Anda di halaman 1dari 28

CASE REPORT

KEJANG DEMAM

DOKTER PEMBIMBING :
dr. Ida Bagus Eka W, Sp A

DISUSUN OLEH :
Pratama Satrio Wibowo
1865050036

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 15 MARET – 24 APRIL 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA

2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

Menurut American Academy of Pediatrics suhu normal rektal pada anak berumur < 3

tahun sampai 38o C, suhu normal oral sampai 37,5 0C. Pada anak berumur > 3 tahun suhu oral

normal sampai 37,20C, suhu rektal normal sampai 37,80 C. Kejang adalah manifestasi klinis

intermiten yang khas dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik

dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dineuron otak.

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang berdasarkan penelitian banyak terjadi

pada anak usia 6 bulan - 5 tahun dengan suhu diatas 38 o celcius (pengukun dengan metode

apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intra kranial .Demam dapat memicu kejang pada 1

dari 25-30 anak, bisa dikatakan kejang demam merupakan bentuk yang paling sering ditemukan

pada kelainan aktivitas otak yang patologis pada saat tumbuh kembang.. Kejang demam dapat

diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana & kejang demam kompleks.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang berdasarkan penelitian banyak terjadi

pada anak usia 6 bulan - 5 tahun dengan suhu diatas 38 o celcius (pengukuran dengan metode

apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intra kranial .

Tidak dapat dikatakan kejang demam bila:

1. Kejang dikarenakan kenaikan suhu tubuh yang bukan disebabkan oleh gangguan

elektrolit atau metabolik.

2. Jika terdapat riwayat kejang tanpa demam, tidak dapat disebut sebagai kejang demam.

3. Pada anak usia 1-6 bulan jarang sekali terjadi kejang demam

4. Pada bayi dengan umur kurang dari 1 bulan tidak masuk dalam rekomendasi ini,

dimasukan dalam kejang neonatus.

II.2 Epidemiologi

Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai dibidang

neurologi anak dan terjadi pada 25% Anak. Usia tertinggi anak dengan kejang demam adalah

usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Berdasarkan penelitian, kejang demam terjadi hanya pada

anak usia <5 tahun terutama pada usia sebelum 2 tahun. Laki-laki memiliki insidensi sedikit lebih

tinggi pada kejang demam dibandingkan pada perempuan.

3
Di Amerika Serikat kejang demam terjadi pada 2-5% anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Pada

anak dengan kejang demam, 70-75% dengan kejang demam sederhana, 20-25% dengan kejang

demam kompleks, dan sekitar 5% dengan kejang demam simtomatik.

Anak dengan riwayat kejang demam sederhana memiliki resiko rekurensi, rekurensi

terjadi pada 1/3 kasus. Anak dengan usia kurang dari 12 bulan ketika mengalami serangan

pertama kejang demam memiliki kemungkinan 50% resiko pengulangan untuk kejang demam,

apabila usia pertama kali terkena kejang demam adalah diatas 12 bulan, kemungkinan terjadinya

rekurensi menurun menjadi 30%.

Kejadian kejang demam berkaitan dengan faktor genetik. Sekitar 25 – 40 % anak dengan

kejang demam mempunyai riwayat keluarga dengan kejang demam.

1. Faktor Risiko Kejang Demam Pertama

Riwayat kejang demam pada keluarga, problem disaat neonatus, perkembangan

terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium serum yang rendah, dan

temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam. Bila ada

2 atau lebih faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30%.

2. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang

Kemungkinan berulangnya kejang demam tergantung faktor risiko : adanya riwayat

kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat

kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Bila seluruh faktor risiko ada, kemungkinan

80 % terjadi kejang demam berulang. Jika hanya terdapat satu faktor risiko hanya 10 – 20

% kemungkinan terjadinya kejang demam berulang.

4
3. Faktor Risiko Menyadi Epilepsi

Risiko epilepsi lebih tinggi dilaporkan pada anak – anak dengan kelainan perkembangan

yang jelas sebelum kejang demam pertama, adanya riwayat orang tua atau saudara

kandung dengan epilepsi, dan kejang demam kompleks. Anak yang tanpa faktor risiko,

kemungkinan terjadinya epilepsi sekitar 2% , bila hanya satu faktor risiko 3% akan

menjadi epilepsi, dan kejadian epilepsi sekitar 13 % jika terdapat 2 atau 3 faktor resiko .

II.3 Klasifikasi

Kejang demam diklasifikasikan menjadi:

A. Kejang Demam Sederhana / Simple Febrile Seizure

1. Kejang demam < 15 menit (Biasanya <5 menit lalu stop dengan sendirinya)

2. Bentuk kejang umum tonik dan atau klonik

3. Tidak berulang dalam waktu 24 jam

B. Kejang Demam Kompleks / Complex Febrile Seizure

1. Kejang > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial 1 sisi atau kejang umum yang didaului kejang parsial

3. Berulang dalam waktu 24 jam

5
II.4 Etiologi

Faktor penyebab kejang demam

1. Infeksi

Demam yang menimbulkan kejang demam biasanya disebabkan oleh infeksi

virus, hanya sedikit disebabkan oleh infeksi bakteri ( Banyak disebabkan oleh

virus influenza & roseola virus)

2. Predisposisi genetik

Lebih dari 7 lokus kromosom berhubungn dengan faktor genetik pada kejang

demam (poligenik, autosomal dominan)

II.5 Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam

1. Faktor Risiko Kejang Demam Pertama

Riwayat kejang demam pada keluarga, problem disaat neonatus, perkembangan

terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium serum yang rendah, dan

temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam. Bila ada

2 atau lebih faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30%.

2. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang

Kemungkinan berulangnya kejang demam tergantung faktor risiko : adanya riwayat

kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat

kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Bila seluruh faktor risiko ada, kemungkinan

6
80 % terjadi kejang demam berulang. Jika hanya terdapat satu faktor risiko hanya 10 – 20

% kemungkinan terjadinya kejang demam berulang.

3. Faktor Risiko Menyadi Epilepsi

Risiko epilepsi lebih tinggi dilaporkan pada anak – anak dengan kelainan perkembangan

yang jelas sebelum kejang demam pertama, adanya riwayat orang tua atau saudara

kandung dengan epilepsi, dan kejang demam kompleks. Anak yang tanpa faktor risiko,

kemungkinan terjadinya epilepsi sekitar 2% , bila hanya satu faktor risiko 3% akan

menjadi epilepsi, dan kejadian epilepsi sekitar 13 % jika terdapat 2 atau 3 faktor resiko .

II.6 Patofisiologi

Pada kejang demam, patofisiologi yang mendasari terjadinya masih belum diketahui

secara pasti. Namun faktor genetik berkontribusi pada kejang demam.

Pada keadaan demam, pirogen eksogen seperti toksin bakteri akan menstimulasi

pembentukn sel-sel darah putih (Monosit, Limfosit, Neutrofil) yang nantinya akan mengeluarkan

pirogen endogen (IL1, IL6, TNFalfa, neutrofil). Secara bersamaan pirogen endogen dan eksogen

akan merangsang endotel hipotalamus untuk menghasilkan prostaglandin. Prostaglandin akan

meningkatkan patokan thermostat di pusat termoregulasi yakni hipotalamus. Hipotalamus akan

menganggap suhu saat ini lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga memicu

mekanisme untuk meningkatkan panas seperti menggigil, vasokontriksi kulit, serta adanya

mekanisme volunteer. Dengan adanya mekanisme untuk meningkatkan panas, produksi panas

tubuh akan meningkat sehingga suhu tubuh akan naik, dan terjadilah demam.

Untuk mempertahankan kinerja otak diperlukan energi yang didapatkan dari hasil

metabolisme. Bahan yang dibutuhkan adalah glukosa. Proses metabolisme ini juga

7
membutuhkan O2 yang dihantar oleh paru-paru ke jantung kemudian ke otak. Sel saraf,

dikelilingi oleh membran yang permukaan dalamnya lipoid sedangkan permukaan luarnya ionic.

Dalam keadaan normal permeabilitas sel terhadap ion kalium lebih tinggi dari ion natrium,

sehingga kadar kalium dalam sel tinggi sedangkan kadar natrium dalam sel rendah. Hal yang

sebaliknya berlaku diluar sel saraf. Untuk menjaga homeostasis ini diperlukan energi & bantuan

enzim Na-K-ATPase. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya perubahan

konsentrasi ion diruang ekstrasel rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanis, kimiawi

atau aliran listrik dari sel sekitarnya dan adanya perubahan patofisiologi dari membran sendiri

karena adanya penyakit atau pengaruh keturunan.

Pada keadaan demam dengan kenaikan suhu 1o C menyebabkan kenaikan metabolisme

basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga 20%. Pada seorang anak yang

berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai 65%, bandingkan dengan orang dewasa yang

hanya mencapai 30%. Jadi adanya kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion natrium dan

kalium sehingga kesimbangannya tidak terjadi lagi. Lepas muatan ini akan meluas ke seluruh sel

maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter. Tidak semua jenis

neurotransmitter dapat menyebabkan terjadinya perpindahan ini. Hanya neurotransmitter yang

bersifat eksitasi seperti glutamat dan asam aspartat yang dapat menyebabkan peningkatan

penyaluran impuls saraf. Eksitasi berlebih ini yang akan disalurkan menuju motor end plate

sehingga menyebabkan kontraksi secara tiba-tiba dari otot-otot rangka. Setiap anak memiliki

ambang kejang yang berbeda-beda. Pada anak dengan ambang kejang rendah, dapat timbul

kejang pada suhu 38o C. Sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, dapat timbul

kejang pada suhu 40o C atau lebih. Oleh karena itu perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa

8
penderita mengalami kejang.Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak

berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang demam yang berlangsung

lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot

skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan

suhu tubuh yang makin meningkat akibat peningkatan aktivitas otot dan selanjutnya diikuti

peningkatan metabolisme. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada neuron

otak setelah berlangsungnya kejang pada waktu yang cukup lama. Edema otak juga dapat terjadi

karena adanya gangguan peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan

permeabilitas kapiler.

II.7 Manifestasi Klinis

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan

biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih (rectal). Umumnya kejang

berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi

seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang

tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian besar kejang

berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit.

Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang

berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun

untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik

atau menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit neurologis.. Biasanya,

kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa ini, anak agak sensitif
9
(irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya.Kejang demam yang berlangsung

lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh

parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai

beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.

Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang

pertama.

II.8 Diagnosis

Anamnesis

 Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang

 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang, 

penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala Infeski saluran napas akut/

ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll) 

 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga, 

 Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan 

gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat 

menyebabkan hipoglikemia) 

Pemeriksaan fisik 

 Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, 

 Suhu tubuh: apakah terdapat demam

 Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque 

Pemeriksaan nervus kranial

10
 Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun ubun besar (UUB) membonjol , papil 

edema

 Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll

 Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat

dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan

laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan

gula darah

2. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi

lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang

demam sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi pungsi lumbal

1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal

2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

klinis

3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah

mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda

dan gejala meningitis.

11
3. Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila bangkitan

bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus

kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

4. Pencitraan

Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak

dengan kejang demam sederhana Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi,

seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus

kranialis.

II.9 Tata Laksana

Tata Laksana saat Kejang:

Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rata-rata 4 menit) dan pada waktu pasien

datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang

paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena

adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,

dengan dosis maksimal 20 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma

kejang pada umumnya.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital) adalah

diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk

anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.

12
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan

cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam

rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam

intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi

antikonvulsan profilaksis., yaitu

1. Antipiretik

Berikan Paracetamol 10-15mg/kgBB/kali diberikan 4x sehari dan tidak lebih dari 5x

atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali 3-4x sehari

2. Anti konvulsan

Beikan diazepam oral dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal

dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh >38,5 C

Tata Laksana Non Medikamentosa

1. Tetap tenang dan tidak panik.

2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan muntahan

atau lendir di mulut atau hidung.

4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit, jangan

memasukkan sesuatu kedalam mulut.

5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.

6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.

13
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan berikan

bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali oleh orangtua.

8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu tubuh

lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal,

setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.

II.10 Prognosis

Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai

komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis

umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat

terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi

melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama.

Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang

lama.

14
BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

• MR No. : 317209400110778

• Nama : An. D

• Tanggal lahir : 9 April 2019

• Usia : 1 tahun 11 bulan

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Agama : Kristen

• Pendidikan :-

• Tanggal datang : 14/03/2021

• Alamat : Cililitan

Identitas Orang Tua Pasien

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ayah dan ibu kandung pasien

Keluhan utama : kejang

Keluhan tambahan : demam, mual muntah, batuk

Riwayat perjalanan penyakit:

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Minggu dengan keluhan kejang 1 jam SMRS. Kejang
berlangsung ± 2 menit dan kedua tangan kaki terlihat kaku. Sebelum kejang pasien sedang
demam 37,9 C. Awalnya pasien sedang berobat ke Puskesmas Kecamatan Cilandak karena
demam selama 1 minggu naik turun. Saat di Puskesmas pasien tiba-tiba saja kejang. Saat

15
kejang pasien diberikan obat anti kejang dan obat penurun panas lewat dubur.Lalu pasien
dibawa ke IGD RSUD Pasar Minggu. BAK dalam batas normal, BAB 2x cair ampas (+) Mual
(+) muntah (+) 3x berisi susu dan air. Batuk berdahak (+) selama seminggu disertai bunyi
grok-grok

Riwayat penyakit dahulu:

Tidak pernah kejang sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga:

Riwayat kejang saat demam di keluarga (-)

Riwayat kelahiran:

• Cara lahir : kelahiran pervaginam

• Tempat lahir : Puskesmas Kecamatan Cilandak

• Ditolong oleh : Bidan

• Masa gestasi : 38 minggu

• Berat lahir : 2800 gr

• Panjang lahir : 47 cm

• Lahir normal, langsung menangis, sianosis (-), kejang (-), gerak aktif (+)

Riwayat makanan

Umur (bulan) ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0-2 ASI - - -

2-4 ASI - - -

4-6 ASI + Susu formula + - -

6-8 ASI + Susu formula + + -

16
8-10 ASI + Susu formula + + +

10-12 ASI + Susu formula + + +

Riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap

III. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2019

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : E4M6V5 (Composmentis)

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 120x /menit

Respiratory Rate : 40x /menit

Suhu : 40˚C

Data Antropometri

• Berat Badan : 11 kg

• Tinggi Badan : 80 cm

• Lingkar kepala : 45 cm

Menurut data WHO

• BB/U : -2SD s/d -3SD = Kesan BB cukup

• TB/U : -2SD s/d +2SD = Kesan TB normal

• BB/TB : 0 SD s/d +1SD = Kesan status gizi baik

Kepala

17
• Kepala : Normocephali (lingkar kepala : 45 cm ), ubun-ubun tidak
menonjol
• Mata : Kelopak mata tampak cekung -/-, Sklera ikterik -/-,
konjungtiva anemis -/-
• Telinga : normotia, lapang+/+, Serumen -/-, sekret -/-
• Hidung :pernafasan cuping hidung (-), cavum nasi lapang+/+
epistaksis (-), sekret -/-
Mulut : Sianosis orofasial (-)
• Bibir : Mukosa kering (-), sianosis (-)
• Lidah : letak di tengah, lidah kotor (-)
• Tonsil : T1-T1, tenang
• Faring : faring hiperemis (-)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi iga (-)
• Palpasi : vokal fremitus simetris kiri kanan
• Perkusi : Sonor/sonor
• Auskultasi : Bunyi Nafas Dasar vesikuler, Rhonki +/+, Wheezing -/-
• Jantung :
-Inspeksi : ictus cordis terlihat
-Palpasi : ictus cordis teraba
-Perkusi : dalam batas normal
-Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur -, gallop-

• Abdomen
-Inspeksi : Perut tampak datar
-Auskultasi : BU (+) N

18
-Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
-Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba

• Ekstremitas Kiri Kanan


-Atas : Akral hangat Akral hangat
CRT < 2” CRT < 2”
-Bawah : Akral hangat Akral hangat
CRT < 2” CRT< 2
• Tulang Belakang : Lordosis (-), Kifosis (-), Skoliosis (-)
• Kulit ‘ : Ruam kemerahan (-)
• Pemeriksaan Neurologis :
• Nervus Cranialis : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Pemeriksaan Refleks :
o Refleks Fisiologis
Refleks Biceps : (+2)
Refleks Triceps : (+2)
Refleks Patella : (+2)
Refleks Achilles : (+2)
o Refleks Patologis
Refleks Hoffman dan Tromner : (-)
Refleks Babinski : (-)
Refleks Chaddock : (-)
• Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)

19
IV. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 28 Oktober 2019

Hasil Nilai Rujukan Hasil Nilai Rujukan


HAEMOTOLOGI Netrofil Batang 1 3-3
Hb 10.8 10.7-13.1 Neutrofil Segment 60 25-60
Leukosit 14.9 6-17.5 Limfosit 35 25-50
HT 31 35-43 Monosit 4 1-6
Trombosit 378 KIMIA DARAH
MCV 68 74-102 GDS 148 33-111
MCH 24 23-31 ELETROLIT
MCHC 35 28-32 Natrium 134 132-145
HITUNG JENIS Kalium 3.50 3.10-5.10
Basofil 0 0-1 Chlorida 97 96-111
Eosinofil 0 1-5
Tanggal 29 Oktober 2019

URINALISA Hasil Nilai Rujukan Hasil Nilai Rujukan


Makroskopis KIMIA
Warna Kuning Kuning muda-tua pH 8 7
Kejernihan Jernih Jernih Berat jenis 1.005 1.10-1.032
Mikroskopis Glukosa urin - -
Eritrosit 0-1 0-1 Keton - -
Leukosit 1-3 1-6 Bilirubin - -
Epitel sel + + Urobilinogen 0.2 0.2-1.1
Silinder - - Nitrit - -
Bakteri - - Leukosit esterase - -
Kristal - - Blood - -
Ragi - -
Protein urin - -

IV. Diagnosis Kerja

Kejang demam sederhana

ISPA

V. Tatalaksana

IVFD RL 10 TPM makro

Inj Ceftriaxon 800mg/ 24 jam

Inj Ondansentron 2mg/ 8jam

Inj Omeprazole 10mg/ 12 jam

20
PCT drip 150mg/ 6 jam

Diazepam 1,5mg pulv/ 8 jam

Inhalasi ventolin / 8jam

Follow Up

Hari/
Tanggal/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Jam
Selasa, 29 Orang tua KU: Tampak sakit sedang Kejang Demam  IVFD RL 10
Oktober mengatakan Kesadaran: Compos mentis TPM makro
ISPA
2019 anaknya N:112x/menit kuat angkat, isi cukup,  Inj Ceftriaxon
batuk, reguler
800mg/ 24 jam
demam, RR:23 x/menit
 Inj
kejang (-) S:37,9˚C (axilla)
Ondansentron
BAB(-)
2mg/ 8jam
Jam 06.00 BAK dalam
- Kepala: normocephali  Inj Omeprazole
batas normal
- Mata: konjungtiva anemis -/-sklera 10mg/ 12 jam
ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+,  PCT drip
kelopak mata cekung -/-, air mata +/+ 150mg/ 6 jam
- Hidung: pernapasan cuping hidung  Diazepam
-/-, tanda perdarahan (mimisan) (-),
1,5mg pulv/ 8
cavum nasi lapang +/+
jam
- Telinga: normotia, serumen -/-
 Inhalasi
-Tenggorokkan:T1-T1, hiperemis (-)
ventolin / 8jam
-Mulut: mukosa bibir kering (-),
 Cek UL
coated tongue (-)
-Leher: KGB tidak teraba membesar
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada tidak
simetris (kiri tertinggal), retraksi iga

21
(-)
P: vokal fremitus tidak simetris (kiri
melemah)
P: sonor/hipersonor batas intercostal 4
A: bunyi nafas dasar vesikuler tetapi
pada lapang paru kiri atas
menghilang, rhonki +/+, slem +/+,
wheezing -/-, bunyi jantung I dan II
reguler, murmur (-) gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor <
2detik
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2”,
edema (–), petekie spontan (-)
Hari/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Tanggal/
Jam
Rabu, 30 Orang tua KU: Tampak sakit sedang Kejang Demam  Diet bubue
Oktober mengatakan Kesadaran: Compos mentis  IVFD RL 10
ISPA
2019 anaknya N:110x/menit kuat angkat, isi cukup, TPM makro
batuk(+), reguler  Inj Ceftriaxon
demam(-), RR:22 x/menit 800mg/ 24 jam
kejang (-) S:37,6˚C (axilla)  Inj Ondansentron
BAB cair 2x , 2mg/ 8jam
Jam 06.00 ampas (+) - Kepala: normocephali  Inj Omeprazole
warna kuning - Mata: konjungtiva anemis -/-sklera 10mg/ 12 jam
ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+,  PCT drip 150mg/
kelopak mata cekung -/-, air mata +/+
6 jam
- Hidung: pernapasan cuping hidung
 Diazepam 1,5mg
-/-, tanda perdarahan (mimisan) (-),

22
cavum nasi lapang +/+ pulv/ 8 jam
- Telinga: normotia, serumen -/-  Inhalasi
-Tenggorokkan:T1-T1, hiperemis (-) ventolin / 8jam
-Mulut: mukosa bibir kering (-),  Zinc syr cth/24
coated tongue (-) jam
-Leher: KGB tidak teraba membesar
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada tidak
simetris (kiri tertinggal), retraksi iga
(-)
P: vokal fremitus tidak simetris (kiri
melemah)
P: sonor/hipersonor batas intercostal 4
A: bunyi nafas dasar vesikuler tetapi
pada lapang paru kiri atas
menghilang, rhonki +/+, slem +/+,
wheezing -/-, bunyi jantung I dan II
reguler, murmur (-) gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor <
2detik
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2”,
edema (–), petekie spontan (-)
Hari/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Tanggal/
Jam
Kamis, 31 Orang tua KU: Tampak sakit sedang Kejang Demam  IVFD RL 14
Oktober mengatakan Kesadaran: Compos mentis TPM makro
ISPA
2019 anaknya batuk N:112x/menit kuat angkat, isi cukup,  Inj Ceftriaxon
sudah

23
berkurang, reguler 800mg/ 24 jam
demam (-), RR:23 x/menit  Inj Ondansentron
kejang (-) S:37,9˚C (axilla) 2mg/ 8jam
Sudah bisa  Inj Omeprazole
Jam 06.00 makan bubur - Kepala: normocephali 10mg/ 12 jam
sedikit - Mata: konjungtiva anemis -/-sklera  PCT syr cth k/p
BAB(-) ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+, demam
BAK dalam kelopak mata cekung -/-, air mata +/+  Diazepam 1,5mg
batas normal - Hidung: pernapasan cuping hidung pulv/ 8 jam
-/-, tanda perdarahan (mimisan) (-),  Inhalasi
cavum nasi lapang +/+ ventolin / 8jam
- Telinga: normotia, serumen -/-  Zinc syr cth/24
-Tenggorokkan:T1-T1, hiperemis (-) jam
-Mulut: mukosa bibir kering (-),

coated tongue (-)
-Leher: KGB tidak teraba membesar
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada tidak
simetris (kiri tertinggal), retraksi iga
(-)
P: vokal fremitus tidak simetris (kiri
melemah)
P: sonor/hipersonor batas intercostal 4
A: bunyi nafas dasar vesikuler tetapi
pada lapang paru kiri atas
menghilang, rhonki +/+, slem +/+,
wheezing -/-, bunyi jantung I dan II
reguler, murmur (-) gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor <
2detik

24
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2”,
edema (–), petekie spontan (-)
Hari/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Tanggal/
Jam
Jumat, 1 Orang tua KU: Tampak sakit sedang Kejang Demam BLPL
November mengatakan Kesadaran: Compos mentis
ISPA Terapi pulang
2019 anaknya batuk N:110x/menit kuat angkat, isi cukup,
berkurang, reguler  Cefixime syr cth
demam(-), RR:22 x/menit ½ /12 jam
kejang (-) S:37,6˚C (axilla)  PCT syr cth k/p
Makan bubur demam
Jam 06.00 setengah porsi - Kepala: normocephali  Diazepam 1,5
BAB cair 1x , - Mata: konjungtiva anemis -/-sklera mg pulv/ 8 jam
ampas (+) ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+, k/p demam
warna kuning kelopak mata cekung -/-, air mata +/+  Ambroxol syr
BAK dalam - Hidung: pernapasan cuping hidung cth ½ /8 jam
batas normal -/-, tanda perdarahan (mimisan) (-),  Zinc syr cth/24
cavum nasi lapang +/+ jam
- Telinga: normotia, serumen -/-  Stesolid sup 5
-Tenggorokkan:T1-T1, hiperemis (-) mg k/p kejang
-Mulut: mukosa bibir kering (-),
coated tongue (-)
-Leher: KGB tidak teraba membesar
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada tidak
simetris (kiri tertinggal), retraksi iga
(-)
P: vokal fremitus tidak simetris (kiri
melemah)
P: sonor/hipersonor batas intercostal 4
A: bunyi nafas dasar vesikuler tetapi
pada lapang paru kiri atas

25
menghilang, rhonki +/+, slem +/+,
wheezing -/-, bunyi jantung I dan II
reguler, murmur (-) gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor <
2detik
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2”,
edema (–), petekie spontan (-)

BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Minggu dengan keluhan kejang 1 jam SMRS. Kejang
berlangsung ± 2 menit dan kedua tangan kaki terlihat kaku. Sebelum kejang pasien sedang
demam 37,9 C. Awalnya pasien sedang berobat ke Puskesmas Kecamatan Cilandak karena
demam selama 1 minggu naik turun. Saat di Puskesmas pasien tiba-tiba saja kejang. Saat
kejang pasien diberikan obat anti kejang dan obat penurun panas lewat dubur.Lalu pasien
dibawa ke IGD RSUD Pasar Minggu. BAK dalam batas normal, BAB 2x cair ampas (+) Mual
(+) muntah (+) 3x berisi susu dan air. Batuk berdahak (+) selama seminggu disertai bunyi

26
grok-grok. Orang tua pasien mengatakan, pasien tidak pernah mengalami kejang seperti ini
sebelumnya dan dalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang

Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan kejang demam karena pasien mengalami kejang
setelah terjadi demam. Selain itu , melihat umur pasien yang masih 1 tahun 1 bulan dengan
tidak ada riwayat kejang sebelumnya, ditambah pasien mengalami kejang < 15 menit disertai
kaku pada kedua tangan dan kaki, hal ini mengarahkan pada diagnosa kejang demam jenis
sederhana. Dan pada pemeriksaan penunjang juga didapatkan elektrolit dan metabolic dalam
batas normal sehingga dapat didiagnosa kejang demam.

Tatalaksana yang diberikan di IGD sudah sesuai dengan tatalaksana yang dianjurkan
IDAI di mana pasien sudah tidak kejang sehingga diberikan antipiretik oral dan diazepam oral

DAFTAR PUSTAKA

1. Corrigendum: Fever, febrile seizures and epilepsy. Trends in Neurosciences.

2007;30(12):611.3. Epid Jerman

2. Pediatric Febrile Seizures: Practice Essentials, Background, Pathophysiology [Internet].

Emedicine.medscape.com. 2019 [cited 14 August 2019]. Available from:

27
https://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview5. Johnston MV. Seizures in

childhood. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, jenson HB. Dalam: Nelson textbook of

pediatrics. Edisi 18. Philadelpia, USA: WB Sauders Company; 2007. h. 1818-9

3. Camfield RP and Camfield SC. Management and treatment of febrile seizure. Curr Prob

Pediatr 1997; 27: 6-13.

4. Shinnar S. Febrile seizure. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferreiro DM. Pediatric

neurology principles and practice. Edisi ke empat. Philadelpia, USA: Mosby Elseiver ;

2006. h. 1079-86.

5. Widodo DP. Konsensus tatalaksana kejang demam. Dalam Gunardi H, Tehuteru ES,

Kurniati N, Advani N, Setyanto Db, Wulandari HF, et al, Penyunting. Kumpulan tips

pediatri. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. h. 193-203

6. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Febrile Seizure. Pediatr.

2011;127:389-

7. Buku PPM (Panduan Pelayanan Medis)

8. Kliegman R, Stanton B, St. Geme J, Schor N, Behrman R, Nelson W. Nelson textbook

of pediatrics

9. Kesepakatan UKK Neurologi IDAI. 2016.

28

Anda mungkin juga menyukai