Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

A DENGAN MASALAH DIARE DI


RUANG KERTAWIYAJA RSUD Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO KOTA
MOJOKERTO

Disusun oleh :

DWI SELLY PERMATASARI

NIM. 202303071

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

TAHUN AJARAN 2023/2024


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan
dilaporkan terdapat hampir 1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit ini sering
menyebabkan kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Dalam satu tahun
sekitar 760.000 anak usia balita meninggal karena penyakit ini (World Health
Organization (WHO), 2013).

Didapatkan 99% dari seluruh kematian pada anak balita terjadi di negara
berkembang. Sekitar 35% dari kematian anak terjadi di dua wilayah WHO, yaitu Afrika
dan Asia Tenggara. Kematian balita lebih sering terjadi di daerah pedesaan, kelompok
ekonomi dan pendidikan rendah. Sebanyak 35% kematian anak umumnya disebabkan
penyakit yang dapat dicegah, seperti kondisi neonatal, pneumonia, diare, malaria, dan
measles (WHO, 2018).

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang


seperti Indonesia karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan
20-50 kejadian diare per 100 penduduk setiap tahunnya. Kematian terutama disebabkan
karena penderita mengalami dehidrasi berat. 70-80% penderita adalah mereka yang
berusia balita. Menurut data Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit kedua
di Indonesia yang dapat menyebabkan kematian anak usia balita setelah radang paru
atau pneumonia (Paramitha, Soprima, & Haryanto, 2018).

Dari penemuan kasus diare di fasilitas masyarakat pada tahun 2017 terdapat
35,5% kasus diare yang ditangani di Indonesia. Di Jawa Tengah ditemukan kasus diare
sebanyak 1.337.427, dan yang ditangani 225.332 kasus atau sekitar 16,8%
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Kejadian diare di kota Surakarta
pada tahun 2007 cukup tinggi yaitu sebanyak 7,06% dari total jumlah penduduk
(Departemen Kesehatan RI, 2019).
Penularan diare dapat dengan cara fekal-oral, yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, kontak tangan langsung dengan penderita,
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau secara tidak langsung melalui
lalat. Cara penularan ini dikenal dengan istilah 4F, yaitu finger, flies, fluid, field
(Subagyo & Santoso, 2022).

Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen


diantaranya adalah tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi usia 4-6 bulan, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis, serta cara penyapihan yang tidak baik
(Subagyo & Santoso, 2021). Kejadian diare dapat dicegah dengan memperhatikan air
minum yang aman dan sanitasi yang higienis (WHO, 2018).

Pemberian air susu ibu (ASI) merupakan cara alami untuk menjaga nutrisi yang
baik, meningkatkan daya tahan tubuh, serta memelihara emosi selama masa
pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung zat nutrisi yang dibutuhkan,
serta faktor anti bakteri dan anti virus yang melindungi bayi terhadap infeksi. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa ASI dapat mengurangi kejadian infeksi selama masa
bayi dan balita. Suatu penelitian menyatakan bahwa bayi yang tidak mendapat ASI,
dua kali lebih sering masuk rumah sakit dibandingkan bayi yang mendapat ASI (Aldy,
Lubis, Sianturi, Azlin, & Tjipta, 2019).

Di Indonesia, persentase ibu yang menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan


adalah 15,3 %. Inisiasi dini menyusui kurang dari satu jam setelah bayi lahir adalah
29,3 %, tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2 % dan terendah di Maluku 13,0 %.
Sebagian besar proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah
bayi lahir tetapi masih ada 11,1% yang mulai menyusui setelah 48 jam. Untuk
pemberian kolostrum cukup baik, dilakukan oleh 74,7 % ibu kepada bayinya (Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2019).

Tingginya angka kejadian diare balita merupakan masalah yang penting di


masyarakat sehingga perlu untuk didapatkan data yang memadai. Faktor- faktor risiko
yang menyebabkan diare perlu digali untuk memberikan wawasan
dan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat akan pentingnya pencegahan kejadian
diare tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin membuktikan hubungan pemberian


ASI eksklusif dengan kejadian diare akut pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Pucangsawit Surakarta.

Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%)


dibandingkan dengan anak perempuan (12,5%) dan lebih tinggi pada balita di
perdesaan (14,9%) dibandingkan dengan perkotaan (12,0%). Ada hubungan negatif
antara kejadian diare dengan tingkat pendidikan ibu dan indeks kekayaan kuantil.
BAB II

TINJAUAN TEORITIK

A. DEFINISI DIARE
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defeksi lebih
dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2017). Diare merupakan cairan dan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air
besar dengan bentuk tinja yang encer dan cair (Suriadi & Yuliana, 2016).

B. ETIOLOGI
Menurut Wong (2019), penyebab diare kebanyakan yaitu mikroorganisme patogen
yang disebarluaskan lewat jalur fekal-oral melalui makanan atau air yang
terkontaminasi atau ditularkan antar-manusia dengan kontak yang erat (misalnya pada
tempat penitipan anak). Kurang bersihnya air, tinggal berdesakan, hygiene yang buruk,
kurang gizi dan sanitasi yang jelek merupakan faktor risiko utama, khususnya untuk
terjangkit infeksi bakteri atau parasit yang patogen. Peningkatan insidensi dan beratnya
penyakit diare pada bayi juga berhubungan dengan perubahan yang spesifik menurut
usia pada kerentanan terhadap mikroorganisme pathogen. Sistem kekebalan bayi belum
pernah terpajan dengan banyak mikroorganisme patogen sehingga tidak memiliki
antibody pelindung yang didapat. Rotavirus merupakan agens paling penting yang
menyebabkan penyakit diare disertai dehidrasi pada anak-anak kecil diseluruh dunia.
Gejalanya dapat berkisar mulai dari gambaran klinik tanpa manifestasi gejala sehingga
kematian akibat dehidrasi. Infeksi rotavirus menyebabkan sebagian besar perawatan
rumah sakit karena diare berat pada anak-anak kecil dan merupakan infeksi nosokomial
(infeksi yang didapat dalam rumah sakit) yang signifikan oleh mikroorganisme
patogen.
- Faktor sosial demografi yang paling dominan menyebabkan diare pada balita yaitu
usia anak, pendidikan ibu, pekerjaan dan sosial ekonomi. faktor perilaku yang
paling dominan menyebabkan diare pada balita yaitu kebersihan pribadi seperti
kebiasaan mencuci tangan dan tidak memberi ASI eksklusif.

C. KLASIFIKASI
- Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari ( umumnyakurang
dari 7 hari ). Gejala dan tanda sudah berlangsung < 2 minggu sebelumdatang
berobat. Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasimerupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare
- Diare kronik, yaitu diare yang gejala dan tanda sudah berlangsung > 2
minggusebelum dating berobat atau sifatnya berulang.
- Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari disentriadalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadikomplikasi
pada mukosa.
- Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terusmenerus. Akibat dari diare persisten adalah penurunan berat badan
dangangguan metabolisme.
Terdapat beberapa pembagian diare ( Juffrie,2017) :
1. Pembagian diare menurut etiologi
a. Diare Spesifik
Diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau parasit. Contoh: disentri
b. Diare Non Spesifik
Diare yang disebabkan oleh malabsorbsi makanan, rangsangan oleh
zatmakanan, gangguan saraf.
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorpsi
b. Gangguan sekres
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
noninfeksi.
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
infeksi.

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu, menimbulkan gangguan
sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat
kemudian menjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah. Mekanisme terjadinya diare dan termasuk
juga peningkatan sekresi atau penurunan absorpsi cairan dan elektrolit dari sel mukosa
intestinal dan eksudat yang berasal dari inflamasi mukosa intestinal (Wiffen et al,
2014). Infeksi diare akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non-inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitoksin di kolon dengan manifestasi sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan
darah.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Bising usus meningkat, sakit perut atau mules
2. Diare, vomitus, tanda dehidrasi (+)
3. Asidosis, hipokalemia, hipotensi, oliguri, syok, koma
4. Pemeriksaan mikro organisme (+) ( misalnya amoeba)
5. Bisa ada darah dan mukus (lendir) dalam feses (misalnya pada disentri am uba)
6. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
7. Terdapat gejala dehidrasi turgor kulit jelek (elastisitas kulitmenurun), ubun- ubun
dan mata cekung, membran mukosa kering
8. Kram abdominal
9. Demam
10. Mual dan Muntah
11. Anoreksia
12. Lemah
13. Pucat
14. Perubahan tanda-tanda vital; nadi dan pernapasan cepat
15. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,
tenesmus,hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari
diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat
dehidrasi yangmenimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi
berupa asidosismetabolik yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan
merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak
lebih menonjol,turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkanoleh deplesi air yang isotonic.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya denganasam
karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan
Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat
beruparenjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan
darahmenurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka
pucat, akral dingin dankadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada
diare akut juga dapat timbularitmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurunsampai
timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

G. PENATALAKSANAAN
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam
mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau
oralrehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini
segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri
dirumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah
gejala dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit
secaraintravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan
kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang
engganuntuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari
biaya,kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit,
danlain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk
mengatasimasalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien
kearahyang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS.
Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab
diaredapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardialamblia,
Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinyaantibiotik
yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukanantibiotik,
maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukanuntuk
menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatansuportif
didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjutkalau kondisi
sudah membaik
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Banyak minum
2. Rehidrasi Perinfus
3. Antbiotika yang sesuai
4. Diit tinggi protein dan rendah residu
5. Obat anti kolinergik untuk menghilangkan kejang abdomen
6. Tintura opium dan paregorik untuk mengatasi diare (atau obat lain)
7. Transfusi bila terjadi perdarahan
8. Pembedahan bila terjadi perforasi
9. Observasi keseimbangan cairan
10. Cegah komplikasi

H. KOMPLIKASI
Menurut Dwienda (2019), komplikasi yang dapat diakibatkan oleh diare
adalah sebagai berikut :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, hipertonik).
b. Hipokalemia (dengan gejala ineteorismus, lemah, bradikardi).
c. Hipoglikemi
d. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik

I. PENCEGAHAN
Berdasarkan Kemenkes RI (2018), kegiatan pencegahan diare yang benar dan
efektif adalah sebagai berikut:
a. Pemberian ASI Eksklusif
ASI (Air Susu Ibu ) adalah makanan yang paling baik untuk bayi. ASI saja
sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. ASI bersifat
steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain
yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol
yang kotor. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya.
b. Makanan pendamping ASI
Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian
terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI yaitu :
1.) Perkenalkan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
diteruskan pengetahuan ASI.
2.) Tambahkan minyak, lemak, dan gula kedalam nasi/bubur dan biji- bijian
untuk energi. Tambahkan hasil olahan kacang-kacangan, susu, telur, ikan,
daging, buah-buahan, dan sayuran.
c. Menggunakan air bersih yang cukup.
d. Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar, setelah membuang
tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum menyuapi makan anak.
e. Membuang tinja bayi dengan benar
f. Pemberian imunisasi campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar
bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare.

J. PENGKAJIAN FOKUS
Fokus pengkajian pada anak dengan diare adalah penemuan tanda-tanda yang
mungkin didapatkan yang meliputi penurunan BB, denyut nadi cepat dan lemah,
tekanan darah menurun, mata cekung, mukosa bibir dan mulut kering, kulit kering
dengan turgor berkurang. Dapat ditemukan peningkatan frekuensi pernapasan,
peningkatan peristaltic usus dan adanya luka lecet sekitar anus.
- Pengkajian per system :
1. Sistem Pencernaan
Subyektif, kelaparan, haus inspeksi. BAB, konsistensi (cair, padat, lembek),
frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari, adakah bau, disertai lender atau darah.
Kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-) dan kesemitrisan abdomen,
auskultasi, bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltic
usus meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik, perkusi,
mendengar adanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar
suara tymphani, palpasi adakah nyeri tekan, superfisial pembuluh darah, massa
(-), Hepar dan linen tidak teraba.
2. Sistem Integumen
Subyektif, kulit kering, inspeksi, kulit kering, sekresi sedikit, selaput mukosa
kering, palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit, kekenyalan kulit kembali dalam :
- 1 detik = dehidrasi ringan
- 1-2 detik = dehidrasi sedang
- >2 detik = dehidrasi berat

K. TERAPI CAIRAN

Berdasarkan derajat kehilangan cairan saat diare, diare dibagi menjadi diare
tanpa dehidrasi, diare dehidrasi tak berat, dan diare dehidrasi berat. Derajat ini
kemudian menentukan tatalaksana yang diberikan dokter.

Rekomendasi World Health Organization (WHO) untuk diare tanpa dehidrasi adalah :

1. Rehidrasi

2. Pemberian zinc selama 10 hari

3. Meneruskan ASI dan nutrisi

4. Antibiotik sesuai indikasi

5. Edukasi terhadap keluarga

Prinsip terapi cairan pada diare adalah mengganti cairan yang hilang, memberikan
cairan rumatan, dan mengganti on going loss. Terapi cairan ini tergantung pada
masing-masing individu.

Cairan yang digunakan adalah cairan yang mungkin ada dan bisa dibuat di rumah,
misalnya oralit, makanan cair, atau air matang. Untuk anak di bawah usia 6 bulan dan
belum makan makanan padat, lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan
cair. Cairan diberikan sebanyak jumlah yang diinginkan anak. Cairan diberikan sampai
anak berhenti diare.

Dosis pemberian zinc adalah 10 mg untuk pasien di bawah 6 bulan dan 20 mg untuk
pasien dengan umur di atas 6 bulan, sekali sehari. Keluarga harus diedukasi bahwa
pemberian zinc selama 10 hari tetap dilanjutkan walaupun anak sudah tidak diare. Zinc
di sini berfungsi sebagai booster immune, anti- secretory effect, dan antioksidan.

Anak dengan diare dehidrasi tak berat masih bisa dirawat di rumah, tentunya dengan
edukasi kepada keluarga seperti pada kasus diare tanpa dehidrasi.
Terapi cairan intravena diperlukan dalam tatalaksana kasus diare dehidrasi berat. Bayi
berumur < 1 tahun dapat diberikan cairan 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama disusul
dengan 70 mL/kgBB dalam 5 jam berikutnya. Anak 1-5 tahun diberikan 30 mL/kgBB
dalam 30 menit pertama dilanjutkan dengan 70 mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya.
Cairan yang direkomendasikan adalah Ringer Laktat.
Pasien tidak sadar yang tidak memungkinkan mendapat akses intravena dan telah
dipasang pipa nasogastrik bisa mendapatkan rehidrasi lewat pipa tersebut. Cairan yang
diberikan adalah 20 mL/kgBB/jam selama 6 jam. Pasien harus diobservasi setiap 1-2
jam. Bila muntah atau kembung, cairan diberikan pelan-pelan. Apabila rehidrasi tidak
tercapai setelah 3 jam, pasien harus dirujuk untuk mendapatkan akses intravena.
Pasien diare dari daerah yang baru saja terjangkit kolera dapat diberikan antibiotik
yang tepat secara per oral.
Indikasi pemberian antibitoik adalah :
1. Diare berdarah (disentri)
2. Kolera
3. Amoebiasis
4. Giardiasis
Pada pasien disentri, antibiotik yang direkomendasikan adalah Ciprofloxacin
30-50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis selama 5 hari, Cefixim 5 mg/kgBB/hari, atau
menurut peta kuman daerah setempat
Beberapa pasien diare anak yang membutuhkan pengawasan lebih dalam
rehidrasi adalah pasien dengan malnutrisi berat, bronkopneumonia, gagal jantung, dan
pasien dengan hipernatremia.
Pemberian antimuntah diperbolehkan dalam kondisi muntah profus. Pilihan
anti-muntahnya meliputi ondansetron, metoclopramide, dan domperidone. Namun,
sebenarnya masih menjadi pro-kontra tentang efektivitas anti-muntah pada pasien anak
dengan diare akut. Banyak guideline yang tidak merekomendasikan. Kita perlu
waspada terhadap efek samping yang mungkin ditimbukan.
Sampai saat ini, probiotik belum masuk guideline terapi diare akut. Pemberian
anti-diare tidak direkomendasikan.
- Kriteria MRS pasien diare adalah :
1. Dehidrasi berat
2. Penurunan status neurologis
3. Pasien dengan muntah persisten
4. Gagal terapi oral rehidrasi
5. Muncul gejala sistemik, misalnya demam
6. Ada komorbid lain misalnya malnutrisi atau gagal jantung
7. Keluarga tidak yakin dengan perawatan di rumah
8. Pasien dengan indikasi bedah
9. Pasien yang tidak dapat dinilai derajat dehidrasinya misalnya pasien obesitas
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B, J., Ladwig, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis Handbook,
An Evidence-Based Guide to Planning Care. 11 ed. St. Louis: Elsevier
Berman, A., Snyder. S., & Frandsan. G. (2015). _Kozier & Erbs’s fundamental of
nursing: concept. Process, and practice 10th Ed_ USA: Pearson Education Inc.
Perry, A.G & Potter, P. A (2014). _Nursing Skills & Producedures (8 th ed). St Louis :
Elsevier
Ramaiah, safitri, 2017. All You Wanted To Know About Diare. Jakarta: Bhuana Ilmu
Popular.
Suryadi, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Anak
http://belajarsukes.blogspot.com Eoman. 2018. Makalah Diare Keperawatan
https://www.academia.edu/35076598/Makalah_diare http://eonman95.blogspot.com
Midwery. 2019. Diare.
Dinkes DIY. Profil kesehatan di Yogyakarta, Yogkyakarta Dinas kesehatan
Yogyakarta 2017
Iswari, yeni, analisis faktor resiko kejadian diare pada Anak Usia dibawah 2,; Jakarta,
Universitas Indonesia, 2019

Anda mungkin juga menyukai