Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun Oleh:
dr. Richart Raton

Dokter Pendamping:
dr. Venny Tiho
dr. Helen Manorek, M.Kes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAM RATULANGI TONDANO
MINAHASA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul :


“KEJANG DEMAM SEDERHANA”

Oleh :
dr. Richart Raton

Telah dibacakan dan disetujui pada tanggal 10 November 2020 untuk memenuhi
syarat tugas dalam Program Internsip Dokter Indonesia di RSUD DR. Sam
Ratulangi Tondano

Mengetahui
Pendamping Internsip Pendamping Internsip

dr. Venny Tiho dr. Helen Manorek, M.Kes

Dokter Internsip

dr. Richart Raton

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah gangguan neurologis yang paling sering terjadi


pada anak. Hal ini dikarenakan anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat
rentan terhadap berbagai penyakit sehingga sistem kekebalan tubuh belum
terbangun secara sempurna.1 Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi
karena kenaikan suhu tubuh. Kejang demam terjadi pada anak dengan usia 6 bulan
– 5 tahun yang disebabkan karena anak mengalami demam lebih dari 39ºC.
Namun kejang tidak harus terjadi pada suhu lebih dari 39ºC karena demam yang
temperaturnya lebih rendah dari 39ºC dapat terjadi kejang. Hal ini disebabkan
serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidaklah sama,
tergantung nilai ambang kejang masing-masing anak.2

Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah


penduduk di Indonesia dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan.
Namun di Asia angka kejadian kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang
dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang demam, 5-10% di India, dan 14% di
Guam. Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri.
Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit
infeksi saluran pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis.3

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak


berbahaya.Tetapi pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya
apneu (henti nafas) sehingga kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan
menyebabkan terjadinya kerusakan sel neuron otak yang berdampak pada
terjadinya kelainan neurologis.Apabila anak sering kejang, akan semakin banyak
sel otak yang rusak dan mempunyai risiko menyebabkan keterlambatan
perkembangan, retardasi mental, kelumpuhan dan juga 2-10% dapat berkembang
menjadi epilepsi. Oleh karena itu, setiap serangan kejang harus mendapat
penanganan yang cepat dan tepat, terutama kejang yang berlangsung lama dan
berulang.4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu


diatas 38ºC yang disebabkan oleh proses ekstrakranial tanpa adanya
gangguan elektrolit atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya,
umumnya terjadi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun dan setelah kejang
pasien sadar.5,6 Definisi kejang demam menurut National Institutes of
Health Consensus Conference adalah kejadian kejang pada bayi dan anak,
biasanya terjadi antara usia 6 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan
demam tanpa adanya bukti-bukti infeksi atau sebab yang jelas di
intrakranial.2

Kejang disertai demam pada anak yang sebelumnya menderita


kejang tanpa demam tidak termasuk dalam kategori ini.Kejang disertai
demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan dan anak yang pernah kejang
tanpa demam lalu mengalami kejang demam tidak termasuk dalam kejang
demam. Bila kejang didahului oleh demam terjadi pada anak umur kurang
dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun, pikirkan kemungkinan lain seperti
infeksi susunan saraf pusat atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disertai penyakit saraf
seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati, kejang pada keadaan ini
mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.7

Kejadian terbanyak pada kejang demam lebih sering terjadi


dikarenakan oleh infeksi virus dibandingkan infeksi bakteri, umumnya
terjadi pada 24 jam pertama sakit dan berhubungan dengan infeksi saluran
nafas akut, seperti faringitis dan otitis media, pneumonia, infeksi saluran
kemih, serta gangguan gastroenteritis.3

2
B. KLASIFIKASI

Pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat ditegakkan


melalui kriteria Livingstone, yaitu1 :

 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 5 tahun


 Kejang berlangsung kurang dari 15 menit
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah demam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG setelah 1 minggu bebas demam tidak
menunjukan kelainan
 Frekuensi kejang 1-4 kali dalam 1 tahun

Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

 Kejang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang


lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar
 Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
 Kejang demam kompleks tidak memenuhi salah satu atau lebih
dari ketujuh kriteria Livingstone

Faktor resiko kejang demam antara lain :

 Demam
 Riwayat kejang demam pada orang tua
 Kadar natrium rendah
 Masalah pada masa neonates
 Anak dalam perawatan khusus

3
C. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering
dijumpai dibidang neurologi anak dan terjadi pada 25% anak.Hampir 5%
anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali
kejang selama hidupnya. Satu dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang
demam, 1/3 darinya kejang demam lebih dari 1 kali dengan insiden tertinggi
terjadi pada umur 18 bulan. Pada penelitian kohort prospektif yang besar, 2
- 7 % kejang demam mengalami kejang tanpa demam atau epilepsi di
kemudian hari. Kejadian kejang demam ada kaitannya dengan faktor
genetik.Anak dengan kejang demam 25 - 40 % mempunyai riwayat keluarga
dengan kejang demam.Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan
mencapai 2-4% dari jumlah penduduk di Indonesia dengan 80% disebabkan
oleh infeksi saluran pernafasan.Penyakit yang paling sering dijumpai
menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis
media, dan gastroenteritis.3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parmar, R.C., dkk
(2001) di Department of Paediatrics of A Tertiarycare Centre di kota
Metropolitan, India menunjukkan bahwa penderita kejang demam lebih
banyak diderita oleh anak laki-laki 55% dan pada anak perempuan 45%.8

D. ETIOLOGI
Etiologi kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus
atau bakteri.Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam
anak.Berbagai penyakit infeksiyang dapat mengakibatkan terjadinya kejang
demam seperti infeksi virus (varicella, morbili, dengue) dan infeksi bakteri
(penyakit pada traktus respiratorius, faringitis, tonsillitis, otitis
media).Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda.Kejang tidak
selalu muncul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, serangan kejang dapat terjadi pada suhu 38ºC bahkan

4
kurang, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, serangan
kejang baru terjadi pada suhu 40ºC bahkan lebih.2,9
Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang
mengalami kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang
demam pada masa kecilnya.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297 anak penderita kejang demam, infeksi
yang paling sering menyebabkan demam yang akhirnya memicu serangan
kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34 %. Selanjutnya adalah
otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%).1
E. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium
(Na+).Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah.Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron.Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari
glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan
oksigen sebanyak 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium
dan ion natrium melalui membran, sehingga terjadi lepasnya muatan
listrik.Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter dan
menyebabkan terjadinya kejang.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada
kenaikan suhu tertentu.Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang
kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih.Kejang
demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi

5
pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe
sehingga kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan
terjadinya kerusakan sel neuron otak yang berdampak pada terjadinya
kelainan neurologis.1

F. MANIFESTASI KLINIS
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada
otot kedua sisi tubuh anak.Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah,
badan, tangan dan kaki.Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan
kontraksi otot.Kontraksi dapat berlangsung selama beberapa detik atau
beberapa menit. Anak akan jatuh apabila sedang dalam keadaan berdiri, dan
dapat mengeluarkan urin tanpa dikehendakinya.1
Anak dapat muntah atau menggigit lidahnya.Sebagian anak tidak
bernapas dan dapat menunjukkan gejala sianosis.
Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang
singkat.Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada
kejang klonik), maupun kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak
kehilangan kesadarannya dan tidak dapat merespon terhadap lingkungan
sekitarnya.10

G. DIAGNOSIS

Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan


menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang,
diantaranya infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan
homeostasis air dan elektrolit, dan adanya lesi struktural pada sistem saraf
misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.11

A. Anamnesis
 Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningitis encephalitis)
 Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)

6
 Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan,
menetap atau naik turun)
 Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi
saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
 Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2
serangan kejang
 Sifat kejang (fokal atau umum)
 Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
 Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak
disertai demam atau epilepsi)
 Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
 Trauma

B. Pemeriksaan Fisik
 Temperature tubuh
 Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
 Pemeriksaan reflex patologis
 Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningitis, encephalitis)

C. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan elektrolit, untuk menyingkirkan gangguan metabolisme
yang menyebabkan perubahan homeostasis apabila pada anamnesis
ditemukan riwayat muntah, diare, gangguan asupan cairan, dan
gejala dehidrasi.
 Pemeriksaan Cerebro Spinal Fluid (CSF) untuk menyingkirkan
diagnosis meningitis encephalitis apabila anak berusia kurang dari
12 bulan, memiliki tanda rangsang meningeal positif, dan masih
mengalami kejang beberapa hari setelah demam
 CT Scan cranium pada umumnya tidak diperlukan pada kejang
demam sederhana yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat

7
dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kejang demam
kompleks untuk menentukan jenis kelainan struktural berupa
kompleks tunggal atau multipel.
 EEG pada kejang demam tidak dapat mengindentifikasi kelainan
yang spesifik maupun memprediksikan terjadinya kejang yang
berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup dalam tiga
hal12 :
1. Pengobatan Fase Akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga
agar jalan nafas tetap terbuka.Pakaian dilonggarkan, posisi anak
dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang
berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Suhu
tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
antipiretik (paracetamol 10-15 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam atau
ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam). Pemberian antibiotik untuk
mengatasi infeksi yang menjadi etiologi dasar demam yang terjadi.
Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan napas dan memantau
fungsi vital tubuh. Saat ini diazepam rektal atau intravena merupakan
obat pilihan utama, oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat.
Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal jika diberikan
intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3
– 0,5 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase
akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil.
Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan per
rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg
pada berat badan lebih dari 10 kg. Bila diazepam tidak tersedia, dapat
diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg
untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk
usia lebih dari 1 tahun.

8
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain,
seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia
kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit
ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pemeriksaan laboratorium lain
dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan
darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-Scan
dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi oleh demam.
3. Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang
Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena bila
berlangsung terus menerus dapat menyebabkan kerusakan otak yang
menetap.
- Intermitten: anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien
demam (suhu lebih dari 38ºC) dengan menggunakan diazepam oral /
rektal.
- Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat
tiap hari untuk mencegah berulangnya kejang demam
Pemberian obat-obatan untuk penatalaksanaan kejang demam pada
anak, harus dipertimbangkan antara efek terapeutik obat beserta efek
sampingnya.
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk mencegah
kejang demam berulang, mencegah status epilepsi, mencegah epilepsi
dan / atau retardasi mental, serta untuk normalisasi kehidupan anak dan
keluarga.

9
Bagan Tatalaksana Kejang Pada Anak

I. KOMPLIKASI
Komplikasi kejang demam adalah1:
a. Kejang demam berulang dengan frekuensi antara 25% - 50%. Umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.
b. Kerusakan neurotransmitter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel ataupun membran sel yang menyebabkan kerusakan pada
neuron.

10
c. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang
dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
d. Kecacatan atau kelainan neurologis
Serangan kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
diotak yang dapat menyebabkan kelainan neurologis.
e. Kemungkinan mengalami kematian sebesar 0,46 % sampai 0,74 %.

J. PROGNOSIS
Secara umum dengan penggulangan yang tepat dan cepat,
prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Dapat dikatakan
bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam akan mengalami kekambuhan 1
kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih besar bila kejang demam
pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan ini terjadi
dalam kurun waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 % dalam
kurun waktu 2 tahun setelah kejang demam pertama. 1/2 dari penderita yang
mengalami kekambuhan akan mengalami kekambuhan lagi. Pada sebagian
terbesar penderita kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya sekitar 10 %
kejang demam yang akan mengalami lebih dari 3 kali kekambuhan.1
Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1
tahun kemungkinan kekambuhan 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun
kemungkinan kekambuhannya 28 %.
Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan
kerusakan otak yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit
epilepsi pada kehidupan dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak
yang memiliki riwayat kejang demam kompleks, riwayat penyakit keluarga
dengan kejang yang tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat
gangguan neurologis maupun keterlambatan pertumbuhan, memiliki resiko
tinggi untuk menderita epilepsi pada kehidupan dewasa mereka.1,12

11
12
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : H.P.
Agama : Kristen
Umur : 2 tahun 8 bulan
Alamat : Luaan
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Minahasa
Tanggal masuk : 21 Oktober 2020

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : Kejang sejak 5 menit SMRS
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano dengan
keluhan kejang kurang lebih 5 menit SMRS. Kejang dialami satu
kali, saat sampai di rumah sakit pasien masih sementara kejang.
Saat pasien kejang kedua tangan mengepal, mata mendelik keatas,
dan badan kaku. Saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang
pasien sadar, badan lemas, dan pasien menangis. Menurut ibu
pasien, sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi. Demam
dialami sejak 8 jam SMRS, turun dengan obat penurun panas
kemudian naik lagi. Nafsu makan dan minum menurun. Batuk dan
pilek disangkal, muntah dan BAB cair disangkal, riwayat trauma
disangkal.
3. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya.
4. Riwayat pengobatan :
Pasien sudah diberikan obat penurun panas.Tetapi, menurut ibu
pasien, pasien kembali mengalami demam. Menurut ibu pasien,
pasien tidak pernah mengkonsumsi obat kejang.

13
5. Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat kejang dalam keluarga disangkal.
6. Riwayat kehamilan ibu :
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara, saat hamil ibu
pasien rutin kontrol tiap bulan ke puskesmas dan rutin
mengkonsumsi vitamin selama kehamilan. Ibu pasien tidak
mengkonsumsi obat-obatan tertentu selama masa kehamilan serta
tidak ada riwayat trauma selama hamil.
7. Riwayat kelahiran :
Pasien lahir melalui persalinan normal di rumah sakit.Berat badan
pasien 2900 gram. Pasien lahir dengan usia kehamilan cukup bulan
serta tidak ada komplikasi selama proses melahirkan.
8. Riwayat makanan :
Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien diberikan ASI sampai
usia4 bulan karena menurut pengakuan ibu pasien ASI yang keluar
hanya sedikit, sehingga sejak usia 4 bulan sampai sekarang pasien
diberikan susu formula.
9. Riwayat imunisasi :
Imunisasi pasien lengkap sesuai usia
10. Riwayat tumbuh kembang :
Berat badan pasien naik normal setiap bulan, anak aktif dan
pertumbuhannya sesuai dengan usia.
11. Riwayat alergi :
Tidak ada alergi makanan dan obat-obatan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : sde, compos mentis pasca kejang
 Nadi : 134 x/menit, kuat angkat
 Respirasi : 24 x/ menit, SpO298%
 Suhu : 38,20C
 Berat badan : 15 kg

14
Kepala : Normocephal, Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterus -/-, pupil
bulat isokor, reflex cahaya+/+
Thorax
Cor :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
 Perkusi : Redup
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo :
 Inspeksi : Gerakan dinding dada kiri dan kanan simetris, retraksi (-)
 Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
 Perkusi : Sonor kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler, Ronki -/-, Wheezing -/-
Abdomen :
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Peristaltik (+) normal
 Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar lien tidak membesar
 Perkusi : Tympani pada 4 kuadran
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2detik
2. Status neurologis

Tanda rangsang meningeal

- Kaku kuduk : negatif


- Laseque sign : negatif
- Kernig sign : negatif

15
Status Neuromuskular Ekstremitas Superior dan Inferior

Ekstremitas superior Ekstremitas inferior


Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Kekuatan otot ki = ka ki = ka
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Atrofi otot - - - -
Sensibilitas Sde Sde Sde Sde
Kesan : Status Neurologis Dalam Batas Normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin 21 – 10 – 2020

Hematologi Hasil Satuan


Hemoglobin 11.1 gr/%
Eritrosit 4.38 106/mm3
Leukosit 9.800 /mm3
Diffcount
Segment 73 %
Limfosit 24 %
Monosit 3 %
Trombosit 318.000 /mm3
PCV 33.1 %
Rapid Test COVID-19 Non-Reaktif

E. DIAGNOSIS KERJA
 Kejang Demam Sederhana

F. RESUME
Seorang pasien perempuan berusia 2 tahun 8 bulan datang ke IGD
RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano dengan keluhan kejang kurang
lebih 5 menit SMRS. Kejang dialami satu kali, saat sampai di rumah
sakit pasien masih sementara kejang. Saat pasien kejang kedua tangan
mengepal, mata mendelik keatas, dan badan kaku. Saat kejang pasien
tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar, badan lemas, dan pasien
menangis. Menurut ibu pasien, sebelum kejang pasien mengalami
demam tinggi. Demam dialami sejak 8 jam SMRS, turun dengan obat
penurun panas kemudian naik lagi. Nafsu makan dan minum menurun.

16
Batuk dan pilek disangkal, muntah dan BAB cair disangkal, riwayat
trauma disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran pasca kejang compos mentis, nadi 134 x/menit, respirasi 24
x/ menit, SpO298%, suhu 38,20C. Dilakukan pemeriksaan status
neurologis didapatkan kesan normal. Pada pemeriksaan darah rutin,
leukosit 9.800/m3, Hematokrit 33.1%.

G. TATALAKSANA
 Stesolid supp 10mg
 Paracetamol syrup 3 x cth 1¼
 Diazepam 3 x 1,5 mg (pulv)

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing SM. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.


2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio, Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume
3, edisi 15. Jakarta: EGC 2005. Page 2059- 2066.
3. R Strange, Gary. Pediatric Emergency Medicine. 3rd edition. United States:
McGrawHill Companies. 2009. Page 46-47.
4. Ahmed Z, Spencer S. An approach to the evaluation of a patient for
seizures and epilepsy. Winconsin medical journal. 2004; 103(1):49-55.
5. Shinnar S. Febrile seizure. Dalam: Swaiman KF,Ashwal S, Ferreiro DM.
Pediatric neurologyprinciples and practice. Edisi ke empat.
Philadelpia,USA: Mosby Elseiver; 2006. h. 1079-86.
6. Johnston MV. Seizures in childhood. Dalam:Behrman RE, Kliegman RM,
jenson HB. Dalam:Nelson textbook of pediatrics. Edisi 18.
Philadelpia,USA: WB Sauders Company; 2007. h. 1818-9.
7. Widodo DP. Kejang pada anak. Dalam : Ramli M, Umbas R.
Kedaruratan non bedah dan bedah. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007. h.
106-17.
8. Baumann RJ. Technical report: treatment of child with simple febrile
seizures. Pediatrics. 1999; 103(6): 86.
9. AAP. Febrile seizure: clinical practice guideline forthe long term
management of child with simplefebril seizure. Pediatrics 2008; 121:
1281-86.
10. Behrman RE, Kliegman RM, Jensen HB, Nelson Text book of pediatrics,
17th edition. Philadelphia: WB Sauders company. 2004. Page 1813- 1829.
11. Hay W, William. Current Diagnosis and Treatment of Pediatrics. 19 th
edition. United States of America: McGrawHill. 2009. Page 697-698.
12. Deliana M. Tatalaksana kejang demam pada anak. Sari Pediatri Jurnal,
Vol. 4, No. 2; 2012. h. 59-62.

18

Anda mungkin juga menyukai