Ditulis oleh:
KELOMPOK 11
Tahun 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit berbasis lingkungan adalah masalah kesehatan yang sering ditemukan
pada negara berkembang. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi
lingkungan dan sulitnya akses ke fasilitas kesehatan menyebabkan mudahnya penyakit
untuk muncul dan berkembang. Salah satu penyakit berbasis lingkungan adalah penyakit
diare (Ibrahim, I.dkk. 2021). Menurut Wasliah tahun 2020 diare merupakan kondisi
ketika pengidapnya melakukan buang air besar (BAB) lebih sering dari biasanya. Di
samping itu, feses pengidap diare lebih encer dari biasanya. Hal yang perlu diwaspadai,
meski diare bisa berlangsung singkat, tapi bisa pula berlangsung selama beberapa hari.
Bahkan dalam beberapa kasus bisa terjadi hingga berminggu-minggu.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan yang
menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Menurut WHO dan UNICEF, terjadi
sekitar 2 milyar kasus diare dan 1,9 juta anak balita meninggal karena diare di seluruh dunia
setiap tahun. Dari semua kematian tersebut, 78% terjadi di negara berkembang, terutama di
wilayah Afrika dan Asia Tenggara. Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menyebutkan prevalensi
diare untuk semua kelompok umur sebesar 8% dan angka prevalensi untuk balita sebesar 12,3%,
sementara pada bayi, prevalensi diare sebesar 10,6%. Sementara pada Sample Registration
System tahun 2018, diare tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian pada neonatus
sebesar 7% dan pada bayi usia 28 hari sebesar 6%. Data dari Komdat Kesmas periode Januari -
November 2021, diare menyebabkan kematian pada postneonatal sebesar 14%. Data terbaru dari
hasil Survei Status Gizi Indonesia tahun 2020, prevalensi diare di berada ada pada angka 9,8%.
Diare sangat erat kaitannya dengan terjadinya kasus stunting. Kejadian diare berulang pada bayi
dan balita dapat menyebabkan stunting. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2020,
penyakit infeksi khususnya diare menjadi penyumbang kematian pada kelompok anak usia 29
hari - 11 bulan. Sama seperti tahun sebelumnya, pada tahun 2020, diare masih menjadi masalah
utama yang menyebabkan 14,5m% kematian. Pada kelompok anak balita (12 – 59 balita),
kematian akibat diare sebesar 4,55% (Kemenkes, 2020).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan per Januari 2022
seperti table di bawah ini didapatkan data jumlah kasus diare yang paling banyak yaitu di
daerah Kabupaten Banjar sebesar 5.516 kasus diare pada tahun 2020.
Gambar 1. Data Jumlah Kasus Diare (Dinkesprovkalsel, 2022)
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang
Epidemiologi penyakit Diare
2. TUJUAN KHUSUS
a. Menjelaskan Pengertian Diare
b. Menjelaskan Etiologic Diare
c. Menjelaskan Epidemiologi Diare
d. Menjelaskan Gejala Diare
e. Menjelaskan Faktor yang Memengaruhi Penularan Diare
f. Menjelaskan Penanganan Diare
g. Menjelaskan Cara Pencegahan Diare
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Pengertian Diare
Diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia (Bahasa Yunani) yang berarti
mengalir terus, diare merupakan keadaan buang air besar dalam keadaan abnormal
dan lebih cair dari biasanya dan dalam jumlah tiga kali atau lebih dalam periode 24
jam. Diare salah satu penyakit disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (Iqbal A.F,
2022).
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Sedangkan
menurut menurut Depkes RI ,diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya
perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
Diare merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja yang lembek sampai mencair disertai dengan bertambahnya
frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (WHO, 1999 dan
Depkes RI, 2018).
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak dengan frekuensi lebih dari
empat kali perhari yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cair
baik dengan maupun tanpa disertai lendir dan darah. Untuk bayi baru lahir yang
minum ASI dikatakan diare bila frekuensi BAB nya lebih dari empat kali sehari. Hal
ini terjadi karena adanya intoleransi laktosa akibat belum sempurnanya sistem
saluran cerna bayi (Siregar, P.A. 2023).
Diare terjadi ketika anak sering buang air besar lebih dari biasanya. Ini adalah
salah satu gejala gastroenteritis dan juga muntah. Gastroenteritis adalah radang yang
terjadi pada lambung atau usus karena infeksi bakteri/virus. Diare terjadi selama 2-4
hari tanpa memerlukan penanganan khusus, tetapi beberapa kasus diare bisa
berakibat fatal. Hal ini terjadi karena terlalu banyak cairan tubuh yang terbuang
keluar khususnya pada anak-anak, penderita kurang gizi, dan orang-orang yang
lemah daya tahan tubuhnya.
Saat ini, diare adalah penyebab kematian nomor 2 di dunia pada anak-anak
dibawah usia 5 tahun, menyebabkan sekitar 760.000 anak-anak meninggal setiap
tahun. Studi mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui
bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia (Kemenkes
RI, 2015).
Dampak dari kurangnya pengetahuan tentang pencegahan diare akan
mempengaruhi sikap dan perilaku dalam mencegah terjadinya diare sehingga
rentan terkena diare yang dapat berdampak buruk pada gangguan gizi dan dehidrasi
berat hingga terjadi kematian. Salah satu program yang dilakukan pemerintah
adalah dengan peningkatan program PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat). Pola
hidup sehat meliputi : menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih
dan sabun. Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam
mencegah dan mengontrol infeksi. Jika tangan bersifat kotor, maka tubuh sangat
berisiko terhadap masuknya mikroorganisme. Air yang tidak bersih banyak
mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit, salah satunya adalah penyakit
diare. Kebiasaan mencuci tangan harus dibiasakan sejak kecil. Anak-anak
merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan
lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan sehat
(Ramadhina,2023).
2. Etiologi diare
Menurut Widoyono, 2008 penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi (Siregar,
P.A. 2023):
a. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
b. Bakteri :Escherichia coli (20-30%), Shigella sp (1-2%), Vibrio cholera.
c. Parasit :Entamoeba histolytica (<1 %), Giardia lamblia, Cryptosporidium
(4-11 %).
d. Keracunan makanan
e. Malabsopsi: Karbohidrat, lemak, dan protein
f. Alergi: makanan, susu sapi
3. Epidemiologi Diare
Permasalahan kesehatan muncul dapat digambarkan melalui konsep segitiga
epidemologi, yaitu adanya agen, host dan lingkungan. Segitiga epidemologi tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut ini (Iqbal,A.F, 2022):
a. Agen
Agen penyebab diare dapat berupa bakteri ataupun virus. diare dapat disebabkan
oleh beberapa hal seperti :
Enteropatogen bakteri : Enteropatogen bakteri dapat menyebabkan diare
radang dan non radang dan enteropatogen spesifik dapat disertai dengan salah
satu manifestasi klinis. Umumnya diare radang akibat Aeromonas spp,
Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, E. Coli enteroinvasif, E. Coli
enterohemoragik, Plesiomonas shigelloides, Salmonella spp, Shigella spp,
Vibrio parahaemolyticus dan Yersinia enterocolitica. Diare non radang dapat
disebabakan oleh E. coli enteropatogen, E coli enterotoksik dan Vibrio
Cholerae. Infeksi Yarsinea dan Salmonella paling sering dijumpai pada anak
berusia 1 bulan hingga 3 tahun. Sementara infeksi Shigella dan
Campylobacter paling sering dijumpai pada anak usia 1-5 tahun.
Enteropatogen parasite : Giardia lamblia adalah penyebab penyakit diare
yang paling sering di Amerika Serikat. Pathogen lain adalah Cryptosporidium,
Entamoeba histolytica, Strongyloides stercoralis, Isospora belli, dan
Enterocytozoon bieneusi.
Enteropatogen virus : Empat penyebab gastroenteritis virus adalah rotavirus,
adenovirus enteric, astovirus dan kalsivirus. Rotavirus terutama dijumpai
pada anak usia 4 bulan hingga 3 tahun.
b. Host
Host merupakan manusia yang rentan terhadap infeksi virus atau bakteri
penyebab diare. faktor penyebab diare:
1) Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose,
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
Malabsorbsi lemak.
Malabsorbsi protein
2) Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
3) Faktor Psikologis
Faktor psikologis meliputi rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. Hasil penelitian
Hardi menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara faktor
pengetahuan responden ibu (p=0,03), pemberian ASI Ekslusif pada batita
(p=0,008), status imunisasi batita (p=0,038) dan sanitasi lingkungan (0,021)
terhadap kejadian diare pada batita. Secara klinis penyebab diare dapat
dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu :
a) Malabsorpsi,
b) Alergi
c) Keracunan
d) Imunodefisiensi
e) Sebab-sebab lainnya (perilaku personal hygiene, lingkungan, sanitasi
lingkungan).
4. Gejala
Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume,
keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3
kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari. Tingginya angka kejadian diare
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya makanan dan minuman yang
terkontaminasi akibat kebersihan yang buruk, infeksi virus dan bakteri
(Agus.T,2021).
b. Gejala spesifik
Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau
amis
Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah
6. Penanggulangan Diare
Menurut Depkes RI (2005) penanggulangan diare antara lain:
a. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)
Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah
penderita dan kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan
melakukan pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah
sekitarnya yang diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit
diare. Sedangakan pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari
surveilance epidemiologi yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan
imbulnya KLB (Kejadian Luar Biasa) diare.
b. Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare
pada saat KLB di mana sebagian besar penderita berada di masyarakat.
c. Pembentukan pusat rehidrasi
Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan
pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas
atau rumah sakit.
d. Penyediaan logistik saat KLB
Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat
terjadinya KLB diare.
e. Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan
pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.
f. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare
meliputi peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan
kesehatan.
Berikut adalah target dan capaian persentase pengobatan diare sesuai standar dari
Kemenkes tahun 2022.
Secara umum diare adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh perilaku
kebersihan dari masyarakat, untuk itu maka pemerintah melalui program
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bertujuan untuk mencegah dan
mengurangi kejadian penyakit diare tersebut. Program Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) itu merupakan suatu pendekatan terencana untuk mencegah
penyakit diare. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
adalah dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,
dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Tangan kotor dapat
memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, tinja atau sumber lain ke
makanan dan air yang biasa kita konsumsi, kemudian masuk ke dalam tubuh
melalui mulut sehingga dapat menyebabkan sakit atau timbulnya penyakit.
Semua kelompok umur memiliki risiko terpapar dan sakit tanpa terkecuali.
Merujuk kondisi tersebut, kebersihan tangan dengan mencuci tangan pakai
sabun perlu mendapat prioritas yang tinggi. Dengan rendahnya angka kesakitan
maka produktivitas terjaga dan terwujudnya kesehatan masyarakat yang
berkualitas.
Cuci tangan secara teratur dan menyeluruh dengan sabun dibawah air
mengalir dianjurkan oleh WHO karena dapat membunuh virus yang mungkin
ada di tangan seperti virus corona (Covid-19) yang bisa menempel di berbagai
permukaan secara tak langsung dipegang. Mencuci tangan dibawah air
mengalir menjaga kita tetap sehat dan mencegah penyebaran infeksi
pernapasan dan diare dari satu orang ke orang lain. Perilaku Cuci Tangan Pakai
Sabun (CTPS) sudah dirintis sudah lama. Suatu perilaku yang berkembang dan
menjadi budaya atau prosedur tetap di tempat pelayanan kesehatan yang
perjalanannya penuh tantangan. Selain nampak tidak penting atau sepele,
awalnya perilaku CTPS dianggap tidak memberikan pengaruh terhadap status
kesehatan seseorang.
Di Indonesia, pembiasaan perilaku CTPS menjadi bagian penting dalam
Usaha Kesehatan Sekolah dan Madrasah (UKS/M) di berbagai tingkatan
sekolah. Sekolah perlu mendorong warganya melakukan kebiasaan CTPS
untuk mencegah penyakit. Terutama dalam situasi wabah, perilaku CTPS perlu
digalakkan sebagai garda terdepan pencegahan dan penyebaran penyakit.
Penelitian menunjukkan cuci tangan pakai sabun lebih efektif untuk
membunuh bakteri dan menghancurkan virus dari tangan seseorang
dibandingkan dengan menggunakan air saja. Sabun berfungsi membersihkan
kotoran yang menempel ditangan, termasuk bakteri dan virus yang terkandung
dalam kotoran tersebut (Kemdikbud, 2020).
Jenis sabun yang dipakai seperti gambar dibawah ini:
Gambar 3. Jenis sabun (Kemdikbud, 2020)
A. KESIMPULAN
a. Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
b. Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu Infeksi, Malabsorpsi,
Makanan yaitu makanan basi, Alergi dan Imunodefisiensi dan Penyebab lain (psikis)
c. Epidemiologi Diare
Agen penyebab diare dapat berupa bakteri ataupun virus.
Host merupakan manusia yang rentan terhadap infeksi virus atau bakteri
penyebab diare.
Lingkungan merupakan keadaan tempat tinggal atau lingkungan skitar manusia
yang dapat mempengaruhi kejadian diare
Kebersihan diri merupakan kunci utama tentang terjadinya suatu penyakit. Kebersihan
diri merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan, agar kita selalu dapat
hidup sehat. Menjaga kebersihan diri berarti juga menjaga kesehatan umum. Cara menjaga
kebersihan diri dapat dilakukan dengan mandi setiap hari minimal 2 kali sehari secara teratur
dengan menggunakan sabun, muka harus bersih, telinga juga harus dibersihkan serta bagian
genital, tangan harus dicuci sebelum menyiapkan makanan dan minuman, sebelum makan,
sesudah buang air besar atau buang air kecil, kuku digunting pendek dan bersih, agar tak
melukai kulit atau menjadi sumber infeksi. pakaian perlu diganti sehabis mandi dengan
pakaian yang habis dicuci bersih dengan sabun atau detergen.
Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri
sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan
diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi
kebersihan kulit, tangan dan kuku,dan kebersihan genitalia.
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. 2022.
Ibrahim, I. dkk. 2021. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Pada Siswa
Sekolah Dasar di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Indonesia. Indonesian Journal of Public
Health Nutrition. 2(1).
Iqbal A.F. dkk. 2022. Pengaruh Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Terhadap Kejadian Diare Pada
Anak Sekolah. Jurnal Medical Profession (MedPro). 4(3).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2022.
Panduan Opsi Sarana CPTS. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2020.
Pramana, K. D., Arjita, I. P. D., Rozikin, R., Anulus, A., & Adnyana, I. G. A. (2023). Faktor
yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Wisatawan: A Systematic Review. Jurnal
Keperawatan, 15(1), 127-132.
Rahman, H. F., Widoyo, S., & Siswanto, H. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare di Desa Solor Kecamatan Cermee Bondowoso. NurseLine Journal, 1(1), 24-35.
Ramadhina, F. M., Immawati, I., & Fitri, N. L. (2023). Penerapan Pendidikan Kesehatan
Penatalaksanaan Diare Pada Anak Prasekolah (3–6 Tahun) Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Rawat Inap Banjarsari Metro Utara. Jurnal Cendikia Muda, 3(3), 347-354.
Siregar, P.A. 2023. Epidemiologi Penyakit Diare. Jurnal Kesehatan. 1(1).
Tuang, A. (2021). Analisis analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 534-542.
Wasliah, dkk. 2020. Pemberian Edukasi Kesehatan Tentang Pencegahan Diare Pada Anak Di
Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Dasan Agung Kota Mataram, NTB. Jurnal Abdimas
Kesehatan Perintis. 2(1).
Wisma D, Penyakit B, Lingkungan B, Health He. Higeia Journal Of Public Health Home
Environmental Health And Safety. 2018;2(2):171–80.
Wulandari, S. F., Yuswar, M. A., & Purwanti, N. U. (2022). Pola Penggunaan Obat Diare Akut
Pada Balita di Rumah Sakit. Journal Syifa Sciences and Clinical Research, 4(3).
World Health Organization. 1999.