Anda di halaman 1dari 23

ANALISA HUBUNGAN KEBERSIHAN AIR DAN STATUS

NUTRISI DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN


PUUWATU KOTA KENDARI

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi sebagaian syarat memperoleh Derajat Sarjana


(S-1) pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo

Oleh :
WA ODE ADHYANA WULANDARI
K1A1 15 120

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2017

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja yang berbentuk

cair atau setengah cair dengan kandungan air pada tinja lebih banyak dari

pada biasanya lebih dari 200 gram atau 200 mL dalam 24 jam. Definisi lain

dengan menggunakan kriteria frekuensi, yaitu buang air besar yang cair

lebih dari 3 kali dalam sehari, dimana tinja dapat/tanpa disertai lendir dan

darah (Simadibrata, Daldiyono, M., 2014).

Faktor-faktor yang berperan penting dalam terjadinya diare adalah

faktor demografi, faktor sosial ekonomi, faktor yang berhubungan dengan

air, faktor sanitasi, kebersihan pribadi (personal hygiene), ASI, malnutrisi,

imunodefisiensi, pembagian musim dan konsumsi jajanan serta kebiasaan

makan (Hung, 2006). Berdasarkan faktor-faktor tersebut berujung pada dua

faktor penting, yaitu faktor kebersihan air dan faktor nutrisi. Seringkali

kedua faktor inilah yang selalu diabaikan masyarakat.

Rendahnya pola hidup sehat di kalangan masyarakat khususnya dalam

pemenuhan sarana sanitasi yang baik untuk menunjang kesehatan

lingkungan menjadi salah satu faktor terjadinya penyakit diare. Hal ini

terjadi karena 980 juta anak tidak memiliki toilet di rumahnya. Mereka

menjadi bagian dari 2,6 milyar orang di seluruh dunia yang tak punya toilet

di rumah. Di Indonesia, hampir 69 juta orang tidak memiliki akses terhadap

fasilitas sanitasi dasar dan 55 juta orang tidak memiliki akses terhadap
sumber air yang aman. Air memiliki peran yang sangat penting dalam

kehidupan seperti sumber minum maupun kebersihan, namun air juga

mampu menjadi media penularan penyakit (Hannif dkk., 2011).

Status gizi (nutrisi) adalah status pertumbuhan atau mikronutrien

seseorang (UNICEF, 2012). Status gizi sangat berperan penting dalam

membangun imunitas tubuh seseorang. Kejadian diare mampu disebabkan

oleh karena infeksi. Infeksi berdampak buruk pada status gizi melalui

pengurangan asupan makanan dan penyerapan usus, peningkatan

katabolisme dan penyerapan nutrisi yang dibutuhkan untuk sintesis dan

pertumbuhan jaringan. Di sisi lain, malnutrisi dapat menjadi predisposisi

infeksi karena dampak negatifnya terhadap barier pelindung yang diberikan

oleh kulit dan selaput lendir dan dengan menginduksi perubahan fungsi

imunitas inang (Brown, 2003).

Salah satu penelitian mengenai faktor resiko yang berhubungan

dengan penyakit diare berulang pada anak-anak di Kabul, Afganistan

menjelaskan bahwa kejadian diare berhubungan dengan sumber air dan

pengolahan air serta bagaimana penyajian makanan sebagai sumber nutrisi.

Diantara anak-anak dari rumah yang menggunakan sumur, risiko penyakit

diare lebih rendah dibandingkan dengan sumber air perpipaan. Pengolahan

air dengan klorin ditemukan untuk mengurangi risiko penyakit diare namun

tidak ada perbedaan yang signifikan dengan laporan pengolahan air dengan

perebusan. Penyimpanan makanan dengan pendingin, memiliki sumur di

rumah, penggunaan toilet dengan septic / kanalisasi dan mencuci tangan ibu
dengan penggunaan sabun pasca-toilet semuanya dikaitkan dengan

penurunan risiko penyakit diare (Aluisio dkk., 2015)

Diare adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas di antara bayi

dan anak di seluruh dunia. Di negara-negara berkembang, penyakit diare

menyumbang sekitar 17,5-21% dari semua kematian pada anak di bawah

usia 5 tahun atau setara dengan 1,5 juta kematian per tahun. Dari semua

kematian anak akibat diare, 78% terjadi di wilayah Afrika dan Asia

Tenggara, yang juga terbebani dengan. infeksi HIV pada bayi dan anak

(WHO, 2010).

Pada kawasan Asia Tenggara, khususnya pada negara berkembang

seperti Indonesia, diare merupakan masalah kesehatan utama. Hal tersebut

dapat terlihat dari naiknya insidens berdasarkan Survei morbiditas yang

dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

dari tahun 2000 sampai dengan 2010. Prevalensi diare klinis adalah 9,0%

(rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di

DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare

klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten,

Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi

Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua) Pada tahun

2000 rata-rata insiden penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik

menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk

dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB)

diare juga masih sering terjadi, dengan CFR (Case Fatality Rate) yang
masih tinggi. Kasus KLB diare berdasarkan provinsi tahun 2010, kasus

terbanyak terjadi di Sulawesi Tengah, namun CFR terbanyak terjadi di

provinsi Lampung. Hal ini berbeda dengan tahun 2009, kasus terbanyak di

provinsi Jawa Barat tapi CFR terbesar terjadi di provinsi Sulawesi Tenggara

(Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013 period prevalence diare

di Sulawesi Tenggara mencapai 7,3% dengan insiden diare pada balita

sekitar 5%. Jumlah kasus diare yang ditangani pada tahun 2015 sebanyak

41.071 kasus atau sebanyak 77,74% dari perkiraan kasus, menurun

dibandingkan dengan tahun 2013 sebanyak 42.293 kasus (81,90% dari

perkiraan kasus) (Dinkes, 2016).

Berdasarkan Data dari Dinas Kesehatan Kota Kendari dalam survey

BPS tahun 2015, kasus diare masuk dalam urutan ke enam dari 10 besar

penyakit di Kota Kendari dengan jumlah sebanyak 6278 kasus termasuk

kasus diare suspek kolera. Kecamatan dengan jumlah kasus diare terbanyak

adalah Kecamatan Puuwatu, dengan jumlah sebanyak 1416 kasus (BPS,

2016).

Mencerminkan hal tersebut, maka penulis memfokuskan penelitian

mengenai hubungan antara kebersihan air dan nutrisi dengan kejadian diare

di kota kendari dengan judul Analisa Hubungan Kebersihan Air dan Status

Nutrisi dengan Kejadian Diare di Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari.


B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan di teliti yaitu:

1. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya diare di Kecamatan

Puuwatu, Kota Kendari?

2. Bagaimana hubungan antara kebersihan air dan sanitasi dengan

kejadian diare di Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari?

3. Bagaimana hubungan antara nutrisi dengan kejadian diare di

Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian yaitu:

1. Mengetahui hubungan antara kebersihan air dengan kejadian diare di

Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari.

2. Bagaimana hubungan antara nutrisi kejadian diare di Kecamatan

Puuwatu, Kota Kendari.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Metodologi

Guna menyelesaikan tugas mata kuliah Metode Penelitian, sekaligus

untuk menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang masalah

kesehatan yang terjadi di masyarakat khususnya korelasi antara faktor

resiko dengan kejadian suatu penyakit. Penelitian ini juga bermanfaat

sebagai sarana peneliti untuk menuangkan hal-hal yang diperoleh di

bangku kuliah dalam bentuk karya ilmiah.


2. Manfaat Aplikatif

Mampu memberikan penjelasan kepada masyakarat luas mengenai

hubungan antara kebersihan air dan nutrisi terhadap terjadinya diare

sehingga masyarakat mampu menghindari faktor penyebab penyakit

dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

3. Manfaat Teoritis

Manfaat dari hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan

tambahan pengetahuan bagi pembaca dan khususnya penulis tentang

masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat khususnya korelasi antara

faktor resiko dengan kejadian suatu penyakit serta dapat dijadikan

sebagai bahan rujukan .


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN UMUM VARIABEL

1. Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja yang

berbentuk cair atau setengah cair dengan kandungan air pada tinja

lebih banyak dari pada biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml

dalam 24 jam. Definisi lain dengan menggunakan kriteria frekuensi,

yaitu buang air besar yang cair lebih dari 3 kali dalam sehari, dimana

tinja dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Simadibrata, Daldiyono,

2014).

Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1. perlangsungan

waktu diare: akut atau kronik, 2. mekanisme patofisiologis: osmotik

atau sekretorik dan lain-lain, 3. berat ringannya diare: kecil atau besar,

4. terdapat penyebab infeksi atau tidak: infektif atau non-infektif, 5.

terdapat kelainan organik atau tidak: organik atau fungsional

(Simadibrata, Daldiyono, M., 2014)

Berdasarkan perlangsungannya, diare dapat dibagi menjadi diare

akut dan diare kronik. Diare akut adalah peningkatan jumlah tinja

dalam bentuk encer yang dialami kurang dari 2 minggu, dan sering

berkaitan dengan gejala yang timbul pada perut seperti kram,

kembung, dan gas. Meski sering diare akut biasanya ringan namun
dapat menyebabkan dehidrasi berat akibat kehilangan cairan dan

elektrolit yang besar. Sedangkan diare kronik adalah diare yang

perlangsungannya lebih dari dua minggu, dapat mungkin terjadi dan

dikaitkan dengan nyeri perut atau gejala lainnya. Namun, ada beberapa

acuan pakar dunia lainnya yang mengajukan batasan kronik pada kasus

diare ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan tetapi umumnya

di Indonesia sering digunakan waktu 15 hari agar dokter tidak lengah

dan mampu mencari sebab diare secara lebih tepat (Surawicz, Ochoa,

B.,2007) (Simadibrata, Daldiyono, M., 2014). Diare persisten, adalah

istilah yang menyatakan diare berlangsung 15-30 hari yang merupakan

kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik,

dimana perlangsungan diare kronik merujuk pada perlangsungannya

lebih dari 30 hari(Simadibrata, Daldiyono, M., 2014)

Berdasarkan sebabnya, terdapat diare infektif yaitu apabila

sebab diare adalah infeksi sedangkan diare non-infektif adalah diare

yang disebabkan bukan karena infeksi. Diare organik adalah apabila

ditemukan terdapat sebab anatomik, bakteri, hormon atau toksik, dan

diare fungsional apabila tidak dapat ditemukan penyebab organik

(Simadibrata, Daldiyono, M., 2014)

Penyebab terjadinya diare diantaranya infeksi Virus (Rotavirus,

serotype 1, 2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Astrovirus,

Adenovirus (tipe 40, 41), Small bowel structured virus,

Cytomegalovirus), infeksi bakteri (Enterotoxigenic E. coli (ETEC),


Enteropathogenic E. coli (EPEC), Enteroaggregative E. coli

(EAggEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC), Enterohemorrhagic E. coli

(EHEC), Shigella spp., Campylobacter jejuni (Helicobacter jejuni),

Vibrio cholerae 01, dan V. choleare 0139, Salmonella (non-thypoid)),

infeksi protozoa (Giardia lamblia, Entamoeba histolytica,

Cryptosporidium, Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora

cayatanensis) dan infeksi cacing /Helminth (Strongyloides stercoralis,

Schistosoma spp., Capilaria philippinensis, Trichuris trichuria). Selain

itu, diare dapat disebabkan oleh intoleransi makanan serta efek

samping dari obat-obatan, penyakit intestinal, dan sindrom gangguan

usus besar (Amin, 2015)

Diare infeksi diakibatkan oleh transmisi fecal-oral termasuk

konsumsi makanan atau air yang tercemar, kontak langsung dengan

orang lain atau kontak langsung dengan kotoran. Sehubungan dengan

diare yang ditularkan melalui air, pola transmisi terjadi ketika fasilitas

penyimpanan air internal atau sumber air tercemar (sesuai dengan

wilayah domestik dan kontaminasi wilayah publik). Sebagian besar

penularan diare terjadi di wilayah domestik (Hung, 2006).

Faktor-faktor yang berperan penting dalam terjadinya diare

adalah sebagai berikut:

a. Faktor demografi: Banyak penelitian telah membuktikan bahwa

prevalensi diare adalah lebih tinggi pada anak yang lebih muda.

Prevalensi paling tinggi pada anak usia 6-11 bulan, prevalensi


masih tinggi diantara anak-anak berusia satu tahun, dan menurun

pada tahun ketiga dan keempat kehidupan. Tingkat diare yang

lebih tinggi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Faktor

demografis lainnya, seperti usia ibu yang lebih muda, tingkat

pendidikan ibu yang rendah, jumlah saudara yang banyak, urutan

kelahiran, secara signifikan terkait dengan kejadian diare pada

anak di bawah lima tahun.

b. Faktor sosial ekonomi: perumahan yang buruk, kondisi ramai,

pendapatan rendah dan tingkat diare yang lebih tinggi secara

statistik signifikan.

c. Faktor terkait air: terjadinya diare didapat melalui air dan

makanan yang terkontaminasi, faktor yang berkaitan dengan air

merupakan faktor penentu kejadian diare yang sangat penting.

Meningkatnya jarak dari sumber air, penyimpanan air minum

yang buruk (misalnya mendapatkan air dari wadah penyimpanan

dengan cara mencelupkan, tidak ada fasilitas penyimpanan air

minum), penggunaan sumber air yang tidak aman (seperti sungai,

kolam, bendungan, danau, sungai, sumur dan permukaan lainnya

sumber air), penyimpanan air dalam wadah terbuka, air per kapita

yang digunakan sedikit, telah ditemukan sebagai faktor risiko

terjadinya diare lebih banyak pada anak-anak di bawah lima

tahun.
d. Faktor sanitasi: seperti pembuangan tinja anak dan sampah rumah

tangga sembarangan atau tidak benar, tidak ada toilet jamban atau

tidak higienis, berbagi jamban, rumah tanpa sistem pembuangan

limbah, meningkatkan risiko diare pada anak-anak.

e. Praktik kebersihan: anak-anak yang tidak mencuci tangan

sebelum makan atau setelah buang air besar, ibu tidak mencuci

tangan sebelum memberi makan anak atau menyiapkan makanan,

anak-anak makan dengan tangan dan bukan dengan sendok,

makan sisa makanan dingin, botol dan peralatan makan yang

kotor, area yang tidak higienis (dapur, ruang tamu, halaman),

penyimpanan makanan yang tidak aman, keberadaan hewan di

dalam rumah, adanya lalat di dalam rumah, dikaitkan dengan

risiko morbiditas diare pada anak-anak.

f. Menyusui: Secara umum, morbiditas diare paling rendah pada

anak-anak yang diberi ASI eksklusif. Kejadian diare lebih tinggi

pada anak-anak yang disusui sebagian, dan tertinggi pada anak-

anak yang diberi susu sapi sepenuhnya. Selain itu, risiko diare

dikaitkan dengan pemberian susu botol. Banyak penelitian telah

menunjukkan efek perlindungan yang kuat dari pemberian ASI.

Konsentrasi tinggi antibodi spesifik, sel, dan mediator lainnya

dalam ASI mengurangi risiko diare berdasarkan kolonisasi bakteri

enteropatogen.
g. Malnutrisi: hubungan antara diare dan gizi buruk sangat sering

terjadi pada masyarakat berpenghasilan rendah sehingga

memperlihatkan konsep lingkaran setan, dimana diare yang

menyebabkan malnutrisi dan malnutrisi yang menjadi predisposisi

diare. Anak-anak yang sistem imunnya telah dilemahkan oleh

kekurangan gizi adalah yang paling rentan terhadap diare. Diare,

terutama diare persisten dan kronis, merusak status gizi,

mengakibatkan malabsorpsi nutrisi atau ketidakmampuan untuk

menggunakan nutrisi dengan benar untuk menjaga kesehatan.

Sejumlah penelitian telah melaporkan kejadian diare yang lebih

tinggi pada anak-anak yang kekurangan gizi. Kecenderungan

peningkatan kejadian diare juga ditemukan pada anak-anak

dengan berat badan rendah-untuk-usia, atau, khususnya, pada

anak-anak kerdil.

h. Immunodeficiency: Immunodeficiency bukan hanya penyebab

diare persisten atau kronis (diare kronis adalah penyebab utama

morbiditas dan kematian di antara orang dewasa dengan human

immunodeficiency virus - HIV), tetapi juga merupakan faktor

risiko diare. Karena imunodefisiensi bawaan atau yang didapat,

pasien rentan terhadap patogen yang menyebabkan penyakit

menular termasuk diare.

i. Distribusi musim: Pola musim untuk diare di masa kanak-kanak

telah tercatat di banyak lokasi tropis, di mana ada dua puncak


musiman yang pasti: yang musim panas, terkait dengan infeksi

bakteri, dan yang musim dingin, terkait dengan virus. Dalam

beberapa penelitian prevalensi diare ternyata lebih tinggi di

musim hujan daripada di musim kemarau. Selama musim

kemarau ketika air hujan dan air sumur bor kurang tersedia,

desinfektan air minum dari sumber permukaan yang ada dapat

mengurangi penyakit secara substansial. Dalam beberapa

penelitian kontaminasi lebih menonjol selama musim hujan.

j. Konsumsi makanan yang dijual oleh pedagang kaki lima: Turis

yang mengunjungi negara-negara asing dengan iklim hangat dan

sanitasi yang buruk dapat terkena diare dengan mengkonsumsi

makanan yang terkontaminasi seperti buah-buahan, sayuran,

makanan laut, daging mentah, air, dan es batu.

k. Kebiasaan makan: Makan dengan tangan, makan makanan

mentah atau minum air yang tidak dimasak, dapat meningkatkan

risiko terjadinya diare (Bui Viet Hung. 2006).

Diare paling sering diakibatkan oleh konsumsi patogen dari

kotoran yang belum dibuang dengan baik, atau dari kurangnya

kebersihan. Seseorang diklasifikasikan memiliki diare saat ia

mengalami lebih dari tiga tinja cair per hari. Selama diare akut,

penyerapan makronutrien cenderung tinggi, namun bila diare berlanjut

selama 14 hari atau lebih, malabsorpsi dapat menjadi parah. Episode

berulang diare menyebabkan hilangnya besar nutrisi dan cairan, serta


kelemahan dan dehidrasi secara keseluruhan. Ketidakseimbangan

elektrolit tambahan dapat meningkatkan risiko kematian, sedangkan

dalam hal morbiditas, ada bukti pertumbuhan beban jangka panjang,

seperti gangguan pertumbuhan dan fungsi kognitif (WHO, 2011).

2. Kebersihan Air

B. KERANGKA TEORI

DIARE

Kebersihan Air Diare Nutrisi

1. Faktor yang 1. Pengertian 1. Pengertian


Mempengar Diare Nutrisi
uhi 2. Klasifikasi 2. Sumber

2. Sumber Air Diare Nutrisi


Bersih 3. Kelainan
3. Penyebab
C. KERANGKA KONSEP

Ya
Pengaruh
Kebersihan Air dan
Nutrisi terhadap
Kejadian Diare Tidak

D. HIPOTESIS

Hipotesis merupakan jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau

dalil sementara, yang akan dibuktikan kebenarannya dalam penelitian

tersebut. (Notoatmodjo, 2010)

Ha : ada hubungan antara kebersihan air dan status nutrisi terhadap

kejadian diare.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik yang bertujuan

untuk memperoleh penjelasan mengenai faktor-faktor resiko dan penyebab

terjadinya suatu penyakit, dimana faktor resiko merupakan faktor-faktor

atau keadaan-keadaan yang mampu mempengaruhi perkembangan

kejadian suatu penyakit. Selanjutnya, dilakukan analisis hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat. Sedangkan pendekatan yang digunakan

adalah Cross Sectional. Pendekatan ini untuk melakukan pengamatan atas

variabel-variabel penelitian yang dilakukan dalam waktu yang telah

ditentukan oleh peneliti dengan hanya satu kali pengamatan.

Pada penelitian ini menggambarkan mengenai hubungan

kebersihan air dan status nutrisi dengan kejadian diare di Kecamatan

Puuwatu, Kota Kendari.

B. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga bulan

Oktober 2017. Lokasi penelitian, yaitu di Puskesmas Puuwatu, Kecamatan

Puuwatu, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi
Populasi adalah wilayah umum yang terdiri atas obyek atau subyek

yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Alimul,

A., Hidayat. 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil di

Puskesmas Kabawo sebanyak 30 ibu hamil.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah masyarakat Kecamatan Puuwatu, Kota

Kendari. Pengambilan sampel ditentukan dengan cara purposive sampling.

Sampel diambil dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

a.

b. Berusia 50-60 tahun

c. Memiliki riwayat DM tipe 2

D. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

1. Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang diperlukan untuk mengumpukan data yaitu

kuisioner untuk mengetahui bagaimana konsumsi air bersih

masyarakat dan alat ukur antropometrik untuk mendapatkan data

mengenai status gizi.

2. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data melalui pengukuran langsung dan

menggunakan angket/kuisioner yang disusun sesuai standar WHO.


3. Alur Penelitian

Studi pendahuluan di lokasi


penelitian

Penyusunan (kuesioner dan


persiapan alat)

Populasi

Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi

Sampel

Menjelaskan tujuan penelitian


dan melakukan wawancara

Pengisian kuisioner Pengukuran langsung

Pengolahan data

Penyimpulan Hasil Penelitian

E. DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF

1. Kebersihan Air
a. Definisi Operasional

Kebersihan air mengacu pada tingkat kebersihan air berdasarkan

sumber air, cara penyimpanan, cara pengolahan dalam rumah

tangga yang diketahui melalui kuesioner dan dinilai dalam skoring

tertentu (berdasarkan skor WHO).

b. Kriteria Objektif

2. Status Nutrisi

a. Definisi Operasional

Status nutrisi mengacu pada status gizi seseorang yang diketahui

melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan dan dinilai

melalui indeks masa tubuh (IMT).

b. Kriteria Objektif

1. Normal

2. Kurang

3. Sangat Kurang

4. Lebih

5. Overweight

F. Teknik Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan yaitu data kuesioner yang telah

diubah menjadi data kualitatif dan data status gizi yang telah dikumpulkan.

Selanjutnya, diolah dengan menggunakan Program Komputer World Food


2i. Untuk mengetahui hubungan antar variabel dilakukan uji statistik uji

Willcoxon dan Uji Non Parametrik (Mann-Whitney).

A. Aspek Etik Penelitian

Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh

bertentangan dengan etika, pada pelaksanaan penelitian ini harus

mengajukan permohonan izin pada institusi Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo Kendari.

Menurut Aziz-Alimul (2007), etika penelitian meliputi:

1. Informed consent

Responden diberikan kebebasan untuk memilih apakah bersedia atau

tidak bersedia mengikuti rangkaian kegiatan pengambilan data penelitian,

setelah dijelaskan semua informasi terkait penelitian.

2. Anonymity

Nama responden tidak dicantumkan dan peneliti hanya menggunakan

nomor responden.

3. Confidentiality

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas dan informasi responden.

DAFTAR PUSTAKA
Aluisio, A.R., Maroof, Z., Chandramohan, D., Bruce J., Masher, M.I, Manaseki-

Holland, S., Ensink, J.H.J. 2015.. Research Article: Risk Factors Associated

with Recurrent Diarrheal Illnesses among Children in Kabul, Afghanistan:

A Prospective Cohort Study. PLOS ONE.:1-15.

Alimul, A., Hidayat. 2007. Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data. Salemba

Medika. Jakarta

Amin, L.Z. 2015. Tatalaksana Diare Akut. CDK-230 42(7): 504

Badan Pusat Statistik Kota Kendari. 2016. Kota Kendari dalam Angka 2016

(Kendari Municipality in Figures). BPS Kota Kendari. Kendari

Brown, K.H. 2003. Diarrhea and Malnutrition. Symposium: Nutrition and

Infection, Prologue and Progress Since 1968. : 328S-329S.

Hung, B.V. 2006. Thesis: The most common causes of and risk factors for

diarrhea among children less than five years of age admitted to Dong Anh

Hospital, Hanoi, Northern Vietnam. Department of General Practice and

Community Medicine Section for International Health, Faculty of Medicine

University of Oslo. Oslo.

Departments of Child and Adolescent Health and Development (CAH) and

HIV/AIDS. 2010. WHO Recommendations on The Management of

Diarrhoea and Pneumonia in HIV-Infected Infants and Children. World

Health Organisation. Geneva, Switzerland.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2016. Profil Kesehatan Sulawesi

Tenggara Tahun 2015. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Kendari.
Division of Communications. 2012. Nutrition Glossary: A resource for

communicators. UNICEF.

Hannif, Mulyani, N. S., Kuscithawati, S. 2011. Faktor Risiko Diare Akut pada

Balita (Risk Factors of Acute Diarrhea in Under Fives). Berita Kedokteran

Masyarakat 27(1) : 10 – 17.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Situasi Diare Di Indonesia. Kementrikan

Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

Riwidikdo, H. (2010). Statistik untuk Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi

Program R dan SPSS. Pustaka Rihama. Yogyakarta

Simadibrata, Daldiyono, M. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Interna

Publishing. Jakarta Pusat.

Surawicz, C.M., Ochoa B. 2007. Diarrheal Diseases. Department of Medicine.

University of Washington School of Medicine. The American College of

Gastroenterology. United States.

World Health Organisation. 2011. Artikel: Water, sanitation and hygiene

interventions and the prevention of diarrhoea: Biological, behavioural and

contextual rationale.

(http://www.who.int/elena/titles/bbc/wsh_diarrhoea/en/ diakses pada

tanggal: 13 Desember 2017).

Anda mungkin juga menyukai