Anda di halaman 1dari 19

EPIDEMIOLAGI PENYAKIT DIARE

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah: Epidemiologi

Dosen pengampu:Dr. Roselina Panghiyangani, S. Si., M. Biomed

Ditulis oleh:
KELOMPOK 11

Dhemes Alin NIM 2320930320051


Muhammad Amiril Fatah NIM 2320930310052
Muthmainnah NIM 2320930320053
Nita Syahri Rahman Apriliana NIM 2320930320054
Hapsari Lintang Sekartaji NIM 2320930320055

Program Studi Kesehatan Masyarakat


Program Magister Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Lambung Mangkurat

Tahun 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit berbasis lingkungan adalah masalah kesehatan yang sering ditemukan
pada negara berkembang. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi
lingkungan dan sulitnya akses ke fasilitas kesehatan menyebabkan mudahnya penyakit
untuk muncul dan berkembang. Salah satu penyakit berbasis lingkungan adalah penyakit
diare (Ibrahim, I.dkk. 2021). Menurut Wasliah tahun 2020 diare merupakan kondisi
ketika pengidapnya melakukan buang air besar (BAB) lebih sering dari biasanya. Di
samping itu, feses pengidap diare lebih encer dari biasanya. Hal yang perlu diwaspadai,
meski diare bisa berlangsung singkat, tapi bisa pula berlangsung selama beberapa hari.
Bahkan dalam beberapa kasus bisa terjadi hingga berminggu-minggu.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan yang
menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Menurut WHO dan UNICEF, terjadi
sekitar 2 milyar kasus diare dan 1,9 juta anak balita meninggal karena diare di seluruh dunia
setiap tahun. Dari semua kematian tersebut, 78% terjadi di negara berkembang, terutama di
wilayah Afrika dan Asia Tenggara. Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menyebutkan prevalensi
diare untuk semua kelompok umur sebesar 8% dan angka prevalensi untuk balita sebesar 12,3%,
sementara pada bayi, prevalensi diare sebesar 10,6%. Sementara pada Sample Registration
System tahun 2018, diare tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian pada neonatus
sebesar 7% dan pada bayi usia 28 hari sebesar 6%. Data dari Komdat Kesmas periode Januari -
November 2021, diare menyebabkan kematian pada postneonatal sebesar 14%. Data terbaru dari
hasil Survei Status Gizi Indonesia tahun 2020, prevalensi diare di berada ada pada angka 9,8%.
Diare sangat erat kaitannya dengan terjadinya kasus stunting. Kejadian diare berulang pada bayi
dan balita dapat menyebabkan stunting. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2020,
penyakit infeksi khususnya diare menjadi penyumbang kematian pada kelompok anak usia 29
hari - 11 bulan. Sama seperti tahun sebelumnya, pada tahun 2020, diare masih menjadi masalah
utama yang menyebabkan 14,5m% kematian. Pada kelompok anak balita (12 – 59 balita),
kematian akibat diare sebesar 4,55% (Kemenkes, 2020).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan per Januari 2022
seperti table di bawah ini didapatkan data jumlah kasus diare yang paling banyak yaitu di
daerah Kabupaten Banjar sebesar 5.516 kasus diare pada tahun 2020.
Gambar 1. Data Jumlah Kasus Diare (Dinkesprovkalsel, 2022)

B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang
Epidemiologi penyakit Diare

2. TUJUAN KHUSUS
a. Menjelaskan Pengertian Diare
b. Menjelaskan Etiologic Diare
c. Menjelaskan Epidemiologi Diare
d. Menjelaskan Gejala Diare
e. Menjelaskan Faktor yang Memengaruhi Penularan Diare
f. Menjelaskan Penanganan Diare
g. Menjelaskan Cara Pencegahan Diare
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Pengertian Diare
Diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia (Bahasa Yunani) yang berarti
mengalir terus, diare merupakan keadaan buang air besar dalam keadaan abnormal
dan lebih cair dari biasanya dan dalam jumlah tiga kali atau lebih dalam periode 24
jam. Diare salah satu penyakit disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (Iqbal A.F,
2022).
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Sedangkan
menurut menurut Depkes RI ,diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya
perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
Diare merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja yang lembek sampai mencair disertai dengan bertambahnya
frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (WHO, 1999 dan
Depkes RI, 2018).
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak dengan frekuensi lebih dari
empat kali perhari yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cair
baik dengan maupun tanpa disertai lendir dan darah. Untuk bayi baru lahir yang
minum ASI dikatakan diare bila frekuensi BAB nya lebih dari empat kali sehari. Hal
ini terjadi karena adanya intoleransi laktosa akibat belum sempurnanya sistem
saluran cerna bayi (Siregar, P.A. 2023).
Diare terjadi ketika anak sering buang air besar lebih dari biasanya. Ini adalah
salah satu gejala gastroenteritis dan juga muntah. Gastroenteritis adalah radang yang
terjadi pada lambung atau usus karena infeksi bakteri/virus. Diare terjadi selama 2-4
hari tanpa memerlukan penanganan khusus, tetapi beberapa kasus diare bisa
berakibat fatal. Hal ini terjadi karena terlalu banyak cairan tubuh yang terbuang
keluar khususnya pada anak-anak, penderita kurang gizi, dan orang-orang yang
lemah daya tahan tubuhnya.
Saat ini, diare adalah penyebab kematian nomor 2 di dunia pada anak-anak
dibawah usia 5 tahun, menyebabkan sekitar 760.000 anak-anak meninggal setiap
tahun. Studi mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui
bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia (Kemenkes
RI, 2015).
Dampak dari kurangnya pengetahuan tentang pencegahan diare akan
mempengaruhi sikap dan perilaku dalam mencegah terjadinya diare sehingga
rentan terkena diare yang dapat berdampak buruk pada gangguan gizi dan dehidrasi
berat hingga terjadi kematian. Salah satu program yang dilakukan pemerintah
adalah dengan peningkatan program PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat). Pola
hidup sehat meliputi : menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih
dan sabun. Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam
mencegah dan mengontrol infeksi. Jika tangan bersifat kotor, maka tubuh sangat
berisiko terhadap masuknya mikroorganisme. Air yang tidak bersih banyak
mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit, salah satunya adalah penyakit
diare. Kebiasaan mencuci tangan harus dibiasakan sejak kecil. Anak-anak
merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan
lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan sehat
(Ramadhina,2023).

2. Etiologi diare
Menurut Widoyono, 2008 penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi (Siregar,
P.A. 2023):
a. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
b. Bakteri :Escherichia coli (20-30%), Shigella sp (1-2%), Vibrio cholera.
c. Parasit :Entamoeba histolytica (<1 %), Giardia lamblia, Cryptosporidium
(4-11 %).
d. Keracunan makanan
e. Malabsopsi: Karbohidrat, lemak, dan protein
f. Alergi: makanan, susu sapi

Beberapa ahli berpendapat bahwa kejadian diare disamping dipengaruhi oleh


faktor-faktor diatas juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah :
a. Faktor Infeksi : Infeksi dari bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Gol. Vibrio,
Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter
aeromonas), virus (rotavirus, Norwalk/ Norwalk like agent, Adenovirus,
Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli), dan parasit
(cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, jamur, Candida)
b. Faktor umur
Semakin muda umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare, karena
semakin muda umur balita keadaan integritas mukos usus masih belum baik,
sehingga daya tahan tubuh masih belum sempurna. Kejadian diare terbanyak
menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena
 Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana
risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan adalah tinggi
(terutama jika sterilisasinya kurang).
 Produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga anti bodi yang masuk
bersama ASI berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai
membentuk sendiri anti bodi dalam jumlah cukup (untuk defence
mekanisme), sehingga serangan virus berkurang.

c. Faktor status gizi.


Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi.
Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang diderita.
Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi
karena daya tahan tubuh yang kurang. Status gizi ini sangat dipengaruhi oleh
kemiskinan, ketidak tahuan dan penyakit. Begitu pula rangkaian antara
pendapatan, biaya pemeliharaan kesehatan dan penyakit, keadaan sosio
ekonomi yanmg kurang, hygiene sanitasi yang jelek, kepadatan penduduk rumah,
pendidikan tentang pengertian penyakit, cara penanggulangan penyakit serta
pemeliharaan kesehatan. Oleh karena itu dalam usaha mencegah timbulnya
diare yaitu dengan melalui penyediaan fasilitas jamban keluarga yang disertai
dengan penyediaan air yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya. Upaya
tersebut harus diikuti dengan peningkatan pengetahuan dan sosial ekonomi
masyarakat, karena tingkat pendidikan dan ekonomi seseorang dapat
berpengaruh pada upaya perbaikan lingkungan
d. Faktor susunan makanan
Faktor susunan makanan berpengaruh terhadap terjadinya diare disebabkan
karena kemampuan usus untuk menghadapi kendala baik itu yang berupa :
 Antigen : susunan makanan mengandung protein yang tidak homolog
sehingga dapat berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada bayi dimana
kondisi ketahanan lokal usus belum sempurna sehingga terjadi migrasi
molekul makro.
 Osmolaritas : susunan makanan baik berupa formula susu maupun
makanan padat yang memberikan osmolaritas yang tinggi sehingga dapat
menimbulkan diare.
 Malabsorpsi : kandungan nutrient makanan yang berupa karbohidrat,
lemak maupun protein dapat menimbulkan intoleransi, malabsorpsi
maupun alergi sehingga terjadi diare pada balita.
 Mekanik : kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan
secara mekanik dapat merusak fungsi usus sehingga timbul diare
e. Faktor Makanan yaitu makanan basi, belum waktunya diberikan, keracunan
berupa makanan beracun (bakteri: Clostridium botulinum, Stafilokokus) dan
makanan kecampuran racun (bahan kimia) serta kwashiorkor, marasmus.
f. Faktor Alergi dan Imunodefisiensi : alergi susu, alergi makanan, Cow’s milk
protein sensitive enteropathy dan imunodefisiensi dimana keadaan ini mungkin
hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak)
atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Auto Imune
Deficiency Syndrome). Pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena
kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama.
g. Penyebab lain (psikis) : Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak
dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita,umumnya
terjadi pada anak yang lebih besar

3. Epidemiologi Diare
Permasalahan kesehatan muncul dapat digambarkan melalui konsep segitiga
epidemologi, yaitu adanya agen, host dan lingkungan. Segitiga epidemologi tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut ini (Iqbal,A.F, 2022):
a. Agen
Agen penyebab diare dapat berupa bakteri ataupun virus. diare dapat disebabkan
oleh beberapa hal seperti :
 Enteropatogen bakteri : Enteropatogen bakteri dapat menyebabkan diare
radang dan non radang dan enteropatogen spesifik dapat disertai dengan salah
satu manifestasi klinis. Umumnya diare radang akibat Aeromonas spp,
Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, E. Coli enteroinvasif, E. Coli
enterohemoragik, Plesiomonas shigelloides, Salmonella spp, Shigella spp,
Vibrio parahaemolyticus dan Yersinia enterocolitica. Diare non radang dapat
disebabakan oleh E. coli enteropatogen, E coli enterotoksik dan Vibrio
Cholerae. Infeksi Yarsinea dan Salmonella paling sering dijumpai pada anak
berusia 1 bulan hingga 3 tahun. Sementara infeksi Shigella dan
Campylobacter paling sering dijumpai pada anak usia 1-5 tahun.
 Enteropatogen parasite : Giardia lamblia adalah penyebab penyakit diare
yang paling sering di Amerika Serikat. Pathogen lain adalah Cryptosporidium,
Entamoeba histolytica, Strongyloides stercoralis, Isospora belli, dan
Enterocytozoon bieneusi.
 Enteropatogen virus : Empat penyebab gastroenteritis virus adalah rotavirus,
adenovirus enteric, astovirus dan kalsivirus. Rotavirus terutama dijumpai
pada anak usia 4 bulan hingga 3 tahun.

b. Host
Host merupakan manusia yang rentan terhadap infeksi virus atau bakteri
penyebab diare. faktor penyebab diare:
1) Faktor Malabsorbsi
 Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose,
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
 Malabsorbsi lemak.
 Malabsorbsi protein
2) Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
3) Faktor Psikologis
Faktor psikologis meliputi rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. Hasil penelitian
Hardi menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara faktor
pengetahuan responden ibu (p=0,03), pemberian ASI Ekslusif pada batita
(p=0,008), status imunisasi batita (p=0,038) dan sanitasi lingkungan (0,021)
terhadap kejadian diare pada batita. Secara klinis penyebab diare dapat
dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu :
a) Malabsorpsi,
b) Alergi
c) Keracunan
d) Imunodefisiensi
e) Sebab-sebab lainnya (perilaku personal hygiene, lingkungan, sanitasi
lingkungan).

Menurut Sudaryat bahwa diare dapat disebabkan oleh beberapa hal


seperti :
a) Kekurangan gizi seperti kelaparan, kekurangan zat putih telur.
b) Alergi susu diare biasanya timbul beberapa menit atau jam setelah
minum susu tersebut, biasanya pada alergi susu sapi dan produk-
produk yang terbuat dari susu sapi
c) Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun
bahan kimia.
d) Immunodefisiensi.
e) Personal hygiene, seperti kegiatan mencuci tangan menggunakan
sabun, jamban sehat.
Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan
untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis
.
c. Lingkungan
Lingkungan merupakan keadaan tempat tinggal atau lingkungan skitar
manusia yang dapat mempengaruhi kejadian diare. Menurut Kemenkes bahwa
kondisi lingkungan seperti sanitasi lingkungan yang kurang sehat dapat
menyebabkan kejadian diare. Lingkungan yang sehata tentunya tergantung
dari perilaku manusia itu sendiri seperti apa. Menurut Notoatmodjo teori yang
mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (1980). Menurut Lewrence Green
dalam perilaku kesehatan di pengaruhi oleh tiga faktor yaitu :
 Faktor predisposisi
Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,
kebiasaan nilai budaya atau norma yang diyakini seseorang
 Faktor pendukung
Yaitu faktor lingkungan yang memfasilitasi perilaku seseorang. Faktor
pendukung di sini adalah ketersediaan sumber- sumber atau fasilitas.
Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat- alat kontrasepsi, jamban, air
bersih dan sebagainya.
 Faktor pendorong atau penguat
Faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memeperoleh
dukungan atau tidak. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku.
Perilaku orang lain yang berpengaruh (tokoh masyarakat, tokoh
agama, guru, orang tua, petugas kesehatan, keluarga, pemegang kekuasaan)
yang dapat menjadi pendorong seseorang untuk berperilaku

Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005)


a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui
fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan
atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat
menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya
diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6
bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan
makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar,
tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak
membuang tinja dengan benar.
b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa
faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan
lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi,
campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi
pada golongan balita.
c. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit
yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih
dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku
manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare
serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

4. Gejala
Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume,
keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3
kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari. Tingginya angka kejadian diare
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya makanan dan minuman yang
terkontaminasi akibat kebersihan yang buruk, infeksi virus dan bakteri
(Agus.T,2021).

Beberapa gejala penyakit diare antara lain: (Widoyono, 2011)


a. Gejala umum
 Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
 Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
 Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
 Gejala dehidrasi, yaitu mat cekung, ketegangan kulit menurun, apatis
bahkan gelisah.

b. Gejala spesifik
 Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau
amis
 Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah

5. Faktor yang mempengaruhi penularan


a. Melalui makanan atau minuman merupakan media penyebaran yang paling
sering menimbulkan penyakit diare. sehingga kebersihan makanan dan
minuman yg kita kunsumsik merupakan pencegahan diare yang paling
utama. Tercemar makanan dan minuman oleh kuman disebabkan karena hal -
hal berukut :
 Tercemar dari sumbernya. seperti contoh sumur yang kotor. sungai
yang kotor. dll.
 Tercemar pada saat perjalanan di bawa kerumah. seperti sayur -
sayuran yang banyak tercemar kuman ketika membawa dari kebun, atau
wadah yang dibuat membawa air ke rumah kotor.
 Tersemar pada saat disimpan dirumah. hal ini biasanya karena tidak
di tutupnya tempat air atau makanan.
 Tercemar karena terkena tangan yang kotor yang dibuat memegang
makanan sebelum mencuci terlebih dahulu.
Sanitasi makanan mesti diperhatikan karena faktor makanan merupakan
salah satu faktor yang mengakibatkan diare. Sanitasi makanan dapat
menjadi faktor penyebab kejadian diare apabila makanan yang tercemar,
basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran), dan kurang matang.
Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada
anak balita.
b. Melalui Tinja Penderita Penyakit Diare Lain
Hal ini biasanya dikarena tidak adaanya jamban yang bersih dan sehat.
sehingga penyebab diare berupa virus dari tinja tersebut akan dibawa oleh
binatang seperti lalat ke makanan dan minuman yang di konsumsi. sehingga
menimbulkan gejala penyakit diare.
Salah satu proses penularan diare adalah kurangnya ketersediaan jamban.
Pada pasien diare yang tidak memiliki jamban, maka mereka akan BAB
(buang air besar) di sembarang tempat. Hal ini akan menyebababkan
penularan diare melalui tinja penderita oleh karena tinja pasien diare
mengandung bakteri penyebab diare yang akan ditularkan secara tidak
langsung oleh lalat. Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan
kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak
mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di
sekitarnya, kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai
tempat vektor bertelur dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian 31 berkembang biak (DEPKES RI, 2010)
c. Vektor Lalat
Lalat adalah salah satu mahluk yang berperan dalam penyebaran kejadian
diare, bertindak sebagai agent dan atau vektor mekanis yang hanya bertindak
sebagai alat pemindah pasif dengan pengertian bahwa kuman-kuman patogen
tidak mengalami perubahan apapun. Perkembangbiakan seekor lalat dimulai
pada saat seekor lalat betina yang bertelur.Biasanya sekali bertelur akan
menghasilkan 75-150 butir, setiap 30 hari. Setelah 10-24 jam dalam keadaan
baik telur-telur tersebut akan menetas menjadi larva dankepompong dalam
waktu 4 hari. Setelah itu menjadi imago dan terakhir menjadi lalatdewasa.
Setelah berumur 3 hari, lalat tersebut sudah mampu untuk bertelur
kembali.Siklus hidup lalat, mulai dari telur hingga lalat dewasa memerlukan
waktu 14 hari.dan sangat membutuhkan air. Tanpa air lalat tidak dapat hidup
lebih dari 46 jam (Widyati, 2002). Kebiasaan lalat untuk menempatkan
telurnya pada tempat yang banyakmengandung zat-zat organik, seperti
temapat sampah, membuat kesulitan dalam pemberantasannya. Lalat lebih
menyukai makanan yang bersuhu lebih tinggi darisuhu udara sekitarnya.

6. Penanggulangan Diare
Menurut Depkes RI (2005) penanggulangan diare antara lain:
a. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)
Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah
penderita dan kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan
melakukan pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah
sekitarnya yang diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit
diare. Sedangakan pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari
surveilance epidemiologi yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan
imbulnya KLB (Kejadian Luar Biasa) diare.
b. Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare
pada saat KLB di mana sebagian besar penderita berada di masyarakat.
c. Pembentukan pusat rehidrasi
Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan
pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas
atau rumah sakit.
d. Penyediaan logistik saat KLB
Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat
terjadinya KLB diare.
e. Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan
pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.
f. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare
meliputi peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan
kesehatan.
Berikut adalah target dan capaian persentase pengobatan diare sesuai standar dari
Kemenkes tahun 2022.

Gambar.2 Target dan Capaian Persentase Pengobatan Diare Sesuai Standar


(Kemenkes, 2022)

7. Cara Pencegahan Diare


Diare adalah kondisi yang ditandai dengan tinja yang encer dan sering, biasanya
disebabkan oleh infeksi usus atau masalah pencernaan lainnya. Berikut adalah
beberapa cara pencegahan diare (Siregar, P.A. 2023):
 Cuci tangan dengan sabun dan air bersih: Salah satu cara terbaik untuk
mencegah diare adalah dengan mencuci tangan secara teratur, terutama
sebelum makan atau setelah menggunakan toilet. Menurut WHO (2006) Cuci
tangan adalah suatu prosedur atau tindakan membersihkan tangan dengan
menggunakan sabun dibawah air mengalir atau Handrub dengan antiseptik
(cairan pembersih berbasis alkohol).
 Konsumsi air yang aman: Minumlah air yang aman dan terjamin
kebersihannya. Jika Anda tidak yakin mengenai sumber air yang digunakan,
sebaiknya minum air yang telah dimasak, dikemas, atau menggunakan air
yang telah disaring.
 Hindari makanan yang berisiko: Jaga kebersihan makanan dan hindari
makanan yang berisiko menyebabkan diare, seperti makanan yang tidak
dimasak dengan baik, makanan mentah atau setengah matang, produk susu
yang tidak dipasteurisasi, atau makanan yang telah terpapar bakteri.
 Pastikan keamanan makanan: Simpan dan persiapkan makanan dengan benar.
Hindari kontaminasi silang antara makanan mentah dan matang, dan pastikan
makanan disimpan pada suhu yang tepat untuk mencegah pertumbuhan
bakteri.
 Jaga kebersihan lingkungan: Bersihkan permukaan yang sering disentuh,
seperti gagang pintu, keran air, atau permukaan meja secara teratur. Gunakan
pembersih yang efektif untuk membunuh bakteri dan virus.

Secara umum diare adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh perilaku
kebersihan dari masyarakat, untuk itu maka pemerintah melalui program
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bertujuan untuk mencegah dan
mengurangi kejadian penyakit diare tersebut. Program Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) itu merupakan suatu pendekatan terencana untuk mencegah
penyakit diare. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
adalah dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,
dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Tangan kotor dapat
memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, tinja atau sumber lain ke
makanan dan air yang biasa kita konsumsi, kemudian masuk ke dalam tubuh
melalui mulut sehingga dapat menyebabkan sakit atau timbulnya penyakit.
Semua kelompok umur memiliki risiko terpapar dan sakit tanpa terkecuali.
Merujuk kondisi tersebut, kebersihan tangan dengan mencuci tangan pakai
sabun perlu mendapat prioritas yang tinggi. Dengan rendahnya angka kesakitan
maka produktivitas terjaga dan terwujudnya kesehatan masyarakat yang
berkualitas.
Cuci tangan secara teratur dan menyeluruh dengan sabun dibawah air
mengalir dianjurkan oleh WHO karena dapat membunuh virus yang mungkin
ada di tangan seperti virus corona (Covid-19) yang bisa menempel di berbagai
permukaan secara tak langsung dipegang. Mencuci tangan dibawah air
mengalir menjaga kita tetap sehat dan mencegah penyebaran infeksi
pernapasan dan diare dari satu orang ke orang lain. Perilaku Cuci Tangan Pakai
Sabun (CTPS) sudah dirintis sudah lama. Suatu perilaku yang berkembang dan
menjadi budaya atau prosedur tetap di tempat pelayanan kesehatan yang
perjalanannya penuh tantangan. Selain nampak tidak penting atau sepele,
awalnya perilaku CTPS dianggap tidak memberikan pengaruh terhadap status
kesehatan seseorang.
Di Indonesia, pembiasaan perilaku CTPS menjadi bagian penting dalam
Usaha Kesehatan Sekolah dan Madrasah (UKS/M) di berbagai tingkatan
sekolah. Sekolah perlu mendorong warganya melakukan kebiasaan CTPS
untuk mencegah penyakit. Terutama dalam situasi wabah, perilaku CTPS perlu
digalakkan sebagai garda terdepan pencegahan dan penyebaran penyakit.
Penelitian menunjukkan cuci tangan pakai sabun lebih efektif untuk
membunuh bakteri dan menghancurkan virus dari tangan seseorang
dibandingkan dengan menggunakan air saja. Sabun berfungsi membersihkan
kotoran yang menempel ditangan, termasuk bakteri dan virus yang terkandung
dalam kotoran tersebut (Kemdikbud, 2020).
Jenis sabun yang dipakai seperti gambar dibawah ini:
Gambar 3. Jenis sabun (Kemdikbud, 2020)

Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun :

Gambar 4. Sarana cuci tangan pakai sabun (Kemdikbud, 2020)

Cuci tangan pakai sabun dapat dilakukan saat :


a. Sebelum makan
b. Setelah BAB
c. Sebelum menjamah makanan
d. Sebelum menyusui
e. Setelah beraktifitas

Gambar 5. Waktu cuci tangan (Kemdikbud, 2020)


Cara cuci tangan pakai sabun dengan benar seperti dibawah ini :

Gambar 6. Cara cuci tanganpakai sabun dengan benar (Kemdikbud, 2020)

8. Strategi pencapaian pengobatan kasus diare


Strategi pencapaian pengobatan kasus diare sesuai standar dicapai antara lain
(Kemenkes, 2020):
a. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) sehingga terhindar dari diare
b. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan potensi dan peran serta
masyarakat untuk penyebar luasan informasi kepada masyarakat tentang
pengendalian diare
c. Mengembangkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) yang efektif dan efisien
terutama bagi masyarakat yang berisiko.
d. Meningkatkan pengetahuan petugas dan menerapkan pelaksanaan tatalaksana
Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan secara standar disemua fasilitas
kesehatan.
e. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas melalui peningkatan sumber daya manusia dan penguatan
institusi, serta standarisasi pelayanan.
f. Meningkatkan Surveilans epidemiologi penyakit diare di seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan.
g. Mengembangkan jejaring kemitraan secara multi disiplin lintas program dan
lintas sektor di semua jenjang baik pemerintah maupun swasta.

Pemerintah berupaya menurunkan beban penyakit diare dengan upaya


percepatan pemberian imunisasi rotavirus secara nasional pada tahun 2023
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/1139/2022
tentang Pemberian Imunisasi Rotavirus. Perlindungan terhadap infeksi rotavirus
diberikan melalui imunisasi. Sejumlah penelitian menyebutkan imunisasi rotavirus
pada anak dapat mencegah kematian balita karena diaera hingga 74 persen. Dan
vaksin ini bisa mencegah sekitar 98 persen infeksi berat rotavirus. Berdasarkan
penelitian lain, imunisasi rotavirus dapat menurunkan angka perawatan di rumah
sakit untuk kasus diare yang disebabkan rotavirus hingga 96 persen.
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
a. Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
b. Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu Infeksi, Malabsorpsi,
Makanan yaitu makanan basi, Alergi dan Imunodefisiensi dan Penyebab lain (psikis)
c. Epidemiologi Diare
 Agen penyebab diare dapat berupa bakteri ataupun virus.
 Host merupakan manusia yang rentan terhadap infeksi virus atau bakteri
penyebab diare.
 Lingkungan merupakan keadaan tempat tinggal atau lingkungan skitar manusia
yang dapat mempengaruhi kejadian diare

Kebersihan diri merupakan kunci utama tentang terjadinya suatu penyakit. Kebersihan
diri merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan, agar kita selalu dapat
hidup sehat. Menjaga kebersihan diri berarti juga menjaga kesehatan umum. Cara menjaga
kebersihan diri dapat dilakukan dengan mandi setiap hari minimal 2 kali sehari secara teratur
dengan menggunakan sabun, muka harus bersih, telinga juga harus dibersihkan serta bagian
genital, tangan harus dicuci sebelum menyiapkan makanan dan minuman, sebelum makan,
sesudah buang air besar atau buang air kecil, kuku digunting pendek dan bersih, agar tak
melukai kulit atau menjadi sumber infeksi. pakaian perlu diganti sehabis mandi dengan
pakaian yang habis dicuci bersih dengan sabun atau detergen.
Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri
sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan
diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi
kebersihan kulit, tangan dan kuku,dan kebersihan genitalia.
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. 2022.
Ibrahim, I. dkk. 2021. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Pada Siswa
Sekolah Dasar di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Indonesia. Indonesian Journal of Public
Health Nutrition. 2(1).
Iqbal A.F. dkk. 2022. Pengaruh Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Terhadap Kejadian Diare Pada
Anak Sekolah. Jurnal Medical Profession (MedPro). 4(3).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2022.
Panduan Opsi Sarana CPTS. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2020.
Pramana, K. D., Arjita, I. P. D., Rozikin, R., Anulus, A., & Adnyana, I. G. A. (2023). Faktor
yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Wisatawan: A Systematic Review. Jurnal
Keperawatan, 15(1), 127-132.
Rahman, H. F., Widoyo, S., & Siswanto, H. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare di Desa Solor Kecamatan Cermee Bondowoso. NurseLine Journal, 1(1), 24-35.
Ramadhina, F. M., Immawati, I., & Fitri, N. L. (2023). Penerapan Pendidikan Kesehatan
Penatalaksanaan Diare Pada Anak Prasekolah (3–6 Tahun) Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Rawat Inap Banjarsari Metro Utara. Jurnal Cendikia Muda, 3(3), 347-354.
Siregar, P.A. 2023. Epidemiologi Penyakit Diare. Jurnal Kesehatan. 1(1).
Tuang, A. (2021). Analisis analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 534-542.
Wasliah, dkk. 2020. Pemberian Edukasi Kesehatan Tentang Pencegahan Diare Pada Anak Di
Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Dasan Agung Kota Mataram, NTB. Jurnal Abdimas
Kesehatan Perintis. 2(1).
Wisma D, Penyakit B, Lingkungan B, Health He. Higeia Journal Of Public Health Home
Environmental Health And Safety. 2018;2(2):171–80.
Wulandari, S. F., Yuswar, M. A., & Purwanti, N. U. (2022). Pola Penggunaan Obat Diare Akut
Pada Balita di Rumah Sakit. Journal Syifa Sciences and Clinical Research, 4(3).
World Health Organization. 1999.

Anda mungkin juga menyukai