masih dalam stuktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya
satu sama lain.
e) Sintesis (Syntesis)
Sisntesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau
menghubungkan bagian bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintetesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek . Penilaian penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada.
2.1.1. Beberapa Cara Memperoleh pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari Notoatmodjo,(2003) adalah sebagai
berikut:

1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan, yaitu :


a. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan sebelum adanya peradaban. Cara
coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan
apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah
tersebut dapat dipecahkan.
b. Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan pimpinan masyarakat baik formal
maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang
menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji
terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun
penalaran sendiri.
c. berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi masa lalu.
2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut metodologi penelitian.
Cara ini mula mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561 1626), kemudian
dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan
penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.
2.1.2. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita cita tertentu yang mentukan menusia untuk
berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan
diperlukan untuk mendapat informasi, misalnya hal hal yang menunjang kesehatan sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip dari Notoatmodjo
(2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalam motivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. (Nursalam,
2003) Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
2) Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus
dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya.Akan tetapi
pekerjaan akan memberikan motivasi bagi pekerja, antara lain adalah untuk menambah
penghasilan keluarga, menghindari rasa bosan, mengisi waktu luang dan ingin
mengembangkan diri.

3) Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998)
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman
dan kematangan jiwa (Wawan dan Dewi, 2016).

2.2. Ibu
Ibu adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan biologis
maupun sosial. Umumnya, ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan
anak, dan panggilan ibu dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orang tua kandung
(biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua
angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak) (Wikipedia, 2014).

Ibu adalah istri dari suami dan ibu dari anak anak berperan untuk mengurus rumah
tangga, sebagai pegasuh dan pendidik anak anaknya, pelindung dan salah satu anggota
kelompok sosial, serta sebagai anggota masyarakat dan lingkungan, disamping itu berperan
pula sebagai pencari nafkah tambahan keluarga (Dion dan Betan, 2013).
Bunda dan Mama adalah sebutan lain untuk ibu. Pemanggilan ibu dengan sebutan
"mama" sudah menjadi hal yang umum di masyarakat Indonesia. Dalam bahasa gaul ibu
disebut dengan Nyokap.
Ibu adalah perempuan yang karena fungsinya yang mulia disebut ibu. Ibu adalah
sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis kelamin yang
mampu untuk melahirkan anak, menikah atau tidak mempunyai kedudukan atau tidak, seorang
perempuan adalah seorang ibu.
Selain itu, dalam bahasa Indonesia panggilan "ibu" juga dapat ditujukan kepada
perempuan asing yang relatif lebih tua daripada si pemanggil atau panggilan hormat kepada
seorang wanita, tanpa memedulikan perbedaan usia (Wikipedia, 2014).

2.3. Diare
2.3.1. Defenisi
Diere adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga didefenisikan
sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak
dari biasanya. Balita dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan
neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali bang air besar (Dewi, 2011).
2.3.2. Etiologi
Diare dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti infeksi, malabsorbsi, makanan,
dan psikologi.
1) Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saliran
percernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan sel mukosa intestinal yang dapat
menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga terjadi perubahan kapasitas dari intestinal
yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestina dalam absorbsi cairan dan elektrolit.
Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif dalam usus,
sehinggga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat.
2) Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik
meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare.
3) Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan dapat terjadi
peningkatan pristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makanan.
4) Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya pristaltik usus yang dapat mempengaruhi proses penyerapan
makanan (Hidayat, 2014).
2.3.3. Patogenis
Mekanisme dasar yang dapat menyebabkan terjadinya diare adalah sebagai berikut:
1) Gangguan osmotik.
Akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh tubuh akan menyebabkan
tekanan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkan isinya sehingga timbul diare.
2) Gangguan sekresi.
Akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada dinding usus yang akan menyebabkan
peningkatan sekresi air dan elektrolit yag berlebihan kedalam rongga usus, sehigga akan terjadi
peningkatan isi rongga usus yang akan merangsang pengeluaran isi dari rongga usus dan
akhirnya timbul diare.
3) Gangguan motilitas usus.
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan bagi usus untuk menyerap
makanan yang masuk, sehingga akan timbul diare. Akan tetapi, apabila terjadi kedaan
sebaliknya yaitu penurunan dari peristaltik usus maka akan dapat menyebabkan pertumbuhan
bakteri yang berlebihan di dalam rongga usus sehingga akan menyebabkan diare juga.
2.3.4. Tanda Dan Gejala
Berikut adalah tanda dan gejala pada balita yang mengalami diare :
1. Cengeng, rewel.
2. Gelisah.
3. Suhu meningkat.
4. Nafsu makan menurun.
5. Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan adanya darah, kelemahan, feses ini akan
berwarna hijau dan asam.
6. Anus lecet.
7. Dehidrasi, bila mejadi dahidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi
capat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran, dan diakhiri dengan syok.
8. Berat badan menurun.
9. Turgor kulit menurun.
10. Mata dan ubun ubun cekung.
11. Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.
2.3.5. Penatalaksanaan
Perinsip perawatan diare adalah sebagai berikut.
1) Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan).
2) Diatetik (pemberian makanan).
3) Obat obatan :
a. Jumlah cairan yang diberikan adalah 100 ml/kg BB/ hari sebanyak 1 kali setiap 2 jam, jika
diare tanpa dehidrasi, sebanyak 50% cairan ini diberikan dalam 4 jam pertama dan sisanya
adlibitum.
b. Sesuaikan dengan umur anak.
c. Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan 25 100 ml/kg/BB
dalam sehari atau setiap 2 jam sekali.
d. Oralit diberikan sebanyak 100 ml/kgBB setiap 4 6 jam pada kasus dehidrasi ringan sampai
berat.
4) Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak.

Sistematika penatalaksanaan berdasakan diare.


Diare
Dehidrasi ringan sampai berat
Dehidrasi berat degan komplikasi/penyakit penyerta
Tanpa dehidrasi sampai dengan/tanpa dehidrasi ringan
Oralit
Cairan rehidrasi parenteral, misalnya dengan ringer laktat (RL) dan gulukosa
Cairan RT (LGG, air tajin, kuah sayuran, dan tehbotol
Perawatan di puskesmas /
poliklinik RS
Perawatan di RS / Puskesmas
Pengobatan di rumah

(Dewi, 2011).

2.4. Balita
2.4.1. Pengertian Balita
Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik pertumbuhan
yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan BB naik 2x BB lahir dan
3x BB lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4x pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat
pada masa prasekolah kenaikan BB kurang lebih 2 kg/ tahun, kemudian pertumbuhan konstan
mulai berakhir (Saputra, 2012).
Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Balita merupakan salah
satuperiode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai
daridua sampai dengan lima tahun,atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60
bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah. Adapun masa perkembangan dan
kebutuhan balita/prasekolah adalah sebagai berikut :
2.4.2. Perkembangan Fisik
Pertambahan berat badan Ciri khas perkembangan balitaan menurun, terutama diawal
balita. Hal ini terjadi karena balita menggunakan banyak energi untuk bergerak.
2.4.3. Perkembangan Psikologis
Terjadi perubahan yang cukup drastis dari kemampuan psikomotor balita yang mulai
terampil dalam pergerakannya (lokomotion). Mulai melatih kemampuan motorik
kasar misalnya berlari, memanjat, melompat, berguling, berjinjit, menggenggam, melempar
yang berguna untuk mengelola keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang atensi.
Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai terlatih seperti
meronce, menulis, menggambar, menggunakan gerakan pincer yaitu memegang benda dengan
hanya menggunakan jari telunjuk dan ibu jari seperti memegang alat tulisatau mencubit serta
memegang sendok dan menyuapkan makanan kemulutnya, mengikattali sepatu.
Pada masa balita adalah saatnya dilakukan latihan mengendalikan diri atau biasa
disebut sebagai toilet training. Freud mengatakan bahwa pada usia ini individu mulai berlatih
untuk mengikuti aturan melalui proses penahanan keinginan untuk membuang kotoran.

2.4.4. Kognitif
1) Pada periode usia ini pemahaman terhadap objek telah lebih ajeg. Balita memahami bahwa
objek yang diaembunyikan masih tetap ada, dan akan mengetahui keberadaan objek tersebut
jika proses penyembunyian terlihat oleh mereka. Akan tetapi jika prose penghilangan
objek tidak terlihat, balita mengetahui benda tersebut masih ada, namun tidak mengetahui
dengan tepat letak objek tersebut. Balita akan mencari pada tempat terakhir ia melihat
objek tersebut. Oleh karena itu pada permainan sulap sederhana, balita masih kesulitan untuk
membuat prediksi tempat persembunyian objek sulap.
2) Kemampuan bahasa balita bertumbuh dengan pesat. Pada periode awal balita yaitu usia dua
tahun kosa kata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia lima tahun telah menjadi diatas 1000
kosa kata. Pada usia tiga tahun balita mulai berbicara dengan kalimatsederhana berisi
tiga kata dan mulai mempelajari tata bahasa dari bahasa ibunya. contoh kalimat Usia 24 bulan:
"Haus, minum" Usia 36 bulan: "Aku haus minta minum".
2.4.5 Pendidikan Dan Pengembangan
Cara belajar yang dilakukan pada usia prasekolah ini melalui bermain
sertarangsang dari lingkungannya, terutama lingkungan rumah. Terdapat pula pendidikan di
luar rumah yang melakukan kegiatan belajar lebih terprogram dan terstruktur, walau tidak
selamanya lebih baik.

Contoh peran balita dalam bermain :


a) Permainan peran, melatih kemampuan pemahaman sosial
contoh: permainan sekolah, dokter-dokteran, ruman rumahan dll.
b) Permainan imajinasi melatih kemampuan kreativitas anak
c) Permainan motorik, melatih kemampuan motorik kasar dan halus.
Motorik Kasar contoh: spider web, permainan palang, permainan keseimbangan dll. Motorik
halus: meronce, mewarnai, menyuap. (Wikipedia, 2016).

2.5.Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah merupakan bagian penelitian yang menyajikan konsep atau
teori dalam bentuk kerangka konsep peneletian. Pembuatan kerangka konsep ini mengacu pada
masalah masalah (bagian bagian) yang akan diteliti atau berhubungan dengan peneliti dan
dibuat dalam bentuk kontruk atau lebih dikenal dengan variabel. Variabel adalah simbol atau
lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep.
Adapun yang menjadi kerangka konsep dalam penelitian pada peran ibu adalah sesuai
dengan yang diuraikan pada studi pustaka.
Variabel Independent Variabel Dependent
Faktor yang mempengaruhi
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit Diare Pada Balita
Pendidikan
Pekerjaan
Umur
pengetahuan :

2.5.1. Variabel Independent


Variabel indevendent adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
vatiabel dependent (terikat). Variabel ini juga dikenal dengan nama variabel bebas, artinya
bebas dalam mempengaruhi variabel lain, variabel ini punya nama lain seperti variabel
prdiktor, resiko, atau kausa.
2.5.2. Variabel Dependent
Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena
variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan. Variabel ini
juga disebut dengan sebagai variabel efek, outcome, atau event (Hidayat, 2011).

2.6. Defenisi Oprasional


Suatu yang mengesahkan kepada pengamat atau pengukuran terhadap variabel
variabel yang bersangkutan atau sebagai alat ukur (Natoatmodjo, 2016).
2.6.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah kemampuan ibu menjawab pertanyaan yang diajukan dalam
bentuk kuisioner dengan kategori sebagai berikut :
a. Baik : bila responden menjawab dengan benar 16 20 soal dengan skor 76 100%.
b. Cukup : bila responden menjawab dengan benar 12 15 soal dengan skor 56 76%.
c. Kurang : bila reponden hanya menjawab dengan benar < 12 soal dengan skor < 56%.

2.6.2. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan
atau meningkatkan pengetahuan tertentu sehingga sarana pendidikan itu dapat berdiri sendiri,
dengan kategori :
a. Pendidikan dasar (SD / MI dan SMP / MTS)
b. Pendidikan menengah (SMA / MA)
c. Perguruan Tinggi
(Skala Ordinal)
2.6.2. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang
harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya.
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan
kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu ibu akan pengaruh terhadap kehidupan
keluarga (Wawan, dan Dewi 2016).
2.6.3. Umur
Umur adalah usia ibu yang terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terkhir dengan
kategori :
a. < 20 tahun
b. 21 30 tahun
c. > 31 tahun
(Skala Ordinal)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskritif yaitu yang bertujuan
untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang penyakit diare pada balitadi Puskesmas
Sukaramai Medan Tahun 2014.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian


3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di lingkungan kerja Puskesmas Sukaramai Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan april 2014 s/d PEBRUARI 2014.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Poplasi adalah seluruh objek atau sabjek dengan karaktristik tertentu yang akan diteliti
(Notoatmodjo, 2016).
Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu Rumah Tangga Yang Mempunyai Balita
Diwiyah Kerja Puskesmas Sukaramai Medan yang datang berobat ke puskesmas tersebut yaitu
sebanyak 349 ibu rumah tangga.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai
penelitian melalui tehnik sampling. Pengambilan sampel secara Accidental Sampling.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kuisoner dengan beberapa pertanyaan yang akan dibagikan kepada responden dengan cara 20
pertanyaan.

3.5. Tehnik Pengelolaan Data


Pengelolaan data adalah suatu data yang telah dikumpulkan diperoleh dengan
menggunakan langkah langkah sebagai berikut :
a. Editing
Editing adalah upaya memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri dari
atas beberapa kategori.
c. Tabulating
Tabulating yaitu mempermudah analisa data, pengelolaan data serta pengambilan kesimpulan
data yang kemudian dimasukkan dalam tabel tabel distribusi frekuensi.
3.6. Tehnik Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan cara deskriktif dengan melihat persentase data yang
terkumpul dan disajikan dalam bentuk tabel tabel distribusi frekuensi. Analisa data
dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian dengan menggunakan teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian Nanny Lia. (2011). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anan Balita. Cetakan Ke
3. Selemba Medika : Jakarta.

Dion, Yohannes dan Betan, Yasinta. (2013). Asuhan Keperawatan Keluaga Konsep
Dan Praktik. Cetakan Pertama. Nuha Medika : Yokyakarta.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2011). Metode Penelitian Keperawatan Dan Tekhnik


Analisa Data. Edisi I. Salemba Medika : Jakarta.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2014). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Edisi I. Salemba Medika : Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan . Rineka Cipta :


Jakarta.

Sumutpos. (2013). Angak Kejadian Diare Di Sumatra Utara Pada Tahun 2013/2014.
From : http://Sumutpos.Co/2013/03/55020/Medan-Tertinggi-Kasus-Diare. 04 Maret 2014.

Saputra, Andy (2012). Pengertian Balita Dan Perannya,


From :Http://Fourseasonnews.Blogspot.Com/2012/05/Pengertian-Balita.html, 02 Aril 2014.

Wawan, A dan Dewi, M. (2016). Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Manusia.Nuha


Medika : Yogyakarta

Widoyono. (2012). Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasan. Erlangga Medical Series : Jakarta.
Wikipedia. (2014). Pengertian Ibu Dan Peran Ibu, From
:Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Ibu, 03 April.
Zulkarnaen, Iskandar. (2014). Profil who tentang kejaidan diare terbaru. From
:http://kuliahiskandar.blogspot.com/2014/01/jurnal-hubungan-pendapatan-keluarga-dan.html,
03 april 2014.
Diposkan oleh achmad faizun di 20.35
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: askep diare, Contoh KTI, Diare pada balita, proposal KTI
Lokasi: Indonesia

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
KTI GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENYAKIT DIARE PADA BALITA
MENGENAI SAYA

achmad faizun

Nama : ACHMAD FAIZUN HARAHAP. AM.Kep

Jenis Kelamin : Laki - laki

Alamat : Jl. Sirojul Munir, Jati Sari

Agama : Islam

Pekerjaan : Tukang Gypsum

Suku / Bangsa : Batak Mandailing / Indonesia

Doa untuk Ayah Dan Bunda

panjang kan umur hamba sampai pada disaat orang tua hamba bahgia dan
ya
tersenyum dan bisa memberikan hasil jerih payah hamba kpd orang tua hamba, disaat
hamba bisa menuntun jalan orang tua hamba sebagaimana merekan menununtun hamba
saat belajar berjalan.
memandikan mereka seperti saat mereka memandikan hamba waktu kecil dulu,
memangku orang tua hamba seperti mereka memangku hamba disaat kecil dulu,,
memberikan seluruh kasih sayang hamba seperti mereka memberikan kasih sayang yang
tulus suci hingga saat ini

Lihat profil lengkapku


ARSIP BLOG
2014 (1)
o JANUARI (1)
proposal KTI tentang penyakit diare pada balita

divine-music.info

Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.


Buku_Hariantina
SABTU, 16 JANUARI 2015

CONTOH Karya Tulis Ilmiah (KTI) MINI "HUBUNGAN STATUS GIZI PADA
BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE DI PUSKESMAS SUKAMAJU
TAHUN 2014"
Oleh: Agustina Harianti
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul: Hubungan Status Gizi Pada Balita Dengan Kejadian Diare di Puskesmas Sukamaju
tahun 2014
B. Perumusan masalah
Apakah ada hubungan status gizi pada balita dengan kejadian diare di Puskesmas Sukamaju
tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Status Gizi Pada Balita Dengan Kejadian Diare di Puskesmas
Sukamaju tahun 2014
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi Status Gizi dengan kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Sukamaju tahun
2014
b. Mengidentifikasi kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Sukamaju tahun 2014
c. Menganalisis hubungan Status Gizi dengan kejadian Diare pada Balita di Puskesmas
Sukamaju tahun 2014
BAB II
METODE
A. Kerangka Konsep

KEJADIAN DIARE
STATUS GIZI
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan yaitu variabel independent (Status Gizi ) dan variabel
dependen ( Kejadian Diare).
C. Definisi Oprasional (DO)
variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Status gizi Ukuran keberhasilan Diukur Katagori: Ordinal
dalam pemenuhan dengan a. Gizi lebih
nutrisi untuk anak yang timbangan (>2SD)
diindikasikan oleh dacin b. Gizi baik
berat badan dan umur (BB/U) (-2 SD s/d 2SD)
menurut NCHS c. Gizi kurang
(-3 SD s/d <-2 SD)
d. Gizi buruk
(< -3 SD)
Kejadian Buang air besar Registir Katagori: Nominal
diare (defekasi) dengan a. Diare
jumlah tinja yang lebih b. Tidak diare
banyak dari biasanya
(normal 100-200 cc/jam
tinja). Dengan tinja
berbentuk cair
/setengan padat, dapat
disertai frekuensi yang
meningkat
D. Hipotesis Penelitian.
Ho : Tidak Ada Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare di Puskesmas Sukamaju tahun
2014
Ha : Ada Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare di Puskesmas Sukamaju tahun 2014
E. Pengolahan Data.
Editing : Memperbaiki data sekunder yang didapatkan apakah sudah cukup baik sebagai upaya
menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut
Coding : memberikan kode tertentu tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam analisa data.
Pada Kejadian Diare: Balita Diare di beri kode (1) , Balita yang tidak diare diberi kode (2).
Status Gizi Balita :Balita gizi baik diberi kode (1), Balita gizi Buruk diberi kode (2)
Entry : memasukkan data secara manual ataupun menggunakan komputer
Tabulating : membuat tabel-tabel frekuensi sesuai dengan sub variabel yang diteliti kemudian
di prosentasekan.
F. Analisis Data
Untuk mengetahui adanya hubungan umur dan status gizi dengan kejadian diare pada balita
dengan menggunakan uji statistik chi sequare, dan menggunkan alat bantu SPSS.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Distribusi status gizi balita
Status gizi Jumlah %
Baik 20 45,5
Buruk 24 54,5
Total 44 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa status gizi balita tertinggi adalah gizi
buruk sebanyak 24 orang (54,5 %) dan terendah dengan gizi baik sebanyak 20 orang (45,5%).
2. Distribusi kejadian Diare
Kejadian diare Jumlah %
Diare 24 54,5
Tidak diare 20 45,5
Total 44 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kejadian diare pada balita sebanyak 24
orang (54,5 %) dan balita yang tidak diare sebanyak 20 orang (45,5 %).
3. Analisa data status gizi pada balita
Status Gizi Kejadian Jumlah
Diare % Tidak Diare % N (%)
Baik 6 13,6 14 31,8 20 45.4
Buruk 18 41 6 13,6 24 54,6
Jumlah 24 54,6 20 45,4 44 100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa balita yang mengalami diare dengan
status gizi buruk sebanyak 18 orang (41%). Sedangkan balita yang tidak diare berstatus gizi
bauruk sebanyak 6 orang (13,6%).
BAB IV
KESIMPULAN
A. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan Chi Square pada status gizi balita
diperoleh bahwa Ada hubungan antara Status gizi dengan kejadian diare pada balita, dimana
nilai p (0,003) < (0.05).
Diposkan oleh agustina harianti di 20.12
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Posting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
MENGENAI SAYA
agustina harianti
Nama Agustina Harianti, Saya sangat suka Membaca (Khususnya Novel) saat ini saya
berada di Ungaran Semarang Dalam Rangka Menuntut ilmu menyelesaikan program studi
D4 Bidan Pendidik. Saya Alumni dari universitas tercinta saya Nlahdlatul Wathan D3
Kebidanan NTB.
Lihat profil lengkapku

ARSIP BLOG o

2015 (11)
o JANUARI (6)
CONTOH Karya
Tulis Ilmiah (KTI)
MINI
"HUBUNGAN
STA...
PROPOSAL
HUBUNGAN
PENGETAHUAN
IBU TENTANG
GIZI DEN...
MAKALAH
PSIKOLOGI
GANGGUAN
MENSTRUASI
PADA Nn.T...
FALSAFAH
KEBIDANAN
(Contoh Kasus)
PRAKTIK
KERJA
LAPANGAN
(PKL) ASKEB
Cooperative
Learning
o April (5)

Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.


ya alumni mahasiswa mahasiswi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Palembang Jurusan Keperawatan di GARUT Angkatan Ke-6 Tahun Ajaran
KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN UMUR DAN STATUS IMUNISASI TERHADAP


KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 0-5 TAHUN
DI PUSKESMAS SUKAMULYA KECAMATAN SUKARESMI
TAHUN 2016

Karya Tulis Ilmiah ini Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


Kenaikan Pangkat Golongan IV/a

Oleh :
Osep mulyadi S.Kep.,Ners
NIP: 197002051995031002

PUSKESMAS SUKAMULYA KECAMATAN SUKARESMI


KABUPATEN GARUT
TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN UMUR DAN STATUS IMUNISASI TERHADAP


KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 0-5 TAHUN
DI PUSKESMAS SUKAMULYA KECAMATAN SUKARESMI
TAHUN 2016

Oleh :

Osep mulyadi S.Kep.,Ners


NIP: 197002051995031002

PUSKESMAS SUKAMULYA KECAMATAN SUKARESMI


KABUPATEN GARUT
TAHUN 2016
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH BERJUDUL HUBUNGAN UMUR DAN STATUS IMUNISASI TERHADAP
KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 0-5 TAHUN DI PUSKESMAS SUKAMULYA KOTA GARUT
TAHUN 2016 INI TELAH DISETUJUI, DAN DIPERIKSA OLEH KEPALA UPTD PUSKESMAS
SUKAMULYA KECAMATAN SUKARESMI KABUPATEN GARUT

GARUT, PEBRUARI 2016

MENYETUJUI
Kepala UPTD Puskesmas Sukamulya

H.ATIK RAHMAT S.Sos., M.Kes


NIP. 1967101011988031004

PUSKESMAS SUKAMULYA KECAMATAN SUKARESMI

KABUPATEN GARUT 2016


KARYA TULIS ILMIAH, PEBRUARI 2016

OSEP MULYADI

Hubungan Umur dan Status Imunisasi terhadap Kejadian ISPA Pada Balita di Puskesmas
Sukamulya Kota GARUT Tahun 2016

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Negara berkembang masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat, terutama pada balita.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adakah hubungan umur dan imunisasi terhadap
kejadian ISPA pada balita dipuskesmas Sukamulya Kota GARUT.
Penelitian ini bersifat dekriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Data yang
digunakan data primer kemudian diolah dengan analisa data bivariabel dengan uji statistik Chi Square.
Setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa responden yang memepunyai balita umur 0 -
< 2 tahun 33 balita yang terdiri dari 25 balita (78,8%) ISPA dan 8 balita (24,2%) tidak ISPA, sedangkan
responden yang mempunyai anak balita 2 5 tahun sebanyak 22 balita yang terdiri dari 12 balita
(54,5%) ISPA dan 10 balita (45,5%) tidak ISPA, sedangakan responden yang mempunyai balita dengan
status imunisasi lengkap sebanyak 36 balita yang terdiri dari 22 balita (61,1%) mengalami ISPA dan 14
balita (38,9%) tidak menderita ISPA sedangkan responden yang mempunyai anak balita dengan ststus
imunisasi tidak lengkap sebanyak 19 balita yang terdiri dari 15 balita (78,9%) mengalami ISPA dan 4
balita (21,1%) tidak mengalami ISPA.
Setelah dilakukan uji statistik Chi Square diketahui bahwa dari 2 variabel (umur dan status
imunisasi) yang diteliti tidak ada variabel yang bermakna terhadap terjadinya penyakit ISPA
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat-Nya jualah sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Hubungan Umur dan Status
Imunisasi Terhadap Kejadian ISPA pada Balita 0-5 Tahun di Puskesmas Sukamulya Kota
GARUT Tahun 2016 sebagai syarat untuk melakukan penelitian.

Dalam penulisan proposal karya tulis ilmiah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penulisan maupun materi. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun guna penyempurnaan dimasa
yang akan datang. Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, saran dan data-data baik secara tertulis maupun secara lisan, maka pada kesampatan ini
penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Kedua Orang tua dan Saudara-saudara ku yang selalu memberikan dorongan dan semangat dalam
penyelesaiaan Karya Tulis ILmiah ini
2. H. ATIK RAHMAT S.Sos., M.Kes Kepala UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Sukaresmi Kab

Garut.
3. H. Agus Hidayat SKM selaku Kepala tata Usaha UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Sukaresmi
Kab Garut.
4. Asep Aryandi selaku Koordinator P2P UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Sukaresmi Kab Garut
5. Seluruh staf UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Sukaresmi Kab Garut
Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua Amin.

GARUT, JANUARI 2016

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................
HALAMAN JUDUL.................................................................................................
ABSTRAK................................................................................................................ `
LEMBAR PERSEMBAHAN..................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN.....................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFAR ISI...............................................................................................................
DAFTAR TABEL.....................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Pertanyaan Penelitian..................................................................................
D. Tujuan Penelitian.........................................................................................
a. Tujuan Umum.........................................................................................
b. Tujuan Khusus........................................................................................
E. Manfaat Penelitian.......................................................................................
1. Manfaat Bagi Dinas Kesehatan Kota GARUT..................................
2. Manfaat Bagi Puskesmas........................................................................
3. Manfaat bagi institusi...............................................................................
F. Ruang Lingkup penelitian.............................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. ISPA
1. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA )..................................
2. Etiologi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA )..............................................
3. Klasipikasi ISPA....................................................................................
4. Cara Penularan ISPA..............................................................................
5. Tanda Dan Gejala Klinis ISPA................................................................
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ISPA..............................................
B. Defenisi Umur.............................................................................................
C. Defenisi Balita.............................................................................................
D. Konsep Imunisasi.......................................................................................
1. Pengertian...............................................................................................
2. Tujuan di Berikan Imunisasi.....................................................................
3. Macam-macam Imunisasi........................................................................
4. Cara Pemberian Imunisasi.......................................................................
5. Jenis Imunisasi yang Dianjurkan Pemerintah.............................................

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep.....................................................................................
B. Definisi Operasional...................................................................................
1.Variabel Independen...............................................................................
2.Variabel Devenden.................................................................................
C. Hipotesis ..................................................................................................

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian........................................................................................
B. Populasi dan Sampel..................................................................................
1. Populasi Penelitian..................................................................................
2. Sampel Penelitian...................................................................................
3. Kriteria Subyek Penelitian......................................................................
4. Tempat Penelitian...................................................................................
C. Etika Penelitian Pengumpulan Data.............................................................
1. Sumber Data.........................................................................................
a. Data Primer.......................................................................................
b.Data Sekunder....................................................................................
2. Tehnik Pengumpulan Data......................................................................
3. Instrumen Pengumpulan Data.................................................................
D. Pengolahan Data........................................................................................
1.Editing....................................................................................................
2.Coding...................................................................................................
3.Processing/Entry.....................................................................................
4.Cleaning.................................................................................................
E. Analisis Data..............................................................................................
1. Tehnik Univariat.....................................................................................
2. Tehnik Bivariat.......................................................................................

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................................


B. Analisa Univariat........................................................................................
C. Analisa Bivariat..........................................................................................

BAB VI PEMBAHASAN

A. Terjadinya Penyakit ISPA di Puskesmas Sukamulya


Kota GARUT Tahun 2016.................................................................
B. Hubungan Umur Responden Terhadap Kejadian ISPA...............................
C. Hubungan Status Imunisasi Responden Terhadap Kejadian ISPA................

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
B. Saran ...........

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Penderita Berdasarkan penyakit


di Puskesmas Kota GARUT Tahun 2014 dan 2015............................. 4

Tabel 1.2 Distribusi Jumlah Balita dan Penderita ISPA Berdasarkan


Puskesmas Kota GARUT Tahun 2014 dan 2015.................................. 5

Tabel 1.3 Distribusi Frekuensi Balita dan ISPA Berdasarkan


Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamulya
Kota GARUT Januari-Maret Tahun 2016............................................. 5

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Umur Pada Responden Di Puskesmas


SUKAMULYA Kota GARUT Tahun 2016..........................................

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Status Imunisasi Pada Responden Di Puskesmas Sukamulya Kota
GARUT Tahun 2016

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Status ISPA Pada Responden Di Puskesmas


Sukamulya Kota GARUT Tahun 2016..........................................

Tabel 5.4 Hubungan Umur Responden Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Usia 0-5 Tahun Di Puskesmas Sukamulya Kota GARUT
Tahun 2016................................................................................................

Tabel 5.5 Hubungan Status Imunisasi Balita Dengan Kejadian ISPA


Pada Balita Usia 0-5 Tahun Di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT Tahun 2016
DAFTAR GAMBAR

3.1 Kerangka Konsep................................................................................................. 26


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan dibidang kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional yang ditata
dalam Sistem Kesehatan Nasional diarahkan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dan
produktif sebagai perwujudtan dari kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam pembukaan
undang-undang dasar 1945 dan undang-undang nomor 36 tahun 2015 tentang kesehatan. Untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap penduduk, pelayanan kesehatan harus
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dalam pelayanan kesehatan perorangan, pelayanan
kesehatan keluaraga maupun pelayanan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2006).
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti
membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang
terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan
ibu meneteki serta anak bawah lima tahun (Rasmaliah, 2014).
Sebagai upaya mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2016, pemerintah telah menyusun berbagai
program pembangunan dalam bidang kesehatan antara lain kegiatan Pemberantasan Penyakit
Menular (P2M) baik yang bersifat promotif preventif, kuratif dan rehabilatif di semua aspek lingkungan
kegiatan pelayanan kesehatan (WHO, 2003).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian yang paling
banyak terjadi pada anak di negara sedang berkembang. Infeksi Saluran Pernapasan Akut ini
menyebabkan 4 dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap
tahunnya sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (WHO, 2003).
Penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan
sampai pada masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic
obstructive pulmonary disease (WHO, 2003). Infeksi saluran Pernapasan Atas (ISPA) dapat

menyebapkan demam, batuk, pilek dan sakit tenggorokan (Bidulh, 2002).


Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran
pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik
dinegara berkembang maupun dinegara maju (WHO, 2003 ).
Di Indonesia terjadi lima kasus diantara 1000 bayi atau Balita, ISPA mengakibatkan 150.000
bayi atau Balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban perbulan atau 416 kasus perhari, atau 17
anak perjam atau seorang bayi tiap lima menit (Siswono, 2007).
Faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab penyakit ISPA yaitu antara lain: Umur, Jenis
Kelamin, Keadaan Gizi, Kekebalan, Lingkungan, Imunisasi Yang Tidak Lengkap dan Pemberian Asi
Ekslusif yang tidak sesuai (Depkes, 2002).
Kurangnya pengetahuan ibu tentang Imunisasi pertusis menyebapkan banyaknya balita
terkena ISPA, Imunisasi pertusis yakni imunisasi yang diberikan agar balita tidak rentan terkena Infeksi
Saluran Pernapasan. Diperkirakan kasus pertusis sejumlah 51 juta dengan kematian lebih dari 600.000
orang, namun hanya 1,1 juta penderita dilaporkan dari 163 negara dalam tahun 1983. Hampir 80 %
anak- anak yang tidak di imunisasi menderita sakit pertusis sebelum umur 5 tahun. Kematian karena
pertusis, 50 % terjadi pada bayi (umur < 1 tahun).
Anak berumur di bawah 2 tahun mempunyai risiko terserang Infeksi Saluran Pernafasan Akut
lebih besar dari pada anak di atas 2 tahun sampai 5 tahun, keadaan ini karena pada anak di bawah
umur 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya relatif sempit (Daulay, 2014).
Di sumatera Selatan Khususnya Di Kota Palembang jumlah penderita ISPA di seluruh
puskesmas kota palembang mencapai 8.999 penderita. Masyarakat yang terkena penyakit ISPA
banyak terjadi pada balita dan anak2
(Noerdin, 2006)
Begitu juga dengan kasus ISPA di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota GARUT dari sepuluh
penyakit terbesar di Kota GARUT, penyakit ISPA selalu menduduki peringkat teratas setiap tahunnya
Tabel 1.1
Distribusi Frekuensi Jumlah Penderita Berdasarkan Penyakit
di Puskesmas Kota GARUT Tahun 2014 dan 2015

Tahun 2014 Tahun 2015


No Penyakit Jumlah % Jumlah %
penderita Penderita
1 Infeksi Saluran pernapasan atas 16.187 30,09 15.245 27,41
2 Hipertensi 6.504 12,09 8.292 14,91
3 Sistem Otot&jaringan Pengikat 5.936 11,03 6.873 12,35

4 Diare( Termasuk Tersangka 5.541 10,30 5.232 9,41


Kolera)
5 Tonsilitis 4.199 7,81 4.673 8,40
6 Penyakit Kulit alergi 3.568 6,63 3.591 6,45
7 Infeksi Penyakit Usus Lainnya 3.183 5,92 4.384 7,88

8 Peny. Pulpa& Jaringan Periapikal 3.079 5,72 1.796 3,22


9 Ginggivitis& Penyakit Prodental 2.831 5,26 2.690 4,83
10 Malaria Tanpa pemeriksaan Lab 2.770 5,15 2.833 5,09
Total 53.798 100,00 55.603 100,00

Sumber : Laporan Dinkes Kota GARUT.

Tabel di atas menunjukan bahwa penyakit terbanyak yang diderita oleh penduduk di kota GARUT
tahun 2014 dan 2015 di dominasi oleh Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan persentase
30,09 % pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 yakni 27,41 % .

Tabel 1.2
Distribusi Frekuensi Jumlah Balita dan Penderita ISPA
Berdasarkan Puskesmas Kota GARUT
tahun 2014 dan 2015

Tahun 2014 Tahun 2015


Puskesmas Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
% %
Balita Penderita Balita Penderita
Taba 2950 2286 30 2173 1427 23,89
Sp. Periuk 3536 1500 19,66 2547 1491 24,96
Megang 4051 1078 14,14 2900 1125 18,83
Perumnas 4323 1342 17,61 3435 1104 18,48
Sidorejo 2408 713 9,35 1898 365 6,11
Citra Medika 3920 325 4,26 2547 430 7,19
Petanang 1864 52 0,68 1494 26 0,43
Sb.Waras 1866 24 0,31 1163 5 0,08
JUMLAH 24918 7620 100 18157 5973 100
Sumber : Dinkes Kota GARUT 2015.

Tabel 1.3
Distribusi Frekuensi Balita dan ISPA Berdasarkan Kelurahan
Diwilayah Kerja Puskesmas Sukamulya Kota GARUT
Januari-Maret Tahun 2016

Kunjungan Balita
N Januari Februari Maret
Kelurahan
o Berkunjun ISP % Berkunjun ISP % Berkunjun ISP %
g A g A g A
1 Taba Pingin 23 19 19.3 33 20 20.2 25 22 20.7
8 0 5
2 Moneng 2 1 1.02 3 2 2.02 1 0 0
Sepati
3 Marga 25 16 16.3 29 19 19.1 30 20 18.8
Rahayu 2 9 6
4 Marga Mulya 44 34 34.6 34 23 23.2 30 17 16.0
9 3 3
5 Tanah Periuk 7 19 19.3 15 26 26.2 27 24 22.6
8 6 4
6 SUKAMULY 67 34 34.6 70 29 29.2 52 35 33.0
A 9 9 1
7 Siring Agung 7 4 4.08 5 5 5.05 6 6 5,66
8 Karang 4 1 1.02 2 3 3.03 2 1 0,94
KEtuan
9 Eka Marga 5 4 4.08 2 1 1.01 4 2 1,88
Jumlah 184 98 100 193 99 100 177 106 100

Dari tabel 1.3 dapat dilihat tingginya pengunjung balita yang menderita ISPA di puskesmas
SUKAMULYA ini, banyak hal yang telah dilakukan untuk mungurangi jumlah penderita ISPA, baik dari
penyuluhan ISPA, ASI ekslusif dan Pemberian Imunisasi, namun hal tersebut belum juga membuahkan
hasil terbukti masih tinginya penderita ISPA dari januari - maret 2016 pada Balita yakni 54,69 %
(Dinkes Kota GARUT, 2016).
Salah satu upaya peningkatan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif adalah program
Imunisasi yang terdekat dengan masyarakat. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan imunisasi
telah tersedia dimasyarakat, tetapi tidak semua balita dibawah untuk mendapatkan imunisasi (Ikhsan,
2006).
Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Umur
Dan Satatus Imunisasi Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita 0-5 Tahun Di Puskesmas SUKAMULYA
Kota Lubuk Linggau Tahun 2016

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas di dapatkan bahwa ISPA pada balita di Pukesmas SUKAMULYA mengalami
kenaikan dari 19,66% menjadi 24,96% sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang Adakah
Hubungan Umur Dan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada balita usia 0-5 tahun di Puskesmas
SUKAMULYA Kota GARUT Tahun 2016.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah distribusi frekuensi ISPA pada balita di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT Tahun
2016 ?
2. Bagaimanakah distribusi frekuensi umur pada balita di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT Tahun
2016 ?
3. Bagaimanakah distribusi frekuensi satus imunisasi pada balita di Puskesmas SUKAMULYA Kota
GARUT Tahun 2016 ?
4. Adakah Hubungan Umur Terhadap Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas SUKAMULYA Tahun
2016 ?
5. Adakah Hubungan Status Imunisasi Terhadap Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas
SUKAMULYAKota GARUT Tahun 2016 ?

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Hubungan Umur Dan Sataus Imunisasi Terhadap Kejadian ISPA pada Balita
di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT Tahun 2016.
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi ISPA pada balita di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT
Tahun 2016.
b. Untuk mengetahui distribusi umur pada balita di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT Tahun 2016.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi satatus imunisasi pada balita di Puskesmas SUKAMULYA Kota
GARUT Tahun 2016.
d. Untuk mengetahui hubungan umur pada balita terhadap kejadian ISPA di Puskesmas
SUKAMULYAKota GARUT Tahun 2016.
e. Untuk mengetahui hubungan status imunisasi terhadap kejadian ISPA di Puskesmas
SUKAMULYAKota GARUT Tahun 2016.

E. Manfaat Penelitian.
1. Bagi Kepala Dinas Kesehatan Kota GARUT

Sebagai acuan dalam merencanakan, mengevaluasi dan menentukan kebijakan program


Pemberantasan Penyakit Menular sebagai pembanding untuk penelitian yang akan datang.
2. Bagi Pimpinan Puskesmas SUKAMULYA
Hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sabagai bahan pertimbangan dalam rangka
meningkatkan program kesehatan terutama yang berhubungan dengan penyakit ISPA yang ada di
puskesmas SUKAMULYA
3. Bagi Ketua Jurusan Keperawatan GARUT

Memberikan sumbangan pemikiran bagi Politeknik Kesehatan Palembang Program Studi


Keperawatan GARUT.

F. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif Analitik dengan pendekatan Cross Sectional.
Data primer didapatkan dengan melakukan wawancara pada responden yang merupakan ibu-ibu yang
memiliki balita usia 0-5 tahun, yang datang berkunjung kepuskesmas, data sekunder didapatkan dari
Dinas Kesehatan Kota GARUT dan Puskesmas SUKAMULYA.
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan umur dan status imunisasi terhadap kejadian ISPA
pada balita usia 0-5 tahun di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT Tahun 2016, dan akan dilakukan
pada bulan JANUARI sampai dengan PEBRUARI 2016.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ISPA
1. Definisi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang

salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (WHO,
2003).
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan
tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3
sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak
3 sampai 6 kali setahun (Depkes RI, 2001).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang
saluran pernapasan bagian atas dan bawah (Erlien, 2014).
Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut seperti
dalam penjelasan berikut:
a) Infeksi adalah masuknya bibit kiman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang
biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b) Saluran pernapasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup
saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru),
dan organ adneksa saluran pernapasan.
c) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas ini diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA
proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Ditjen PPM & PLP Depkes RI, 2000).
2. Etiologi saluran pernapasan akut (ISPA)
Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA
antara lain adalah Genus Streptokokus, Stafilokkokus, Pnemokokus, Hemofillus,
Bordetella, danKoneabakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus (Erlien, 2014).
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan (ISPA) disebabkan oleh virus seperti virus sinsisial
pernafasan (VSP), virus parainfluenza, adenovirus, rhinovirus, dan koronavirus, koksaki virus A dan B
dan mikoplasma (Nelson, 2000).
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) juga bisa disebapkan karena faktor
kelelahan,daya tahan tubuh lemah, populasi udara, asap kendaraan dan pembakaran hutan setelah
pergantian musim (Hatta, 200).
3. Klasifikasi ISPA

Berdasarkan P2 ISPA Mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :


a) Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing)

pada saaat bernapas.


b) Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c) Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding
dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia (Erlien, 2014).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
a) Pneumonia berat : diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan sumur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau
lebih.
b) Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 5 klasifikasi penyakit yaitu :
a. Penomonia Sangat Berat: Bila di sertai batuk atau kesulitan bernapas
b. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak
menangis atau meronta).
c. Pneumonia : bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali

per menit atau lebih dan untuk usia 1-4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
d. Bukan pneumonia : batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak

ada napas cepat


e. Pnemonia persisten: Pnemonia tetap sakit walu sudah di obati selama 10-14 hari disertai penarikan
dinding dada frekuensi pernapasan yang tinggi (WHO, 2003).
4. Cara penularan ISPA

Penularan bibit penyakit ISPA dapat terjadi dari penderita penyakit ISPA dan carrier yang
disebut juga reservoir bibit penyakit yang ditularkan kepda orang lain melalui kontak langsung atau
melalui benda-benda yang telah tercemar bibit penyakit termasuk udara.
Penularan melalui udara di masudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan
penderita maupun dengan benda yang terkontaminasi dan tidak jarang penyakit yang sebagian ilmu
besar penularanya adalh karena menghisap udara yang mengandung penyebap atau mikroorganisme
tempat kuman berada (reservoir) (Iwansain, 2007).
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, cipratan bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya (Erlien, 2014).
5. Tanda dan gejala klinis ISPA

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan
gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih
berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin
meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih
rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak
menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam
kegagalan pernapasan (Rasmaliah, 2004).
Tanda-tanda bahaya ISPA dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris. Tanda-tanda klinis, yaitu
a) Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas
cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b) Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
c) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung,

kejang dan coma.


d) Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
a) Hypoxemia
b) Hypercapnia dan
c) Acydosis (metabolik dan atau respiratorik) (Rosmalia, 2004)

Tanda dan gejala berdasarkan derajat keparahan penyakit dapat dibagi tiga tingkat:
a. ISPA Ringan
Adapun tanda dan gejala ISPA ringan antara lain adalah:
1) Batuk
2) Pilek (keluar ingus dari hidung)
3) Serak (bersuara parau pada waktu menangis atau berbicara)
4) Demam (panas)
b. ISPA Sedang
Tanda dan gejala ISPA sedang antara lain:
1) Pernapasan yang cepat (lebih dari 50 x/menit)
2) Wheezing (napas menciut-ciut)

3) Panas 38oC atau lebih


4) Sakit telinga atau keluar cairan
5) Bercak-bercak menyerupai campak
c. ISPA Berat
Tanda dan gejala ISPA berat antara lain:
1) Chest indrawng (pernafasan dada kedalam)
2) Stridor (pernafasan ngorok)

3) Tidak mau makan


4) Sianosis (kulit kebiru-biruan)
5) Nafas cuping hidung
6) Kejang
7) Dehidrasi
8) Kesadaran menurun (Depkes RI, 2001)
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA

Terjadinya infeksi saluran pernafasan akut pada anak dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain :
a. Faktor agent atau disebut pula faktor penyebab penyakit dimana faktor ini yang menyebabkan
adanya penyakit.
b. Faktor host dalam hal ini manusia sebagai objek dari penyakit
c. Faktor lingkungan dimana lingkungan sebagai medianya (Noor, 2014).

Faktor-faktor yang menyebapkan kejadian ISPA pada anak menurut (Depkes, 2002)
adalah sebagai berikut:
a. Usia / Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernapasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak pada usia muda akan
lebih sering menderita ISPA dari pada usia yang lebih lanjut.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) banyak menyerang balita batasan 0-5 tahun,
sebagian besar kematian Balita di Indonesia karena ISPA. Balita merupakan faktor resiko yang
meningkatkan morbidibitas da mortalitas infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Khususnya pnemonia
karena pada usia balita daya tahan tubuh mereka belum terlalu kuat (Santoso, 2007).
b. Jenis kelamin
Meskipun cara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah
ini tidak terlalu di perhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukan perbedaan prevalensi
penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
c. Status Gizi
Setatus gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang
diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status
kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutriaen. Penelitian
status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada dayta antropometri serta biokimia dan
riwayat diit (Beck, 2000).
Dengan makanan bergizi, tubuh manusia tumbuh dan dipelihara. Semua organ tubuh dapat
berfungsi dengan baik. Bagian tubuh yang rusak diganti. Kulit dan rambut terus berganti, sel sel tubuh
terus bertumbuh. Sel-sel tubuh memasak dan mengolah zat makanan yang masak agar zat makanan
dapat dipakai untuk pekerjaan tubuh (Nadesul, 2001).
d. Status Imunisasi
Pemberian imunisasi adalah suatu cara dengan sengaja memberikan kekebalan terhadap
penyakit secara aktif sehingga anak dapat terhindar dari suatu penyakit. Oleh sebab itu anak yang tidak
mendapat imunisasi lengkap akan lebih berisiko terkena ISPA dibandingkan dengan anak yang
mendapat imunisasi lengkap (Nelson, 1992).
Tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), ibu hamil, wanita usia
subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3
dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis Campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur
meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar rneliputi 1 dosis DT, I dosis campak dan 2 dosis
TT (Dinkes, 2015).
e. Status Pemberian ASI Eksklusif
Kolostrum (dari bahasa latin colostrum) adalah susu yang dihasilkan oleh kelenjar susu

dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari setelah kelahiran bayi (Wikipedia, 2014).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi
berumur 0-6 bulan bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini (WHO, 2001).
Balita yang tidak diberi ASI juga berpotensi mengidap ISPA, bayi usia 0-11 bulan yang tidak
diberi ASI mempunyai resiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan Bayi yang
memperoleh ASI Ekslusif. Bayi yang tidak diberi ASI menyebapkan terjadinya defisiensi zat besi, ini
menjadikan resiko kematianya karena ISPA sangat besar dibandingkan bayi yang secara ekslusif
mendapatkan ASI dari si ibu, Bayi yang diberi ASI ekslusif dapat tumbuh lebih baik dan lebih jarang
sakit serta angka kematianya lebih renda dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Ini terjadi
karena pemberian ASI dapat meningkatkan reaksi Imonologis bayi, hampir 90 % kematian bayi dan
balita terjadi di negara berkembang dan jumlah itu sekitar 4 % lebih kematian disebapkan oleh ISPA
(Kartasasmita, 2003).
f. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap kejadian penyakit termasuk ISPA. Keadaan
lingkungan yang kotor khususnya perumahan yang kotor dan padat dapat akan memudahkan
terjangkitnya berbagai penyakit, pembuangan air limbah, sampah dan kotoran yang tidak teraratur
dengan baik menyebapkan sampah dan kotoran terkumpul disekitar rumah.

B. Definisi Umur

. Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan
suatu benda ataumakhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima
belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (http://id.wikipedia.org/wiki/Umur).
Anak berumur di bawah 2 tahun mempunyai resiko terserang Infeksi Saluran Pernafasan Akut
lebih besar dari pada anak di atas 2 tahun sampai 5 tahun, keadaan ini karena pada anak di bawah
umur 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya relatif sempit (Daulay, 2014).

B. Definisi Balita

Balita adalah bayi yang berumur di bawah 5 tahun atau masih kecil yang perlu tempat
bergantung pada orang dewasa yang mempunyai kekuatan untuk mandiri dengan usaha anak balita
yang tumbuh ( Soetjeningsih, 2003).
Balita yaitu anak yang berusia di bawah 5 tahun merupakan generasi yang perlu mendapat
perhatian, karena balita merupakan generasi penerus dan modal dasar untuk kelangsungan hidup
bangsa, balita amat peka terhadap penyakit, tingkat kematian balita masih tinggi (Arisman, 2004) .
Balita diharapkan tumbuh dan berkembang dalam keadaan sehat jasmani, sosial dan bukan
hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Masalah kesehatan balita merupakan masalah nasional,
menginggat angka kesakitan dan angka kematian pada balita masih cukup tinggi. Angka kesakitan
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya karena penyebab utamanya berhubungan dengan faktor
lingkungan antara lain; asap dapur, penyakit infeksi dan pelayanan kesehatan (Arisman, 2004).
Salah satu faktor penyebab kematian maupun yang berperan dalam proses tumbuh kembang
balita yaitu ISPA, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Untuk itu kegiatan yang dilakukan
terhadap balita antara pemeriksaan perkembangan dan pertumbuhan fisiknya, pemeriksaan
perkembangan kecerdasan, pemeriksaan penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan
kesehatan pada orang tua (Lamusa, 2006).
C. Konsep Imunisasi

1. Pengertian
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi adalah pemberian
kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh
tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang (Fuath, 2014).
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya
bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap
suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga
untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Depkes RI, 2004).
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
merekah masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya.
Imunisasi tidak cukup hanya1 kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap
berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak (Fuath, 2014).
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya
bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap
suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga
untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Depkes RI, 2004).
Infeksi ISPA adalah salah satu jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit
yang tergolong ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri, batuk rejan dan campak(

Depkes RI, 2004).


2. Tujuan diberikan imunisasi
a. Untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
menyebapkan kematian pada penderitanya.
b. Mencega terjadinya penyakit
c. Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi
3. Macam-macam imunisasi
a. Imunisasi pasif, kekebalan yang di peroleh dari luar tubuh bukan oleh individu itu sendiri misalnya bayi
yang di peroleh dari ibu.
b. Imunisasi aktif
Dimana kekebalan harus di dapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang mudah di kalahkan oleh
kekebalan tubuh biasa. Guna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah
maupun yang kuat.
4. Cara pemberian imunisasi
Cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab
penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum/telan. Setelah bibit penyakit
masuk kedalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut dengan
membentuk antibodi.
5. Jenis imunisasi yang dianjurkan oleh pemerintah
Pada anak dibawah umur 1 tahun yang harus dilakukan yakni :

a. BCG (Bacillus Colmtte Guerin)

Imunisasi BCG dilakukan sekali debelum anak berumur 2 bulan. Vaksin disuntikan secara intrakutan
pada lengan atas sebanyak 0,05 ml.
b. DPT (Dipteri Pertusis Tetanus)
Vaksi DPT biasanya terdapat dalam bentuk suntikan yang disuntikan pada otot lengan dan paha.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak tiga kali yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT 1), 3 bulan
(DPT 2) dan 4 bulan (DPT 3), selang waktu tidak kurang dari 4 minggu.
c. Polio
Imunisasi polio diberikan 4 kali pada balita usia 0-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu.
d. Campak
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada balita usia 9-11 bulan karena masih ada anti bodi yang
diperoleh dari.Vaksin disuntikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml.

e. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B harus diberikan sedini mungkin setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HbsAg
negatif harus diberikan saat hamil berumur 2 bulan.Imunisasi dasar di berikan 3 kali dengan selang
waktu 1 bulan antara HB1 dengan HB2 serta selang waktu 5 bulan antara HB2 dan HB3
(http://www.imunisasi.com).

F. Krangka Teori
Faktor Lingkungan

(Depkes RI, 2002)

BAB III
KERANGKA KONSEP DEFINISI OPERASIONAL,
HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada penelitian yang dirumuskan dari fakta-
fakta, observasi dan tinjauan pustaka. Kerangka konsep memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang
akan di jadikan dasar dan pijakan untuk melakukan penelitian, uraianyaa menjelaskan hubungan dan
keterkaitan antara variabel penelitian (Saryono, 2014).
ISPA dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kadaan gizi, kekebalan, lingkungan, imunisasi dan
pemberian ASI Ekslusif (Depkes, 2002). Kerangka Konsep ini terdiri Variabel Dependen dan
Independen dimana Variabel Dependennya Kejadian ISPA dan variabel Independenya Umur dan
Status Imunisasi.
Gambar 3.1
Kerangka konsep

Umur

Variabel Independen Variabel Dependen

rangka konsep : Hubungan umur dan imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas SUKAMULYA Kota
GARUT Tahun 2016 (Depkes, 2002).
B. Definisi Operasional
1. Variabel Independen

No Variabel Definisi Cara ukur Alat Hasil ukur Skala


ukur
1. Umur Usia Seseorang Wawancara Koesioner 1. 0 - < 2 tahun Ordinal
(Responden)dari 2. 2 tahun 5
lahir sampai tahun (Daulay,
sekarang 2014 ).

2. Status Imunisasi dasar Observasi KMS 1. Lengkap, Bila Ordinal


imunisasi lengkap pada mendapatkan
bayi meliputi: 1 Imunisasi sesuai
dosis BCG, 3 Umur
dosis DPT, 4 2. Tidak, lengkap
dosis Polio, 4 jika tidak
dosis Hepatitis B, mendapatkan
1 dosis Campak imunisasi sesuai
( Dinkes, 2014). umur
(Hernawati,2014).
.
2. Variabel Dependen

No. Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

1. ISPA ISPA adalah Wawancara Kuesioner 1.Ya, bila anak Ordinal


penyakit infeksi mengalami
yang menyerang ISPA
salah satu bagian 6 bulan
atau lebih dari terakhir
salah satu saluran 2. Tidak, bila
pernafasan(Erlien, anak tidak
2014). mengalami
ISPA
selama 6
bulan
terakhir

C. Hipotesis
Hipotesis ini menyatakan bahwa adanya suatu hubungan, pengaruh dan perbedaan antara dua
atau lebih variabel (Nursalam, 2015).
1. Tidak ada hubungan umur balita terhadap kejadian ISPA di Puskesmas SUKAMULYA KotaGARUT
Tahun 2016.
2. Tidak Hubungan Status imunisasi pada balita terhadap kejadian ISPA di Puskesmas
SUKAMULYAKota GARUT Tahun 2016.

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif Analitik dengan pendekatan Cross
Sectionaldimana peneliti mengukur variabel dalam satu sampel populasi yang mewakili populasi

penelitian dilaksanakan, artinya tiap subjek penelitian hanya di wawancarai sekali saja dan pengukuran
dilakukan terhadap status variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2005).

B. Populasi Dan Sampel


1. Populasi penelitian
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Saryono, 2014). Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam,
2015). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai balita (0-5
tahun) yang datang berkunjung ke Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT dari bulan januari maret
2016 yang berjumlah 554 Balita.

2. Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi (Saryono, 2014).
Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti
( Nursalam, 2015).
Dalam penelitian ini untuk mengambil sampel digunakan cara Acedental Sampling yaitu sampel

di ambil secara acak dari seluruh ibu yang memiliki anak balita yang datang kepuskesmas
SUKAMULYA.
Didalam penelitian ini untuk membatasi jumlah sampel dimana populasi yang di gunakan untuk
menentukan jumlah sampel maka peneliti menggunakan rumus (Arikunto, 2002) yaitu apabila
populasinya besar dari 100 dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% untuk sampel kontrol, maka
dalam hal ini peneliti menggunakan persentase 10% dengan menggunakan rumus :

n = xN

n = x 554

n = 55,4

n = 55 sampel
Jadi sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 55 responden

3. Kriteria Subyek Penelitian


Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 55 orang dengan kriteria sampel :
a. Ibu-ibu yang mempunyai Balita usia 05 tahun yang berkunjung Kepuskesmas SUKAMULYA.
b. Bisa membaca dan menulis.
c. Apabila responden tidak dapat membaca dan menulis, maka kuesioner akan dibacakan dan di check
list oleh peneliti.
d. Bersedia menjadi responden.

C. Tempat Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT tahun 2016.

D. Etika Penelitian Pengumpulan Data

1. Sumber data
a. Data Primer
Data yang dikumpulkan oleh peneliti dengan melakukan wawancara langsung pada
responden.dengan menggunakan pertanyaan

b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya, misalnya ; Catatan riwayat
kesehatan pasien atau medical record, data dari badan kesehatan setempat (Wahit, 2005).

2. Teknik pengumpulan data


Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara pada responden yang merupakan ibu
dari balita yang berkunjung ke Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT dan data sekunder didapatkan
dari Profil Dinas Kesehatan Kota dan dari data Tahunan Puskesmas SUKAMULYA
3. Instrumen pengumpulan data
Instrumen riset harus memperlihatkan beberapa atribut tertentu, yang memastikan kita bahwa
instrumen itu memberikan pengukuran yang dapat diandalkan terhadap variabel yang diteliti. Atribut
yang paling penting adalah Validitas, Reliabilitas, dan Ketergunaan (Dempsey, 2002).
Dengan demikian instrumen yang digunakan peneliti berupa :
Kuesioner dan KMS

E. Pengolahan Data
1. Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang
di kuesioner sudah Lengkap, Jelas, Relevan, dan Konsisten.
2. Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan untuk
mempermudah pada saat analisis dan mempercepat pada saat entry data.
3. Processing/Entry
Merupakan kegiatan memproses data agar data yang sudah dimasukkan dapat dianalisis.
4. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau
tidak.Kesalahan mungkin terjadi pada saat meng-entry ke komputer (Hastono, 2006).

F. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan teknik :


1. Teknik Univariat
Analisa dengan menggunakan tabel distribusi dari tiap-tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Teknik
analisa data yang digunakan adalah teknik perhitungan persentase sebagai berikut :
a. Menghitung semua hasil dari kuesioner terhadap setiap alternatif jawaban.
b. Menjumlahkan hasil dari kuesioner pada setiap alternatif jawaban.

Dengan menggunakan rumus :

Keterangan :
P : Jumlah persentase yang dicari
F : Frekuensi jawaban yang benar
N : Jumlah pertanyaan
Setelah diperoleh hasil, kemudian disajikan dalam bentuk tabel untuk melihat hubungan variabel
(Arikunto, 2004).
2. Teknik Bivariat
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel indevendent dan variabel
devendent yang di sajikan dalam bentuk tabel yang di analisa dengan uji statistik Chi-Square.
Pengambilan keputusan Statistik dilakukan dengan membandingkan nilai P Value dengan nilai 0,05
dengan ketentuan bila P Value nilai 0,05 maka ada hubungan bermakna (Signifikan) antara variabel
Indevenden dan Devenden sedangkan bila P Value nilai 0,05 maka tidak ada hubungan
bermaknan (Siknifikan) antara Variabel Indevenden dan Variabel Devenden.
Rumus yang digunakan dalam uji Chi Square adalah :

(Hastono, 2006)

BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Gambaran Geografis
Puskesmas SUKAMULYA terletak di Kelurahan SUKAMULYA Kecamatan GARUT Selatan II,
Puskesmas ini terletak di pingir jalan Lintas Sumatera, berada di persimpangan jalan yang menuju ke
Kecamatan Tugumulyo dan Kecamatan Muara Beliti Kabupaten Musi Rawas, dengan letak yang
sangat strategis ini Puskesmas SUKAMULYA mudah dijangkau oleh masyarakat.
Puskesmas SUKAMULYA dahulunya adalah sebuah balai pengobatan, kemudian meningkat
statusnya menjadi puskesmas pembantu dari puskesmas Muara Beliti Kabupaten Musi Rawas,
kemudian pada tahun 1994 statusnya meningkat lagi menjadi Puskesmas Induk sampai dengan
sekarang. Pada tahun 2006 puskesmas SUKAMULYA berkembang lagi menjadi Puskesmas
Perawatan yang mempunyai pelayanan unit gawat darurat 24 jam dan rawat inap. Saat ini Puskesmas
SUKAMULYA didukung oleh 2 (dua) Puskesmas Pembantu dan 4 (empat) polindes.
2. Batas-Batas Wilayah Puskesmas SUKAMULYA
Sebelah Barat berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Citra Medika

30

Sebelah Timur berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Muara Beliti

Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Sumber Waras


Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tugumulyo dan Muara Beliti
3. Visi, Misi dan Motto
a. Visi
Menjadikan Puskesmas SUKAMULYA sebagai puskesmas dengan kualitas pelayanan yang
komprehensif dan prima serta didukung oleh tenaga yang profesional.
b. Misi
1) Memberikan pelayanan dengan sistem 5 S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan dan Santun).
2) Memberikan pelayanan yang cepat dan rasional.
3) Mengalang kerjasama antar lintas sektoral.
4) Pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.
c. Motto
Kesembuhan anda adalah tekad dan kepuasan kami.
4. Kependudukan
Wilayah kerja Puskesmas SUKAMULYA yang terletak di Kecamatan GARUT Selatan II dengan
jumlah penduduk sebanyak jiwa.
5. Sarana dan Prasarana
Puskesmas SUKAMULYA memiliki beberapa ruangan yang menunjang program-program yaitu:

a. Ruang Pendafataran Umum i. Ruang Sanitasi


b. Ruang Pendafataran Askes j. Ruang KIA/KB
c. Ruang Dokter k. Ruang Gizi
d. Ruang Poli Umum l. Ruang Gudang Obat
e. Ruang Poli Gigi m. Ruang Laboratorium
f. Ruang Apotek n. Ruang Unit Gawat Darurat
g. Ruang Kesehatan Keluarga o. Ruang Staf TU
h. Ruang Imunisasi

6. Program dan Kegiatan Puskesmas


Program Puskesmas merupakan wujud dari pelaksanaan fungsi puskesmas adapun program
Puskesmas SUKAMULYA meliputi:

a. Promosi Kesehatan g. UKJ ( Usaha Kesehatan Jiwa)


b. Kesehatan Lingkungan h. Posyandu Lansia (Lanjut Usia)
c. Kesehatan Ibu dan Anak, KB i. Imunisasi
d. Gizi dan Kulit
e. Memberantas penyakit menular
f. UKS dan UKBS

7. Kegiatan-Kegiatan Puskesmas SUKAMULYA


a. Kegiatan di luar gedung
1) Pusling
2) Posyandu
3) UKS / UKGS
4) Pengobatan Lansia
b. Kegiatan Unggulan Puskesmas
1) UKS
2) Desa Sehat
3) Posyandu
8. Tenaga Kerja
Puskesmas SUKAMULYA memiliki satu orang pemimpin dan dua dokter umum. Puskesmas
SUKAMULYA selalu menggadakan posyandu yang tersebar di sembilan Kelurahan wilayah kerja
Puskesmas SUKAMULYA Kecamatan GARUT Selatan II, dimana saat ini Puskesmas SUKAMULYA
didukung oleh 2 (dua) Puskesmas Pembantu dan 4 (empat) Polindes yang terdiri dari Pegwai Negeri
Sipil (PNS) dan Tenega Kerja Sukarela (TKS). Pegawai Puskesmas SUKAMULYA terdiri dari 65
pegawai yang tersebar di Puskesmas, Pustu dan Polindes.

B. Analisa Univariat

Analisa dengan menggunakan tabel distribusi dari tiap-tiap variabel (Notoatmodjo,


2005). Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik perhitungan persentase sebagai berikut :
a. Menghitung semua hasil dari kuesioner terhadap setiap alternatif jawaban.
b. Menjumlahkan hasil dari kuesioner pada setiap alternatif jawaban.
a. Umur
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Umur Pada Responden Di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT Tahun
2016

No Umur Frek %
1 0 - < 2 Tahun 33 60
2 2 - 5 Tahun 22 40
Jumlah 55 100.00

Dari tabel 5.1 diketahui dari 55 responden di dapatkan 33 responden (60,0%) umur 0-< 2
tahun dan 22 responden (40,0%) umur 2-5 tahun.
b. Satus Imunisasi

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Status Imunisasi Pada Responden Di Puskesmas SUKAMULYA Kota
GARUT Tahun 2016

No Status Imunisasi Frek %


1 Lengkap 36 65,5
2 Tidak Lengkap 19 34,5
Jumlah 55 100
Dari Tabel 5.2 diketahui dari 55 responden yang menderita ISPA diperoleh 36 balita (65,5 %)
memiliki status imunisasi lengkap dan 18 balita (32,7 %) memiliki status imunisasi tidak lengkap.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Status ISPA Pada Responden Di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT
Tahun 2016

No Status ISPA Frek %


1 ISPA 37 67,3
2 Tidak ISPA 18 32,7
Jumlah 55 100

Dari Tabel 5.2 diketahui dari 55 responden yang menderita ISPA diperoleh 37 balita (67,3%)

memiliki status ISPA dan 18 balita (32,7%) memiliki status ISPA.

C. Analisa Bivariat
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel indevendent dan variabel
devendent yang di sajikan dalam bentuk tabel yang di analisa dengan uji statistik Continuity Corection.
Statistik dilakukan dengan membandingkan nilai P Value dengan nilai 0,05 dengan ketentuan bila P
value nilai 0,05 maka ada hubungan bermakna (Signifikan) antara variabel Indevenden dan
Devenden sedangkan bila P Value nilai 0,05 maka tidak ada hubungan bermaknan (Siknifikan)
antara Variabel Indevenden dan Variabel Devenden.
a. Hubungan Umur Dengan Kejadian ISPA Pada Balita 0-5 Tahun

Tabel 5.4
Hubungan Umur Responden Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Usia 0-5 Tahun Di Puskesmas SUKAMULYA
Kota GARUT Tahun 2016

Status ISPA
Total
Umur ISPA Tidak Ispa P OR
N % N % N %
0 - < 2 Tahun 25 78,8 8 24,2 33 100
2 5 Tahun 12 54,5 10 45,5 22 100 0,177 2,604
Jumlah 37 67,3 18 32,7 55 100

Dari Tabel 5.6 memperlihatkan proporsi responden yang mempunyai anak balita 0 - < 2 tahun
33 balita yang terdiri dari 25 balita (78,8%) ISPA dan 8 balita (24,2%) tidak ISPA, sedangkan responden
yang mempunyai anak balita 2 5 tahun sebanyak 22 balita yang terdiri dari 12 balita (54,5%) ISPA
dan 10 balita (45,5%) tidak ISPA.
Setelah dilakukan uji stitistik yaitu Continuity Corection di dapatkan nilai P > dari (0,177 >
0,05), dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur
responden dengan terjadinya penyakit ISPA pada balita di puskesmas SUKAMULYA kotaGARUT
tahun 2016.
b. Hubungan Status Imunisasi Balita Dengan Kejadian ISPA
Tabel 5.5
Hubungan Status Imunisasi Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Usia 0-5 Tahun Di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT
Tahun 2016

Status ISPA
Status Total
ISPA Tidak Ispa P OR
Imunisasi
N % N % N %
Lengkap 22 61,1 14 38,9 36 100
Tidak 15 78,9 4 21,1 19 100
0,299 0,419
Lengkap 37 67,3 18 32,7 55 100
Jumlah

Dari tabel 5.7 memperlihatkan proporsi responden yang mempunyai balita dengan status
imunisasi lengkap sebanyak 36 balita yang terdiri dari 22 balita (61,1%) mengalami ISPA dan 14 balita
(38,9%) tidak menderita ISPA sedangkan responden yang mempunyai anak balita dengan ststus
iminisasi tidak lengkap sebanyak 19 balita yang terdiri dari 15 balita (78,9%) mengalami ISPA dan 4
balita (21,1%) tidak mengalami ISPA.
Setelah dilakukan uji stitistik yaitu Continuity Corection di dapatkan nilai P > dari (0,299 >
0,05), dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status
imunisasi responden dengan terjadinya penyakit ISPA pada balita di puskesmas
SUKAMULYA kotaGARUT tahun 2016.
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Terjadinya Penyakit ISPA di Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT Tahun 2016

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang
salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (WHO,
2003).
Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut seperti dalam
penjelasan berikut:
a. Infeksi adalah masuknya bibit kiman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang
biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernapasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup
saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru),
dan organ adneksa saluran pernapasan.
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas ini diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA
proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Ditjen PPM & PLP Depkes RI, 2000).
Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang mempunyai riwayat
penyakit ISPA sebanyak 37 balita (67,3%), sedangkan yang tidak mempunyai riwayat ISPA sebanyak
18 balita (32,7%).
Menurut peneliti, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa angka penderita ISPA di
puskesmas SUKAMULYA cukup tinggi, kalau di lihat cukup besar perbedaan proporsi antara anak
balita yang mempunyai riwayat penyakit ISPA dan yang tidak mempunyai riwayat penyakit ISPA, hal
ini disebabkan karena masyarakat kurang memahami cara pencegahan penyakit ISPA, berbagai upaya
telah dilakukan pihak puskesmas seperti penyuluhan kesehatan, namun dampak keberhasilanb belum
dirasakan, kelambatan keberhasilan upaya penyuluhan kesehatan ini dapat di pahami mengingat
sasaran dari penyuluhan kesehatan adalah prilaku manusia, hal ini didukung pula dengan ststus
ekonomi dan status pendidikan yang masih rendah pada umumnya, sehingga orang tua kurang
memperhatikan kondisi kesehatan anaknya.
Dalam kondisi seperti tersebut di atas, diperlakukanya penanganan yang benar-benar
profesional. Penanaganan secara khusus dan profesional akan lebih di rasakan apabilah masalah
kesehatan yang di hadapi di samping masalah teknis medis, menyangkut pula kehidupan masyarakat
yang luas yang banyak dipengaruhi faktor-faktor sosial lainya.
Perawat sebagai salah satu provider dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan ISPA di
lapangan, hendaknya terus mengingatkan keterampilanya di bidang penyuluhan kesehatan dalam
upaya menanggulangi ISPA.

B. Hubungan Umur Responden Dengan Terjadinya Penyakit ISPA


Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) banyak menyerang balita batasan 0-5 tahun,
Khususnya pnemonia karena pada usia balita daya tahan tubuh mereka belum terlalu kuat (Santoso,
2007).
Anak berusiah di bawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA lebih besar dari pada anak
yang lebih tua, keadaan ini mungkin karena pada anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum
sempurna dan lumen saluran nafasanya relatif sempit (Daulay, 2014).
Dari diagram 5.6 didapatkan bahwa balita yang berumur 0-5 tahun yang mempunyai riwayat
penyakit ISPA sebanyak 25 balita (75,8%) sedangkan balita yang berumur 2 5 tahun yang
mempunyai riwayat penyakit ISPA sebanyak 12 balita (54,5%).
Menurut peneliti, berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada proporsi secara
bermakna antara kelompok umur 0 - < 2 tahun dengan kelompok 2-5 tahun dengan terjadinya ISPA,
penelitian ini tidak terbukti bahwa

umur dapat berhubungan dengan terjadinya penyakit ISPA pada anak, khususnya anak balita, hal ini
tidak menjamin bahwa ank umur 0 - < 2 tahaun rentan terkena penyakit ISPA.

C. Bubungan Status Imunisasi Responden Dengan Terjadinya ISPA

Imunisasi adalh upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (Imunitas) pada bayi
sehingga terhindar dari penyakit. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa
pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak, pentingnya
pemberian imunisasi didasarkan pada latar belakang bahwa pada awal kehidupan anak belum
mempunyai kekebalan sendiri (humoral), dengan demikian , pada tahun pertama anak perlu
mendapat kekebalan yang didapat melalui pemberian imunisasi (Supartini, 2004).
Dalam penelitian ini status imunisasi di katagorikan menjadi dua katagori yaitu katagori
lengkap jika anak mendpat imunisasi sesuai dengan jadwal pemberian imunisasi, dan tergantung
dengan umur anak, tidak lengkap jika anak tidak mendapatkan imunisasi sesuai dengan jadwal
pemberian imunisasi, tergantung umur anak.
Dari diagram 5.7 memperlihatkan proporsi responden yang mempunyai anak balita dengan
status imunisasi lengkap sebanyak 36 balita yang terdiri 22 balita (61,1%) menderita ISPA dan 14
balita (38,9%) tidak ISPA, sedangkan responden dengan status imunisasi tidak lengkap sebanyak 19
yang terdiri dari 15 balita (78,9%) menderita ISPA dan 4 balita (21,1%) tidak ISPA.
Setelah dilakukan uji stitistik yaitu Continuity Corection di dapatkan nilai P > dari (0,299 >
0,05), dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status
imunisasi responden dengan terjadinya penyakit ISPA pada balita di puskesmas
SUKAMULYA kotaGARUT tahun 2016.
Menurut peneliti, berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan anak dengan status imunisasi
lengkap dengan status imunisasi tidak lengkap tidak ada hubungan secara bermakna, hal ini
disebapkan karena keadan status imunisasi tidak menjamin bagi balita untuk tidak terkena penyakit
ISPA, karena kejadian ISPA banyak faktor yang mempengaruhi seperti lingkungan, keadan ekonomi
keluarga dan pengetahuan keluarga

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini


1. Tidak ada hubungan antara umur anak balita terhadap terjadinya penyakit ISPA di puskemas
SUKAMULYA kota GARUT tahun 2016.
2. Tidak ada hubungan antara status imunisasi balita terhadap terjadinya ISPA di puskesmas
SUKAMULYA kota GARUT tahun 2016

1. Bagi Kepala dinas Kesehatan Kota GARUT


Untuk mengurangi angka kematian dan angka kesakitan terhadap penyakit ISPA pihak Dinas
Kesehatan Kota GARUT dapat meningkatkan evaluasi dan monitoring pelayanan keehatan kesehatan
yang telah diberikan kepada masyarakat sehingga tujuanya tercapai.
2. Bagi Pimpinan Puskesmas SUKAMULYA
Untuk mencegah peningkata ISPA pada Balita di perlukan perhatian Khusus dari petugas kesehatan
yang dalam hal ini petugas kesehatan memeberikan penyuluhan secara berkala tentang ISPA
bagaimana cara pencegahan ISPA, dan bagaimana cara menanggulangi ISPA.
3. Bagi Ketua Jurusan Keperawatan GARUT
HAsil penelitian inidiharafkan dapat memeberikan informasi ilmiah yang bermanfaat dalam
pengenbangan pembelajaran yang berhubungan dengan penyakit ISPA pada Balita, dan juga dapat
digunakan sebagai referensi perpustakaan untuk mengembangkan wawasan seta pengetahuan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharafkan hasil penelitian inidapat digunakan sebagai data dasar untuk acuan dan pedoman dalam
melakukan penelitian selanjutnya yaitu melakukan penelitian dengan mengganti variabel selain yang
telah diteliti disini.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi Dr. Prof. 2002


Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta.

Biddulph, jhon, 2002


Kesehatan Anak Untuk Perawat,Petugas Penyuluhan Kesehatan dan Bidan di Desa, Gadjah Mada
University Press. Jogjakarta.

Daulay, Ridwan, 2014


Kendala Penanganan Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ), FK-USU: Medan

Depkes RI, 2004


Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jica. Jakarta.

RI, 2014
Infeksi saluran Pernafasan akut, http://www.fuadbahsin.wordpress.com.

Dinkes Kota GARUT, 2015


Data Jumlah 10 Penyakit Terbesar.

Erlien, 2014
Penyakit saluran Pernapasan, Sunda Kelapa Pustaka, Jakarta.

Hatta Muhammad, 2001


Hubungan Imunisasi Dengan Kejadian Peneomonia Pada Balita
http://www.slitbang.go.id.

Noor, 2014
Pengantar Epidemologi Penyakit Menular, Rineka Cipta, Jakarta.

Nursalam, 2015
Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Selemba Medika, Jakarta.

Saryono, 2014
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta.
Puskesmas Perumnas Lubuk Tanjung Kota GARUT, 2015
Data Jumlah Pemderita ISPA Pada Balita.

Rasmaliah, 2014
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penaggulangnya, http
: //www.pppl.depkes.go.id/images_data.

Sarjono, 2014
Metodelogi Penelitian Kesehatan, Mitra Cendikia, Jogjakarta.

Siswono, 2007
ISPA Salah Satu Penyebab Utama Kematian Balita,
http://www.suara pembaruan.com.

WHO. 2003
Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Widjadja Rafelin, 2015


Penyakit Kronis. Bee Media Indonesia, Jakarta.

DEPARTEMEN KESEHATAN RI
POLITEKHNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN GARUT
JL.Stadion Bumi Silampari Air Kuti Telp / Fax (0733) 451036 Kode Pos 31626
KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk turut berpartisipasi sebagai
responden penelitian yang di lakukan Mahasiswa Jurusan Keperawatan GARUT.
Inisial :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Saya tahu bahwa keterangan yang akan saya berikan ini besar manfaatnya dan dapat
memberikan masukan atau informasi bagi masyarakat dalam menanggulangi penyakit ISPA.

GARUT, JANUARI 2016


Responden

KUESIONER

HUBUNGAN UMUR DAN STATUS IMUNISASI TERHADAP


KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 0 5 TAHUN
DI PUSKESMAS SUKAMULYA KOTA
GARUT TAHUN 2016

Petunjuk pengisian kuesioner:


1. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan cermat dan teliti!
2. Isilah kuesioner ini dengan sejujur-jujurnya!
3. Selamat mengisi.

No. Responden :
Nama Responden :
Tgl Wawancara :
A. Umur Balita :
1. 0 - <2 tahun ( )
2. 2 - 5 tahun ( )
B. Status Imunisasi
1. Apakah anak ibu pernah di imunisasi?
a) Ya ( )
b) Tidak ( )
2. Imunisasi apa saja yang telah di berikan pada anak ibu?
a) BCG (Pada umur 1 bulan) ( )
b) DPT I (Pada umur 2 bulan) ( )
DPT II (Pada umur 3 bulan) ( )
DPT III (Pada umur 4 bulan) ( )
c) Polio I (Pada umur 2 bulan) ( )
Polio II (Pada umur 3 bulan) ( )
Polio III (Pada umur 4 bulan) ( )
Polio IV (Pada umur 9 bulan) ( )
d) Campak (Pada umur 9 bulan) ( )
e) Hepatitis B I (Pada bayi baru lahir) ( )
Hepatitis B I I (Pada umur 2 bulan) ( )
Hepatitis B I II ( )

C. Penyakit ISPA

1. Berdasarkan hasil Diagnosa dokter atau paramedic pada catatan medis, anak balita dinyatakan?
a) Ispa ( )
b) Tidak Tdk Ispa ( )
2. Apakah anak ibu pernah mengalami sakit dengan gejala-gejala seperti demam, batuk/bersin, dan
kesulitan dalam bernafas dalam 6 bulan terakhir?
a) Ya ( )
b) Tidak ( )
Responden

(....................)
LEMBAR WAWANCARA
(PADA RESPONDEN YANG TIDAK BISA MEMBACA DAN MENULIS)

HUBUNGAN UMUR DAN STATUS IMUNISASI TERHADAP


KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 0 5 TAHUN
DI PUSKESMAS SUKAMULYA KOTA
GARUT TAHUN 2016

No. Responden :
Nama Responden :
Tgl Wawancara :
D. Umur Balita :

1. 0 - <2 tahun ( )
2. 2 - 5 tahun ( )
E. Status Imunisasi

1. Apakah anak ibu pernah di imunisasi?


c) Ya ( )
d) Tidak ( )
2. Imunisasi apa saja yang telah di berikan pada anak ibu?
e) BCG (Pada umur 1 bulan) ( )
f) DPT I (Pada umur 2 bulan) ( )
DPT II (Pada umur 3 bulan) ( )
DPT III (Pada umur 4 bulan) ( )
g) Polio I (Pada umur 2 bulan) ( )
Polio II (Pada umur 3 bulan) ( )
Polio III (Pada umur 4 bulan) ( )
Polio IV (Pada umur 9 bulan) ( )
h) Campak (Pada umur 9 bulan) ( )
e) Hepatitis B I (Pada bayi baru lahir) ( )
Hepatitis B I I (Pada umur 2 bulan) ( )
Hepatitis B I II ( )

F. Penyakit ISPA
3. Berdasarkan hasil Diagnosa dokter atau paramedic pada catatan medis, anak balita dinyatakan?
a) Ispa ( )
b) Tidak Tdk Ispa ( )
4. Apakah anak ibu pernah mengalami sakit dengan gejala-gejala seperti demam, batuk/bersin, dan
kesulitan dalam bernafas dalam 6 bulan terakhir?
c) Ya ( )
d) Tidak ( )

Responden

(....................)
Lampiran
Hubungan Umur dan Status Imunisasi Terhadap Kejadian ISPA pada balita usia 0 5 tahun
dipuskesmas SUKAMULYA kota GARUT tahun 2016

Variabel
No
Umur Satus Imunisasi diagnosa Medis
1 1 1 1
2 1 2 1
3 2 1 2
4 2 2 2
5 1 1 1
6 2 1 1
7 1 2 2
8 1 2 1
9 1 1 1
10 2 1 1
11 2 1 1
12 1 2 1
13 1 1 2
14 1 2 1
15 1 2 1
16 1 2 1
17 2 1 1
18 1 2 1
19 1 1 2
20 1 2 2
21 2 1 1
22 2 1 2
23 1 2 1
24 1 2 1
25 1 1 1
26 1 2 1
27 2 1 1
28 2 1 1
29 2 1 1
30 1 2 1
31 2 1 1
32 1 1 2
33 1 1 2
34 1 1 1
35 1 2 1
36 2 1 2
37 2 1 1
38 1 1 2
39 2 1 2
40 1 2 1
41 1 1 1
42 2 1 2
43 1 1 1
44 1 1 1
45 2 1 1
46 1 2 2
47 2 1 2
48 1 2 1
49 2 1 2
50 2 1 1
51 1 1 1
52 2 1 2
53 1 1 1
54 2 1 2
55 1 2 1

DEPARTEMEN KESEHATAN RI
POLITEKHNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN GARUT
JL.Stadion Bumi Silampari Air Kuti Telp / Fax (0733) 451036 Kode Pos 31626

PERMOHOHONAN MENJADI RESPONDEN


Kepada
Yth. Responden

Dengan Hormat,
Saya Mahasiswa Program Studi Keperawatan GARUT bermaksud akan melakukan penelitian
mengenai Hubungan Umur dan Status Imunisasi terhadap kejadian ISPA pada Balita di
Puskesmas SUKAMULYA Kota GARUT Tahun 2016. Data yang di peroleh dari penelitian ini akan
sangat bermanfaat dan dapat memberikan masukan atau informasi bagi masyarakat dalam
menanggulangi penyakit ISPA. Kami mohon kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam
menjawab pertanyaan yang kami berikan dan kami beritahu bahwa keterangan yang akan responden
berikan akan di jamin kerahasiaanya.
Apabila responden bersedia untuk berpartisipasi, kami mohon untuk menandatangani lembar
pertanyaan menjadi responden, atas perhatian dan kesediaan menjadi responden, kami ucapkan
terimah kasih.
Peneliti

OSEP MULYADI

Anda mungkin juga menyukai