Anda di halaman 1dari 31

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG KEJANG DEMAM

DENGAN SIKAP ORANG TUA TERHADAP PENANGANAN AWAL


KEJANG DEMAM PADA ANAK DI RUANG ANAK
RSUD GAMBIRAN

PROPOSAL RISET KEPERAWATAN

DisusunUntukMemenuhi Salah SatuTugas Mata AjarRiset Keperawatan

Disusun Oleh :

Theresia Ayu Juwita

10216032

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUTE ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan anak merupakan hal penting yang selalu menjadi fokus orangtua, karena
anak berada dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan di mana dibutuh). Demam
bukanlah penyakit ,melainkan gejala sesuatu penyakit,salah satu penyebab demma adalah
akibat infeksi virus misalnya seperti flu demam berdarah,radang tenggorokan dan lain-
lain.Suhu tubuh yang tinggi pada saat demam dapat menimbulkan serangan kejang.kejang
demam merupakan salah satu pnyakit yang sering dialami oleh anak dan kalangan awam
lebih sering menyebutkan dengan stuip.sementara istilah medisnya adalah confusio
febrilis(Nakita,2007).
Kejang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada
anak.Terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.Hampir 3% dari anak yang
berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam(Ngasiyah,1997).
Pada setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda , hal itu tergantung dari
tinggi serta rendahnya ambnag kejang seorang anak.Dengan ambang kejang rendah,
kejang dapat terjadi pada suhu 38 ̊C atau bahkan lebih. Kejang demam berulang lebih
sering pada anak dengan ambang kejang rendahsehingga penanganannya memperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang(Sujono,2012).
Kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang
pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi atau bahkan keterbelakangan mental.
Keterbelakangan ini kemudian hari ,merupakan kondisi yang menyedihkan ini bisa
berlangsung seumur hidupnya(Persi,2004).
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam yang kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun keidupan (17-23
bulan ). Kejang demma sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-
laki(Manjoer,dkk,2003).
Berdasarkan studi yang dilakukan di Departemen anak RS Al-jahra Kuwait Pada anak
usia 1 bulan sampai dengan 13 tahun dengan riwayat kejang paling banyak menderita
kejang demam 77% (WHO,2005). Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa SMP Ilmu
kesehatan Anak RSUD Dr.Soetomo Surabaya didapatkan data adanya penigkatan insiden
kejang demam pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 anak dan
tidak didapatkan angka kematian (0%). Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan
kejang demam pada anak sebesar 37%(Saharso,2006).

Pengetahuan yang orang tua peroleh dapat menentukan peran sakit maupun
peran sehat bagi kan perhatian khusus bagi orang tua. Anak bukanlah bentuk kecil dari
tubuh orang dewasa.
anaknya. Banyak ibu yang belum mengerti serta memahami tentang kesehatan
anaknya, termasuk dalam cara pencegahan maupun penanganan kejang demam . Hal ini
dapat didasari oleh tingkat pengetahuan orang tua dalam melindungi balita dari suatu
penyakit yang mengancam hidup baik yang menular maupun tidak menular
(Widyaningtyas, 2006). Kejadian kejang demam erat terkait dengan pengetahuan orang
tua tentangkejang demam, karena orangtua sebagai penanggungjawab utama dalam
pemeliharaan kesejahteraan anak. Anak masih sangat tergantung pada orangtua. Karena
itu diperlukan adanya penyebaran informasi kepada orangtua mengenai kejang demam
agar orangtua dapat menyikapi lebih dini segala hal-hal yang berkaitan dengankejang
demam.
Orang tua merupakan sasaran utama dalam penanganan suatu penyakit, seorang
orang tua yang memiliki peran yang buruk dalam merawat atau memberikan penanganan
yang salah akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain (Efendi dan Makhfudli,
2009).
Pengetahuan dan sikap adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pengetahuan
individu tentang suatu objek mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap objek
tersebut. Dalam hal ini, pengetahuan ibu berkaitan erat dengan sikap orang tua dalam
merawat anak dengan kejang demam.
Dari uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “ Hubungan pengetahuan orang tua tentang kejang demam dengan sikap orang
tua terhadap penaganan awal kejang demam pada anak di ruang anak RSUD Gambiran ”.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka pada penelitian


ini, peneliti membatasi permasalahan penelitian ini menjadi sebuah rumusan masalah
penelitian sebagai berikut : ”Apakah ada hubungan penegtahuan orang tua tentang kejang
demam dengan siakap orang tua terhadap penganana awal kejang demam pada anak di
ruang anak RSUD Gambiran?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan oran tua tentang kejang demam
dengan sikap orang tua terhadap penangana awal kejangd emam pada anak di
ruangan anak RSUD Gambiran .
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua tentang kejang demam di
RSUD Gambiran.
b. Mengidentifikasi sikap orang tua dalam penaganan awal kejang demam
pada anak di ruang anak RSUD Gambiran.
c. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan orang tua tentang kejang
demam dengan sikaporang tua dalam penanganan awal kejang demam
pada anak di RSUD Gambiran.
D. Manfaat
Hasil penelitian ini sekiranya member manfaat baik secara teoritis maupun
praktis;
1. Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya
pada keperawatan anak tentang hubungan tingkat pengetahuan orang tua tentang
ISPA dengan sikap orang tua dalam penaganan awal kejang demam.
2. Praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi tempat dilakukannya
penelitian agar bekerja lebih optimal terutama dalam memberikan pengetahuan
kepada keluarga pasien khususnya kepada orang tua yang mempunyai anak
dengankejang demam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep kejang demam

a. Definisi

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) (1993, dalam

Pellock, 2014) kejang demam merupakan gangguan neurologis akut yang

paling umum terjadi pada bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi

sistem saraf pusat. Kejang demam terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun

dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <6 bulan atau >3

tahun. Kejang demam dapat terjadi bila suhu tubuh diatas 38oC dan suhu yang

tinggi dapat menimbulkan serangan kejang. Menurut Maria (2011), setiap anak

dengan kejang demam memiliki ambang kejang yang berbeda dimana anak

dengan ambang kejang yang rendah terjadi apabila suhu tubuh 38 derajat

Celsius tetapi pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi terjadi

pada suhu 40 derajat Celsius bahkan bisa lebih dari itu. Demam dapat terjadi

setiap saat dan bisa terjadi pada saat setelah kejang serta anak dengan kejang

demam memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit demam

kontrol (Newton, 2015).

b. Etiologi

Tasmin (2013), menjelaskan bahwa penyebab kejang demam hingga saat

ini belum diketahui dengan pasti. Kejang demam tidak selalu timbul pada suhu

yang tinggi dikarenakan pada suhu yang tidak terlalu tinggi juga dapat

menyebabkan kejang. Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam

diantaranya adalah infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti otitis


media akut, bronkitis dan tonsilitis (Riyadi, 2013). Sedangkan Ikatan Dokter

Anak Indonesia (IDAI) (2013), menjelaskan bahwa penyebab terjadinya

kejang demam antara lain obat-obatan, ketidak seimbangan kimiawi seperti

hiperkalemia, hipoglikemia, asidosis, demam, patologis otak dan eklamsia (ibu

yang mengalami hipertensi prenatal, toksimea gravidarum). Selain penyebab

kejang demam menurut data profil kesehatan Indonesia (2012) yaitu

didapatkan 10 penyakit yang sering rawat inap di Rumah Sakit diantaranya

adalah diare dan penyakit gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu,

demam berdarah dengue, demam tifoid dan paratifoid, penyulit kehamilan,

dispepsia, hipertensi esensial, cidera intrakranial, indeksi saluran pernafasan

atas dan pneumonia.

Kejang pada neonatus dan anak bukanlah suatu penyakit, namun

merupakan suatu gejala penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab

kejang atau adanya kelainan susunan saraf pusat. Penyebab utama kejang

adalah kelainan bawaan di otak sedangkan penyebab sekundernya adalah

gangguan metabolik atau penyakit lain seperti penyakit infeksi. Negara

berkembang, kejang pada neonatus dan anak sering disebabkan oleh tetanus

neonatus, sepsis, meningitis, ensefalitis, perdarahan otak dan cacat bawaan.

Penyebab kejang pada neontaus, baik primer maupun sekunder umumnya

berkaitan erat dengan kondisi bayi didalam kandungan dan saat proses

persalinan serta masa-masa bayi baru lahir. Menurut penelitian yang dilakukan

diIran, penyebab kejang demam dikarena infeksi virus dan bakteri (Dewi, 2014)

c. Klasifikasi

Menurut American Academy of Pediatrics (2011), kejang demam

dibagi menjadi dua jenis diantaranya adalah simple febrile seizureatau kejang

demam sederhana dan complex febrile seizure atau kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana adalah kejang general yang berlangsung singkat

(kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik) serta

tidak berulang dalam waktu 24 jam dan hanya terjadi satu kali dalam periode

24 jam dari demam pada anak yang secara neorologis normal. Kejang demam

sederhana merupakan 80% yang sering terjadi di masyarakat dan sebagian

besar berlangsung kurang dari 5 menit dan dapat berhenti sendiri. Sedangkan

kejang demam kompleks memiliki ciri berlangsung selama lebih dari 15

menit, kejang fokal atau parsial dan disebut juga kejang umum didahului

kejang parsial dan berulang atau lebih dari satu kali dalam waktu 24 jam.

Menurut Chung (2014), pada kejang demam sederhana umumnya terdiri dari

tonik umum dan tanpa adanya komponen fokus dan juga tidak dapat merusak

otak anak, tidak menyebabkan gangguan perkembangan, bukan merupakan

faktor terjadinya epilepsi dan kejang demam kompleks umumnya

memerlukan pengamatan lebih lanjut dengan rawat inap 24 jam.

d. Maninfeksi klinis

Ngastiyah (2014), menyebutkan bahwa kejang pada anak dapat terjadi

bangkitan kejang dengan suhu tubuh mengalami peningkatan yang cepat dan

disebabkan karena infeksi di luar susunan saraf pusat seperti otitis media

akut, bronkitis, tonsilitis dan furunkulosis. Kejang demam biasanya juga

terjadi dalam waktu 24 jam pertama pada saat demam dan berlangsung

singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, tonik

dan fokal atau akinetik. Pada umumnya kejang demam dapat berhenti sendiri
dan pada saat berhenti, anak tidak dapat memberikan reaksi apapun untuk

sejenak tetapi setelah beberapa detik atau bahkan menit kemudian anak akan

sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.

Djamaludin (2010), menjelaskan bahwa tanda pada anak yang

mengalami kejang adalah sebagai berikut : (1) suhu badan mencapai 39

derajat Celcius; (2) saat kejang anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang

napas dapat terhenti beberapa saat; (3) tubuh termasuk tangan dan kaki jadi

kaku, kepala terkulai ke belakang disusul munculnya gejala kejut yang kuat;

(4) warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ke atas; (5)

gigi terkatup dan terkadang disertai muntah; (6) napas dapat berhenti selama

beberapa saat; (7) anak tidak dapat mengontrol untuk buang air besar atau

kecil.

e. Patofisiologi

Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa untuk mempertahankan

kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari

metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak terpenting adalah glukosa.

Sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantara fungsi paru-paru dan

diteruskan ke otak melalui kardiovaskular. Dari uraian tersebut dapat diketahui

bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi

dipercah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari

permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan

normal membran sel neoron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida.

Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium

rendah, sedangkan di luar sel terdapat keadaan sebaliknya. Pada keadaan

demam kenaikan suhu 1 derajat Celcius akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basar 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan

suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam

waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui

membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke

membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan

terjadi kejang.

Faktor genetik merupakan peran utama dalam ketentanan kejang

dan dipengaruhi oleh usia dan metoritas otak. Kejang demam yang

berlangsung lebih dari 15 menit biasanya disertai apnea, meningkatnya

kebutuhan oksigen dan akhirnya terjadi hipoksemia., hiperkapnia,

asidodosis laktat disebabkan oleh matabolisme anaerobik, hipotensi

arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin

meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan

selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. Hal ini

mengakibatkan terjadinya kerusakan pada neuron dan terdapat gangguan

perederan darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggalkan

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak. Kerusakan pada daerah

medial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang sedang


berlangsung lama di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang

spontan. Karena itu kejang demam yang berlansung lama dapat

menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Nurindah ,

2014).

f. Pemeriksaan penunjang

Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2012 menjelaskan bahwa pemeriksaan

penunjang merupakan penelitian perubahan yang timbul pada penyakit dan

perubahan ini bisa sebab atau akibat serta merupakan ilmu terapan yang

berguna membantu petugas kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati

pasien. Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis yang

serius atau setidaknya data laboratoris yang menunjang kecurigaan klinis

(Ginsberg, 2008).

Pemeriksaan penunjang pada anak yang mengalami kejang demam adalah

sebagai berikut:

a) Pemeriksaan laboratorium pada anak yang mengalami kejang demam yang

bertujuan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau

keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam dan

pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah lengkap,

elektrolit serum (terutama pada anak yang mengalami dehidrasi, kadar

gula darah, serum kalsium, fosfor, magnesium, kadar Bloof Urea Nitrogen

(BUN) dan urinalisis. Pemeriksaan lain yang mungkin dapat membantu

adalah kadar antikonvulsan dalam darah pada anak yang mendapat

pengobatan untuk gangguan kejang serta pemeriksaan kadar gula darah


bila terdapat penurunan kesadaran berkepanjangan setelah kejang (Arief,

2015).

b) Pungsi lumbal

Pada anak kejang demam sederhana yang berusia <18 bulan sangat

disarankan untuk dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut seperti

pungsi lumbal karena merupakan pemeriksaan cairan serebrospinal yang

dilakukan untuk

menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis serta pada anak

yang memiliki kejang demam kompleks (karena lebih banyak

berhubungan dengan meningitis) dapat dilakukan pemeriksaan pungsi

lumbal dan dilakukan pada anak usia 12 bulan karena tanda dan gejala

klinis kemungkinan meningitis pada usia ini minimal bahkan dapat tidak

adanya gejala. Pada bayi dan anak dengan kejang demam yang telah

mendapat terapi antibiotik, pungsi lumbal merupakan indikasi penting

karena pengobatan antibiotik sebelumnya dapat menutupi gajala

meningitis (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016).

g. Pencegahan Kejang Demam

Pencegahan kejang demam adalah tindakan menghilangkan penyebab

ketidaksesuaian yang potensial atau situasi yang tidak dikehendaki (Hadi,

2007). Pencegahan yang harus dilakukan pada anak yang mengalami kejang

demam adalah sebagai berikut :

a) Imunisasi adalah dengan sengaja memasukkan vaksin yang berisi mikroba

hidup yang sudah dilemahkan pada balita yang bertujuan untuk mencegah
dari berbagain macam penyakit. Imunisasi akan memberikan

perlindungan seumur hidup pada balita terhadap serangan penyakit

tertentu. Apabila kondisi balita kurang sehat bisa diberikan imunisasi

karena suhu badannya akan meningkat sangat tinggi dan berisiko

mengalami kejang demam. Berbagai jenis vaksinasi atau imunisasi yang

saat ini dikenal dan diberikan kepada balita dan anak adalah vaksin

poliomyelitis, vaksin DPT (difteria, pertusis dan tetanus), vaksin BCG

(Bacillus Calmette Guedrin), vaksin campak (Widjaja, 2009).

b) Orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengamati

anak dengan cara jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak

karena benda tersebut justru dapat menyumbat jalan napas, anak harus

dibaringkan ditempat yang datar dengan posisi menyamping bukan

terlentang untuk menghindari bahaya tersedak, jangan memegangi anak

untuk melawan, jika kejang terus berlanjut selama 10 menit anak harus

segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat dan setelah kejang berakhir

jika <10 menit anak perlu dibawa ke dokter untuk meneliti sumber

demam terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat dan

anak terus tampak lemas (Lissauer, 2013).

2. Konsep Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan

apabila seseorang mengenal tentang sesuatu.Suatu hal yang menjadi

pengetahuannya adalah selalu terdiri atas unsure yang mengetahui dan yang

diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya itu (Drs.
Surajiyo, 2010). Oleh karena itu, pengetahuan selalu menuntut adanya subyek

yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu atau obyek yang

merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal ingin diketahuinya.

Pengetahuan juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

b. Komponen pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif ada 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2003). yaitu:

1). Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

2). Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham

terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.


3). Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang

lain.

4). Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5). Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6). Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

c. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1) Faktor Internal

a). Umur

Umur adalah individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja

(Mubarak, 2005).
b). Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu. Jadi

dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menuntut manusia untuk berbuat

dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan

kebahagiaan. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang tenmasuk

juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi

untuk ikut serta dalam pembangunan kesehatan, makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi semakin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Nursalam, 2001).

c). Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupan keluarga (Nursalam, 2001).

2) Faktor Eksternal

a). Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar area.

Lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan dari

seseorang atau kelompok (Nursalam, 2001).

b). Sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi cara dan

sikap dalam menerima informasi.

d. Jenis – jenis Pengetahuan

Menurut soejono Soemargono, pengetahuan dapat dibagi atas:

1) Pengetahuan Nonilmiah

Merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara – cara

yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Pengetahuan ilmiah

merupakan segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai sesuatu

atau objek tertentu (Surajiyo, 2010/ 30)


2) Pegetahuan Ilmiah

Merupakan segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan

menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan ilmiah juga dapat diartikan

sebagai suatu pengetaun yang sudah lebih sempurna karena telah mempunyai

dan memenuhi syarat – syarat tertentu denagn cara berpikir yang khas, yaitu

metodologi ilmiah (Surajiyo, 2010/ 31)

e. Kategori Pengetahuan

Untuk mengetahui secara kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh

seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu :

1). Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100 %

2). Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56- 75%

3). Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai < 56%

(Arikunto, 2006).

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan memberikan seperangkat alat tes /

kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau diukur, selanjutnya dilakukan

penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi

nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0 (nol). Penilaian dilakukan dengan cara

membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi)

kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase dengan rumus yang

digunakan sebagai berikut:

Sp
N = 𝑆𝑚 100%

Keterangan :

N = Nilai pengetahuan

Sp = Skor yang didapat

Sm = Skor tertinggi maksimum


Selanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif

dengan acuan sebagai berikut :

1). Baik : Nilai = 76-100%

2). Cukup : Nilai = 56- 75%

3). Kurang : Nilai = < 56%

3. Konsep Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap merupakan konsep paling penting dalam psikologi sosial yang

membahas unsure sikap baik sebagai individu maupun kelompok. Menurut

Thomas dan Znaniecki yang dikutip oleh Wawan dan Dewi mengemukakan

bahwa “ By attitude we understand a process of individual consciousness which

determines real or possible activity of the individual in the social world ”. Artinya

melalui sikap, kita memahami proses kesadaran yang menentukan tindakan nyata

dan yang tindakan yang mungkin dilakukan individu dalam kehidupan sosialnya.

Eagly dan Chaiken mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan sebagai

hasil evaluasi terhadap obyek sikap yang diekspresikan kedalam proses – proses

kognitif, afektif dan perilaku (Wawan, 2010). Respon evaluative dalam bentuk

kognitif meliputi pemahaman dan kepercayaan (belifes ) yang dimiliki individu

terhadap objek sikap dengan berbagai atributnya. Respon evaluative dalam bentuk

afektif berupa perasaan individu terhadap objek sikap. Sedangkan respon

evaluative dalam bentuk perilaku berupa tindakan – tindakan nyata yang

diperlihatkan oleh individu.

Petty, cocopio mengasumsikan bahwa sikap adalah evaluasi umum yang

dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau issue. Sikap

merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Program KIE tersebut diatas, maka
keluarga diharapkan memiliki sikap positif yaitu mendukung upaya

penatalaksanaan penderita diare di rumah sesuai dengan program pemberantasan

penyakit diare sehingga dehidrasi dapat dicegah. Mengalihkan pandangan dari

pengaruh sosial budaya atau kepercayaan yang bertentangan terhadap penyakit

diare. Keluarga diharapkan mendukung upaya rehidrasi, pemberian makanan pada

penderita diare dan upaya rujukan kesehatan jika kasus bertambah berat.

b. Fungsi Sikap

Menurut Katz yang dikutip oleh Wawan, sikap mempunyai beberapa fungsi

yaitu;

1) Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat.

Berkaitan dengan sarana – tujuan. Orang memandang sejauh mana objek

sikap dapat digunakan sebagai sarana atau sebagai alat dalam rangka

mencapai tujuan.

2) Fungsi Pertahanan Ego

Ini merupakan sikap yang diambil seseorang untuk mempetahankan ego

atau akunya.

3) Fungsi Ekspresi Nilai

Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk

mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya.

4) Fungsi Pengetahuan

Setiap individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti, dengan

pengelaman – pengelamannya untuk memperoleh pengetahuan (Wawan,

2010).

c. Komponen Sikap

Ada beberapa komponen Sikap, antara lain:

1) Komponen Kognitif
2) Komponen Afektif

3) Komponen Konatif ( komponen perilaku )

d. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu;

1) Menerima (receiving)

Artinya bahwa subjek mau dan memperhtikan objek yang diberikan.

2) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi sikap.

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang

lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

e. Ciri – cirri Sikap

1) Sikap bukan dibawah sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang

perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya.

2) Sikap dapat berubah – ubah

3) Sikap tidak dapat berdiri sendiri

4) Sikap mempunyai segi – segi motivasi dan segi – segi perasaan.

f. Faktor – factor yang mempengaruhi sikap (Wawan, 2010)

1) Pengelaman Pribadi

2) Pengaruh orang Lain yang dianggap penting

3) Pengaruh kebudayaan

4) Media massa
5) Lembaga pendidikan dan agama

6) Faktor emosional

g. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan melihat pernyataan sikap

seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu

mengenai obyek sikap yang hendak diungkap. Pengukuran sikap ini dapat

dilakukan secara langsung atau tidak lansung. Secara langsung dapat ditanyakan

bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Sedangkan

secara tidak lansung dapat dilakukan dengan pernyataan – pernyataan hipotesis

kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo,

2003).

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan tentang

stimulus atau obyek yang bersangkutan atau dengan cara memberikan pendapat

dengan memberikan kata-kata “setuju atau tidak setuju” terhadap pernyataan

obyek tertentu dengan menggunakan skala Likert. Misalnya beri pendapat anda

tentang pernyataan–pernyataan di bawah ini dengan memberikan penilaian

sebagai berikut :

1) Skala 5 bila “sangat setuju”

2) Skala 4 bila “setuju”

3) Skala 3 bila “tidak tahu”

4) Skala 2 bila “tidak setuju”

5) Skala 1 bila “sangat tidak setuju”

Kelima skala Likert dihitung nilai median dengan menjumlahkan nilai

tertinggi (5) dan nilai terendah (1) kemudian dijumlahkan dan dibagi 2 yaitu hasil

yang didapat 3 (nilai median). Kesimpulan hasil perhitungan sikap

dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu positif dan negatif. Sikap positif


dideskripsikan dengan jawaban ≥ median, sedangkan sikap negatif dideskripsikan

dengan jawaban < median (Wawan, 2010).

Pengukuran sikap seseorang juga dapat dilakukan dengan cara

menjumlahkan skor kriterium (bila setiap butir mendapat skor tertinggi) =

5x15x60 = 4500. Untuk ini skor tertinggi tiap butir = 5, jumlah butir = 15 dan

jumlah responden = 60. Jumlah yang didapat hasil pengumpulan data sebagai

nilai mediannya. Sikap positif dideskripsikan jika jawaban responden lebih dari

nilai median, sedangkan negative jika jawabannya dibawah nilai median.


BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep

Faktor internal yang Pengetahuan orang tua Sikap orang tua Faktor yang
mempengaruhi terhadap kejang demam terhadap mempengaruhi
pengetahuan : penaganan awal sikap:
- Umur kejang demam - Pengalaman
- Pendidikan - Tahu pribadi
- Pekerjaan - Memahami - Pengaruh orang
Faktor external yang - Menerima
- Aplikasi - Merespon lain
mempengaruhi
pengetahuan : - Analisis - Budaya
- Lingkungan - Sintesis - Menghargai - Media Masa
- Sosial budaya - Evaluasi - Betanggung - Emosional
yang ada jawab

Tingkat pengetahuan:
Kategori sikap:
- Baik
- Cukup - Positif
- Kurang - Negatif

Gambar 1.1 kerangka konsep hubungan pengetahuan orang tua


tentang kejam demam dan sikap orang tua terhadap penaganan
awal kejang demam pada anak.
Keterangan :

Diteliti =

Tidak diteliti =

B. Penjelasan Kerangka Konseptual

Pada kerangka konseptual dapat disimpulkan bahwa sampel pada

penelitian ini adalah orangtua dengan anak yang mengalami kejang demam.

Fokus penelitian ini adalah hubungan pengetahuan orangtua tentang kejang

demam dengan sikap orangtua terhadap penanganan awal kejang demam

pada anak. Pengetahuan orang tua sangat penting terutama dalam menangani

kasus pada anak dengan kejang demam. Pengetahuan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya adalah faktor internal dan eksternal. Faktor

internal terdiri dari umur, pendidikan, dan pekerjaan. Sedangkan faktor

eksternal adalah lingkungan dan sosial budaya. Tingkat pengetahuan dibagi

atas enam, yaitu; tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi. Dari

tingkat penegetahuan tersebut, dikategorikan atas tiga yaitu baik, cukup dan

kurang. Pengetahuan dapat mempengaruhi sikap orang tua dalam menangani

kasus kejang demam pada anak. Sikap dipengaruhi oleh beberapa factor,

diantaranya; pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, budaya, media masa,

dan emosional. Hasil dari sikap digolongkan atas dua, yaitu; positif dan

negative.
C. Hipotesis Penelitian

Dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif, Prof. Dr. Sugiyono mendeskripsikan bahwa Hipotesis merupakan

jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2010).

Hipotesis dari penelitian ini adalah;

H1 : ”Ada hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua tentang

kejang demam dengan sikap orang tua terhadap penanganan

awal kejang demam pada anak.


BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Rancangan penelitian atau desain penelitian adalah gambaran

mengenai keseluruhan aktifitas selama kerja penelitian, mulai dari penelitian

sampai dengan pelaksanaan penelitian (Nursalam, 2002). Penelitian ini

menggunakan desain penelitian observasional, yakni penelitian ini hanya

mengamati tanpa melakukan intervensi pada subyek penelitian. Berdasarkan

waktu penelitian ini dikelompokan dalam penelitian cross sectional yaitu

pengamatan dilakukan pada saat bersamaan dengan pengumpulan data

dilakukan (Notoatmojo, 2002). Berdasarkan analisa data penelitian ini

merupakan penelitian analitik yaitu penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui hubungan sebab akibat antara dua variable yaitu tingkat

pengetahuan orang tua tentang kejang demam dengan sikap orang tua dalam

penanganan awal kejang demam pada anak.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Lokasi penelitian akan dilakukan di Ruang anak RSUD Gambiran kota

kediri.

2. Waktu
Waktu penelitian akan dilakukan pada tanggal ( / /2019) - ( / /2019)

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek, atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah

orang tua yang mempunyai anak dengan kejang demam yang berada di

ruang anak RSUD Gambiran dengan jumlah populasi (...) orang tua.

2. Sampel penelitian

Sample merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut yang dijadikan obyek penelitian melalui sampling

(Sugiyono, 2011). Sample dalam penelitian ini adalah sebagian orang tua

yang memiliki anak dengankejang demam di ruang anak RSUD

Gambiran kota kediri. Untuk menentukan besar sample yang akan diteliti

maka peneliti menggunakan rumus (Notoatmojo, 2008) sebagai berikut:

N
n 
1  N (d) d

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Tingkat signifikasi (0,10)


3. Teknik sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk

dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008). Sampling yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dengan metode purposive sampling karena

pengambilan sample dilakukan sesuai kehendak atau kemauan peneliti

bardasarkan kriteria inklusi sehingga sampel tersebut dapat mewakili

karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Kriteria inklusi

dalam penelitian ini adalah:

a. Orang tua yang bersedia untuk diteliti

b. Orang tua yang mempunyai anak dengan kejang demam

c. Orang tua yang bisa membaca dan menulis

Sedangkan kriteria eksklusi adalah menghilangnya atau

mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena

berbagai sebab (Nursalam, 2003). Kriteria eksklusi dari penelitian ini

adalah:

a. Orang tua anak dengan masalah lain yang menyertai sehingga

tidak dapat diteliti (anak dengan kejang demam yang harus segera

dirujuk ke rumah sakit), misal: anak dengan kejang demam yang

telah mengalami komplikasi.


D. Variabel Penelitian

1. Variabel

Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat dari orang,

obyek, atau kegiatan yang mempunyai vairasi tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan variable

independen (Variabel bebas ) dan variabel dependen (Variabel terikat).

a. Variabel Independen / variabel bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab terjadinya perubahan atau timbulnya variabel

dependen (Sugiyono, 2011). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah hubungan pengetahuan orang tua tentang kejang demam di

ruang anak RSUD Gambiran kediri.

b. Variabel dependen / terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011).

Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah

sikap orang tua dalam penaganan awal kejang demam pada anak

di ruang anak RSUD Gambiran Kediri.


A. Definisi Operasional

Tabel IV.2 Definisi Operasional

NO VARIABEL DEFINISI PARAMETER ALAT SKALA SKOR


UKUR
1 Tingkat Tingkat 1. Mengetahui Kuesioner Ordinal Baik : skor
Pengetahuan pemahaman tentang 16-22
orang tua atau defenisi kejang Cukup :
tentang pengetahuan demam skor 12-16
kejang yang dimiliki 2. Memahami Kurang :
demam ibu yang tentang kejang skor
menjadi demam kurang dari
terbentuknya 3. Mengetahui 12
tindakan atau tentang
perilaku penyebab
kesehatan kejang demam
seorang ibu: 4. Mengetahui
- Tahu tentang
- Memahami klasifikasi
kejang demam
5. Memahami
tentang
pencegahan
kejang demam

2 Sikap orang Reaksi atau 1. Sikap orang Kuisioner Ordinal Baik/positif


tua terhadap respon orang tua dalam >30
penanganan tua dalam memberikan
awal kejang menangani tindakan Buruk/nega
demam anak ketika pencegahan tif ≤30
mengalami pada anak
kejang agar tidak
demam: terjadi kejang
- Menerima demam
- Merespon 2. Sikap orang
tua dalam
mencegah
tersumbatnya
jalan napas
pada anak
saat terjadi
kerjang
demam
3. Sikap orang
tua dalam
menangani
anak dengan
kejang
demam

Anda mungkin juga menyukai