Disusun Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
MANADO
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
BAB II PEMBAHASAN
PENGERTIAN
ETIOLOGI
JENIS-JENIS/ KLASIFIKASI
PATOFISIOLOG / PATWAY
BAB II PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kejang demam atau febrile convulsion merupakan jenis gangguan syaraf paling umum
yang sering dijumpai pada anak-anak dan penyakit ini biasanya terjadi pada usia 3 bulan
sampai 5 tahun karena pada usia ini otak anak sangat rentan terhadap peningkatan mendadak
suhu badan dan memiliki insiden puncak penyakit pada usia 18 bulan serta dikatakan hilang
apabila anak berusia 6 tahun. International League Against Epilepsy (ILAE) mengatakan
bahwa kejang demam dapat terjadi pada anak yang mengalami bangkitan kejang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh rektal diatas 38°C dan penyakit ini tidak disebabkan oleh infeksi sistem
syaraf pusat tanpa memiliki kejang neonatus sebelumya dan tidak memenuhi kriteria kejang
gejala akut lainnya. Kejang demam dapat berupa kejang tonik atau tonik/klonik dan seringkali
bermula fokal kemudian menjadi kejang umum serta kejang demam ini banyak dijumpai pada
anak laki-laki dari pada anak perempuan
Kejang demam pada anak dibawah 5 tahun ini merupakan masalah umum yang
biasanya menyebabkan kecemasan dan ketakutan di kalangan orang tua. Tarigan, Chairul dan
Syamsidah, mendapatkan hasil penelitian bahwa orang tua panik dan bingung saat anaknya
mengalami kejang demam yang dapat merusak otak dan kematian. Abdullah dan Abdulhadi
(2015), mendapatkan hasil penelitian yang dilakukan di Baghdad sebanyak 76% ibu percaya
bahwa menggunakan obat tradisional dengan cara menggosok seluruh bagian tubuh anak dan
banyak dari mereka melakukan praktek yang tidak benar seperti memasukan benda asing
kedalam mulut anak, memandikan anak dengan air dingin serta melakukan pijat jantung dan
membawa anak mereka ke dukun sehingga sering terjadi keterlambatan bagi petugas dalam
penangan lanjutan pada kejang demam. Barzegar (2016), mendapatkan hasil penelitaian
bahwa banyak kesalapahaman di Taiwan mengenai sikap yang kurang pada penanganan
kejang demam seperti mengguncang atau mencoba membangunkan anak pada saat kejang
berlangsung dan menarik mulut anak.
anak yang mengalami kejang demam dapat meningkatkan risiko kerusakan pada otak,
mempunyai riwayat keluarga dengan kejang demam, keterlambatan perkembangan dan
memunculkan gejala epilepsi. Orang tua anak sebaiknya harus mengetahui informasi tentang
penanganan yang diberikan pada anak yang mengalami kejang demam. Sebab apabila orang
tua memiliki sikap yang minim dan tidak segera membawa anak mereka ke petugas
kesehatan, maka akan mengakibatkan anak tersebut mengalami dampak dan diatas salah
satunya kerusakan otak dan kematian.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian guna memberikan
pendidikan kesehatan terhadap sikap ibu dalam menangani kejang demam pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTAN
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
Kejang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur
dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam
Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor resiko yang penting
adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Faktor resiko lainnya adalah riwayat
keluarga kejang demam, problem pada masa neonatus, kadar natrium rendah. Setelah kejang
demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-
kira 9% akan mengalami 3X recurrent atau lebih.
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, pada anak yang ambang kejangnya
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38ºC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40ºC atau lebih.
Kejang demam yang berlansung singkat tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi kontraksi otot skelet yang akhirnya
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnea, asidosis lactate, hipotensi.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun
dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang terjadi
dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam tinggi dapat
menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering terjadi pada kenaikan suhu
tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam (Ngastiyah, 2012 dalam (Regina Putri, 2017).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38℃
biasanya terjadi pada usia 3 bulan – 5 tahun. Sedangkan usia < 4 minggu dan pernah kejang
tanpa demam tidak termasuk dalam kategori ini. (Ridha,2017). Kejang demam yang sering
disebut step, merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi ataupun anak mengalami
demam tanpa infeksi sestem saraf pusat yang dapat timbul bila seorang anak mengalami
demam tinggi (Sudarmoko, 2013).
Jadi bedasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38℃) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium terutama pada anak umur 3 bulan- 5 tahun.
B. PENYEBAB
1. Infeksi
Adanya infeksi pada tubuh meningkatkan risiko anak alami kejang demam, seperti infeksi
virus flu, radang amandel, dan infeksi telinga.
2. Dampak Imunisasi
Kejang demam yang dialami anak setelah imunisasi merupakan dampak dan imunisasi yang
dijalani bukan penyebab anak alami kejang demam.
3. Faktor Genetik
Jika orangtua pernah mengalami kejang demam berulang, kondisi ini juga rentan dialami oleh
anak. Faktor genetik dapat menjadi salah satu penyebab anak mengalami kejang demam.
Kejang demam dapat terjadi secara berulang pada anak apalagi jika anak pernah mengalami
kejang demam sebelum usianya 1 tahun dan anak mengalami kejang demam ketika suhu
tubuh tidak terlalu tinggi.
Risiko kejang demam pada anak semakin meningkat dengan kenaikan suhu tubuh. Sebagian
besar anak yang mengalami kejang demam memiliki suhu tubuh di atas 39°C.
Selain demam, usia anak juga merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam. Kejang
demam umumnya terjadi pada usia 6 bulan hingga 5 tahun dengan puncak tertinggi pada usia
17- 23 bulan
Selanjutnya, faktor genetik juga berperan. Risiko kejang pada anak lebih tinggi jika ada
saudara kandung atau orang tua yang pernah mengalami kejang.
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
Simple focal seizur merupakan salah satu jenis kejang demam pada anak yang
dikategorikan dalam focal seizure. Penyebab dari adanya kejang ini adalah sama yaitu bagian
kecil pada otak terganggu. Gejala aanya kejang ini antara lain indra penciuman menurun,
indra perasa juga menurun, jari jari dan lengan berkedut , mersa pusing saat melihat cahaya
yag terang, mual dan berkeringat juga sering dirasakan .
Boasanya jenis kejang ini serig terjadi pada bagian otak yang mengatur emosi dan
memori yaitu pada hypothalamus. Adanya gangguan pada bagian otak tersebutlah yang
menyebabkan kejang ini terjadi. Gejala yang biasa muncul adalah muntah , menangis,
pusing , serta kejang yang terjadi hanya beberapa menit.
Jenis kejang ini dimulai dari satu pada bagian otak dan menjalar hingga ke sistem
syaraf. Gejala yang nantinya akan timbul adalah kejag yang bertipe berat serta mengalami
kelemahan otot.
Kejang ini perlu adanya perhatian khusus , karena apabila tidak segera diatasi
akan berdampat tidak baik bagi kesehatan anak.
5. Tonic-Clonik Seizure
Kejang jenis ini merupakan jenis kejang yang masuk dalam ketegori general seizure.
Pada kejang tonik-clonic anak akan mengalami gejala tubuh menjai kaku , menghentak-
hentak, gemetar , adanya penurunan kesadara.
Kejang jenis ini cukup berbahaya , demam anak lebih dari 3 hari ini kemungkinan
akan mudah sekali mendapati kondisi kejang.
6. Clonic Seizure
Pada kondisi kejang berjenis clonic seizure ini ciri khasnya yaitu otot akan spasme, dan
bagian wajah, leher dan otot akan menghentak-hentak ritmis. Biasanya akan tejadi beberapa
menit
Clonic seizure ini merupakan jenis kejang yang masuk ke dalam kategori general seizure
7. Tonic Seizure
Tanda dan gejala akibat kejang ini antara lain otot tangan, kaki badan akan terasa
tegang. Durasi kejan pada tipe ini biasanya hingga 20 detik dan terjadi pada saat anak akan
tertidur.
8. Atonic Seizure
Atonic Seizure merupakan jenis kejang yang akan mennimbulkan ciri seperti otot
tiba-tiba lemas, kepala akan condong kedepan serta kehilangan keseimbangan. Pada kondisi
ini anak akan beriseko jatuh.
9. Myoclonic Seizure
Gejala yang timbul pada kejang ini adalah otot tiba-tiba menghentak-hentak dan
mengalamo syok. Hal ini akan membuat anak kesakitan ,
Anak yang terkena kejang jenis ini biasanya tatapannya akan kosong , mata terbuka,
kepala serasa memutar. Kejang ini aka terjadi beberapa menit , yang dapat dilakukan yaitu
segera mengembalikan suhu tubuh , serta dibawa ke klinik terdekat. Panas batuk pilek pada
balita apabila tidak segera diatasi maka akan menimbulkan suhu badan semakin tinggi dan
akan menyebabakn kejang.
D. PATOFISIOLOGI KEJANG DEMAM
1. Seizure management
3. Aiway suction
Selain langka-langkah di atas kita juga dapat melakukan beberapa hal berikut :
1. Memberantas kejang secepat mungkin Bila pasien datang dalam keadaan status
convulsifus, obat pilihan utama adalah diazepam.
2. Pengobatan penunjang Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya
pengobatan penunjang;
Posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi isi lambung
Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen;
bila perlu
dilakukan intubasi atau trakeostomi
Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur
Diberikan oksigen
Semua pakaian ketat dibuka
Awasi secara ketat kesadaran
Kompres hangat
Anak yang mengalami panas tinggi dan berisiko terjadi kejang demam, sebaiknya dilakukan:
ABSTRAK
Kejang demam merupakan kelainan neurologis tersering pada anak berusia 6 bulan-5 tahun. Sekitar
sepertiga dari kasus kejang demam akan mengalami setidaknya sekali kejadian kejang demam
berulang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
kejang demam berulang pada anak. Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar dengan
menggunakan rancangan cross sectional. Pendekatan retrospektif berdasarkan data dari rekam medis
pasien kejang demam yang dirawat periode Januari 2014-Juli 2015 digunakan untuk memperoleh
sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sebanyak 38 (33,9%) dari total 112
sampel yang terlibat mengalami kejang demam berulang. Hasil penelitian mendapatkan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna antara usia saat kejang demam pertama (p=0,031) dan riwayat
keluarga dengan kejang demam (p=0,009) terhadap terjadinya kejang demam berulang. Analisis
regresi logistik menunjukkan bahwa usia
PENDAHULUAN
Kejang demam didefinisikan sebagai kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan, berhubungan dengan
kenaikan suhu tubuh lebih dari 38oC yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP),
tanpa adanya riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya, dan tidak memenuhi
kriteria kejang simptomatik lainnya.1 Secara umum terdapat dua jenis kejang demam, yaitu kejang
demam sederhana (KDS), yang mencakup hampir 80% kasus dan kejang demam kompleks
(KDK).2,3 Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling banyak terjadi pada anak, mengenai
2-5% anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun dengan puncak onset antara usia 18-22 bulan.3,4 Di
Indonesia belum ada data mengenai insiden kejang demam. Beberapa rumah sakit telah melaporkan
jumlah temuan kasus kejang demam, seperti di Rumah Sakit Umum (RSU) Bangli dari Januari-
Desember 2007 sebanyak 47 kasus kejang demam5 , Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi
Semarang pada Januari 2008-Maret 2009 mendapatkan 82 kasus6 , dan di Rumah Sakit Anak dan
Bunda (RSAB) Harapan Kita Jakarta dari tahun 2008- 2010 sebanyak 86 kasus.7 Prognosis kejang
demam umumnya baik, namun bangkitan kejang demam dapat membawa kekhawatiran yang sangat
besar bagi orang tuanya.1 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kejadian berulangnya kejang
demam pada anak berhubungan dengan riwayat keluarga dengan kejang demam, usia saat kejang
demam pertama, suhu rendah saat kejang demam pertama, jarak antara munculnya kejang dengan
onset demam, atau terdapat kejang demam kompleks.2,3 Sekitar sepertiga dari kasus kejang demam
akan mengalami setidaknya sekali rekurensi. 2,8 Risiko berulangnya kejang demam sekitar 60%
setelah kejang demam pertama, 75% diantaranya terjadi dalam waktu satu tahun pertama. 1,2 Akan
tetapi, masih cukup banyak orang tua yang tidak peka dengan tanda kejang dan risiko berulangnya
kejadian kejang demam.9 Adanya risiko terjadinya kejang demam berulang pada anak serta masih
kurangnya penelitian mengenai kejang demam berulang di Indonesia membuat peneliti meneliti
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada anak di RSUP Sanglah
Denpasar.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross-sectional dan dilakukan di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar dengan menggunakan pendekatan retrospektif berdasarkan
data dari buku register dan rekam medis pasien kejang demam pada bulan Januari 2014-Juni 2015.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-September 2015. Populasi target dari penelitian ini adalah
seluruh pasien kejang demam di Bali dengan populasi terjangkau, yaitu semua pasien kejang demam
di RSUP Sanglah Denpasar selama Januari 2014-Juni 2015. Kriteria inklusi adalah semua pasien
kejang demam berusia 6- 60 bulan di RSUP Sanglah Denpasar. Pasien dieksklusi bila terdapat
gangguan perkembangan otak, didapatkan infeksi SSP, penggunaan anti konvulsan jangka panjang,
serta faktor yang diteliti tidak tercantum pada data rekam medis. Pengambilan sampel menggunakan
teknik total sampling dimana dari keseluruhan populasi terjangkau sebanyak 162
anak, dengan 112 subjek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini. Variabel yang diteliti
antara lain kejang demam berulang, usia saat kejang demam pertama, jenis kelamin, suhu saat kejang,
tipe kejang, durasi kejang, berat lahir, riwayat asfiksia saat lahir, lingkar kepala, status gizi, riwayat
keluarga, dan klasifikasi kejang demam.
Analisis data meliputi analisis univariat (deskriptif), analisis bivariat (uji chi-square), serta analisis
multivariat (uji regresi logistik). Besarnya variabel faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang
demam berulang, dinyatakan sebagai rasio prevalensi (RP). Pengaruh variabel tersebut dianalisis
secara multivariat menggunakan uji regresi logistik dengan interval kepercayaan (IK) 95%. Data
dianalisis dengan bantuan software SPSS versi
HASIL
Jumlah keseluruhan pasien kejang demam yang menjalani perawatan di RSUP Sanglah Denpasar
periode Januari 2014-Juni 2015 sebanyak 162 anak, dimana hanya 112 subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi dengan rincian sebanyak 38 subjek (33,9%) dengan kejang demam berulang dan
74 subjek yang tidak. Subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dikarenakan oleh
beberapa sebab, yaitu 20 subjek tidak memenuhi kriteria usia, 10 subjek didapatkan infeksi SSP, dan
20 subjek dengan data tidak lengkap pada rekam medis.
Usia saat pertama kali mengalami kejang demam lebih banyak terjadi pada usia >12 bulan (56,2%)
dengan proporsi laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sebagian besar pasien
mengalami tipe kejang umum (80,4%), durasi kejang
PEMBAHASAN
Penelitian ini mendapatkan 38 subjek (33,9%) dari total sampel penelitian mengalami kejang demam
berulang. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa usia saat kejang demam pertama merupakan
faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang. Usia anak 12 bulan saat kejang
demam pertama.
Sekitar sepertiga dari kasus kejang demam akan mengalami minimal satu kali kejadian kejang demam
berulang.2,8,10 Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan tingkat berulangnya kejadian kejang
demam berkisar antara 20,9-65%.4,7,11,12 Dengan bertambahnya usia anak akan terdapat penurunan
risiko untuk terjadinya kejadian kejang demam berulang.4 Hal ini terkait dengan kecenderungan anak
berusia lebih muda memiliki tingkat maturasi otak yang belum sepenuhnya sempurna sehingga
berdampak pada peningkatan kejadian kejang demam berulang
Kejadian kejang demam lebih banyak terjadi pada laki-laki, namun tidak didapatkan perbedaan yang
bermakna terhadap kejadian kejang demam berulang menurut jenis kelamin. Penelitian yang
dilakukan Dewanti dkk.7 , Reza dkk.8 , dan Jeong dkk.13 juga menunjukkan hal yang sama. Insiden
kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi pada anak laki-laki dikarenakan proses maturasi sel
termasuk sel saraf lebih cepat terjadi pada anak perempuan
Rata-rata suhu saat kejang pada subjek dengan kejang demam berulang yaitu 38,4oC, yang berarti
sebagian besar subjek dengan kejang demam berulang memiliki suhu saat kejang 39oC. Anak dengan
riwayat kejang demam pada suhu yang lebih rendah akan memiliki risiko rekurensi yang lebih besar
dibandingkan dengan kejang demam pada suhu yang lebih tinggi
Suhu tubuh saat terjadinya kejang demam yang digunakan pada penelitian ini kurang akurat
dikarenakan kebanyakan orang tua membawa anaknya ke rumah sakit setelah mengalami serangan
kejang sehingga tidak didapatkan hasil pengukuran suhu tubuh sebelum kejang. Suhu tubuh yang
dicantumkan dalam penelitian ini merupakan suhu tubuh yang terukur saat masuk rumah sakit
berdasarkan data rekam medis. Hal ini menyebabkan suhu tubuh tidak dapat dijadikan acuan sebagai
faktor yang berhubungan dengan kejadian berulangnya kejang demam.
Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna berdasarkan tipe kejang pada penelitian ini. Hasil
penelitian yang sama juga didapatkan oleh Gunawan dan Saharso4 , Razieh dan Sedighah.12 Jeong
dkk.13 melaporkan hasil berbeda bahwa pasien dengan tipe kejang fokal memiliki tingkat rekurensi
yang lebih tinggi, terutama dalam 24 jam pertama setelah kejadian kejang demam pertama.
Penelitian ini tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara durasi kejang dengan
kejadian kejang demam berulang. Gunawan dan Saharso4 , Razieh dan Sedighah12 juga menemukan
hasil serupa. Akan tetapi, Jeong dkk.13 menemukan bahwa durasi kejang merupakan faktor risiko
untuk berulangnya kejang demam
KESIMPULAN
Kejang demam pertama pada usia <12 bulan dan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam (first
degree relative) merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang
pada anak di RSUP Sanglah Denpasar.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pusat Data & Informasi PERSI.Co. Id/2018/ Bagaimana Menolong Anak Kejang
Greene, et all, 2015, Pertolongan pertma untuk anak, alih bahasa susi purwoko
http://eprints.umm.ac.id/ 2020
WWW.PERAWATKITASATU.COM/2018 /ASUHAN-KEPERAWATAN-KEJANG-DEMAM-
ANAK