Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI


DAN CAIRAN PADA PASIEN DIARE

Dosen pengampu : Ns. Lasaudi, S. Kep., M. Kep., SP. Kep. An

“sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester”

Disusun Oleh:
NAMA : ANITA AGUSTINA
NPM : 144012459

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KARYA HUSADA
2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diare merupakan suatu keadaan dimana konsistensi feses lembek atau cair bahkan dapat
berupa air saja dan frekuensinya lebih dari biasanya, 3 kali atau lebih dalam sehari (Huda 2013).
Diare biasanya merupakan gejala infeksi di saluran pencernaan, yang dapat disebabkan oleh
berbagai bakteri, virus, dan parasit. Infeksi dapat menyebar melalui makanan atau air minum
yang terkontaminasi, dari kebersihan lingkungan yang buruk (WHO, 2017).
Diare merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh, yang dengan adanya diare,
cairan yang tercurah kelumen saluran pencernaan akan membersihkan saluran pencernaan dari
bahan-bahan patogen (cleansing effect). Apabila bahan patogen ini hilang, maka diare bisa
sembuh sendiri. Namun pada sisi lain, diare menyebabkan kehilangan cairan (air, elektrolit, dan
basa) dan bahan makanan dari tubuh. Sering kali dalam diare akut timbul berbagai penyulit,
seperti dehidrasi dengan segala akibatnya, gangguan keseimbangan elektrolit, dan gangguan
keseimbangan asam-basa. Penyulit tersebut akan mengakibatkan pasien yang menderita diare
meninggal (Dewi, dkk 2011).
Diare akut pada orang dewasa merupakan penyakit yang sering dijumpai dan secara
umum dapat diobati sendiri. Namun, komplikasi akibat dehidrasi atau toksin dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas, meskipun penyebab dan penanganannya telah diketahui dengan baik,
serta prosedur diagnostiknya juga makin baik (Amin, 2015). Berdasarkan data World Health
Organization (WHO, 2015) ada 2 milyar kasus diare pada orang dewasa di seluruh dunia setiap
tahun. Di Amerika Serikat, insidens kasus diare mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per
tahun. Sekitar 900.000 kasus diare perlu perawatan di rumah sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5
juta kasus kematian karena diare per tahun. Di Amerika Serikat, diare terkait mortalitas tinggi
pada lanjut usia. Satu studi data mortalitas nasional melaporkan lebih dari 28.000 kematian
akibat diare dalam waktu 9 tahun, 51% kematian terjadi pada lanjut usia.
Data Kementrian Kesehatan Indonesia (2016) menyatakan, jumlah kasus diare yang
ditangani instansi kesehatan di Indonesia menurun tiap tahunnya. Pada tahun 2016 penderita
diare di Indonesia yang ditangani sebanyak 46,4% dari jumlah penderita diare keseluruhan yang
tercatat berjumlah 6.897.463 orang. Pada tahun 2015, jumlah kasus yang ditangani 4.017.861
orang, sedangkan pada tahun 2014 jumlah penangan kasus diare oleh instansi kesehatan adalah
8.490.976 orang.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun (2018) Proporsi kasus
diare yang ditangani di Jawa Tengah tahun 2018 sebesar 62,7 persen, meningkat bila
dibandingkan proporsi tahun 2017 yaitu 55,8 persen. Hal ini menunjukkan penemuan dan
pelaporan harus terus ditingkatkan. Kasus yang ditemukan dan ditangani di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta belum semua terlaporkan.
Berdasarkan jenis kelamin, proporsi kasus diare yang ditangani pada perempuan lebih
banyak dibanding laki-laki yaitu sebesar 65,7 persen,hal ini disebabkan bahwa perempuan lebih
banyak berhubungan dengan faktor risiko diare, yang penularannya melalui vekal oral, terutama
berhubungan dengan sarana air bersih, cara penyajian makanan dan PHBS.
Penanganan penyakit diare yang paling diutamakan adalah pemberian terapi cairan yang
adekuat karena hal ini sangat penting untuk mencegah terjadinya dampak lebih lanjut dari diare
yang akan mengakibatkan dehidrasi atau kekurangan cairan, penurunan elektrolit, gagal ginjal
akut dan malnutrisi. Berhubungan dengan masalah ini perlu diperhatikan dan diajarkan dalam
keluarga bagaimana cara-cara mencegah dehidrasi dirumah dengan memberikan cairan yang
lebih banyak dari biasanya sehingga memberikan hasil yang tepat, dan tindakan menimbulkan
dehidrasi ataupun gangguan pertumbuhan paska episode diare, penanganan diare yang benar
terutama cairan dirumah (Arieza, 2017).
Penatalaksanaan pada pasien yang mengalami diare dengan merekomendasikan
penggunaan osmolaritas rendah dan mengkonsumsi oral rehydration solution (ORS), zink, serta
meningkatkan jumlah cairan yang sesuai (Carvajal et al., 2016). Pemberian ORS dengan madu
dapat dijadikan salah satu alternatif dalam mengatasi diare. Kandungan dalam madu dapat
menghambat 60 spesies bakteri, jamur, dan virus yang dapat digunakan pada beberapa masalah
gastrointestinal seperti diare (Oskouei, 2013; Samarghandian, 2018).
Perawatan klinis pada pasien yang mengalami diare dengan cara pemberian oral
rehydration solution (ORS). Pemberian ORS dengan madu dapat dijadikan alternatif dalam
mengatasi diare. Kandungan dalam madu dapat menghambat 60 spesies bakteri, jamur, dan virus
yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah pada gastrointestinal seperti diare. Penambahan
madu dalam larutan ORS dapat lebih cepat menurunkan frekuensi diare. Madu mengandung
senyawa hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat membunuh bakteri penyebab diare. Hidrogen
peroksida secara reaktif merusak gugus fungsi biomolekul pada sel bakteri. Mekanisme kerja
hidrogen peroksida yaitu dengan mendenaturisasi protein dan menghambat sintesis atau fungsi
dari asam nukleat bakteri. Kerusakan pada dinding sel bakteri dan gangguan pada sistesis asam
nukleat akan menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penyebab diare (Huda, 2013).
Berdasarkan data tersebut maka penulis akan melakukan pengelolaan kasus keperawatan
dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “Asuhan Keperawatan Pasien Diare Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi dan Cairan”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pasien diare dalam pemenuhan kebutuhan cairan?”

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada proposal ini akan membahas mengenai konsep dasar pemenuhan kebutuhan
nutrisi, cairan, dan asuhan keperawatan pemenuhan cairan dan nutrisi pada pasien diare.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Mengetahui gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pasien diare dalam pemenuhan
kebutuhan nutisi dan cairan.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien diare dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi dan cairan
2. Menegakkan diagnosis keperawatan pada pasien diare dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi dan cairan
3. Menyusun rencana keperawatan pada pasien diare dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi dan cairan
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien diare dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi dan cairan
5. Melakukan evaluasi pada pasien diare dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dan
cairan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diare

1. Definisi

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk tinja dengan
intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali dalam kurun waktu hasi
(Haqi, 2019). Diare adalah kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air sajadan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan, 2011)

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering ( biasanya
tiga kali atau lebih ) dalam satu hari (DEPKES 2011).

Diare merupakan pengeluaran fases yang cepat dan berlebihan dengan bentuk
yang encer atau berupa cairan (Sjamsuhidajat & De jong, 2014). Berdasarkan beberapa
pengertian dapat disimpulkan diare merupakan suatu keadaan dimana frekuensi buang air
besar meningkat dari biasanya dengan konsistensi tinja yang cair dan lembek bahkan
dapat berupa air saja.

2. Etiologi

Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi, makanan, dan faktor psikologis
(Djitowiyono dan Kristiyanasari, 2011). Infeksi merupakan penyebab utama diare akut
akibat bakteri, virus, dan parasit (Ridha, 2014). Etiologi pada diare menurut Yuliastati &
Arnis (2016) ialah:

a. Infeksi enteral yaitu adanya infeksi yang terjadi di saluran pencernaan dimana
merupakan penyebab diare meliputi infeksi bakteri, virus, parasite, protozoa, serta
jamur dan bakteri.
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan seperti
pada otitis media, tonsilitis, bronchopneumonia serta encepthalitis

c. Faktor malabsorpsi, dimana malabsorpsi ini biasa terjadi terhadap karbohidrat


seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida
intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), malabsorpsi protein dan lemak.

d. Faktor risiko

Menurut direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan


(2011) faktor risiko terjadinya diare adalah: faktor perilaku, dan faktor
lingkungan.

3. Manifestasi Klinis

Diare karena ineksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan atau demam,
tenesmus, hematocezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa
aktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan dibadan yang mengakibatkan rejatan hipovolemi atau gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut, karena kehilangan cairan seseorang
merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadai cekung, lidah kering, tulang pipi
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik (Zein, 2011).

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang


mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam. Reaksi ini adalah usaha tubuh
untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2
normal dan base excess sangat negatif (Zein, 2011).

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan


dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
Karena Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria. Pada pasien dewasa bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul
penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita
menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan
terjadi pemusatan sirkulasi paru-paru dan dapat menyebabkan edema paru pada pasien
yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali. (Zein, 2011).

4. Komplikasi

Menurut Dwienda (2014) komplikasi yang dapat diakibatkan oleh diare adalah dehidrasi,
hipokalemia, hipoglikemi, dan kejang terutama pada dehidrasi hipertonik. Menurut
Subagyo dan Santosa (2011), penderita diare sebagian kecil mengalami komplikasi dari
dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit atau pengobatan yang diberikan beberapa
komplikasi yang sering terjadi seperti:

a. Gangguan keseimbangan elektrolit

b. Demam akibat infeksi shigella disentriae dan rotavirus

c. Kejang terutama pada anak dengan malnutrisi berat

d. Syok hipovolemik

e. Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa


cairan ekstraseluler

5. Patofisiologi

Pada dasarnya diare terjadi ketika terdapat gangguan transportasi air dan elektrolit
dalam lumen usus. Mekanisme patofisiologi dari diare dapat berupa osmosis, sekretori,
inflamasi, dan perubahan motilitas (Sweetser, 2012). Mekanisme dasar yang
menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan
atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalm rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit dalam rongga usus, isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus, isi rongga usus yang berlebih ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya
hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkanbakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
kedalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin tersebut terjadi hipersekresi
yang selanjutnya akan menimbulkan diare (Lestari, 2016).

6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Nuraarif & Kusuma (2015) pemeriksaan diagnostik pada diagnos medis diare
adalah:

a. Pemeriksaan tinja meliputi pemeriksaan makroskopi dan mikroskopi, Ph dan


kadar gula dalam tinja, dan resistensi feses (colok dubur)

b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam


basa

c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

d. Pemerikaan elektrolit terutama kadar Na,K,kalsium dan Prosfat

7. Penatalaksanaan

Penalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan terapi simptomatik, seperti


rehidrasi dan penyesuaian diet. Terapi simptomatik dapat diteruskan selama beberapahari
sebelum dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa penyakit yang berat, terutama bila
tidak dijumpai adanya darah samar dan leukosit pada fesesnya (Medicinus, 2019).
Penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/ menanggulangi dehidrasi serta
gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intoleransi,
mengobati kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi
serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara
komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional. Secara umum terapi
rasional adalah terapi yang :

a. Tepat indikasi

b. Tepat dosis

c. Tepat penderita

d. Tepat obat

e. Aspada terhadap efek samping

Penatalaksanaan diare akut pada orang dewasa antara lain meliputi:

a. Rehidrasi sebagai perioritas utama pengobatan, empat hal yang perlu diperhatikan
adalah

1) Jenis cairan, pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit, cairan Ringer
Laktat, bila tidak tersedia dapat diberikan NaCl isotonik ditambah satu ampul Na
bikarbonat 7,5% 50 ml.

2) Jumlah cairan, jumlah cairan yang diberikan idealnya sesuai dengan cairan yang
dikeluarkan

3) Jalan masuk, rute pemberian cairan pada oarang dewasa dapat dipilih oral atau i.v

4) Jadwal pemberian cairan, rehidrasi diharapkan terpenuhi lengakap pada akhir jam
ke-3 setelah awal pemberian.

b. Terapi simptomatik, obat antidiare bersifat simptomatik dan diberikan sangat hati-hati
atas pertimbangan yang rasional. Beberapa golonganantidiare: Antimotilitas dan sekresi
usus, turunan opiat, Difenoksilat, Loperamid, Kodein HCl, Antiemetik: Metoklopramid,
Domperidon

c. Terapi definitif, edukasi yang jelas sangat penting dalam upaya pencegahan, higienitas,
sanitasi lingkungan (Mansjoer dkk,).
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.1 Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan suatu proses atau rangkaian pada praktik keperawatan yang
diberikan kepada pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan, bentuk proses
kepeawatan meliputi tahap: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanan keperawatan
(intervensi), pelaksanaan keperawatan (implementasi) dan evaluasi. Proses keperawatan
salah satu pendekatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan dan penyelesaian
masalah. (Nursalam, 2011).

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan. Tahap ini sangat
penting dan menentukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Data yang komprehensif dan
valid akan menentukan penetapan diagnosa keperawatan dengan tepat dan benar, serta
selanjutnya berpengaruh dalam perencanaan keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik
keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu
pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tahap-tahap tersebut
berintegrasi terhadap fungsi intelektual problem-solving. dalam mendefinisikan suatu
asuhan keperawatan (Nursalam, 2013).

Asuhan keperawatan medikal bedah yaitu:

a. Identitas Klien dan Keluarga

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, usia, pendidikan, rumah sakit, nomer
register, diagnosa, penanggung jawab, pekerjaan, agama, dan suku bangsa,
tanggal atau jam masuk.

b. Keluhan utama

Pada pasien diare ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar/BAB,
menurunya nafsu makan, lemas, turgor kulit jejas (elastisitas kulit menurun),
terkadang disertai demam, dan penurunan berat badan.
c. Riwayat penyakit sekarang

Kronologi terjadinya serangan, dan karakteristiknya serangan

d. Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya pernah mengalami diare akut atau belum, serta riwayat
penyakit yang pernah diderita oleh pasien.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Berisi tentang adanya penyakit keturunan, kebiasaan keluarga, paparan penyakit


menular yang menyerang anggota keluarga, pohon keluarga, penyakit keturunan,
kebiasaan keluarga, lokasi geografis.

f. Pola kesehatan fungsional

1) Pola persepsi

Diisi dengan persepsi klien/keluarga terhadap konsep sehat sakit dan


upaya klien/keluarga dalam bentuk pengetahuan, sikap dan perilaku yang
menjadi gaya hidup klien/keluarga untuk mempertahankan kondisi sehat.

2) Pola nutrisi/ metabolik

Menggambarkan pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi pasien


sebelum dan sesudah di rawat dirumah sakit. Apakah ada keluha ketika
makan atau setelah makan

3) Pola eliminasi

Menggambarkan pola BAK dan BAB pasien sebelum dan sesudah dirawat
di rumah sakit. Apakah ada konstipasi atau bab cair.

4) Pola aktivitas dan latihan

Diisi dengan aktifitas rutin yang dilakukan klien sebelum hingga selama
sakit, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Kolom tersebut diisi
sesuai dengan keterangan: 0: Mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu
orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,4: tergantung total.
5) Pola istirahat tidur

Menggambarkan tentang durasi, kualitas istirahat tidur pasien. Adakah


gangguan ketika tidur atau tidak.

6) Pola kognitif-perseptual

Kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan mengerti pembicaraan)


status mental, orientasi, kemampuan penginderaan yang meliputi
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.

7) Pola persepsi konsep diri

Mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan kesadaran akan


dirinya sendiri meliputi: gambaran diri/citra tubuh, ideal diri, harga diri,
peran diri, identitas diri. 8) Pola hubungan peran hubungan klien dengan
anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim kesehatan
yang lain, termasuk juga pola komunikasi yang digunakan klien dalam
berhubungan dengan orang lain.

9) Pola seksualitas reproduksi

Pada anak usia 0 – 12 tahun diisi sesuai dengan tugas perkembangan


psikoseksual. Pada usia remaja-dewasa-lansia dikaji berdasarkan jenis
kelaminnya

10) Pola manajemen dan mekanisme koping

Mekanisme koping yang biasa digunakan klien ketika menghadapi


masalah/ konflik/ stress/ kecemasan. Bagaimana klien mengambil
keputusan sendiri/dibantu.

11) Pola nilai dan keyakinan

Nilai-nilai dan keyakinan klie terhadap sesuatu dan menjadi sugesti yang
amat kuat sehingga mempengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak pada
kesehatan klien. Termasuk juga praktik ibadah yang dijalankan klien
termasuk sebelum sakit dan selama sakit
g. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : tampak lemah

2) Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu tubuh, nadi lemah dan cepat

3) Tinggi badan atau berat badan : sesuai dengan pertumbuhan dan


perkembangan

4) Kulit : sianosis dan biasanya turgor kulit jelek

5) Kepala : anak dibawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, biasanya ubun-


ubunnya cekung

6) Mata : mata cenderug cekung

7) Hidung : (tidak ada yang begitu spesifik)

8) Mulut : mukosa bibir kering

9) Telinga : kebersihan (tidak ada yang begitu spesifik)

10) Leher : tidak ada pembesaran KGB dengan kelenjar tiroid

11) Jantung : (tidak ada yang begitu spesifik)

12) Paru-paru : (tidak ada yang begitu spesifik)

13) Abdomen : bising usus meningkat, nyeri kram abdomen, fekuensi


peristaltik meningkat

14) Genitalia : tidak ada gangguan

15) Anus : terdapat tuka karena terlalu sering defekasi

16) Ekstremitas : lemah, penurunan aktifitas

h. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan tinja : makroskopi dan mikroskopi

2) Pemeriksaan elektrolit
i. Terapi medis berisi tentang terapi farmakologi apa yang didapatkan

2. Diagnosis Keperawatan

a. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif d.d turgor pada kulit menurun (D.0023)

b. Diare b.d malbsorpsi d.d defekasi lebih dari tiga kali dengan konsistensi fases
lembek (D.0020)

c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi d.d pasien mengeluhkan nyeri (D.0077)

d. Hipertermia b.d dehidrasi d.d suhu tubuh meningkat (D.0130)

e. Gangguan integritas kulit b.d kekurangan volume cairan d.d kerusakan lapisan
kulit (D.0129)

f. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan d.d berat badan menurun minimal
10% dibawah rentan ideal (D.0019)

3. Intervensi Keperawatan

2.2 Tabel Intervensi Keperawatan (SIKI, 2018)

No Analisis Data Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil Keperawatan
1 Tanda gejala Hipovolemi b.d Setelah dilakukan Manajemen
mayor: Data kehilangan cairan tindakan selama 3x24 hipovolemia (I.03116)
subjektif (tidak aktif d.d turgor pada jam diharapkan
1. Periksa tanda dan
tersedia) Data kulit menurun keseimbangan cairan
gejala hipovolemia
objektif (D.0023) (L.05020) meningkat
dengan kriteria hasil: 2. Monitor intake dan
1. Frekuensi nadi
output cairan
meningkat 1. Kelembaban membran
mukosa meningkat 3. Hitung kebutuhan
2. Nadi teraba
cairan
lemah 2. Asupan makanan
meningkat 4. Berikan asupan
3. Tekanan darah
cairan oral
menurun 3. Dehidrasi menurun
4. Tekanan nadi 4. Tekanan darah 5. Berikan posisi
menyempit membaik 5. Denyut nadi modified
radial trendelenburg
5. Turgor kulit
menurun 6. Membran mukosa 6. Anjurkan
membaik memperbanyak asupan
6. Membran
cairan oral
mukosa kering 7. Mata cekung membaik
7. Anjurkan
7. Volume urin 8. Turgor kulit membaik
menghindari
menurun
9. Berat badan membaik perubahan posisi
8. Hemtokrit mendadak
meningkat
8. Kolaborasi
Tanda gejala pemberian cairan IV
minor: Data isotonis
subjektif 1. Merasa
9. Kolaborasi
lemas
pemberian cairan IV
2. Mengeluh haus hipotonis

Data objektif 10. Kolaborasi

1. Pengisian vena pemberian cairan

menurun koloid

2. Status mental 11. Kolaborasi

berubah pemberian produk


darah Manajemen
3. Suhu tubuh
syok
meningkat

4. Konsentrasi urin
meningkat

5. Berat badan
turun tiba-tiba
2. Tanda gejala Diare malbsorpsi d.d Setelah dilakukan Manajemen diare
mayor: defekasi lebih dari tindakan selama 3x24 (I.03101)
tiga kali dengan jam diharapkan eliminasi
1. Identifikasi
konsistensi fases fekal (L.04033) membaik
penyebab diare
lembek (D.0020) dalam kriteria hasil:
2. Identifikasi riwayat
1. Kontrol pengeluaran
pemberian makanan
fases meningkat
3. Identifikasi gejala
2. Konsistensi fases
invaginasi
membaik
4. Monitor
3. Frekuensi defekasi
warna,volume,
membaik
frekuensi, dan
4. Peristaltik usus konsistensi tinja
membaik
5. Monitor tanda
gejala hipovolemia

6. Monitor isitasi dan


ulserasi kulit di daerah
perianal

7. Monitor jumlah
pengeluaran diare

8. Monitor keamanan
penyajian makanan

9. Berikan asupan
cairan oral

10. Berikan cairan


intravena

11. Ambil sampel


darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit

12. Ambil sampel


fases untuk kultur, jika
perlu

13. Anjurkan makanan


porsi kecil dan sering
secara bertahap

14. Anjurkan
menghindari makanan
pembentuk gas, pedas
dan mengandung
laktosa

15. Anjurkan
melanjutkan
pemberian ASI

16. Kolaborasi
pemberian obat
antimotilitas

17. Kolaborasi
pemberian obat
antispasmodic/
spasmolitik

18. Kolaborasi
pemberian obat
pengeras fases
3. Tanda gejala Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri
mayor: Data pencedera fisiologi tindakan selama 3x24 (I.08238)
subjektif d.d pasien jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi,
mengeluhkan nyeri nyeri (L.12111) menurun karakteristik, durasi,
1. Mengeluh nyeri
(D.0077) dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
Data objektif
intensitas nyeri
1. keluhan nyeri menurun
1. Tampak
2. Identifikasi skala
meringis 2. meringis menurun
nyeri
2. 3. kesulitan tidur
3. Identifikasi respon
Bersikapprotektif menurun
nyeri non verbal
3. Gelisah 4. frekuensi nadi
4. Identifikasi faktor
membaik
4. Frekuensi nadi yang memperberat dan
meningkat 5. pola napas membaik memperingan nyeri

5. Sulit tidur 6. tekanan darah 5. Identifikasi


membaik pengetahuan dan
Tanda gejala
minor: Data 7. nafsu makan membaik keyakinan tentang

subjektif (tidak nyeri


8. pola tidur membaik
tersedia) Data 6. Identifikasi
objektif pengaruh budaya

1. Tekanan darah terhadap respon nyeri

meningkat 7. Identifikasi
2. Pola napas pengaruh nyeri pada

berubah kualitas hidup

3. Nafsu makan 8. Monitor

berubah keberhasilan terapi


komplementer yang
4. Proses berfikir
sudah diberikan
terganggu
9. Monitor efek
5. Menarik diri
samping penggunaan
6. Berfokus pada analgetik
diri sendiri 10. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
7. Diaforesis
mengurangi rasa nyeri

11. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri

12. Fasilitasi istirahat


dan tidur

13. Pertimbangkan
jenis dan sumber nyeri
dalam pemeliharaan
stategi meredakan
nyeri

14. Jelaskan penyebab,


periode dan pemicu
nyeri

15. Jelaskan strategi


meredakan nyeri

16. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri

17. Anjurkan
menggunakan
analgestik secara tepat

18. Ajarkan teknik


nonfarmakologis
untuk mrnggurangi
rasa nyeri

19. Kolaborasi
pemberian analgestik,
Jika perlu
4. Tanda gejala Hipertermia b.d Setelah dilakukan Manajemen
mayor: Data dehidrasi d.d suhu tindakan selama 3x24 hipertermia (I.15506)
subjektif (tidak tubuh meningkat jam diharapkan
1. Identifikasi
tersedia) (D.0130) termoregulasi (L.14134)
penyebab hipertermia
membaik dengan kriteria
Data objektif
hasil: 2. Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh
1. Kulit merah menurun 3. Monitor komplikasi
diatas nilai normal
akibat hipertermia
2. Kejang menurun
Tanda gejala
4. Sediakan
minor Data 3. Pucat menurun
lingkungan yang
subjektif (tidak
4. Suhu tubuh membaik dinggin
tersedia)
5. Suhu kulit membaik 5. Longgarkan atau
Data objektif
lepaskan pakaian
6. Tekanan darah
1. Kulit merah
membaik 6. Berikan cairan oral
2. Kejang
7. Lakukan
3. Takikardi pendinginan eksternal

4. Takipnea 8. Anjurkan tirah


baring
5. Kulit terasa
hangat 9. Kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena,
jika perlu
5. Faktor risiko: 1. Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan integritas
Perubahan kulit b.d kekurangan tindakan selama 3x24 kulit (I.11353)
sirkulasi 2. volume cairan d.d jam diharapkan integritas 1. Identifikasi
Perubahan status kerusakan lapisan kulit dan jaringan penyebab gangguan
nutrisi (kelebihan kulit (D.0129) (L.14125) meningkat integritas kulit
atau kekurangan) dengan kriteria hasil:
2. ubah posisi tiap 2
3. Kekurangan/kel
1. elastisitas meningkat jam jika tirah baring
ebihan volume
cairan 4. Faktor 5. 2. hidrasi meningkat 3. bersihkan perineal

mekanisme (mis, dengan air hangat,


3. kerusakan jaringan
penekanan, terutama selama
menurun
gesekan) 6. periode diare
4. kerusakan lapisan kulit
kelembaban 7. 4. gunakan produk
menurun
kurang terpapar berbahan ringan/alami
informasi tentang 5. nyeri menurun dan hipoalergik pada
upaya kulit sensitif
6. kemerahan menurun
mempertahanka
7. suhu kulit membaik 5. hindari produk
n/melindungi
berbahan dasar
integritas kulit 8. tekstur membaik
alkohol pada kulit
9. sensasi membaik kering

6. anjurkan
menggunakan
pelembab

7. anjurkan minum
secukupnya

8. anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi

9. anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
10. anjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstream

11. anjurkan mandi


dan menggunakan
sabun secukupnya
6. Tanda gejala Defisit nutrisi b.d selama 3x24 jam Manajemen nutrisi
mayor: Data kurangnya asupan diharapkan status nutrisi (I.03119)
subjektif (tidak makanan d.d berat (L.14125) membaik
1. identifikasi status
tersedia) Data badan menurun dengan kriteria hasil:
nutrsi
objektif minimal 10%
1. posi makanan yang
dibawah rentan ideal 2. identifikasi alergi
1. berat badan dihabiskan meningkat
(D.0019) dan intoleansi
menurun minimal
2. perasaan cepat makanan
10% dibawah
kenyang menurun
rentan ideal 3. identifikasi
3. nyeri abdomen makanan yang disukai
Tanda dan gejala
menurun
minor Data 4. idenifikasi

subjektif 4. diare menurun kebutuhan kalori dan


jenis nutrien
1. cepat kenyang 5. berat badan membaik

setelah makan 5. identifikasi


6. indeks masa tubuh
kebutuhan kalori dan
2. kram/nyeri (IMT) membaik
jenis nutrien
abdomen 7. frekuensi makan
6. identifikasi perlunya
3. nafsu makan membaik
penggunaan selang
menurun 8. nafsu makan membaik nasogastrik
Data objektif 9. bising usus membaik 7. monitor asupan
1. bising usus makanan
hiperaktif
8. monitor berat badan
2. otot pengunyah
lemah 9. monitor hasil
pemeriksaan
3. otot menelan
laboratorium
lemah
10. lakukan oral
4. membran
hygiene sebelum
mukosa pucat
makan, jika perlu
5. sariawan
11. fasilitasi
6. serum albumin menentukan pedoman
turun diet

7. rambut rontok 12. sajikan makanan


berlebihan secara menarik dan

8. diare suhu yang sesuai

13. berikan makanan


tinggi serat untuk
mencegah konstipasi

14. berikan makanan


tinggi kalori dan tinggi
protein

15. berikan suplemen


makan, jika perlu

16. hentikan
pemberian makan
melalui selang
nasogastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi

17. anjurkan posisi


duduk, jika mampu
18. ajarkan diet yang
diprogramkan

19. kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan

20. kolaborasi dengan


ahli gizi untuk
menentukkan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika
perlu

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu pasien dalam masalah status kesehatan. Status kesehatan yang
dikelola secara baik nantinya mengambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien, faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti. 2017).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, evalusi pada dasarnya
membandingan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang
telah ditetapkan. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dilihat dari tindakan
keperawatan, tujuannya untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai
dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan
(Tarwoto & Wartonah, 2015).

Evaluasi ditulis setiap kali setelah semua tindakan dilakukan terhadap pasien.
Pada tahap evaluasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu SOAP atau SOAP(IER) (Suprajitno
2012):
a. S (Data Subyektif): Subyektif adalah keluhan pasiensaat ini yang didapatkan
dari melakukan anamnesa untuk mendapatkan keluhan pasien saat ini, riwayat
penyakit yang lalu, riwayat penyakit keluarga.

b. O (Data Obyektif): Obyektif adalah hasil pemeriksaan fisik termasuk


pemeriksaan tanda-tanda vital, skala nyeri dan hasil pemeriksaan penunjang
pasien pada saat ini. Lakukan pemeriksaan fisik dan kalau perlu pemeriksaan
penunjang terhadap pasien.

c. A (assessment): Penilaian keadaan adalah berisi diagnosis kerja, diagnosis


diferensial atau problem pasien, yang didapatkan dari menggabungkan penilaian
subyektif dan obyektif. Pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan
pasien telah terpenuhi atau tidak

d. P (planning): Rencana asuhan adalah berisi rencana untuk menegakan diagnosis


(pemeriksaan penunjang yang akandilakukan untuk menegakkan diagnosis
pasti), rencana terapi (tindakan, diet, obat-obat yang akan diberikan), rencana
monitoring (tindakan monitoring yang akan dilakukan, misalnya pengukuran
tensi, nadi, suhu, pengukuran keseimbangan cairan, pengukuran skala nyeri) dan
rencana pendidikan (misalnya apa yang harus dilakukan, makanan apa yang
boleh dan tidak, bagaimana posisi).

2.3 Konsep Dasar Nutrisi dan Cairan

2.3.1 Konsep Dasar Cairan

1. Keseimbangan cairan dan elektrolit menurut kemenkes (2016)

a. Distribusi cairan tubuh

Cairan tubuh di distribusi dalam dua kompartemen, yaitu: cairan ekstra sel (CES)
yang terdiri dari cairan interstitial (CI) yang merupakan cairan diantara sel,
sekitar 15% berat tubuh, dan cairan intra vaskuller (CIV) yang terdiri dari plasma
(cairan limfe) dan darah, menyusun 5% berat tubuh. Sedangkan untuk cairan
intra sel (CIS) merupak cairan dalam membran sel yang membentuk 40% berat
tubuh.
b. Komposisi cairan dalam tubuh

Elektrolit merupakan senyawa yang larut dalam air akan pecah menjadi ion dan
mampu membawa muatan listrik berupa kation (positif) dan anion (negatif)
elektrolit penting untk fungsi neuromuskular dan keseimbangan asam basa,
elektrolit diukur dalam mEq/L. Mineral merupakan senyawa jaringan dan cairan
tubuh, berfungsi dalam, mempertahankan proses fisiologis, sebagai katalis dalam
proses saraf kontraksi otot dan metabolisme zat gizi, mengatur keseimbangan
elektrolit dan produksi hormor memperkuat struktur tulang serta mengatur
keseimbangan elektrolit dan produksi hormon untuk menguatkan struktur tulang.
Sel merupakan unit fungsional dari jaringan tubuh contohnya seperti eritosit dan
leukosit.

c. Pergerakan cairan tubuh

1) Difusi

Difusi yaitu proses dimana partikel berpindah dari daerah berkonsentrasi tinggi
ke daerah berkonsentrasi rendah, sehingga distribusi partikel dalam cairan merata
atau melewati membran sel yang permeabel. Contoh: gerakan oksigen dari
alveoli paru ke darah kapiler pulmoner.

2) Osmosis

Osmosis yaitu perpindahan pelarut melalui membran semipermeabel dari larutan


dengan zat pelarut (solut) konsentrasi rendah ke larutan dengan solut konsentrasi
tinggi. Kecepatan osmosis bergantung pada konsentrasi solut, suhu larutan,
muatan listrik solut, dan perbedaan antara tekanan osmosis yang dikeluarkan
larutan. Tekanan osmotik merupakan tekanan dengan kekuatan untuk menarik air
dan tekanan ini bergantung pada jumlah molekul di dalam larutan. Tekanan
osmotik dipengaruhi oleh protein, khususnya albumin yang menghasilkan
osmotik koloid atau tekanan onkotik. Konsentrasi larutan (osmolalitas) diukur
dalam osmol yang mencerminkan jumlah substansi dalam larutan yang
berbentuk molekul, ion, atau keduanya. Larutan yang osmolalitasnya sama
dengan plasma darah disebut isotonik, akan mencegah perpindahan cairan dan
elektrolit dari kompartemen intrasel. Hipotonik adalah larutan yang memiliki
konsentrasi solut lebih rendah dari plasma, akan membuat air berpindah ke
dalamsel. Hipertonik adalah larutan yang memiliki konsentrasi solut lebih tinggi
dari plasma, akan membuat air keluar dari sel.

3) Filtrasi

proses gerakan air dan zat terlarut dari area dengan tekanan hidrostatik tinggi ke
area dengan tekanan hidrostatik rendah. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang
dibuat oleh berat cairan. Filtrasi penting dalam mengatur cairan keluar dari arteri
ujung kapiler.

4) Transpor aktif

Transpor aktif memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untuk


menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel dari daerah
konsentrasi rendah atau sama ke daerah konsentrasi sama atau lebih besar.
Contoh: pompa natrium kalium, natrium dipompa keluar dari sel dan kalium
dipompa masuk ke dalam sel

d. Pengaturan cairan tubuh

1) Asupan cairan

Asupan cairan diatur melalui mekanisme rasa haus, yang berpusat di hipotalamus.
Air dapat diperoleh dari asupan makanan (buah, sayuran, dan daging, serta
oksidasi bahan makanan selama proses pencernaan). Sekitar 220 ml air diproduksi
setiap hari selama metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak berlangsung.

2) Haluaran cairan

Cairan terutama dikeluarkan melalui ginjal dan saluran gastrointestinal. Pada


ginjal setiap menit menerima sekitar 125 ml plasma untuk disaring dan
memproduksi urine. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dipengaruhi oleh
hormon antideuretik (ADH) dan aldosteron. Kehilangan air melalui kulit diatur
oleh saraf simpatis, yang mengaktifkan kelenjar keringat.
3) Hormon

Hormon utama yang memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah


ADH dan aldosteron. ADH menurunkan produksi urine dengan cara
meningkatkan reabsosrbsi air oleh tubulus ginjal dan air akan dikembalikan ke
dalam volume darah sirkulasi. Aldosteron mengatur keseimbangan natrium dan
kalium, menyebabkan tubulus ginjal mengekskresi kalium dan mengabsorbsi
natrium, akibatnya air akan direabsorbsi dan dikembalikan ke volume darah.
Glukokortikoid memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.

e. Pengaturan elektrolit

1) Kation

Kation utama,yaitu narium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca²+), dan magnesium
(Mg²+), terdapat di dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Kerja ion ini memengaruhi
transmisi neurokimia dan neuromuskular, yang memengaruhi fungsi otot, irama
dan kontraktilitas jantung, perasaan dan perilaku, fungsi saluran pencernaan, dan
proses lain. Natrium merupakan kation yang paling banyak jumlahnya dalam
cairan ekstrasel. Nilai natrium serum 135-145 mEq/L. Natrium diatur oleh asupan
garam, aldosteron, dan haluaran urine. Kalium merupakan kation intrasel utama,
nilai kalium serum 3,5-5,3 mEq/L. Kalium diatur oleh ginjal, dengan pertukaran
ion kalium dengan ion natrium di tubulus ginjal.Kalsium banyak terdapat di dalam
tubuh. Nilai kalsium serum 4-5 mEq/L. Kalsium diatur melalui kerja kelenjar
paratiroid dan tiroid. Magnesium merupakan kation terpenting kedua di dalam
cairan intrasel. Nilai magnesium serum 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium terutama
diekskresi melalui mekanisme ginjal.

2) Anion

Anion utama adalah klorida (Clon bikarbonat (HCOlam cairan intrasel. Nilai
magnesium serum 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium terutama diekskresi melalui
mekanisme ginjal. al.iran, elektrolit, dan asam basa.Klorida ditemukan di dalam
cairan ekstrasel dan intrasel. Nilai klorida serum 100-106 mEq/L. Klorida diatur
melalui ginjal. Bikarbonat adalah bufer dasar kimia yang utama di dalam tubuh,
ditemukan dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Nilai bikarbonat arteri mEq/L, dan
bikarbonat vena 24-30 mEq/L, bikarbonat diatur oleh ginjal. Fosfat merupakan
anion bufer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Nilai fosfat serum 2,5-4,5 mg/100
ml. Konsentrasi fosfat serum diatur oleh ginjal, hormon paratiroid, dan vitamin D
teraktivasi.

2. Keseimbangan asam basa

Keseimbangan asam basa tercapai jika kecepatan tubuh memproduksi asam/basa


sama dengan kecepatan tubuh mengekskresikan asam/basa tersebut. Keseimbangan
ini menghasilkan stabilnya konsentrasi hidrogen di dalam cairan tubuh, yang
dinyatakan sebagai nilai pH. pH merupakan skala untuk mengukur keasaman atau
alkali (basa) suatu cairan. Nilai pH arteri normal 7,35-7,45. Nilai pH 7 berarti
netral, pH < 7 berarti asam dan pH > 7 berarti basa.

a. Pengaturan kimiawi

Ekskresi hidrogen dikendalikan oleh ginjal. Protein (albumin, fibrinogen, dan


protrombin) dan gama globulin dapat melepaskan atau berikatan dengan hidrogen
untuk memperbaiki asidosis atau alkalosis.

b. Pengaturan biologis

Hidrogen memiliki muatan positif dan harus ditukar dengan ion lain yang
bermuatan positif, sering kali ion yang digunakan adalah kalium. Karbondioksida
berdifusi ke dalam eritrosit dan membentuk asam karbonat, asam karbonat
membelah menjadi hidrogen dan bikarbonat, hidrogen terikat pada hemoglobin.

c. Pengaturan fisiologis

1) Paru-paru

Hidrogen memiliki muatan positif dan harus ditukar dengan ion lain yang
bermuatan positif, sering kali ion yang digunakan adalah kalium. Karbondioksida
berdifusi ke dalam eritrosit dan membentuk asam karbonat, asam karbonat
membelah menjadi hidrogen dan bikarbonat, hidrogen terikat pada hemoglobin
2) Ginjal

Ginjal mengabsorbsi bikarbonat jika terjadi kelebihan asam dan


mengekskresikannya jika terjadi kekurangan asam. Ginjal menggunakan fosfat
untuk membawa hidrogen dengan mengekskresikan asam fosfat dan membentuk
asam basa. Ginjal mengubah amonia (NH3) menjadi ammonium (NH4+) dengan
mengikatnya pada hidrogen.

2.3.2 Konsep Dasar Nutrisi

Nutrisi berasal dari kata nutrients artinya bahan gizi. Nutrisi adalah proses
tersedianya energi dan bahan kimia dari makanan yang penting untuk
pembentukan, pemeliharaan dan penggantian sel tubuh. Nutrient adalah zat
organik dan anorganik dalam makanan yang diperlukan tubuh agar dapat
berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan, aktivitas, mencegah defisiensi,
memeliharan kesehatan dan mencegah penyakit, memelihara fungsi tubuh,
kesehatan jaringan, dan suhu tubuh, meningkatkan kesembuhan, dan membentuk
kekebalan. Energi yang didapat dari makanan diukur dalam bentuk kalori (cal)
atau kilokalori (kcal). Kalori adalah jumlah panas yang diperlukan untuk
meningkatkan suhu 1 C dari 1 gr air. Kilokalori adalah jumlah panas yang
diperlukan untuk meningkatkan suhu 1 C dari 1 kg air (Kemenkes, 2016).

2.3.3 Gangguan Kebutuhan Nutrisi Dan Cairan

1. Ketidak seimbangan cairan

a. Ketidakseimbangan isotonik

1) Kekurangan volume cairan

Kekurangan cairan,tetapi kadar elektrolit serum tidak berubah,


terjadi melalui gastrointestinal (muntah, diare), perdarahan,
pemberian obat diuretik, banyak keringat, demam, dan
penurunanasupan per oral.

2) Kelebihan volume cairan


Kelebihan cairan tanpa disertai perubahan elektrolit serum, terjadi
pada gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan sirosis.

3) Sindrome ruang ketiga

Sindrome terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu


ruangan tubuh sehingga cairan tersebut terperangkap di dalamnya.
Obstruksi usus, luka bakar dapat menyebabkan perpindahan cairan
sebanyak 5-10 liter, keluar dari ruang ekstrasel.

b. Ketidakseimbangan osmolar

1) Hiperosmolar (dehidrasi)

Kehilangan cairan tanpa disertai kehilangan elektrolit yang


proporsional, terutama natrium. Misalnya,asupan oral tidak cukup,
lansia (penurunan cairan intrasel, penurunan respons terhadap rasa
haus, peningkatan proporsi lemak tubuh), penurunan sekresi ADH
(diabetes insipidus), deuresis osmotik, pemberian formula/larutan
hipertonik, yang meningkatkan jumlah solut dan konsentrasi darah.

2) Hipoosmolar (kelebihan cairan)

Kelebihan cairan terjadi ketika asupan cairan berlebihan, sekresi


ADH berlebihan, sehingga terjadi pengenceran cairan ekstrasel
disertai osmosis cairan ke sel dan menyebabkan edema.

2. Ketidakseimbangan elektrolit

a. Ketidakseimbangan natrium

Hiponatremia adalah konsentrasi natrium dalam darah lebih rendah, terjadi


saat kehilangan natrium atau kelebihan air. Hiponatremia menyebabkan
kolaps pembuluh darah dan syok. Hipernatremia adalah konsentrasi
natrium dalam darah lebih tinggi, dapat disebabkan oleh kehilangan air
yang ekstrim atau kelebihan natrium.

b. Ketidakseimbangan kalium
Hipokalemia adalah kalium yang bersikulasi tidak adekuat, dapat
disebabkan oleh penggunaan diuretik. Hipokalemia dapat menyebabkan
aritmia jantung. Hiperkalemia adalah jumlah kalium dalam darah lebih
besar, disebabkan oleh gagal ginjal.

c. Ketidakseimbangan kalsium

Hipokalsemia mencerminkan penurunan kadar kalsium serum.


Hiperkalsemia adalah peningkatan konsentrasi kalsium serum.

d. Ketidakseimbangan magnesium

Hipomagnesemia terjadi ketika kadar konsentrasi serum turun sampai di


bawah 1,5 mEq/L, menyebabkan peningkatan iritabilitas neuromuskular.
Hipermagnesemia terjadi ketika konsentrasi magnesium serum meningkat
sampai di atas 2,5 mEq/L, menyebabkan penurunan eksitabilitas sel-sel
otot.

e. Ketidakseimbangan klrorid

Hipokloremia terjadi jika kadar klorida serum turun sampai di bawah 100
mEq/L, disebabkanoleh muntah atau drainage nasogastrik/fistula, diuretik.
Hiperkloremia terjadi jika kadar serum meningkat sampai di atas 106
mEq/L.

3. Ketidakseimbangan asam basa

a. Asidosis respiratorik

Asidosis respiratorik ditandai dengan peningkatan konsentrasi karbon


dioksida (PaCO2), kelebihan asam karbonat, dan peningkatan hidrogen
(penurunan pH). Hal ini disebabkan oleh hipoventilasi akibat gagal napas
atau overdosis obat, sehingga cairan serebrospinalis dan sel otak menjadi
asam, menyebabkan perubahan neurologis. b. Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik ditandai dengan penurunan PaCO2 dan penurunan
konsentrasi hidrogen (peningkatan pH). Hal ini disebabkan oleh
penghembusan karbon dioksida berlebihan pada waktu mengeluarkan
napas atau oleh hiperventilasi, akibat ansietas atau asma.

c. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi hidrogen


dalam cairan ekstrasel, disebabkan oleh peningkatan kadar hidrogen atau
penurunan kadar bikarbonat.

d. Alkalosis metabolik

Alkalosis metabolik ditandai dengan kehilangan asam dari tubuh atau


meningkatnya kadar bikarbonat, disebabkan oleh muntah, gangguan asam
lambung, menelan natrium bikarbonat (Kemenkes, 2016).

2.3.4 Faktor Yang Memepengaruhi Nutrisi dan Cairan

1. Usia

a. Bayi

Proporsi air dalam tubuh bayi lebih besar daripada proporsi air dalam tubuh anak
usia sekolah, remaja, atau dewasa. Namun, bayi memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami 44 kekurangan cairan atau hiperosmolar karena per kilogram berat
tubuhnya akan kehilangan air yang lebih besar secara proporsional.

b. Anak-anak

Respons anak terhadap penyakit adalah demam yang dapat meningkatkan


kecepatan kehilangan air.

c. Remaja

Perubahan keseimbangan cairan remaja perempuan lebih besar karena adanya


perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus menstruasi.

d. Lansia

Risiko lansia untuk mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit mungkin


berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan ketidakmampuan untuk
mengkonsentrasi urine. Selain itu jumlah total air tubuh menurun seiring dengan
peningkatan usia, penggunaan diuretik atau laksatif.

2. Ukuran Tubuh

Lemak tidak mengandung air, karena itu orang gemuk memiliki proporsi air tubuh
lebih sedikit. Wanita memiliki lebih banyak cadangan lemak di dalam payudara dan
paha, sehingga jumlah total air tubuh wanita lebih kecil.

3. Temperatur Lingkungan

Lingkungan yang panas menyebabkan berkeringat, akibatnya tubuh kehilangancairan,


sehingga kehilangan natrium danklorida.

4. Gaya Hidup

a. Diit

Diit cairan, garam, kalium, kalsium, magnesium, karbohidrat, lemak, dan protein,
membantu tubuh mempertahankan status cairan, elektrolit, dan asam basa. Intake
nutrisi tidak adekuat menyebabkan serum albumin menurun sehingga cairan
interstitiil tidak ke pembuluh darah, yang disebut udem.

b. Stres

Stres meningkatkan kadar aldosteron dan glukokortikoid, sehingga menyebabkan


retensi natrium dan garam. Selain itu, peningkatan sekresi ADH akan menurunkan
haluaran urine, sehingga meningkatkan volume cairan.

c. Olah raga

Olah raga menyebabkan peningkatan kehilangan air melalui keringat, dan


mekanisme rasa haus membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit dengan meningkatkan asupan cairan

2.4 Oral Reyhdration Salt

2.4.1 Pengertian ORS


Anti-diare diberikan untuk mengurangi peristaltik, spasme usus, menahan iritasi, absorsi
racun dan sering dikombinasi dengan antimikroba. Diare yang menyerupai kolera
mengakibatkan dehidrasi ringan dan sering memerlukan infuse, karena pasien dapat
meninggal karena kekurangan cairan dan elektrolit. Bila disertai muntah, maka cairan garam
rehidrasi (oral rehydration salt = oralit ) banyak menolong sebagai pertolonga pertama
(wiffen, 2014).

Terapi oral rehydration atau yang sering disebut oralit merupakan cairan elektrolit –
glukosa yang sangat esensial salam pencegahan dan rehidrasi penderita dengan dehidrasi
ringan – sedang. Pada dehidrasi ringan dan sedang, bila diare profus degan pengeluaran air
tinja yang hebat (>100ml/kg/hari) atau muntah hebat (severe vomitting) dimana penderita tak
dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violet meteorism) sehingga
rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi maka dapat dilakukan
rehidrasi parenteral meskipun sebenarnya rehidrasi parental dilakukan hanya untuk dehidrasi
berat dengan gangguan siklus (wiffen, 2014).

2.4.2 Tujuan Pemberian ORS dan Madu

Terapi rehidrasi yaitu menggantikan kehilangan air dan elektrolit: terapi cairan rumatan
yaitu menjaga kehiangan cairan yang sedang berlangsung. Bahkan pada kondisi diare berat,
air dan garam diserap terus menerus melalui absorbsi aktif natrium yang ditinggalkan oleh
glukosa dalam usus halus. Larutan – aruta pengganti oral akan efektif jika mengandung
natrium, kalium, glukosa dan air dalam jumlah yang seimbang, glukosa diperlukan untuk
meningkatkan absorbsi elektrolit (wiffen, 2014).

Pemberian ORS dan madu dapat dijadikan salah satu alternatif dalam mengatasi diare.
Kandungan dalam madu dapat menghambat 60 spesies bakteri, jaur, dan virus yang dapat
digunakan pada beberapa masalah gastrointestinal seperti diare (najati, 2013). Banyak hasil
penelitian menunjukkan bahwa oenggunaan madu membantu dalam masalah
gastrointestinal. Madu memiliki kandungan dua molekul bioaktif utama yaitu flavonoid dan
polifenol yang bertindak sebagai antioksidan. Madu juga terdiri dari fruktosa dan glukosa
yng berfungsi sebagai agen prebiotik, terdiri dari asam amino, vitamin, mineral, dan enzim
(Elnady et al, 2013).
2.4.3 Prosedur Pemberian ORS dan madu

Langkah pertama pengobatan diare akut, seperti pada gastroenteritis, ialah mencegah atau
mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan, terutama pada bayi dan lansia.
Dehidrasi adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan cairan, penilaian derajat
dehidrasi dibagi menjadi tiga: tidak ada dehidrasi (terapi A), dengan dehidrasi ringan-sedang
(terapi B), dehidrasi berat (terapi C).

Dosis madu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 10 ml dalam 200 ml ORS.
Menurut peneliti, dengan menambahkan madu sebanyak 10 ml dalam larutan ORS secara
teknis lebih mudah dan memberikan rasa sedikit manis pada ORS yang diberikan sehingga
lebih mudah diterima karena dengan rasa-rasa manis yang dirasakan. Campuran ORS dan
madu ini diberikan setiap kali buang air besar, dilakukan selama 3 hari (Andayani, 2020).

Madu yang dilarutkan dalam ORS akan mengalami peningkatan osmolaritas, sehingga
akan lebih mampu untuk menghambat pertumbuhan patogen penyebab diare. Kandungan
gula juga mengalami peningkatan saat madu dilarutkan dalam ORS yang dapat
meningkatkan penyerapan natrium dan air dari usus (Andayani, 2020).

2.5 Kerangka Teori

Faktor infeksi Malabsorbsi Makanan

Kuman masuk & Tekanan osmotik meningkat Toksik tidak dapat


diabsorbsi
berkembang dalam usus
Gangguan motilitas usus
Reaksi inflamas
Hipermotilitas
Peningkatan sekeresi Pergeseran cairan &
cairan & elektrolit elektrolit ke rongga usus
Sekresi air & Nyeri Akut

elektrolit meningkat
Isi rongga usus meningkat

Hipertermia DIARE

Dehidrasi Defekasi sering Pengeluaran substansi nutrien bersama


fases

Tubuh kehilangan cairan Pengeluaran asam laktat berlebihan Hipoglikemi dan


gangguan zat gizi
& elektrolit
Iritasi kulit Malnutrisi energi dan
protein
Turgor kulit

Gangguan Defisist Nutrisi


Defisit volume Integritas Kulit

cairan elektrolit

BAB III
Hipovolema
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

Kerangka konsep adalah kerangka antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui
penelitian (setiadi, 2013). Adapun kerangka konsep dari penelitian ini dapat diterangkan dengan
skema pada gambar di bawah ini:
3.1 Kerangka Konsep

Penyebab diare : Komplikasi diare :


Faktor risiko
1. Faktor infeksi terjadinya diare : a. Dehidrasi
2. Faktor malabsorbsi 1. Perilaku b. Renjatan
hipovolemik
3. Faktor makanan 2. Lingkungan
c. Hipokalemia
4. Faktor psikologis
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi sekunder
f. Kejang, terjadi pada
Diare dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi energi
protein

Pemberian kartu kuartet bebas diare Faktor yang


yang berisi materi tentang
mempengaruhi
pencegahan diare, meliputi :
pengetahuan
a. Makan makanan yang higienis
1. Pendidikan
b. Minum air yang bersih dan sehat Pengetahuan
2. Informasi/media
c. Menjaga kebersihan diri tentang massa
d. Mencuci tangan menggunakan Pencegahan 3. Sosial, budaya,
sabun Diare dan ekonomi
e. Memberantas lalat dan menjaga 4. Lingkungan
kebersihan lingkungan
5. Pengalaman
f. Buang sampah pada tempatnya
6. Usia
g. Buang air besar pada tempatnya

Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Alur pikir

3.2 Definisi Operasional


Definisi operasional merupakan sebuah definisi dari sebuah variabel atau objek yang
akan diamati di lapangan (Rianto, 2019). Definisi operasional merupakan penjelasan semua
variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).

1. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan adalah bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada pasien diare dengan hipovolemi.

2. Diare adalah kondisi dimana pasien mengalami defekasi sehari 3-4 kali dalam sehari dengan
konsistensi fases lembek bahkan cair. Diare memerlukan penanganan yang khusu karena diare
dapat menyebabkan dehidrasi, syok hipovolemia dan bahkan kematian

3. Terapi oral reydration salt dan madu merupakan terapi yang bermanfaat untuk mengurangi
frekuensi diare serta penambahan madu dalam larutan oral rehydration salt dapat meningkatkan
imunitas tubuh.

Anda mungkin juga menyukai