Anda di halaman 1dari 33

TUGAS

Mini Riset
“Gambaran Penanganan Ibu Pada Balita dengan Riwayat
Demam Berdasarkan Aspek Budaya Baurut di Wilayah Kerja
Puskesmas Dirgahayu Kota Baru Kalimantan Selatan”

Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Perilaku


Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Abdan Shadiqi, S.PSi., M.Si.
Dosen Pembimbing : Adi Nugroho, SKM., M.Kes., M.Sc., Ph.D.

Oleh : Kelompok 7
Nama NIM
Alwita Susanti 2320930320014
Dewi Arianti 2320930320009
Dhemes Alin 2320930320051
Muthmainnah 2320930320053
Risna Ariani 2320930320024

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM MAGISTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERITAS LAMBUNG
MANGKURAT 2023
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Angka kesakitan dan kematian bayi yang tinggi merupakan salah satu
permasalahan utama yang terjadi di negara berkembang. Penyebab utamanya
adalah penyakit infeksi. penyakit ini disebabkan mikroorganisme berupa bakteri,
virus dan fungi (1). Demam merupakan salah satu tanda klinis yang paling umum
terjadi pada anak. Demam merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh
dalam menghadapi berbagai mikroorganisome pathogen (2). Demam ditandai
dengan meningkatnya suhu diatas ambang normal yaitu lebih dari 37,5 0C, dapat
dikatakan juga peningkatan suhu yang tergolong normal (bersifat fisiologis) dan
peningkatan suhu yang abnormal (bersifat patologis) (3). Penyebab utama demam
pada anak menurut Widagdo (2012) dalam Geby Mora (2020) disebabkan oleh
demam tifoid, infeksi saluran pernafasan, campak, dan infeksi saluran cerna. Pada
demam dengan suhu 41°C beresiko kematian mencapai 17%, dan bila mencapai
45°C akan berakibat kematian pada anak dalam waktu singkat (Said, 2014) dalam
Geby Mora (2020) (4).

Jumlah total kematian anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia


berdasarkan WHO tahun 2023 telah menurun dari 93 kematian per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 1990 menjadi 38 pada tahun 2021. Sayangnya, peningkatan
kelangsungan hidup telah terhenti secara signifikan sejak tahun 2010, dan 54
negara akan gagal memenuhi target SDG untuk angka kematian balita. Kecuali
jika tindakan cepat tidak diambil untuk meningkatkan layanan kesehatan dan
kualitas layanan bagi anak di bawah usia 5 tahun, banyak nyawa anak muda yang
akan hilang secara tidak perlu. Secara global, penyakit infeksius, termasuk infeksi
pernafasan akut, diare dan malaria dengan gejala demam, masih menjadi
penyebab utama kematian anak di bawah usia 5 tahun. (5). Berdasarkan penelitian
oleh Sarah Qabazard tahun 2022 di Kuwait terdapat 74 anak dari 120 anak yang
mengalami demam dengan Covid-19 (6). Arab Saudi memiliki sekitar 10%
populasi anak (di bawah usia 4 tahun), yang mempunyai beban penyakit anak
yang tinggi termasuk demam. Terdapat 1.700 responden dengan 72,5% yang
menyatakan bahwa 40,7 hingga 43,20°C adalah suhu tertinggi yang dapat dicapai
jika tidak ditangani. Mayoritas orang tua (80%) percaya bahwa kejang adalah
akibat dari demam tinggi yang tidak diobati (7).

Berdasarkan Indonesia Demographic and Health Survey Tahun 2017


terdapat 31% anak di bawah usia 5 tahun dilaporkan mengalami demam dalam 2
minggu sebelum survei. Prevalensi demam bervariasi berdasarkan usia; anak usia
6-23 bulan lebih rentan mengalami demam (37%-38%) dibandingkan anak
lainnya. Prevalensi demam tidak terlalu bervariasi menurut jenis kelamin atau
tempat tinggal. Anak laki-laki lebih mungkin mengalami demam dibandingkan
anak perempuan (masing-masing 32% dan 30%). Prevalensi demam lebih rendah
pada anak-anak dari rumah tangga dengan kekayaan tertinggi dibandingkan anak-
anak dari rumah tangga pada kekayaan lebih rendah (25% : 32%-34%). Terdapat
90% anak yang demam dibawa ke fasilitas kesehatan atau penyedia layanan
kesehatan. Terdapat sedikit perbedaan dalam persentase anak yang menerima
pengobatan berdasarkan jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan ibu, dan
kekayaan rumah tangga (8). Berdasarkan penelitian oleh Geby Mora pada tahun
2020 terdapat 20 artikel yang dianalisis seluruhnya menunjukkan ada hubungan
antara tingkat pengetahuan ibu dengan pengobatan demam pada anak, hasil rata-
rata 45% ibu dengan tingkat pengetahuan baik dan 57,87% ibu menangani demam
pada anak dengan tepat (4).

Menurut Aden, 2010 dalam Dani 2019 upaya untuk menangulangi


masalah demam pada balita dapat dilakukan dengan terapi farmakologis
penggunaan obat antipiretik dan non farmakologis. Upaya non farmakologis yang
dapat dilakukan yaitu mengenakan pakaian tipis, lebih sering minum, banyak
istirahat, mandi dengan air hangat, memberi kompres dan upaya farmakologis
yaitu memberikan obat penurun panas. Menurut Wong, 2004 dalam Dani 2019
upaya dalam menangani demam bisa juga dilakukan dengan pengobatan
tradisional. Seorang ibu dalam menangani demam juga sangat dipengaruhi oleh
budaya dan perilaku lingkungan sekitar dimana ibu berada. Perilaku ibu terhadap
anak juga berbeda sesuai perkembangan anak, struktur keluarga, harapan orang
tua, pengawasan dan praktik pengasuhan anak. Menurut Resmi, 2016 dalam Dani
2019 beberapa orang tua menganggap demam adalah hal yang biasa dialami anak,
sehingga orang tua dengan lingkungan dan kebiasaan dalam penanganan turun
temurun yang dilakukan hanya akan membawa anaknya ke tukang pijat
tradisional. Orang tua memang tidak jarang untuk membawa anaknya ke tukang
pijat tradisional saat anaknya mengalami demam (9).

Ernawati, 2014 dalam Asrawaty, 2020 mengatakan Pijat pada 20 anak


yang menjalani rawat inap bisa meningkat aktivitas neurotransmitter serotonin
yang berperan penting dalam mengatur amarah, nafsu makan dan suhu tubuh bayi
(10). Penelitian dilakukan pada 32 balita dapat menstabilkan suhu tubuh,
frekuensi nadi, pernapasan frekuensi, dan mempengaruhi jumlah bakteri (11).

Berdasarkan penelitian oleh Dani tahun 2019 didapatkan bahwa


penanganan ibu pada balita dengan riwayat febris berdasarkan aspek budaya pijat
di Wilayah Kerja Puskesmas Terminal Banjarmasin mayoritas melakukan
penanganan dengan kategori negatif sebanyak 32 responden (60.4%) (9).
Berdasarkan hasil penelitian oleh Widyawati, 2019 menunjukkan perubahan suhu
yang diuji menggunakan uji Independent-Samples t-test diperoleh p-value 0,002.
Dengan demikian variable tersebut memiliki p-value < 0,05 yang berarti terdapat
pengaruh memijat bayi dengan minyak pijat flu biasa perubahan suhu, frekuensi
nadi, pernafasan kualitas kualitas tidur dan jumlah bakteri streptokokus pada
balita ISPA (11). Berdasarkan hasil penelitian oleh Meliati, 2021 menunjukkan
bahwa sebagian besar responden mengalami peningkatan penurunan suhu tubuh
setelahnya diberikan intervensi (pijat bayi) pada bayi yang sedang diimunisasi
dengan imunisasi kombinasi DPT/HB 1 di pagi yaitu 26 responden (86,67%), dan
4 responden (13,33%) tidak mengalami penurunan suhu tubuh (suhu tubuh
meningkat), sedangkan di sore hari sebagian besar responden mengalami
peningkatan penurunan suhu sebanyak 23 responden (76,67%), dan 7 responden
(23,33%) tidak mengalami penurunan suhu tubuh (suhu tubuh meningkat) (12).

Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang


berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila
tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka akan
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu. Penanganan
demam dengan cara di pijat memang tidak salah, akan tetapi apabila penanganan
demam dengan cara pijat yang lebih diutamakan dibandingkan pengananan
farmakologis hal ini akan berdampak buruk bagi anak, bahkan dapat
membahayakan keselamatan anak dan akan menimbulkan komplikasi seperti
hipertermi, kejang demam dan penurunan kesadaran. (9)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kota Baru


terdapat 109 orang tua yang memiliki anak balita dengan riwayat demam periode
Januari-Juli 2023. Berdasarkan studi pendahuluan di Wilayah Kerja Puskesmas
Dirgahayu didapatkan 22 orang ibu pada balita dengan riwayat demam rata-rata
mengatakan bahwa ibu membawa anaknya ke ahli pijat/nini pijat/nini urut setelah
memberikan pengobatan farmakologi secara mandiri (Paracetamol), kompres, ke
Dokter dan Bidan. Menurut mereka Demam terjadi disebabkan setalah anak jatuh,
sehingga terkilir dan mengakibatkan demam. mereka juga mengatakan jika setalah
dari Dokter atau Bidan anak masih demam maka akan di bawake nini pijat untuk
bauru. Berdasarkan masalah ini maka peneliti ingin mengetahui bagaimana
gambaran penanganan ibu pada balita dengan riwayat demam berdasarkan aspek
budaya baurut di Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu Kabupaten Kota Baru.

I.2 Rumusan Masalah


Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat di
rumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Berapa angka kejadian demam pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
2. Bagaimana gambaran usia ibu pada balita dengan riwayat demam di Wilayah
Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
3. Bagaimana gambaran agama ibu pada balita dengan riwayat demam di
Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
4. Bagaimana gambaran suku ibu pada balita dengan riwayat demam di
Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
5. Bagaimana gambaran usia balita dengan riwayat demam di Wilayah Kerja
Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
6. Bagaimana gambaran jenis kelamin balita dengan riwayat demam di Wilayah
Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
7. Bagaimana gambaran pekerjaan ibu pada balita dengan riwayat demam di
Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
8. Bagaimana gambaran penghasilan ibu pada balita dengan riwayat demam di
Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
9. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu pada balita dengan riwayat
demam di Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
10. Bagaimana gambaran cara penanganan demam pada balita dengan riwayat
demam di Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
11. Bagaimana gambaran nilai budaya dengan pemanfaatan baurut pada balita
dengan riwayat demam di Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten
Kota Baru?

I.3 Tujuan Penelitian


I.3.1 Tujuan Umum:
Mengetahui Gambaran Penanganan Ibu Pada Balita dengan Riwayat
Demam Berdasarkan Aspek Budaya Baurut di Wilayah Kerja Puskesmas
Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru.

I.3.1 Tujuan Khusus:


1. Mengetahui angka kejadian demam pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
2. Mengetahui gambaran usia ibu pada balita dengan riwayat demam di Wilayah
Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
3. Mengetahui gambaran agama ibu pada balita dengan riwayat demam di
Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
4. Mengetahui gambaran suku ibu pada balita dengan riwayat demam di
Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
5. Mengetahui gambaran usia balita dengan riwayat demam di Wilayah Kerja
Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
6. Mengetahui gambaran jenis kelamin balita dengan riwayat demam di Wilayah
Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
7. Mengetahui gambaran pekerjaan ibu pada balita dengan riwayat demam di
Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
8. Mengetahui gambaran penghasilan ibu pada balita dengan riwayat demam di
Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
9. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu pada balita dengan riwayat
demam di Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
10. Mengetahui gambaran cara penanganan demam pada balita dengan riwayat
demam di Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru?
11. Mengetahui gambaran nilai budaya dengan pemanfaatan baurut pada balita
dengan riwayat demam di Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten
Kota Baru??

I.4 Manfaat Penelitian


Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi seluruh
kalangan masyarakat untuk dapat mengetahui gambaran penanganan ibu pada
balita dengan riwayat demam berdasarkan aspek budaya baurut di Wilayah Kerja
Puskesmas Dirgahayu, Kabupaten Kota Baru.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam
1. Definisi
Demam merupakan salah satu tanda penyakit yang paling umum.
Demam menjadi alasan di balik 15-25% kunjungan pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar atau unit gawat darurat (Barbi et al., 2017).
Di Indonesia, sebanyak 30% kunjungan ke dokter anak disebabkan
oleh demam (IDAI, 2014). Meskipun pada beberapa kasus demam
dapat ditangani tanpa intervensi medis, demam tinggi dapat
mengakibatkan kejang demam. Kejang demam adalah kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh 38ᵒC atau lebih yang disebabkan oleh
proses di luar otak. Sebagian besar kejang demam terjadi pada anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun. Ciri khas kejang demam adalah
demamnya mendahului kejang. Pada saat kejang, anak masih demam
dan setelah kejang, anak langsung sadar kembali (IDAI, 2014).
2. Penanganan Demam
Penanganan demam terbagi menjadi dua, yaitu penanganan tanpa
obat (terapi nonfarmakologis) dan dengan obat (terapi farmakologis).
Penanganan tanpa obat dilakukan dengan pemberian perlakuan khusus
yang dapat membantu menurunkan suhu tubuh meliputi pemberian
cairan, penggunaan kompres, dan menghindari penggunaan pakaian
terlalu tebal (Kristiyaningsih et al., 2019). Penanganan dengan obat
dilakukan dengan pemberian obat golongan antipiretik yang dapat
menurunkan suhu tubuh dengan berbagai mekanisme (Lubis et al.,
2016).
Penanganan demam menurut IDAI tidak hanya farnakologis
namun juga terapi fisik atau non farmakologis. Adapun hal yang harus
diperhatikan saat mengetahui anak demam adalah tidak tergesa-gesa
memberikan obat penurun demam, kecuali saat suhu tubuh (diukur di
ketiak) di atas 38oC. Aktivitas anak saat demam seperti bermain,
makan, minum, buang air kecil juga hal yang perlu diperhatikan
(IDAI,2019).
Penanganan demam pada balita sangat tergantung pada orang tua
terutama ibu. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian dalam hal
mengasuh, membimbing dan mengawasi perkembangan anaknya
kearah yang lebih baik (Harjaningrum. 2004).
Karakteristik ibu merupakan salah satu bagian yang dapat
menunjang pencegahan demam pada anak. Ibu adalah bagian integral
dari penyelenggaraan rumah tangga yang dengan kelembutan dan
kehalusannya dibutuhkan untuk merawat dan mengasuh anak secara
terampil agar anak tumbuh dengan sehat. Begitu juga ketika anak
mengalami demam, ibu harus mempunyai sikap yang baik dalam
memberikan perawatan, dapat 55 An-Nadaa, Vol. 6 No.2 Desember
2019 menumbuhkan penanganan yang terbaik bagi anaknya
(Notoatmodjo, 2003).
Perilaku ibu merupakan hal yang sangat penting, karena
penggunaan sarana kesehatan untuk anak berkaitan erat dengan
pengetahuan dan perilaku ibu tentang kesehatan. Perilaku ibu tersebut
mempengaruhi tindakan ibu jika anak sakit dalam hal ini adalah
demam. Demam pada balita sering membuat orang tua khususnya ibu
stress, cemas, panik, dan ketakutan yang membuat ibu membawa anak
ke dokter (Faris, 2009).
Upaya untuk menangulangi masalah demam pada balita dapat
dilakukan dengan terapi farmakologis penggunaan obat antipiretik dan
non farmakologis. Upaya non farmakologis yang dapat dilakukan yaitu
mengenakan pakaian tipis, lebih sering minum, banyak istirahat, mandi
dengan air hangat, memberi kompres dan upaya farmakologis yaitu
memberikan obat penurun panas (Aden, 2010).
Selain itu, upaya dalam menangani demam bisa juga dilakukan
dengan pengobatan tradisional. Seorang ibu dalam menangani demam
juga sangat dipengaruhi oleh budaya dan perilaku lingkungan sekitar
dimana ibu berada. Perilaku ibu terhadap anak juga berbeda sesuai
perkembangan anak, struktur keluarga, harapan orang tua, pengawasan
dan praktik pengasuhan anak (Wong, 2004).
Beberapa orang tua menganggap demam adalah hal yang biasa
dialami anak, sehingga orang tua dengan lingkungan dan kebiasaan
dalam penanganan turun temurun yang dilakukan hanya akan
membawa anaknya ke tukang pijat tradisional. Orang tua memang
tidak jarang untuk membawa anaknya ke tukang pijat tradisional saat
anaknya mengalami demam (Resmi, 2016).
Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan
tersendiri yang berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal
ini dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat
dan lambat maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak terganggu. Penanganan demam dengan cara di
pijat memang tidak salah, akan tetapi apabila penanganan demam
dengan cara pijat yang lebih diutamakan dibandingkan pengananan
farmakologis hal ini akan berdampak buruk bagi anak, bahkan dapat
membahayakan keselamatan anak dan akan menimbulkan komplikasi
seperti hipertermi, kejang demam dan penurunan kesadaran (Unicef,
2013).

B. Balita
Pengertian Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian anak dibawah lima tahun.
Balita adalah istilah umu bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak
prasekolah (3- 5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh
pada orangtua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air
dan makan (Setyawati dan Hartini, 2018).
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini
ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat
dan disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang
jumlahnya lebih banyak dengan kualitas yang tinggi (Ariani, 2017).
Kesehatan seorang balita sangat dipengaruhi oleh gizi yang terserat
didalam tubuh kurangnya gizi yang diserap oleh tubuh mengakibatkan
mudah terserang penyakit karena gizi memberi pengaruh yang besar
terhadap kekebalan tubuh (Gizi et al., 2018).

C. Pijat
1. Pengertian
Pijat biasa disebut dengan stimulus touch atau sentuhan. Pijat bayi
dan balita dapat diartikan sebagai sentuhan komunikasi yang nyaman
antara ibu dan bayi/ balita. Touch adalah sentuhan alamiah pada bayi
dan balita yang dapat berupa tindakan mengusap, mengurut atau
memijat. Jika tindakan ini dilakukan secara teratur, maka sentuhan ini
dapat merupakan bentuk stimulasi dan intervensi yang dapat
memberikan banyak manfaat untuk anak. Sentuhan memenuhi
kebutuhan dasar manusia untuk merasa aman, nyaman dan perasaan
disayangi. Sentuhan juga merupakan faktor intrinsik dalam
perkembangan anak. Stimulasi pijat bayi merupakan rangsangan/
stimulasi taktil-kinestetik, komunikasi verbal dan perwujudan rasa
cinta kasih orang tua terhadap anak. Implikasi dari sentuhan yang
terbatas pada anak-anak melibatkan efek yang bermakna pada
pertumbuhan, perkembangan dan kondisi emosional yang sehat
(Setiawandari,2019)
2. Manfaat Pijat pada Balita
Proses pertumbuhan dan perkembangan anak melalui fase-fase
yang terinci, mulai dari saat mereka lahir. Sensitivitas suatu organ
dalam fase pertumbuhan cepat terhadap pengaruh
luar/lingkungan/ekosistem, menunjang maupun menghambat
merupakan dasar biologis dari konsep periode kritis dimana anak dapat
tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensinya. Usia 0-3
tahun adalah usia periode kritis dan plastisitas yang tinggi dalam
proses tumbuh kembang dan disebut periode zero to three (bawah tiga
tahun) atau golden period (kesempatan emas) untuk meningkatkan
kemampuannya. Karakteristik periode kritis dan plastisitas adalah
pertumbuhan sel otak cepat, berlangsung dalam waktu yang singkat,
peka terhadap stimulus dan pengalaman, fleksibel dalam mengambil
alih fungsi sel disekitarnya dengan membentuk sinaps-sinaps serta
sangat mempengaruhi periode tumbuh kembang selanjutnya. Makan
pada periode ini harus mendapat perhatian yang serius dalam arti tidak
hanya mendapat nutrisi yang memadai tetapi juga stimulasi dan
intervensi dini untuk membantu meningkatkan potensi dengan
memperoleh pengalaman yang sesuai tuntutan perkembanganya.
Beberapa manfaat stimulasi pijat yang bisa diperoleh untuk anak
dan orang tua:
1. Aspek Kesehatan
1) Meningkatkan daya tahan tubuh
2) Merangsang saraf vagus
3) Meningkatkan produksi ASI
4) Mengatasi sakit perut (kolik)
5) Mengatasi asma
6) Mengurangi komplikasi
7) Mempercepat proses myelinisasi
8) Meningkatkan kualitas tidur
9) Meningkatkan kekebalan tubuh pada bayi dengan ibu HIV
positif
2. Aspek Psikologis
1) Memberikan rasa nyaman
2) Membina ikatan kasing sayang orang tua dan anak (bonding)
3. Aspek Tumbuh dan Perkembangan
3. Fisiologi Pijat
a) Sistem Peredaran Darah Pijatan berpengaruh pada sistem
peredaran darah arteri maupun darah vena dengan meningkatkan
aliran darah dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
Pijatan dengan tekanan ± 1-2 mm akan menambah aliran darah
sampai 85% dan meningkatkan aliran darah limfe serta
memberikan tekanan pada pembuluh darah vena sehingga darah
akan kembali ke jantung kemudian diikuti adanya efek kosong
yang akan ada hubungannya dengan pembuluh darah arteri.
Apabila pijatan terlalu halus tidak akan ada manfaatnya. Efek
pemijatan dalam jangka pendek akan menimbulkan rasa segar
karen akan mendapat oksigen lebih banyak dan berbagai macam
nutrien, hormon serta lainnya. Disamping itu juga akan terjadi
pembersihan tempat yang dipijat dari zat racun. Keadaan ini akan
memberikan rasa nyaman, santai dan segar pada seluruh tubuh.
Sedangkan efek jangka panjang pada sistem peredaran darah
adalah meningkatkan tonus dan regangan pembuluh darah itu
sendiri.
b) Sistem Limfatik Sistem limfatik mempunyai tekanan lebih rendah
dan lebih lambat alirannya dibanding darah serta tidak kontraktil,
artinya kerja sistem tergantung gaya gravitasi, gerakan otot, sendi
serta tekanan dari luar. Pemijatan dapat memacu kelenjar limfe
dalam meningkatkan pembentukan limfosit sehingga aliran limfe
menjadi lancar dan meningkatkan sistem kekebalan yang dapat
membantu mencegah infeksi dari penyakit
c) Sistem Integumen/ kulit Kulit terdiri dari 2 bagian: epidermis dan
dermis. Pada bagian dermis banyak pembuluh darah, pembuluh
limfe dan ujung-ujung saraf yang akan berpengaruh pada saat
pemijatan. Pijat akan memberikan rasa nyaman karena kulit
banyak dipenuhi reseptor sakit, tekanan dan gerakan. Rangsangan
pada reseptor akan menyebabkan perubahan reaksi reflek seperti
pelebaran pembuluh darah, relaksasi otot dan pori-pori akan
terbuka. Pijat akan membawa panas ke permukaan kulit dan
membuka pori-pori serta mengeluarkan keringat yang akan
membuang racun dan sampah tubuh.
d) Sistem Otot Pada saat latihan posisi otot hanya memanjang, selama
pijat posisi otot ditarik kearah samping dan memanjang. Keadaan
ini akan meningkatkan mikrosirkulasi yang dapat menyembuhkan
ketegangan otot dan menguraikan perlengketan Modul Stimulasi
Pijat Bayi & Balita/FIKes/Unipa Sby/2019 5 jaringan sehingga
akan mencegah jaringan perut. Selain itu dengan pijat dapat
mengeluarkan racun seperti asam laktat yang menyebabkan
kelesuan. Dengan meningkatnya fleksibilitas dan integritas dari
jaringan, pijat dapat menyembuhkan kram serta dapat menguraikan
ketegangan postur.
e) Sistem Saraf Sistem saraf tubuh manusia terdiri dari dua bagian
yaitu: sistem saraf pusat (terdiri dari otak dan tulang belakang) dan
sistem saraf perifer. Pijat mempengaruhi sistem saraf dari tepi
sampai pusat. Tekanan pada reseptor saraf di kulit akan
menyebabkan pelebaran vena, arteri dan kepiler sehingga akan
menghambat penyempitan, melemaskan ketegangan otot,
melambatkan detak jantung dan meningkatkan gerakan usus di
saluran cerna. Berdasarkan hasil penelitian Field dan Schanberg
(1986), pijat juga memberi dampak pemacuan saraf nervus vagus
(saraf otak ke-10) yang berhubungan dengan sistim perut besar dan
merangsang pengeluaran hormon penyerapan gastrin dan insulin,
dimana kedua hormon tersebut akan meningkatkan absorbsi
makanan menjadi lebih baik, sehingga bayi akan merasa cepat
lapar dan akan menyusui lebih aktif serta sering. Hal ini akan
merangsang peningkatan sekresi hormon prolaktin dan oksitosin
ibu yang berakibat ASI akan semakin banyak diproduksi.
Pemijatan memberikan rangsangan pada saraf vasodilator,
sehingga ketegangan otot akan sembuh dengan adanya respon
relaksasi. Pada bayi sehat yang mendapat pemijatan menunjukkan
peningkatan jam tidur sehingga dapat meningkatkan kesiagaan
(alertness) atau kosentrasi.

D. Faktor yang Mempengaruhi Penanganan Demam


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut (Budiman &
Riyanto A., 2013)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau
kelompok dan merupakan usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan.
b. Informasi/Media
Massa Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan,
menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.
informasi diperoleh dari pendidikan formal maupun nonformal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan
perubahan dan peningkatan pengetahuan. Semakin berkembangnya
teknologi menyediakan bermacam-macam media massa sehingga
dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat. Informasi
mempengaruhi pengetahuan seseorang jika sering mendapatkan
informasi tentang suatu pembelajaran maka akan menambah
pengetahuan dan wawasannya, sedangkan seseorang yang tidak sering
menerima informasi tidak akan menambah pengetahuan dan
wawasannya
c. Sosial,Budaya dan Ekonomi
Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran apakah
yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi juga akan menentukan
tersedianya fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu sehingga
status ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Seseorang
yang mempunyai sosial budaya yang baik maka pengetahuannya akan
baik tapi jika sosial budayanya kurang baik maka pengetahuannya
akan kurang baik. Status ekonomi seseorang mempengaruhi tingkat
pengetahuan karena seseorang yang memiliki status ekonomi dibawah
rata-rata maka seseorang tersebut akan sulit untuk memenuhi fasilitas
yag diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan.
d. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan kedalam
individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan
di respons sebagai pengetahuan oleh individu. Lingkungan yang baik
akan pengetahuan yang didapatkan akan baik tapi jika lingkungan
kurang baik makapengetahuan yang didapat juga akan kurang baik.
e. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain maupun diri
sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengalaman seseorang tentang
suatu permasalahan akan membuat orang tersebut mengetahui
bagaimana cara menyelesaikan permasalahan dari pengalaman
sebelumnya yang telah dialami sehingga pengalaman yang didapat bisa
dijadikan sebagai pengetahuan apabila mendapatkan masalah yang
sama.
f. Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh juga
akan semakin membaik dan bertambah.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif analitik yaitu penelitian yang dilakukan

terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena

yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu (Notoatmodjo, 2012). Dengan

pendekatan cross sectional yaitu yaitu jenis penelitian yang pengukuran

variabel-variabel independen dan dependen nya di lakukan hanya satu kali,

pada satu saat sehingga pada desain cross-sectional ini tidak ada prosedur

tindak lanjut atau follow up (Rajab, 2009).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu pada balita dengan riwayat demam

di Wilayah Kerja Puskesmas Dirgahayu.

3.2.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

consecutive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria inklusi

dan eksklusi yang datang ke suatu tempat akan dijadikan sampel penelitian

sampai jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi serta berdasarkan waktu

pengumpulan data yang tersedia (Swarjana, 2012). Penelitian dilakukan

dalam kurun waktu 1 minggu. Besar sampel dalam penelitian ini sebesar 30

sampel.

35
Kriteria inklusi:

a. Ibu pada Balita dengan riwayat demam

b. Sadar, dapat berbicara dan membaca

Kriteria eksklusi:

a. Ibu menolak dilakukan wawancara atau menjawab pertanyaan

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner

penelitian ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama berisikan data karakteristik

responden yang dibuat oleh peneliti yang terdiri atas nomor, usia, agama, suku,

alamat, jenis kelamin balita, usia balita, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah

pendapatan. Bagian kedua merupakan kuesioner pengetahuan, penanganan demam

dan budaya baurut yang dibuat oleh peneliti sesuai kebutuhan. Peneliti

menggunakan kuesioner yang telah dilakukan oleh Hizah Septi Kurniati tahun

2016 dengan hasil 13 pertanyaan kuesioner dinyatakan valid.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah penanganan Ibu pada balita dengan riwayat

demam berdasarkan aspek budaya baurut.

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
1. Usia Jumlah tahun sejak Alat 1:17-25 Skala
lahir hingga tahun pengumpulan 2:26-35 interval
sekarang data penelitian 3:36-45
4: 46-55

2. Agama Agama yang dianut Alat 1: Islam Skala


pengumpulan 2: Kristen nominal
data penelitian Protestan
3: Kaharingan
3. Suku Golongan sesorang Alat 1: Banjar Skala

25
26

dalam keluarga yang pengumpulan 2: Bugis nominal


sama turunannya data penelitian 3: Dayak
4: Jawa
5: Batak
6: Mandar
4. Usia Balita Jumlah tahun sejak Alat 1: 0-11 bulan Skala
lahir hingga tahun pengumpulan 2: 12-59 bulan nominal
sekarang data penelitian
5. Jenis Perbedaan gender Alat 1: laki-laki Skala
kelamin sejak lahir pengumpulan 2: perempuan nominal
Balita data penelitian
6. Tingkat Pendidikan formal Alat 0: Tidak Skala
pendidikan yang telah dilalui pengumpulan Sekolah nominal
responden data penelitian 1: SD
2: SMP
3: SMA
4: PT
7. Pekerjaan Aktifitas yang Alat 1: IRT skala
dilakukan oleh pengumpulan 2: Swasta nominal
responden dan data penelitian 3: PNS
memilki penghasilan
dari aktifitas tersebut
8. Penghasilan Sejumlah uang yang Alat 1: <Rp skala
didapatkan dalam pengumpulan 3.293.371 nominal
waktu ertentu data penelitian 2: >Rp
3.293.371
9. Tingkat Pedomanan dalam Kuesioner 1: jawaban skala
Pengetahuan membentuk suatu pengetahuan benar 76%- ordinal
tindakan seseorang 100% : Baik

2: Jawaban
benar 56%-
75% : Cukup

3: Jawaban
benar <55%
10. Cara Tindakan untuk Kuesioner 1: Kompres air skala
penanganan mengurangi demam 2: Minum obat nominal
demam 3: Ke
Pelayanan
Kesehatan
4: Baurut
5: Bepidara

11. Jenis air Pemilihan jenis air Kuesioner 1: Air biasa skala
untuk untuk mengurangi 2: Air hangat nominal
kompres demam 3: Air dingin
demam 4: Air es
12. Letak Meletakkan kompres Kuesioner 1: Dahi skala
kompresan di di bagian tubuh 2: Lipatan nominal
27

bagian tubuh tertentu untuk Ketiak


mengurangi demam 3: Dada
4: Paha
13. Minum obat Meminum obat Kuesioner 1: Paracetamol skala
penurun demam untuk 2: Ibuprofen nominal
demam menurunkan demam 3: Aspirin
4: Tidak tahu
14. Baurut Baurut untuk Kuesioner 1: Pernah skala
mengurangi demam 2: Tidak nominal
pernah
15. Demam Baurut untuk Kuesioner 1. Ya Skala
turun setelah mengurangi demam 2. Tidak nominal
baurut
16. Frekuensi Banyaknya baurut Kuesioner 1: Selalu skala
baurut saat untuk mengurangi 2: Tidak selalu nominal
demam demam
17. Pemberi Seseoang yang Kuesinoer 1: Keluarga skala
saran untuk menganjurkan untuk 2: Teman nominal
baurut dilakukan baurut 3: Tetangga
dalam menurunkan
demam
18. Tradisi Suatu gambaran Kuesinoer 1: Tradisi skala
baurut sikap atau perilaku 2: Tidak nominal
manusia yang sudah tradisi
berproses dalam
waktu lama dan
dilakukan secara
turun temurun dari
nenek moyang

3.6 Prosedur Penelitian


3.6.1 Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan yang dilakukan terlebih dahulu yaitu mengurus surat ijin

studi pendahuluan dan pengambilan data penelitian dari Program Studi Kesehatan

Masyarakat Program Magister Fakultas Kedokteran Universitas Lambung

Mangkurat diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Baru, kemudian surat

ditujukkan kepada Puskesmas Dirgahayu. Setelah diterima calon peneliti

melakukan studi pendahuluan ke tempat penelitian dengan membawa surat

rekomendasi tersebut. Kemudian calon peneliti mengumpulkan data sekunder


28

yang meliputi gambaran umum subjek penelitian. Selanjutnya calon peneliti

meminta izin untuk pengambilan data dan sebelumnya melaporkan rencana

penelitian dan menjelaskan tujuan serta teknik pelaksanaannya.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan

Pengambilan data dilaksanakan dari 13-17 November 2023 selama 1 minggu atau

hingga jumlah sampel terpenuhi sebanyak 30 subjek. Subjek penelitian dipilih

sesuai dengan metode dan kriteria inklusi serta eksklusi yang ditentukan. Calon

peneliti menyiapkan lembar kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian.

Kemudian calon peneliti menemui subjek penelitian dan menjelaskan prosedur

kepada subjek penelitian serta memberikan lembar persetujuan penelitian kepada

subjek penelitian yang setuju untuk menjadi subjek penelitian. Data dikumpulkan

berdasarkan karakteristik responden, tingkat pengetahuan, penanganan demam

dan budaya baurut dengan membagi kuesioner yang ada. Setelah itu

mendokumentasikan hasil data penelitian, lalu melakukan editing data dan

melakukan pengolahan serta analisis data.

3.6.3 Tahap Penyusunan Laporan

Setelah semua pertanyaan kuesioner dijawab oleh subjek penelitian, dilakukan

analisis data dan penyusunan laporan penelitian.

3.7 Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dan data

primer. Data sekunder diperoleh dari data rekam medik ibu pada balita dengan

riwayat demam. Data primer dalam penelitian ini diambil sesuai dengan kuesioner

yaitu usia, agama, suku, alamat, jenis kelamin balita, usia balita, tingkat

pendidikan, pekerjaan, jumlah pendapatan, kuesioner pengetahuan, penanganan

demam dan budaya baurut. Kemudian subjek penelitian diberikan penjelasan


29

tentang prosedur pelaksanaan yang akan dilakukan. Memberikan lembar

persetujuan penelitian kepada subjek penelitian sebagai tanda persetujuan untuk

dijadikan subjek penelitian. Calon peneliti memberikan kuesioner kepada

responden untuk dilakukan pengisian dengan di dampingi oleh calon peneliti.

Proses pengolahan data melalui tahap-tahap berikut (Notoatmodjo, 2012):

a. Editing

Secara umum editing adalah kegiatan pengecekan dan perbaikan kuesioner


(penyuntingan).
b. Coding

Setelah semua kuesioner disunting selanjutnya dilakukan coding, yaitu


mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan
(pengkodean). Berdasarkan karakteristik responden usia 1:17-25, 2:26-35,
3:36-45, 4: 46-55; agama 1: Islam, 2: Kristen Protestan, 3: Kaharingan;
suku 1: Banjar, 2: Bugis, 3: Dayak, 4: Jawa, 5: Batak, 6: Mandar; usia
balita 1: 0-11 bulan, 2: 12-59 bulan; jenis kelamin balita 1: laki-laki, 2:
perempuan; tingkat pendidikan 0: Tidak Sekolah, 1: SD, 2: SMP, 3:
SMA, 4: PT; pekerjaan 1: IRT, 2: Swasta, 3: PNS; penghasilan 1: <Rp
3.293.371, 2: >Rp 3.293.371; tingkat pengetahuan 1: jawaban benar
76%-100% : Baik, 2: Jawaban benar 56%-75% : Cukup, 3: Jawaban
benar <55%; cara penangan demam 1: Kompres air, 2: Minum obat , 3:
Ke Pelayanan Kesehatan, 4: Baurut, 5: Bepidara; demam turun setelah
baurut 1: Ya, 2: Tidak, jenis air untuk kompres demam 1: Air biasa, 2:
Air hangat, 3: Air dingin, 4: Air es; letak kompresan di bagian tubuh 1:
Dahi, 2: Lipatan Ketiak, 3: Dada, 4: Paha; minum oat penurun demam
1: Paracetamol, 2: Ibuprofen, 3: Aspirin, 4: Tidak tahu; baurut 1:
Pernah, 2: Tidak pernah; frekuensi baurut saat demam 1: Selalu, 2:
Tidak selalu; pemberi saran untuk baurut 1: Keluarga, 2: Teman, 3:
Tetangga; tradisi baurut 1: Tradisi, 2: Tidak tradisi
c. Entry data
30

Proses memasukkan data kedalam program atau software komputer dengan

MS. Excel.

d. Tabulating

Membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian yang diinginkan

oleh peneliti.

3.8 Cara Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat, yaitu

analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik

setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Variabel dalam penelitian ini

adalah tingkat pengetahuan yang akan digambarkan dalam bentuk frekuensi dan

presentase dengan menggunakan tabel, cara penanganan demam yang akan

digambarkan dalam bentuk frekuensi dan persentase dengan menggunakan tabel,

jenis air untuk kompres demam yang akan digambarkan dalam bentuk frekuensi

dan persentase dengan menggunakan tabel, letak kompresan di bagian tubuh

yang akan digambarkan dalam bentuk frekuensi dan persentase dengan

menggunakan tabel, minum obat penurun demam yang akan digambarkan dalam

bentuk frekuensi dan persentase dengan menggunakan tabel, baurut yang akan

digambarkan dalam bentuk frekuensi dan persentase dengan menggunakan tabel,

frekuensi baurut saat demam yang akan digambarkan dalam bentuk frekuensi

dan persentase dengan menggunakan tabel, pemberi saran untuk baurut yang

akan digambarkan dalam bentuk frekuensi dan persentase dengan menggunakan

tabel, tradisi baurut yang akan digambarkan dalam bentuk frekuensi dan

persentase dengan menggunakan tabel dan karakteristik responden, yang meliputi

usia, agama, suku, jenis kelamin balita, usia balita, tingkat pendidikan, pekerjaan,
31

jumlah pendapatan yang akan digambarkan dalam bentuk frekuensi dan persentase

dengan menggunakan tabel.

Tabel 3.2 Analisis Univariat (Notoatmodjo, 2012)

No. Variabel Jenis Data Deskripsi


1. Usia Numerik Jumlah, Persentase (%)
2. Agama Kategorik Jumlah, Persentase (%)
3. Suku Kategorik Jumlah, Persentase (%)
4. Jenis Kelamin Balita Kategorik Jumlah, Persentase (%)
5. Usia Balita Numerik Jumlah, Persentase (%)
6. Tingkat Pendidikan Kategorik Jumlah, Persentase (%)
7. Pekerjaan Kategorik Jumlah, Persentase (%)
8. Jumlah Penghasilan Kategorik Jumlah, Persentase (%)
9. Tingkat Pengetahuan Kategorik Jumlah, Persentase (%)
10. Cara Penanganan Kategorik Jumlah, Persentase (%)
Demam
11. Jenis Air Untuk Kategorik Jumlah, Persentase (%)
Kompres Demam
12. Letak Kompresan Di Kategorik Jumlah, Persentase (%)
Bagian Tubuh
13. Minum Obat Kategorik Jumlah, Persentase (%)
Penurun Demam
14. Baurut Kategorik Jumlah, Persentase (%)
15. Demam turun setelah Kategorik Jumlah, Persentase (%)
baurut
16. Frekuensi Baurut Kategorik Jumlah, Persentase (%)
Saat Demam
17. Pemberi Saran Untuk Kategorik Jumlah, Persentase (%)
Baurut
18. Tradisi Baurut Kategorik Jumlah, Persentase (%)
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden


4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia
Usia Jumlah %
17-25 tahun 6 20
26-35 tahun 15 50
36-45 tahun 8 27
46-55 tahun 1 3
Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa responden dengan ibu


pada balita dengan riwayat demam, selama 1 minggu di Wilayah Kerja
Puskesmas Dirgahayu Kota Baru didapatkan responden dalam rentang
usia 17-25 tahun berjumlah 6 responden (20%), usia 26-35 tahun
berjumlah 15 responden (50%), usia 26-45 tahun berjumlah 8 responden
(27%), dan usia 46-55 tahun berjumlah 1 responden (3%). responden
terbanyak terjadi pada rentang usia 26-35 tahun (50,0%). Penelitian ini
sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Dani, A.F.dkk tahun
2019 yang menyatakan bahwa ibu pada balita dengan riwayat febris
terbanyak pada kelompok usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 24 orang
(45,3%).
4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama
Agama Jumlah %
Islam 26 87
Kristen Protestan 3 10
Kaharingan 1 3
Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa responden dengan ibu pada
balita dengan riwayat demam, selama 1 minggu di Wilayah Kerja Puskesmas
Dirgahayu Kota Baru didapatkan responden agama islam berjumlah 26

47
48

responden (87%), agama Kristen protestan berjumlah 3 responden (10%),


agama kaharingan berjumlah 1 responden (3%).

4.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku


Suku Jumlah %
Banjar 21 70
Bugis 2 7
Dayak 1 3
Jawa 4 13
Batak 1 3
Mandar 1 3
Total 30 100

4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Balita


Usia Jumlah %
0-11 bulan 0 0
12-59 bulan 30 100
Total 30 100

4.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Balita


Jenis Kelamin Balita Jumlah %
Laki-laki 13 43
Perempuan 17 57
Total 30 100

4.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tingkat Pendidikan Jumlah %
SD 2 7
SMP 4 13
SMA 24 80
Perguruan Tinggi 0 0
Total 30 100

4.1.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan Jumlah %
IRT 13 43
Wiraswasta 9 30
Pegawai Swasta 2 7
PNS 6 20
Total 30 100

4.1.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan


49

Penghasilan Jumlah %
< Rp 3.293.371 20 67
> Rp 3.293.371 10 33
Total 30 100

4.2 Karakteristik Tingkat Pengetahuan Responden


Tingkat Pengetahuan Jumlah %
Baik 0 0
Cukup 27 90
Kurang 3 10
Total 30 100

Pengetahuan ibu tentang demam pada anak dapat menjadi acuan sikap ibu
bagaimana menangani demam pada anaknya. Anak yang mengalami demam
memerlukan penanganan khusus jika dibandingkan dengan demam pada orang
dewasa, karena akan menimbulkan dampak buruk yaitu gangguan tumbuh
kembang anak jika pengobatan dalam mengatasi demam dilakukan secara tidak
tepat dan cepat. Ibu yang berpengetahuan rendah mempunyai risiko tujuh kali
lebih kecil dalam mengobati demam dibandingkan ibu yang berpengetahuan
tinggi (Siagian dan Manalu, 2018 dalam Mora, G, 2020) (4).
Penelitian yang dilakukan oleh (Rasinta, 2017) kepada 57 ibu yang
mempunyai balita. Hasil penelitian sebanyak 18 responden (31,6%) memiliki
pengetahuan kurang dan 28 responden (49,1%) memiliki pengetahun buruk.
Hasil Survei Kesehatan Nasional tahun 2013 menunjukkan bahwa 20-25%
anak meninggal karena kesalahan ibu dalam menangani demam pada anaknya.
Pengobatan demam yang diberikan pada anak sangat bergantung pada peran
orang tua khususnya ibu. Ibu yang mempunyai pengetahuan tentang demam
akan mempunyai sikap positif dalam memberikan perawatan sehingga dapat

menentukan pengobatan demam yang diberikan pada anak (4).

Kebanyakan orang tua akan segera memberikan obat penurun demam pada
anaknya yang sebenarnya mengalami demam ringan yang tidak memerlukan
obat. Sebaiknya sebagai pengobatan dini yang dapat dilakukan ibu adalah
dengan mengompres anak yang demam dengan air hangat (4).
50

4.3 Karakteristik Penanganan Demam


4.3.1 Karakteristik Responden berdasarkan Cara Penanganan Demam
Penanganan Demam Jumlah %
Kompres 12 40
Minum Obat 10 33
Pelayanan Kesehatan 6 20
Baurut 1 3
Bapidara 1 3
Total 30 100

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa intervensi kompres hangat


memiliki efek sinergis dengan antipiretik lebih cepat dan tahan lama
dalam menurunkan suhu tubuh anak demam dibandingkan pemberian
antipiretik saja. Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa intervensi
ini tidak ada bedanya, hanya dengan obatnya saja bertanggung jawab atas
penurunan suhu anak. Penelitian lain oleh Souza, M.V.etal, 2022 tidak
sejalan yang menyebutkan aplikasi kompres hangat yang dikombinasikan
dengan antipiretik tidak efektif dalam menurunkan demam anak-anak
yang dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan penggunaan tindakan
farmakologis saja

4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Air untuk Kompres


Demam
Jenis Air untuk Kompres Jumlah %
Biasa 30 100
Hangat 0 0
Dingin 0 0
Air Es 0 0
Total 30 100

Berdasarkan hasil intervensi yang paling sering diberikan adalah hangat


kompres. Kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui
proses penguapan. Kompres dengan air hangat menyebabkan suhu tubuh
di luar menjadi hangat sehingga tubuh akan mengartikan bahwa suhu di
luar cukup panas, akhirnya tubuh akan menurunkan pengatur suhu di
51

otak agar tidak meningkat pengatur suhu tubuh, dengan suhu diluar akan
membuat hangat pembuluh darah di tepi kulit melebar dan mengalami
vasodilatasi sehingga pori-pori kulit akan terbuka dan memudahkan
pembuangan panas sehingga terjadi penurunan suhu tubuh (Dewi, 2016
dalam Burhan , N.Z.dkk, 2020). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
hasil penelitian Aminatul Fatayati yang menyatakan ada pengaruh
kompres hangat terhadap penurunan suhu tubuh pada anak demam
(Fahayati, 2010, dalam Burhan , N.Z.dkk, 2020).

4.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Letak Kompresan pada


Bagian Tubuh
Letak Kompresan Pada Bagian Tubuh Jumlah %
Dahi 30 100
Lipatan Ketiak 0 0
Dada 0 0
Paha 0 0
Total 30 100

4.3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Minum Obat Penurun


Demam
Minum Obat Penurun Demam Jumlah %
Paracetamol 29 97
Ibuprofen 0 0
Aspirin 0 0
Tidak tahu 1 3
Total 30 100

4.4 Karakteristik Budaya Baurut


4.4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Kegiatan Baurut
Baurut Jumlah %
Pernah 30 100
Tidak pernah 0 0
Total 30 100

Gürol, 2012 dalam Asrawaty, 2020 mengatakan terapi pijat merupakan


stimulasi untuk meningkatkan ikatan dan interaksi emosional antara ibu
dan bayinya. Dengan rutin melakukan pijatan bayi dapat menimbulkan
52

kontak dengan perasaan ibu dan bayi seperti kedekatan, kasih sayang,
kehangatan, penambahan berat badan dan peduli. Ernawati, 2014 dalam
Asrawaty, 2020 mengatakan Pijat pada 20 anak yang menjalani rawat inap
bisa meningkat aktivitas neurotransmitter serotonin yang berperan penting
dalam mengatur amarah, nafsu makan dan suhu tubuh bayi. Cahyono,
2009; Ummi, 2017 dalam Asrawaty, 2020 mengatakan pijat bisa mengikat
glukokortikoid sehingga dapat menurunkan kadar kortisol Menurunkan
kadar kortisol bisa meningkatkan daya tahan tubuh dan rileks. Pijat dapat
merangsang sistem saraf parasimpatis yang didominasi oleh saraf otak 10
(vagus saraf) yang dapat meningkatkan gerak peristaltik usus,
meningkatkan kadar enzim penyerapan gastrin, insulin dan relaksasi
sfingter sehingga terjadi pengosongan lambung cepat dan meningkatkan
nafsu makan yang terlihat dari peningkatan berat badan bayi. Maryunani,
2016 dalam Asrawaty, 2020 mengatakan dengan nafsu makan yang
meningkat, menjadikan gizi asupan yang didapat lebih baik untuk
menjaga daya tahan tubuh dan ISPA tidak mudah masuk ke dalam tubuh.
Rini, 2013 dalam Asrawaty, 2020 mengatakan infeksi saluran pernafasan
atas biasanya disertai dengan demam, hal ini terjadi karena reaksi infeksi
bakteri (10). Penelitian dilakukan pada 32 balita dapat menstabilkan suhu
tubuh, frekuensi nadi, pernapasan frekuensi, dan mempengaruhi jumlah
bakteri (11). Pijat bisa merangsang sistem saraf simpatis dengan
merangsang produksi keringat dimana Produksi keringat dirangsang oleh
impuls di hipotalamus yang berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh jika
suhu tubuh meningkat terjadi penguapan kulit untuk menurunkan demam
(10).

4.4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Baurut Saat


Demam
Frekuensi Baurut Saat Demam Jumlah %
Selalu 2 7
Tidak selalu 28 93
Total 30 100
53

4.4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pemberi Saran untuk Baurut


Pemberi Saran Untuk Baurut Jumlah %
Keluarga 30 100
Teman 0 0
Tetangga 0 0
Lainnya 0 0
Total 30 100

4.4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tradisi Baurut


Tradisi Baurut Jumlah %
Iya 30 100
Tidak 0 0
Total 30 100

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

Daftar Pustaka

1. Salafas, E. dkk. 2023. Edukasi Pijat Bayi sebagai Terapi Commond Cold.
Indonesian Journal of Community Empowerment.
2. Ariani, M. dkk. 2021. Edukasi dan Pelatihan Tata Laksana Demam pada
Anak Kelurahan Manarap Lama Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Jurnal Suaka Insan Mengabdi. 3(2). 87-96.
3. Lusia. 2015. Mengenal Demam dan Perawatannya Pada Anak. Airlangga
University Press.
4. Mora, G. etal. 2020. Health Communication: Mother’s Knowledge and
Treatment of Fever in Children. Interdisciplinary Journal of
Communication. 5(2). 135-142. (sinta)
5. World Health Organization. 2023. https://www.who.int/data/collections
6. Qabazard S, Al-Abdulrazzaq D, Al-Kandari H, Ayed M, Alanezi A, Al-
Shammari N, Alharbash Z, Al-Khabbaz M, Kalander K, Bin-Hassan S,
54

Alfraij A, Alghounaim M, Alsaeid K, Al-Hashemi H. The Pediatric


COVID-19 Registry in Kuwait: Methodology and Results of Pilot Phase.
Med Princ Pract. 2022;31(5):471-479. doi: 10.1159/000524756. Epub 2022
May 20. PMID: 35598599; PMCID: PMC9801367.
7. Hussain, S.M., etal. 2020. Knowledge, Attitude, and Practice in
Management of Childhood Fever Among Saudi Parents. 7. 1-9.
8. National Population and Family Planning Board (BKKBN), Statistics
Indonesia (BPS), Ministry of Health (Kemenkes), and ICF. 2018. Indonesia
Demographic and Health Survey 2017. Jakarta, Indonesia: BKKBN, BPS,
Kemenkes, and ICF.
9. Dani, A.F. dkk. 2019. Gambaran Penanganan Ibu Pada Balita dengan
Riwayat Febris Berdasarkan Aspek Budaya Pijat di Wilayah Kerja
Puskesmas Terminal Banjarmasin. A-Nadaa. 6(2).
10. Asrawaty, dkk. 2020. Massage Therapy for Infants and Toddlesrs With
Acute Respiratory Infections:A Literature Review. Strada Jurnal Ilmiah
Kesehatan. 9(2). 656-663.
11. Widyawati, M.N. 2019. Baby Massage With Common Cold Massage Oil on
Temperature Cgange, Pulse Rate, Frequency of Breath, Sleep Quality and
Number of Streptococcus Bacteria in Toddlers with Acute Respiratory.
Indian Journal of Public Health Research and Development. 10(1). 413.
12. Meliati, L. et al. 2021. Effects of Baby Massage in Reducing Body
Temperature after Combined Diptheri Pertussis Tetanus/Hepatitis B
Immunization. European Journal of Medical and Health Science. 3(2).
13. Rasinta, 2017

Anda mungkin juga menyukai