“sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester”
Disusun Oleh:
NAMA : ANITA AGUSTINA
NPM : 144012459
PENDAHULUAN
Ruang lingkup pada proposal ini akan membahas mengenai konsep dasar pemenuhan kebutuhan
nutrisi, cairan, dan asuhan keperawatan pemenuhan cairan dan nutrisi pada pasien diare.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk tinja dengan
intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali dalam kurun waktu hasi
(Haqi, 2019). Diare adalah kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air sajadan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan, 2011)
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering ( biasanya
tiga kali atau lebih ) dalam satu hari (DEPKES 2011).
Diare merupakan pengeluaran fases yang cepat dan berlebihan dengan bentuk
yang encer atau berupa cairan (Sjamsuhidajat & De jong, 2014). Berdasarkan beberapa
pengertian dapat disimpulkan diare merupakan suatu keadaan dimana frekuensi buang air
besar meningkat dari biasanya dengan konsistensi tinja yang cair dan lembek bahkan
dapat berupa air saja.
2. Etiologi
Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi, makanan, dan faktor psikologis
(Djitowiyono dan Kristiyanasari, 2011). Infeksi merupakan penyebab utama diare akut
akibat bakteri, virus, dan parasit (Ridha, 2014). Etiologi pada diare menurut Yuliastati &
Arnis (2016) ialah:
a. Infeksi enteral yaitu adanya infeksi yang terjadi di saluran pencernaan dimana
merupakan penyebab diare meliputi infeksi bakteri, virus, parasite, protozoa, serta
jamur dan bakteri.
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan seperti
pada otitis media, tonsilitis, bronchopneumonia serta encepthalitis
d. Faktor risiko
3. Manifestasi Klinis
Diare karena ineksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan atau demam,
tenesmus, hematocezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa
aktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan dibadan yang mengakibatkan rejatan hipovolemi atau gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut, karena kehilangan cairan seseorang
merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadai cekung, lidah kering, tulang pipi
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik (Zein, 2011).
4. Komplikasi
Menurut Dwienda (2014) komplikasi yang dapat diakibatkan oleh diare adalah dehidrasi,
hipokalemia, hipoglikemi, dan kejang terutama pada dehidrasi hipertonik. Menurut
Subagyo dan Santosa (2011), penderita diare sebagian kecil mengalami komplikasi dari
dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit atau pengobatan yang diberikan beberapa
komplikasi yang sering terjadi seperti:
d. Syok hipovolemik
5. Patofisiologi
Pada dasarnya diare terjadi ketika terdapat gangguan transportasi air dan elektrolit
dalam lumen usus. Mekanisme patofisiologi dari diare dapat berupa osmosis, sekretori,
inflamasi, dan perubahan motilitas (Sweetser, 2012). Mekanisme dasar yang
menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan
atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalm rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit dalam rongga usus, isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus, isi rongga usus yang berlebih ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya
hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkanbakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
kedalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin tersebut terjadi hipersekresi
yang selanjutnya akan menimbulkan diare (Lestari, 2016).
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Nuraarif & Kusuma (2015) pemeriksaan diagnostik pada diagnos medis diare
adalah:
7. Penatalaksanaan
a. Tepat indikasi
b. Tepat dosis
c. Tepat penderita
d. Tepat obat
a. Rehidrasi sebagai perioritas utama pengobatan, empat hal yang perlu diperhatikan
adalah
1) Jenis cairan, pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit, cairan Ringer
Laktat, bila tidak tersedia dapat diberikan NaCl isotonik ditambah satu ampul Na
bikarbonat 7,5% 50 ml.
2) Jumlah cairan, jumlah cairan yang diberikan idealnya sesuai dengan cairan yang
dikeluarkan
3) Jalan masuk, rute pemberian cairan pada oarang dewasa dapat dipilih oral atau i.v
4) Jadwal pemberian cairan, rehidrasi diharapkan terpenuhi lengakap pada akhir jam
ke-3 setelah awal pemberian.
b. Terapi simptomatik, obat antidiare bersifat simptomatik dan diberikan sangat hati-hati
atas pertimbangan yang rasional. Beberapa golonganantidiare: Antimotilitas dan sekresi
usus, turunan opiat, Difenoksilat, Loperamid, Kodein HCl, Antiemetik: Metoklopramid,
Domperidon
c. Terapi definitif, edukasi yang jelas sangat penting dalam upaya pencegahan, higienitas,
sanitasi lingkungan (Mansjoer dkk,).
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan suatu proses atau rangkaian pada praktik keperawatan yang
diberikan kepada pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan, bentuk proses
kepeawatan meliputi tahap: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanan keperawatan
(intervensi), pelaksanaan keperawatan (implementasi) dan evaluasi. Proses keperawatan
salah satu pendekatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan dan penyelesaian
masalah. (Nursalam, 2011).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan. Tahap ini sangat
penting dan menentukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Data yang komprehensif dan
valid akan menentukan penetapan diagnosa keperawatan dengan tepat dan benar, serta
selanjutnya berpengaruh dalam perencanaan keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik
keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu
pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tahap-tahap tersebut
berintegrasi terhadap fungsi intelektual problem-solving. dalam mendefinisikan suatu
asuhan keperawatan (Nursalam, 2013).
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, usia, pendidikan, rumah sakit, nomer
register, diagnosa, penanggung jawab, pekerjaan, agama, dan suku bangsa,
tanggal atau jam masuk.
b. Keluhan utama
Pada pasien diare ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar/BAB,
menurunya nafsu makan, lemas, turgor kulit jejas (elastisitas kulit menurun),
terkadang disertai demam, dan penurunan berat badan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Apakah sebelumnya pernah mengalami diare akut atau belum, serta riwayat
penyakit yang pernah diderita oleh pasien.
1) Pola persepsi
3) Pola eliminasi
Menggambarkan pola BAK dan BAB pasien sebelum dan sesudah dirawat
di rumah sakit. Apakah ada konstipasi atau bab cair.
Diisi dengan aktifitas rutin yang dilakukan klien sebelum hingga selama
sakit, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Kolom tersebut diisi
sesuai dengan keterangan: 0: Mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu
orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,4: tergantung total.
5) Pola istirahat tidur
6) Pola kognitif-perseptual
Nilai-nilai dan keyakinan klie terhadap sesuatu dan menjadi sugesti yang
amat kuat sehingga mempengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak pada
kesehatan klien. Termasuk juga praktik ibadah yang dijalankan klien
termasuk sebelum sakit dan selama sakit
g. Pemeriksaan Fisik
2) Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu tubuh, nadi lemah dan cepat
h. Pemeriksaan Penunjang
2) Pemeriksaan elektrolit
i. Terapi medis berisi tentang terapi farmakologi apa yang didapatkan
2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif d.d turgor pada kulit menurun (D.0023)
b. Diare b.d malbsorpsi d.d defekasi lebih dari tiga kali dengan konsistensi fases
lembek (D.0020)
c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi d.d pasien mengeluhkan nyeri (D.0077)
e. Gangguan integritas kulit b.d kekurangan volume cairan d.d kerusakan lapisan
kulit (D.0129)
f. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan d.d berat badan menurun minimal
10% dibawah rentan ideal (D.0019)
3. Intervensi Keperawatan
menurun koloid
4. Konsentrasi urin
meningkat
5. Berat badan
turun tiba-tiba
2. Tanda gejala Diare malbsorpsi d.d Setelah dilakukan Manajemen diare
mayor: defekasi lebih dari tindakan selama 3x24 (I.03101)
tiga kali dengan jam diharapkan eliminasi
1. Identifikasi
konsistensi fases fekal (L.04033) membaik
penyebab diare
lembek (D.0020) dalam kriteria hasil:
2. Identifikasi riwayat
1. Kontrol pengeluaran
pemberian makanan
fases meningkat
3. Identifikasi gejala
2. Konsistensi fases
invaginasi
membaik
4. Monitor
3. Frekuensi defekasi
warna,volume,
membaik
frekuensi, dan
4. Peristaltik usus konsistensi tinja
membaik
5. Monitor tanda
gejala hipovolemia
7. Monitor jumlah
pengeluaran diare
8. Monitor keamanan
penyajian makanan
9. Berikan asupan
cairan oral
14. Anjurkan
menghindari makanan
pembentuk gas, pedas
dan mengandung
laktosa
15. Anjurkan
melanjutkan
pemberian ASI
16. Kolaborasi
pemberian obat
antimotilitas
17. Kolaborasi
pemberian obat
antispasmodic/
spasmolitik
18. Kolaborasi
pemberian obat
pengeras fases
3. Tanda gejala Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri
mayor: Data pencedera fisiologi tindakan selama 3x24 (I.08238)
subjektif d.d pasien jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi,
mengeluhkan nyeri nyeri (L.12111) menurun karakteristik, durasi,
1. Mengeluh nyeri
(D.0077) dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
Data objektif
intensitas nyeri
1. keluhan nyeri menurun
1. Tampak
2. Identifikasi skala
meringis 2. meringis menurun
nyeri
2. 3. kesulitan tidur
3. Identifikasi respon
Bersikapprotektif menurun
nyeri non verbal
3. Gelisah 4. frekuensi nadi
4. Identifikasi faktor
membaik
4. Frekuensi nadi yang memperberat dan
meningkat 5. pola napas membaik memperingan nyeri
meningkat 7. Identifikasi
2. Pola napas pengaruh nyeri pada
11. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
13. Pertimbangkan
jenis dan sumber nyeri
dalam pemeliharaan
stategi meredakan
nyeri
16. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
17. Anjurkan
menggunakan
analgestik secara tepat
19. Kolaborasi
pemberian analgestik,
Jika perlu
4. Tanda gejala Hipertermia b.d Setelah dilakukan Manajemen
mayor: Data dehidrasi d.d suhu tindakan selama 3x24 hipertermia (I.15506)
subjektif (tidak tubuh meningkat jam diharapkan
1. Identifikasi
tersedia) (D.0130) termoregulasi (L.14134)
penyebab hipertermia
membaik dengan kriteria
Data objektif
hasil: 2. Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh
1. Kulit merah menurun 3. Monitor komplikasi
diatas nilai normal
akibat hipertermia
2. Kejang menurun
Tanda gejala
4. Sediakan
minor Data 3. Pucat menurun
lingkungan yang
subjektif (tidak
4. Suhu tubuh membaik dinggin
tersedia)
5. Suhu kulit membaik 5. Longgarkan atau
Data objektif
lepaskan pakaian
6. Tekanan darah
1. Kulit merah
membaik 6. Berikan cairan oral
2. Kejang
7. Lakukan
3. Takikardi pendinginan eksternal
6. anjurkan
menggunakan
pelembab
7. anjurkan minum
secukupnya
8. anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
9. anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
10. anjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstream
16. hentikan
pemberian makan
melalui selang
nasogastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
19. kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, evalusi pada dasarnya
membandingan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang
telah ditetapkan. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dilihat dari tindakan
keperawatan, tujuannya untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai
dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan
(Tarwoto & Wartonah, 2015).
Evaluasi ditulis setiap kali setelah semua tindakan dilakukan terhadap pasien.
Pada tahap evaluasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu SOAP atau SOAP(IER) (Suprajitno
2012):
a. S (Data Subyektif): Subyektif adalah keluhan pasiensaat ini yang didapatkan
dari melakukan anamnesa untuk mendapatkan keluhan pasien saat ini, riwayat
penyakit yang lalu, riwayat penyakit keluarga.
Cairan tubuh di distribusi dalam dua kompartemen, yaitu: cairan ekstra sel (CES)
yang terdiri dari cairan interstitial (CI) yang merupakan cairan diantara sel,
sekitar 15% berat tubuh, dan cairan intra vaskuller (CIV) yang terdiri dari plasma
(cairan limfe) dan darah, menyusun 5% berat tubuh. Sedangkan untuk cairan
intra sel (CIS) merupak cairan dalam membran sel yang membentuk 40% berat
tubuh.
b. Komposisi cairan dalam tubuh
Elektrolit merupakan senyawa yang larut dalam air akan pecah menjadi ion dan
mampu membawa muatan listrik berupa kation (positif) dan anion (negatif)
elektrolit penting untk fungsi neuromuskular dan keseimbangan asam basa,
elektrolit diukur dalam mEq/L. Mineral merupakan senyawa jaringan dan cairan
tubuh, berfungsi dalam, mempertahankan proses fisiologis, sebagai katalis dalam
proses saraf kontraksi otot dan metabolisme zat gizi, mengatur keseimbangan
elektrolit dan produksi hormor memperkuat struktur tulang serta mengatur
keseimbangan elektrolit dan produksi hormon untuk menguatkan struktur tulang.
Sel merupakan unit fungsional dari jaringan tubuh contohnya seperti eritosit dan
leukosit.
1) Difusi
Difusi yaitu proses dimana partikel berpindah dari daerah berkonsentrasi tinggi
ke daerah berkonsentrasi rendah, sehingga distribusi partikel dalam cairan merata
atau melewati membran sel yang permeabel. Contoh: gerakan oksigen dari
alveoli paru ke darah kapiler pulmoner.
2) Osmosis
3) Filtrasi
proses gerakan air dan zat terlarut dari area dengan tekanan hidrostatik tinggi ke
area dengan tekanan hidrostatik rendah. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang
dibuat oleh berat cairan. Filtrasi penting dalam mengatur cairan keluar dari arteri
ujung kapiler.
4) Transpor aktif
1) Asupan cairan
Asupan cairan diatur melalui mekanisme rasa haus, yang berpusat di hipotalamus.
Air dapat diperoleh dari asupan makanan (buah, sayuran, dan daging, serta
oksidasi bahan makanan selama proses pencernaan). Sekitar 220 ml air diproduksi
setiap hari selama metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak berlangsung.
2) Haluaran cairan
e. Pengaturan elektrolit
1) Kation
Kation utama,yaitu narium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca²+), dan magnesium
(Mg²+), terdapat di dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Kerja ion ini memengaruhi
transmisi neurokimia dan neuromuskular, yang memengaruhi fungsi otot, irama
dan kontraktilitas jantung, perasaan dan perilaku, fungsi saluran pencernaan, dan
proses lain. Natrium merupakan kation yang paling banyak jumlahnya dalam
cairan ekstrasel. Nilai natrium serum 135-145 mEq/L. Natrium diatur oleh asupan
garam, aldosteron, dan haluaran urine. Kalium merupakan kation intrasel utama,
nilai kalium serum 3,5-5,3 mEq/L. Kalium diatur oleh ginjal, dengan pertukaran
ion kalium dengan ion natrium di tubulus ginjal.Kalsium banyak terdapat di dalam
tubuh. Nilai kalsium serum 4-5 mEq/L. Kalsium diatur melalui kerja kelenjar
paratiroid dan tiroid. Magnesium merupakan kation terpenting kedua di dalam
cairan intrasel. Nilai magnesium serum 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium terutama
diekskresi melalui mekanisme ginjal.
2) Anion
Anion utama adalah klorida (Clon bikarbonat (HCOlam cairan intrasel. Nilai
magnesium serum 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium terutama diekskresi melalui
mekanisme ginjal. al.iran, elektrolit, dan asam basa.Klorida ditemukan di dalam
cairan ekstrasel dan intrasel. Nilai klorida serum 100-106 mEq/L. Klorida diatur
melalui ginjal. Bikarbonat adalah bufer dasar kimia yang utama di dalam tubuh,
ditemukan dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Nilai bikarbonat arteri mEq/L, dan
bikarbonat vena 24-30 mEq/L, bikarbonat diatur oleh ginjal. Fosfat merupakan
anion bufer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Nilai fosfat serum 2,5-4,5 mg/100
ml. Konsentrasi fosfat serum diatur oleh ginjal, hormon paratiroid, dan vitamin D
teraktivasi.
a. Pengaturan kimiawi
b. Pengaturan biologis
Hidrogen memiliki muatan positif dan harus ditukar dengan ion lain yang
bermuatan positif, sering kali ion yang digunakan adalah kalium. Karbondioksida
berdifusi ke dalam eritrosit dan membentuk asam karbonat, asam karbonat
membelah menjadi hidrogen dan bikarbonat, hidrogen terikat pada hemoglobin.
c. Pengaturan fisiologis
1) Paru-paru
Hidrogen memiliki muatan positif dan harus ditukar dengan ion lain yang
bermuatan positif, sering kali ion yang digunakan adalah kalium. Karbondioksida
berdifusi ke dalam eritrosit dan membentuk asam karbonat, asam karbonat
membelah menjadi hidrogen dan bikarbonat, hidrogen terikat pada hemoglobin
2) Ginjal
Nutrisi berasal dari kata nutrients artinya bahan gizi. Nutrisi adalah proses
tersedianya energi dan bahan kimia dari makanan yang penting untuk
pembentukan, pemeliharaan dan penggantian sel tubuh. Nutrient adalah zat
organik dan anorganik dalam makanan yang diperlukan tubuh agar dapat
berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan, aktivitas, mencegah defisiensi,
memeliharan kesehatan dan mencegah penyakit, memelihara fungsi tubuh,
kesehatan jaringan, dan suhu tubuh, meningkatkan kesembuhan, dan membentuk
kekebalan. Energi yang didapat dari makanan diukur dalam bentuk kalori (cal)
atau kilokalori (kcal). Kalori adalah jumlah panas yang diperlukan untuk
meningkatkan suhu 1 C dari 1 gr air. Kilokalori adalah jumlah panas yang
diperlukan untuk meningkatkan suhu 1 C dari 1 kg air (Kemenkes, 2016).
a. Ketidakseimbangan isotonik
b. Ketidakseimbangan osmolar
1) Hiperosmolar (dehidrasi)
2. Ketidakseimbangan elektrolit
a. Ketidakseimbangan natrium
b. Ketidakseimbangan kalium
Hipokalemia adalah kalium yang bersikulasi tidak adekuat, dapat
disebabkan oleh penggunaan diuretik. Hipokalemia dapat menyebabkan
aritmia jantung. Hiperkalemia adalah jumlah kalium dalam darah lebih
besar, disebabkan oleh gagal ginjal.
c. Ketidakseimbangan kalsium
d. Ketidakseimbangan magnesium
e. Ketidakseimbangan klrorid
Hipokloremia terjadi jika kadar klorida serum turun sampai di bawah 100
mEq/L, disebabkanoleh muntah atau drainage nasogastrik/fistula, diuretik.
Hiperkloremia terjadi jika kadar serum meningkat sampai di atas 106
mEq/L.
a. Asidosis respiratorik
c. Asidosis metabolik
d. Alkalosis metabolik
1. Usia
a. Bayi
Proporsi air dalam tubuh bayi lebih besar daripada proporsi air dalam tubuh anak
usia sekolah, remaja, atau dewasa. Namun, bayi memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami 44 kekurangan cairan atau hiperosmolar karena per kilogram berat
tubuhnya akan kehilangan air yang lebih besar secara proporsional.
b. Anak-anak
c. Remaja
d. Lansia
2. Ukuran Tubuh
Lemak tidak mengandung air, karena itu orang gemuk memiliki proporsi air tubuh
lebih sedikit. Wanita memiliki lebih banyak cadangan lemak di dalam payudara dan
paha, sehingga jumlah total air tubuh wanita lebih kecil.
3. Temperatur Lingkungan
4. Gaya Hidup
a. Diit
Diit cairan, garam, kalium, kalsium, magnesium, karbohidrat, lemak, dan protein,
membantu tubuh mempertahankan status cairan, elektrolit, dan asam basa. Intake
nutrisi tidak adekuat menyebabkan serum albumin menurun sehingga cairan
interstitiil tidak ke pembuluh darah, yang disebut udem.
b. Stres
c. Olah raga
Terapi oral rehydration atau yang sering disebut oralit merupakan cairan elektrolit –
glukosa yang sangat esensial salam pencegahan dan rehidrasi penderita dengan dehidrasi
ringan – sedang. Pada dehidrasi ringan dan sedang, bila diare profus degan pengeluaran air
tinja yang hebat (>100ml/kg/hari) atau muntah hebat (severe vomitting) dimana penderita tak
dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violet meteorism) sehingga
rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi maka dapat dilakukan
rehidrasi parenteral meskipun sebenarnya rehidrasi parental dilakukan hanya untuk dehidrasi
berat dengan gangguan siklus (wiffen, 2014).
Terapi rehidrasi yaitu menggantikan kehilangan air dan elektrolit: terapi cairan rumatan
yaitu menjaga kehiangan cairan yang sedang berlangsung. Bahkan pada kondisi diare berat,
air dan garam diserap terus menerus melalui absorbsi aktif natrium yang ditinggalkan oleh
glukosa dalam usus halus. Larutan – aruta pengganti oral akan efektif jika mengandung
natrium, kalium, glukosa dan air dalam jumlah yang seimbang, glukosa diperlukan untuk
meningkatkan absorbsi elektrolit (wiffen, 2014).
Pemberian ORS dan madu dapat dijadikan salah satu alternatif dalam mengatasi diare.
Kandungan dalam madu dapat menghambat 60 spesies bakteri, jaur, dan virus yang dapat
digunakan pada beberapa masalah gastrointestinal seperti diare (najati, 2013). Banyak hasil
penelitian menunjukkan bahwa oenggunaan madu membantu dalam masalah
gastrointestinal. Madu memiliki kandungan dua molekul bioaktif utama yaitu flavonoid dan
polifenol yang bertindak sebagai antioksidan. Madu juga terdiri dari fruktosa dan glukosa
yng berfungsi sebagai agen prebiotik, terdiri dari asam amino, vitamin, mineral, dan enzim
(Elnady et al, 2013).
2.4.3 Prosedur Pemberian ORS dan madu
Langkah pertama pengobatan diare akut, seperti pada gastroenteritis, ialah mencegah atau
mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan, terutama pada bayi dan lansia.
Dehidrasi adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan cairan, penilaian derajat
dehidrasi dibagi menjadi tiga: tidak ada dehidrasi (terapi A), dengan dehidrasi ringan-sedang
(terapi B), dehidrasi berat (terapi C).
Dosis madu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 10 ml dalam 200 ml ORS.
Menurut peneliti, dengan menambahkan madu sebanyak 10 ml dalam larutan ORS secara
teknis lebih mudah dan memberikan rasa sedikit manis pada ORS yang diberikan sehingga
lebih mudah diterima karena dengan rasa-rasa manis yang dirasakan. Campuran ORS dan
madu ini diberikan setiap kali buang air besar, dilakukan selama 3 hari (Andayani, 2020).
Madu yang dilarutkan dalam ORS akan mengalami peningkatan osmolaritas, sehingga
akan lebih mampu untuk menghambat pertumbuhan patogen penyebab diare. Kandungan
gula juga mengalami peningkatan saat madu dilarutkan dalam ORS yang dapat
meningkatkan penyerapan natrium dan air dari usus (Andayani, 2020).
elektrolit meningkat
Isi rongga usus meningkat
Hipertermia DIARE
cairan elektrolit
BAB III
Hipovolema
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Kerangka konsep adalah kerangka antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui
penelitian (setiadi, 2013). Adapun kerangka konsep dari penelitian ini dapat diterangkan dengan
skema pada gambar di bawah ini:
3.1 Kerangka Konsep
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Alur pikir
1. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan adalah bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada pasien diare dengan hipovolemi.
2. Diare adalah kondisi dimana pasien mengalami defekasi sehari 3-4 kali dalam sehari dengan
konsistensi fases lembek bahkan cair. Diare memerlukan penanganan yang khusu karena diare
dapat menyebabkan dehidrasi, syok hipovolemia dan bahkan kematian
3. Terapi oral reydration salt dan madu merupakan terapi yang bermanfaat untuk mengurangi
frekuensi diare serta penambahan madu dalam larutan oral rehydration salt dapat meningkatkan
imunitas tubuh.