Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. A DENGAN DCA DENGAN FEBRIS, INFEKSI BAKTERIAL, HIPERKALEMI


RIWAYAT NE
DI BANGSAL NAKULA SADEWA RSUD PANEMBAHAN SENOPATI

Disusun oleh:

Poppi Nadia Dewarani 220300904

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA
YOGYAKARTA
2022-2023

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA AN. A DENGAN SUSP BRONKOPNEUMONIA
DI BANGSAL NAKULA SADEWA RSUD PANEMBAHAN SENOPATI

Disusun oleh:
Poppi Nadia Dewarani 220300904

Telah mendapatkan persetujuan dan pengesahan


pada tanggal ………………

Pembimbing Akademik Perceptor/CI

(Wahyuningsih, S. Kep., Ns., M.Kep) (Ratri Kusuma Wardani. S. Kep., Ners)


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3
kali sehari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair, dengan atau tanpa darah dan atau
lendir, biasanya terjadi secara mendadak, pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Suraatmaja,
2010). Diare akut berlangsung kurang dari 1 minggu dengan konsistensi cair dan frekuensi lebih
dari 3 kali sahari (IDAI, 2011) .
Menurut World Health Organization (WHO) menempatkan diare sebagai peringkat kedua
penyebab kematian balita di dunia setelah penyakit pneumonia. Kasus diare di Indonesia juga
masih menjadi masalah yang penting dan serius untuk diperhatikan, berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, mencatat diare tersebar di semua kelompok umur
dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada balita (16, 7%) dan 25, 2% penyebab kematian bayi
dan balita. Pada tahun 2009, Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 15 provinsi dengan jumlah
penderita sebanyak 5. 756 orang, jumlah kematian sebanyak 100 orang dengan case fatality rate
(CFR) sebesar 1, 74%. Angka CFR ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 2,
48% (BalitbangKes Depkes RI, 2007).
Angka kesakitan diare sekitar 200-400 kejadian di antara 1000 penduduk setiap tahunnya,
dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya. sebagian
besar (70-80 %) dari penderita ini adalah anak di bawah lima tahun (BALITA), sebagian dari
penderita (1-2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60 %
diantaranya dapat meninggal .
Data angka kejadian diare di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebesar 48, 5%. Hal ini
mengalami peningkatan 0, 7% bila dibanding pada tahun 2009 sebesar 47, 8%. Data selama lima
tahun terakhir menunjukkan bahwa cakupan penemuan diare masih sangat jauh di bawah target
yang diharapkan yaitu sebesar 100% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2011)
B. Rumusan Masalah
“Bagaimana Asuhan Keperawatan pada AN. N dengan DCA dengan dehidrasi, febris,
infeksi bakterial, hiperkalemi riwayat NE “
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan Asuhan Keperawatan dengan DCA dengan dehidrasi, febris, infeksi
bakterial, hiperkalemi riwayat NE
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada “Asuhan Keperawatan AN. N, DCA dengan dehidrasi,
febris, infeksi bakterial, hiperkalemi riwayat NE Menetapkan diagnose ”
b. Menyusun perencanaan “Asuhan Keperawatan pada AN. N, DCA dengan dehidrasi,
febris, infeksi bakterial, hiperkalemi riwayat NE Menetapkan diagnose”.
c. Melakukan Tindakan “Asuhan Keperawatan pada AN. N, DCA dengan dehidrasi,
febris, infeksi bakterial, hiperkalemi riwayat NE Menetapkan diagnose ”.
d. Melakukan Evaluasi “Asuhan Keperawatan pada AN. N, DCA dengan dehidrasi,
febris, infeksi bakterial, hiperkalemi riwayat NE Menetapkan diagnose ”.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan
frekuensi BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila BAB sudah lebih dari 3
kali sehari buang air besar, dan sedangkan neonatus dikatakan diare jika sudah buang air
besar sebanyak lebih dari 4 kali dalam sehari. (Lia dewi, 2014).
Diare adalah suatu kondisi buang air besar yang tidak normal dimana buang air
besar >3 kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang encer/cair dapat disertai atau tanpa
disertai dengan darah atau lender yang merupakan akibat dari terjadinya proses implamasi
pada lambung atau usus (Wijayaningsih, 2013).
Demam dapat membahayakan keselamatan anak, jika tidak ditangani dengan cepat
dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang dan penurunan
kesadaran. Demam yang mencapai suhu 41°C angka kematiannya mencapai 17%, dan pada
suhu 43°C akan koma dengan kematian 70%, dan pada suhu 45°C akan meninggal dalam
beberapa jam (Wardiyah, 2015).
B. ETIOLOGI
Menurut Haroen N. S, Suraatmaja dan P. O Asnil dalam Wijayaningsih (2013)
ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu
sebagai berikut:
a. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
1. Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti shigella, salmonella,
golongan vib-rio, E. Coli, clostridium perfarings, B. Cereus, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia dari makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam), gangguan psikis
(ketakuatan, gugup), gangguan saraf, alergi, hawa dingin dan sebagainya.
2. Defisiensi imun terutama SIGA (secretory imonolbulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri atau flata usus dan jamur terutama canalida.
b. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh:
1. Malabsorbsi makanan: karbohidrat, protein, lemak (LCT), vitamin dan mineral.
2. Kurang kalori protein.
3. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir

Sedangkan menurut Ngastiyah dalam (Wijayaningsih, 2013), penyebab dari diare


dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:

a. Faktor infeksi
1. Infeksi enternal Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi:
infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, poliomyelitis, virus echo coxsackie).
Adeno virus, rota virus, astrovirus, dan lain-lain, dan infeksi parasite: cacing
(ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides), protozoa (Entamoeba histolytica,
giardia lamblia, trichomonas humonis), jamur (canida albicous). Infeksi parenteral
ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti Otitis Media Akut (OMA),
Tonsillitis atau Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah dua tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1. Karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) dan
monosakarida (intoleransi glukkosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada anak serta bayi
yang paling berbahaya adalah intoleransi laktosa.
2. Protein.
3. Lemak.
c. Faktor makanan, misalnya makanan basi, beracun, serta alergi. d. Faktor psikologis
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan manifestasi klinis dari diare, yaitu:
a. Nyeri perut (abdominal discomfort).
b. Mual, kadang-kadang sampai muntah.
c. Rasa perih di ulu hati.
d. Rasa lekas kenyang.
e. Nafsu makan berkurang.
f. Perut kembung, rasa panas di dada dan perut.
g. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
h. Demam dan lemah.
i. Membrane mukosa mulut dan bibir kering.
j. Diare.
k. Pontanel cekung
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan terjadinya diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadinya
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misal toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan mortalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya
dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat timbul, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang
biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat dari toksin tersebut terjadi hipersekresi
yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Sedangkan akibat dari diare akan terjadi
beberapa hal menurut Wijayaningsih (2013) sebagi berikut:
a. Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih
banyak dari pemasukan (output), merupakan penyebab terjadi kematian pada diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis) Hal ini terjadi karena
kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja/feses. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda kotor tertimbun didalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anorexia jaringan. Produk metoabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria)
dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan
intraseluler.
c. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi dalam 2 sampai 3% anak yang menderita diare,
lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati dan adanya
gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa
darah menurun hingga 40mg% pada bayi dan 50 persen pada anak-anak.
d. Gangguan gizi Terjadi penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
1. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat
2. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
3. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
e. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
sehingga perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,
dapat mengakibatkan perdarahan pada otak, kesadaran menurun dan bila tidak
segera diatasi pasien bisa meninggal.
E. PATWAY
Jamur, bakteri, virus, protozoa

Masuk kedalam saluran pernafasan

Kuman berlebih dalam Kuman terbawa


Infeksi saluran
bronkus didalam saluran cerna
pernafasan bawah

Proses peradangan Infeksi saluran pencernaan


Edema antara kepiler
dan alveoli
Akumulasi mukus di Peningkatan flora normal
bronkus pada usus
Iritan PMN

Mukus bronkus Peningkatan peristaltik usus


meningkat Eritosit pecah

Ketidakefentifan Resiko ketidakseimbangan


elektrolit Pergeseran dinding paru
bersihan jalan nafas

Penurunan kompliance
Bau mulut tidak sedap hiperventilasi paru

Anoreksia
Disonea Suplai 02 menurun

Intak kurang
Retraksi dinding Hipoksia
dada/pernafasan cuping
Nutrisi kurang dari hidung
Metabolisme anaerob
kebutuhan tubuh meningkat
Ketidakefektifan pola
nafas
Akumulasi asam

Fatigu

Intoleransi aktivitas
F. KOMPLIKASI
Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan komplikasi yang bisa terjadi pada diare:
a. Dehidrasi.
b. Renjatan hipovolemik.
c. Kejang.
d. Bakterimia.
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia.
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Lia dewi (2014) prinsip perawatan diare adalah sebagai berikut:
a. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan).
b. Dietetik (pemberian makanan).
c. Obat-obatan.
1. Jumlah cairan yang diberikan adalah 100ml/kgBB/hari sebanyak 1 kali
setiap 2 jam, jika diare tanpa dehidrasi. Sebanyak 50% cairan ini diberikan
dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitum.
2. Sesuaikan dengan umur anak: a) < 2 tahun diberikan ½ gelas, b) 2-6 tahun
diberikan 1 gelas, c) > 6 tahun diberikan 400 cc (2 gelas).
3. Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan
25- 100ml/kg/BB dalam sehari atau setiap 2 jam sekali.
4. Oralit diberikan sebanyak ±100ml/kgBB setiap 4-6 jam pada kasus dehidrasi
ringan sampai berat. Beberapa cara untuk membuat cairan rumah tangga
(cairan RT): 1) Larutan gula garam (LGG): 1 sendok the gula pasir + ½
sendok teh garam dapur halus + 1 gelas air hangat atau air the hangat, 2) Air
tajin (2 liter + 5g garam).
a. Cara tradisional. 3 liter air + 100 g atau 6 sendok makan beras dimasak
selama 45-60 menit.
b. Cara biasa. 2 liter air + 100 g tepung beras + 5 g garam dimasak hingga
mendidih.
c. Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan daya
tahan tubuh anak.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah–masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012).
1) Data umum
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, nomor register, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, pendidikan, tanggal
MRS, diagnosa medis (Wahid, 2013).
2) Keluhan utama
Klien dengan bronkopneumonia akan merasakan batuk produktif disertai demam
yang tinggi, anak biasanya sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung (Ngastiyah, 2014). Sedangkan keluhan utama
yang harus ada menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) untuk menentukan anak
yang mengalami masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif antara lain
yaitu : Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi atau
wheezing, dan/ ronki kering, mekonium dijalan napas (neonates).
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan bronkopneumonia akan diawali dengan keluahan demam, batuk,
adanya peningkatan frekuensi pernafasan, tidak mau makan, muntah, atau diare,
adanya menggigil, dispnea (Kyle, 2012).
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit bronkopneumonia apakah anak lahir prematur
(prematuritis), malnutrisi, pajanan pasif pada asap rokok, status sosial ekonomi
rendah, apakah bayi pernah menderita penyakit jantung paru (Brady, 2012).
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota yang lain yang pernah sakit atau sedang sakit (batuk-batuk)
yang sama seperti pasien?
4) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakakukan secara head to toe pada setiap anggota keluarga baik
yang sakit ataupun sehat:
a. Keadaan umum
Meliputi keadaan umum pasien, kesadaran, dan pemeriksaan tanda-tanda vital
yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah.
b. Kepala, mata, mulut
1. Perhatikan bentuk dan kesimetrisan kepala
2. Palpasi tengkorak adanya nodus atau pembengkakan yang lain
3. Periksa kebersihan kulit kepala, ada tidaknya lesi, perubahan warna,
kehilangan rambut.
4. Bibir mengalami sianosis
5. Frekuensi pernafasan takipnea, dyspneaprogresif, pernafasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernafasan, pelebaran nafas.
c. Kulit
1. Suhu kulit pada hipertermia kulit pada terbakar panas akan tetapi setelah
hipertermia teratasi kulit anak akan teraba dingin.
2. Turgor kulit menurun
3. Thorax dan paru
Ispeksi: Pernafasan dangkal
Palpasi: Adanya nyeri tekan, peningkatal vokal fremitus pada daerah tertekan.
Perkusi: Pekak terjadi apabila terisi cairan pada paru, normal timpani (terisi
udara) resonansi
Auskultasi: Suara nafas yang meningkat intensitasnya, suara bronchial pada
daerah yang terkena, ada suara tambahan ronchi inspiratoir pada sepertiga
akhir inspirasi. (Riyadi dan Sukarmin, 2009)
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan fase kedua pada proses keperawatan. Pada fase
diagnose, dilakukan penginterpretasi data pengkajian dan mengidentifikasi masalah
kesehatan, risiko, dan kekuatan pasien serta merumuskan pernyataan diagnosa (Kozier et
al., 2010). Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan dengan mucus
yang berlebihan (Wilkinson, 2016). Secara teori diagnosa keperawatan yang dapat
diangkat pada anak dengan bronkopneumonia: (NANDA, 2015)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus yang berlebihan. 2.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupan makanan.
4. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit 5. Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan fatigue
3. Intervensi keperawatan
Intervensi adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau stimulus fokal,
kontektual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam
menggunakan koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada
klien (Nursalam, 2015).
a. Diagnosa: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas

1. Tujuan: Setelah dilakukan intervensi, maka diharapkan bersihan jalan napas


(L.01001) meningkat. Dengan kriteria hasil :
a. Batuk efektif

b. Produksi sputum menurun


c. Mengi menurun

d. Wheezing menurun

e. Dispnea menurun

f. Ortopnea menurun

g. Gelisah menurun

h. Frekuensi napas membaik

i. Pola napas membaik

2. Intervensi Keperawatan :

Observasi

a. Identifikasi kemampuan batuk

b. Monitor adanya retensi sputum

c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas

d. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

e. Auskultasi bunyi
napas Terapeutik
a. Atur posisi semi fowler atau fowler

b. Berikan minum hangat

c. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

d. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi

e. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

f. Ajarkan teknik batuk efektif

g. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam


yang ke-3 Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
b. Diagnosa: Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

1. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, maka termoregulasi (L.14134)


membaik dengan kriteria hasil :
a. Menggigil menurun

b. Kulit merah menurun

c. Kejang menurun

d. Pucat menurun

e. Takikardi menurun

f. Takipnea menurun

g. Bradikardi menurun

h. Hipoksia menurun

i. Suhu tubuh membaik

j. Suhu kulit membaik

k. Tekanan darah membaik

2. Intervensi
keperawatan :
Observasi :
a. Identifikasi penyebab hipertermia

b. Monitor tanda-tanda vital

c. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu

d. Monitor intake dan output cairan

e. Monitor warna dan suhu kulit

f. Monitor komplikasi akibat hipertermi


Terapeutik :
a. Sediakan lingkungan yang dingin

b. Longgarkan atau lepaskan pakaian

c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh

d. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat

e. Berikan cairan oral

f. Ganti linen setiap hari jika mengalami keringat berlebih

g. Lakukan pendinginan eksternal (mis. kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila

Edukasi :

a. Anjurkan tirah baring

b. Anjurkan memperbanyak minum

Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

b. Kolaborasi pemberisn antibiotik, jika perlu


4. Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran
implementasi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klienkeluarga, atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari (Yustiana &
Ghofur, 2016).
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang
berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan
dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, 51 psikomotor, perubahan fungsi dan
tanda gejala yang spesifik (Yustiana & Ghofur, 2016).

Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan perawat melakukan


pemeriksaan secara kritikal serta menyatakan respon yang dirasakan pasien terhadap
intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif atau biasa juga dikenal dengan evaluasi proses, yaitu
evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan dilakukan.
Sedangkan evaluasi sumatif atau evaluasi hasil, yaitu evaluasi respon (jangka panjang)
terhadap tujuan, dengan kata lain bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan
kearah tujuan atau hasil akhir yang diinginkan.

Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data subjektif (S) data objektif (O),
analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O, serta perencanaan (P) berdasarkan hasil
analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses. Format dokumentasi SOAP
biasanya digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pasien (Dinarti et
al., 2013). Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah
dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Adapun hasil yang diharapkan menurut
(Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu:

a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.

b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas nomal.

c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

d. Elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arifin, Z., Ratnawati, M., Studi, P., Keperawatan, D., Pemkab, S., Studi, P.
Pemkab, S. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pneumonia Dengan
Ketidakefektifan Pola Napas Di Paviliun Cempaka Rsud Jombang. Jurnal Ilmiah
Keperawatan 1(2), 56–64.
2. Aslinda. (2019). Penerapan Askep pada Pasien An. R dengan
Bronchopneumonia dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi.
3. Basuki, K. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Pneumonia Dengan
Masalah Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Di Rumah Sakit Panti Waluya
Malang. ISSN 2502-3632 (Online) ISSN 2356-0304 (Paper) Jurnal Online
Internasional & Nasional Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta, 53(9), 1689–1699.
4. Brunner & Suddarth. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
5. Carpenito, L. J., & M. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. (E. A.
Maedella, Ed.) (13th ed.). Jakarta.
6. Daman. U. (2007). Hubungan penatalaksanaan kasus balita diare di rumah
dengan kejadian diare dehidrasi berat di Kotamadya Jakarta Barat. Diakses pada
tanggal 23 desember 2017 dari
http://www.lontarui.ac.id//opac/themes/libri2/detail. jsp‟id=81233&lokasi=
lokal
7. Darmanto Djojodibroto, R. (2014). Respiralogi (Resoiratory Medicine) (2nd
ed.). Jakarta: EGC. Debora, O. (2013). Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan
Fisik. Jakarta Selatan: Salemba Medika.
8. Desi, C. (2015). Studi tentang diare dan faktor resikonya pada balita umur 1-5
tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan Sleman. Naskah Publikasi: Prodi
Kebidanan STIKES Aisyiyah Yogyakarta. Diakses 10 November 2017 dari
http://www.opac.unisayogya.ac.id/264/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf Dewi
L. (2017). Hubungan antara pengetahuan tentang diare, penggunaan jamban
sehat dan kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dengan kejadian diare
pada anak usia sekolah. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto Dewi,
Vivian N. L. (2011). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika Dharma, Kusuma Kelana (2011), Metodologi Penelitian Keperawatan:
Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info
Media Dinkes Jateng (2015). Profil Kesehatan Jawa Tengah. Dinas Kesehatan
Jateng. Diakses 10 November 2017 dari http:///www.dinkesjateng.go.id/
9. Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Keperawatan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai