KEJANG DEMAM
DOKTER PEMBIMBING :
dr. Ida Bagus Eka W, Sp A
DISUSUN OLEH :
Pratama Satrio Wibowo
1865050036
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut American Academy of Pediatrics suhu normal rektal pada anak berumur < 3
tahun sampai 38o C, suhu normal oral sampai 37,5 0C. Pada anak berumur > 3 tahun suhu oral
normal sampai 37,20C, suhu rektal normal sampai 37,80 C. Kejang adalah manifestasi klinis
intermiten yang khas dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik
dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dineuron otak.
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang berdasarkan penelitian banyak terjadi
pada anak usia 6 bulan - 5 tahun dengan suhu diatas 38 o celcius (pengukun dengan metode
apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intra kranial .Demam dapat memicu kejang pada 1
dari 25-30 anak, bisa dikatakan kejang demam merupakan bentuk yang paling sering ditemukan
pada kelainan aktivitas otak yang patologis pada saat tumbuh kembang.. Kejang demam dapat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang berdasarkan penelitian banyak terjadi
pada anak usia 6 bulan - 5 tahun dengan suhu diatas 38 o celcius (pengukuran dengan metode
1. Kejang dikarenakan kenaikan suhu tubuh yang bukan disebabkan oleh gangguan
2. Jika terdapat riwayat kejang tanpa demam, tidak dapat disebut sebagai kejang demam.
3. Pada anak usia 1-6 bulan jarang sekali terjadi kejang demam
4. Pada bayi dengan umur kurang dari 1 bulan tidak masuk dalam rekomendasi ini,
II.2 Epidemiologi
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai dibidang
neurologi anak dan terjadi pada 25% Anak. Usia tertinggi anak dengan kejang demam adalah
usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Berdasarkan penelitian, kejang demam terjadi hanya pada
anak usia <5 tahun terutama pada usia sebelum 2 tahun. Laki-laki memiliki insidensi sedikit lebih
3
Di Amerika Serikat kejang demam terjadi pada 2-5% anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Pada
anak dengan kejang demam, 70-75% dengan kejang demam sederhana, 20-25% dengan kejang
Anak dengan riwayat kejang demam sederhana memiliki resiko rekurensi, rekurensi
terjadi pada 1/3 kasus. Anak dengan usia kurang dari 12 bulan ketika mengalami serangan
pertama kejang demam memiliki kemungkinan 50% resiko pengulangan untuk kejang demam,
apabila usia pertama kali terkena kejang demam adalah diatas 12 bulan, kemungkinan terjadinya
Kejadian kejang demam berkaitan dengan faktor genetik. Sekitar 25 – 40 % anak dengan
terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium serum yang rendah, dan
temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam. Bila ada
2 atau lebih faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30%.
kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat
kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Bila seluruh faktor risiko ada, kemungkinan
80 % terjadi kejang demam berulang. Jika hanya terdapat satu faktor risiko hanya 10 – 20
4
3. Faktor Risiko Menyadi Epilepsi
Risiko epilepsi lebih tinggi dilaporkan pada anak – anak dengan kelainan perkembangan
yang jelas sebelum kejang demam pertama, adanya riwayat orang tua atau saudara
kandung dengan epilepsi, dan kejang demam kompleks. Anak yang tanpa faktor risiko,
kemungkinan terjadinya epilepsi sekitar 2% , bila hanya satu faktor risiko 3% akan
menjadi epilepsi, dan kejadian epilepsi sekitar 13 % jika terdapat 2 atau 3 faktor resiko .
II.3 Klasifikasi
1. Kejang demam < 15 menit (Biasanya <5 menit lalu stop dengan sendirinya)
2. Kejang fokal atau parsial 1 sisi atau kejang umum yang didaului kejang parsial
5
II.4 Etiologi
1. Infeksi
virus, hanya sedikit disebabkan oleh infeksi bakteri ( Banyak disebabkan oleh
2. Predisposisi genetik
Lebih dari 7 lokus kromosom berhubungn dengan faktor genetik pada kejang
terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium serum yang rendah, dan
temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam. Bila ada
2 atau lebih faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30%.
kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat
kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Bila seluruh faktor risiko ada, kemungkinan
6
80 % terjadi kejang demam berulang. Jika hanya terdapat satu faktor risiko hanya 10 – 20
Risiko epilepsi lebih tinggi dilaporkan pada anak – anak dengan kelainan perkembangan
yang jelas sebelum kejang demam pertama, adanya riwayat orang tua atau saudara
kandung dengan epilepsi, dan kejang demam kompleks. Anak yang tanpa faktor risiko,
kemungkinan terjadinya epilepsi sekitar 2% , bila hanya satu faktor risiko 3% akan
menjadi epilepsi, dan kejadian epilepsi sekitar 13 % jika terdapat 2 atau 3 faktor resiko .
II.6 Patofisiologi
Pada kejang demam, patofisiologi yang mendasari terjadinya masih belum diketahui
Pada keadaan demam, pirogen eksogen seperti toksin bakteri akan menstimulasi
pembentukn sel-sel darah putih (Monosit, Limfosit, Neutrofil) yang nantinya akan mengeluarkan
pirogen endogen (IL1, IL6, TNFalfa, neutrofil). Secara bersamaan pirogen endogen dan eksogen
menganggap suhu saat ini lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga memicu
mekanisme untuk meningkatkan panas seperti menggigil, vasokontriksi kulit, serta adanya
mekanisme volunteer. Dengan adanya mekanisme untuk meningkatkan panas, produksi panas
tubuh akan meningkat sehingga suhu tubuh akan naik, dan terjadilah demam.
Untuk mempertahankan kinerja otak diperlukan energi yang didapatkan dari hasil
metabolisme. Bahan yang dibutuhkan adalah glukosa. Proses metabolisme ini juga
7
membutuhkan O2 yang dihantar oleh paru-paru ke jantung kemudian ke otak. Sel saraf,
dikelilingi oleh membran yang permukaan dalamnya lipoid sedangkan permukaan luarnya ionic.
Dalam keadaan normal permeabilitas sel terhadap ion kalium lebih tinggi dari ion natrium,
sehingga kadar kalium dalam sel tinggi sedangkan kadar natrium dalam sel rendah. Hal yang
sebaliknya berlaku diluar sel saraf. Untuk menjaga homeostasis ini diperlukan energi & bantuan
enzim Na-K-ATPase. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya perubahan
konsentrasi ion diruang ekstrasel rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sel sekitarnya dan adanya perubahan patofisiologi dari membran sendiri
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga 20%. Pada seorang anak yang
berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai 65%, bandingkan dengan orang dewasa yang
hanya mencapai 30%. Jadi adanya kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion natrium dan
kalium sehingga kesimbangannya tidak terjadi lagi. Lepas muatan ini akan meluas ke seluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter. Tidak semua jenis
bersifat eksitasi seperti glutamat dan asam aspartat yang dapat menyebabkan peningkatan
penyaluran impuls saraf. Eksitasi berlebih ini yang akan disalurkan menuju motor end plate
sehingga menyebabkan kontraksi secara tiba-tiba dari otot-otot rangka. Setiap anak memiliki
ambang kejang yang berbeda-beda. Pada anak dengan ambang kejang rendah, dapat timbul
kejang pada suhu 38o C. Sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, dapat timbul
kejang pada suhu 40o C atau lebih. Oleh karena itu perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
8
penderita mengalami kejang.Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang demam yang berlangsung
lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh yang makin meningkat akibat peningkatan aktivitas otot dan selanjutnya diikuti
peningkatan metabolisme. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada neuron
otak setelah berlangsungnya kejang pada waktu yang cukup lama. Edema otak juga dapat terjadi
karena adanya gangguan peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler.
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih (rectal). Umumnya kejang
berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang
tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian besar kejang
berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit.
Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang
berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun
untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik
atau menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit neurologis.. Biasanya,
kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa ini, anak agak sensitif
9
(irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya.Kejang demam yang berlangsung
lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh
parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.
II.8 Diagnosis
Anamnesis
Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang,
penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala Infeski saluran napas akut/
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia)
Pemeriksaan fisik
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque
10
Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun ubun besar (UUB) membonjol , papil
edema
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan
gula darah
2. Pungsi lumbal
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang
klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
11
3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila bangkitan
bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus
4. Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak
dengan kejang demam sederhana Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi,
seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus
kranialis.
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rata-rata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena
adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital) adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
12
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam
rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi
1. Antipiretik
2. Anti konvulsan
Beikan diazepam oral dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh >38,5 C
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan muntahan
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit, jangan
13
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan berikan
bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali oleh orangtua.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu tubuh
lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal,
II.10 Prognosis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat
terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi
melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama.
Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang
lama.
14
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
• MR No. : 317209400110778
• Nama : An. D
• Agama : Kristen
• Pendidikan :-
• Alamat : Cililitan
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ayah dan ibu kandung pasien
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Minggu dengan keluhan kejang 1 jam SMRS. Kejang
berlangsung ± 2 menit dan kedua tangan kaki terlihat kaku. Sebelum kejang pasien sedang
demam 37,9 C. Awalnya pasien sedang berobat ke Puskesmas Kecamatan Cilandak karena
demam selama 1 minggu naik turun. Saat di Puskesmas pasien tiba-tiba saja kejang. Saat
15
kejang pasien diberikan obat anti kejang dan obat penurun panas lewat dubur.Lalu pasien
dibawa ke IGD RSUD Pasar Minggu. BAK dalam batas normal, BAB 2x cair ampas (+) Mual
(+) muntah (+) 3x berisi susu dan air. Batuk berdahak (+) selama seminggu disertai bunyi
grok-grok
Riwayat kelahiran:
• Panjang lahir : 47 cm
• Lahir normal, langsung menangis, sianosis (-), kejang (-), gerak aktif (+)
Riwayat makanan
Umur (bulan) ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0-2 ASI - - -
2-4 ASI - - -
16
8-10 ASI + Susu formula + + +
Suhu : 40˚C
Data Antropometri
• Berat Badan : 11 kg
• Tinggi Badan : 80 cm
• Lingkar kepala : 45 cm
Kepala
17
• Kepala : Normocephali (lingkar kepala : 45 cm ), ubun-ubun tidak
menonjol
• Mata : Kelopak mata tampak cekung -/-, Sklera ikterik -/-,
konjungtiva anemis -/-
• Telinga : normotia, lapang+/+, Serumen -/-, sekret -/-
• Hidung :pernafasan cuping hidung (-), cavum nasi lapang+/+
epistaksis (-), sekret -/-
Mulut : Sianosis orofasial (-)
• Bibir : Mukosa kering (-), sianosis (-)
• Lidah : letak di tengah, lidah kotor (-)
• Tonsil : T1-T1, tenang
• Faring : faring hiperemis (-)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi iga (-)
• Palpasi : vokal fremitus simetris kiri kanan
• Perkusi : Sonor/sonor
• Auskultasi : Bunyi Nafas Dasar vesikuler, Rhonki +/+, Wheezing -/-
• Jantung :
-Inspeksi : ictus cordis terlihat
-Palpasi : ictus cordis teraba
-Perkusi : dalam batas normal
-Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur -, gallop-
• Abdomen
-Inspeksi : Perut tampak datar
-Auskultasi : BU (+) N
18
-Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
-Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba
19
IV. Pemeriksaan Penunjang
ISPA
V. Tatalaksana
20
PCT drip 150mg/ 6 jam
Follow Up
Hari/
Tanggal/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Jam
Selasa, 29 Orang tua KU: Tampak sakit sedang Kejang Demam IVFD RL 10
Oktober mengatakan Kesadaran: Compos mentis TPM makro
ISPA
2019 anaknya N:112x/menit kuat angkat, isi cukup, Inj Ceftriaxon
batuk, reguler
800mg/ 24 jam
demam, RR:23 x/menit
Inj
kejang (-) S:37,9˚C (axilla)
Ondansentron
BAB(-)
2mg/ 8jam
Jam 06.00 BAK dalam
- Kepala: normocephali Inj Omeprazole
batas normal
- Mata: konjungtiva anemis -/-sklera 10mg/ 12 jam
ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+, PCT drip
kelopak mata cekung -/-, air mata +/+ 150mg/ 6 jam
- Hidung: pernapasan cuping hidung Diazepam
-/-, tanda perdarahan (mimisan) (-),
1,5mg pulv/ 8
cavum nasi lapang +/+
jam
- Telinga: normotia, serumen -/-
Inhalasi
-Tenggorokkan:T1-T1, hiperemis (-)
ventolin / 8jam
-Mulut: mukosa bibir kering (-),
Cek UL
coated tongue (-)
-Leher: KGB tidak teraba membesar
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada tidak
simetris (kiri tertinggal), retraksi iga
21
(-)
P: vokal fremitus tidak simetris (kiri
melemah)
P: sonor/hipersonor batas intercostal 4
A: bunyi nafas dasar vesikuler tetapi
pada lapang paru kiri atas
menghilang, rhonki +/+, slem +/+,
wheezing -/-, bunyi jantung I dan II
reguler, murmur (-) gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor <
2detik
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2”,
edema (–), petekie spontan (-)
Hari/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Tanggal/
Jam
Rabu, 30 Orang tua KU: Tampak sakit sedang Kejang Demam Diet bubue
Oktober mengatakan Kesadaran: Compos mentis IVFD RL 10
ISPA
2019 anaknya N:110x/menit kuat angkat, isi cukup, TPM makro
batuk(+), reguler Inj Ceftriaxon
demam(-), RR:22 x/menit 800mg/ 24 jam
kejang (-) S:37,6˚C (axilla) Inj Ondansentron
BAB cair 2x , 2mg/ 8jam
Jam 06.00 ampas (+) - Kepala: normocephali Inj Omeprazole
warna kuning - Mata: konjungtiva anemis -/-sklera 10mg/ 12 jam
ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+, PCT drip 150mg/
kelopak mata cekung -/-, air mata +/+
6 jam
- Hidung: pernapasan cuping hidung
Diazepam 1,5mg
-/-, tanda perdarahan (mimisan) (-),
22
cavum nasi lapang +/+ pulv/ 8 jam
- Telinga: normotia, serumen -/- Inhalasi
-Tenggorokkan:T1-T1, hiperemis (-) ventolin / 8jam
-Mulut: mukosa bibir kering (-), Zinc syr cth/24
coated tongue (-) jam
-Leher: KGB tidak teraba membesar
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada tidak
simetris (kiri tertinggal), retraksi iga
(-)
P: vokal fremitus tidak simetris (kiri
melemah)
P: sonor/hipersonor batas intercostal 4
A: bunyi nafas dasar vesikuler tetapi
pada lapang paru kiri atas
menghilang, rhonki +/+, slem +/+,
wheezing -/-, bunyi jantung I dan II
reguler, murmur (-) gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor <
2detik
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2”,
edema (–), petekie spontan (-)
Hari/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Tanggal/
Jam
Kamis, 31 Orang tua KU: Tampak sakit sedang Kejang Demam IVFD RL 14
Oktober mengatakan Kesadaran: Compos mentis TPM makro
ISPA
2019 anaknya batuk N:112x/menit kuat angkat, isi cukup, Inj Ceftriaxon
sudah
23
berkurang, reguler 800mg/ 24 jam
demam (-), RR:23 x/menit Inj Ondansentron
kejang (-) S:37,9˚C (axilla) 2mg/ 8jam
Sudah bisa Inj Omeprazole
Jam 06.00 makan bubur - Kepala: normocephali 10mg/ 12 jam
sedikit - Mata: konjungtiva anemis -/-sklera PCT syr cth k/p
BAB(-) ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+, demam
BAK dalam kelopak mata cekung -/-, air mata +/+ Diazepam 1,5mg
batas normal - Hidung: pernapasan cuping hidung pulv/ 8 jam
-/-, tanda perdarahan (mimisan) (-), Inhalasi
cavum nasi lapang +/+ ventolin / 8jam
- Telinga: normotia, serumen -/- Zinc syr cth/24
-Tenggorokkan:T1-T1, hiperemis (-) jam
-Mulut: mukosa bibir kering (-),
coated tongue (-)
-Leher: KGB tidak teraba membesar
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada tidak
simetris (kiri tertinggal), retraksi iga
(-)
P: vokal fremitus tidak simetris (kiri
melemah)
P: sonor/hipersonor batas intercostal 4
A: bunyi nafas dasar vesikuler tetapi
pada lapang paru kiri atas
menghilang, rhonki +/+, slem +/+,
wheezing -/-, bunyi jantung I dan II
reguler, murmur (-) gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor <
2detik
24
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2”,
edema (–), petekie spontan (-)
Hari/ Subyektif Obyektif Assessment Planning
Tanggal/
Jam
Jumat, 1 Orang tua KU: Tampak sakit sedang Kejang Demam BLPL
November mengatakan Kesadaran: Compos mentis
ISPA Terapi pulang
2019 anaknya batuk N:110x/menit kuat angkat, isi cukup,
berkurang, reguler Cefixime syr cth
demam(-), RR:22 x/menit ½ /12 jam
kejang (-) S:37,6˚C (axilla) PCT syr cth k/p
Makan bubur demam
Jam 06.00 setengah porsi - Kepala: normocephali Diazepam 1,5
BAB cair 1x , - Mata: konjungtiva anemis -/-sklera mg pulv/ 8 jam
ampas (+) ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+, k/p demam
warna kuning kelopak mata cekung -/-, air mata +/+ Ambroxol syr
BAK dalam - Hidung: pernapasan cuping hidung cth ½ /8 jam
batas normal -/-, tanda perdarahan (mimisan) (-), Zinc syr cth/24
cavum nasi lapang +/+ jam
- Telinga: normotia, serumen -/- Stesolid sup 5
-Tenggorokkan:T1-T1, hiperemis (-) mg k/p kejang
-Mulut: mukosa bibir kering (-),
coated tongue (-)
-Leher: KGB tidak teraba membesar
- Thoraks:
I: pergerakan dinding dada tidak
simetris (kiri tertinggal), retraksi iga
(-)
P: vokal fremitus tidak simetris (kiri
melemah)
P: sonor/hipersonor batas intercostal 4
A: bunyi nafas dasar vesikuler tetapi
pada lapang paru kiri atas
25
menghilang, rhonki +/+, slem +/+,
wheezing -/-, bunyi jantung I dan II
reguler, murmur (-) gallop (-)
-Abdomen:
I: Perut tampak datar
A: BU (+)4x/menit
P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor <
2detik
P: timpani, nyeri ketok (-)
-Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2”,
edema (–), petekie spontan (-)
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Minggu dengan keluhan kejang 1 jam SMRS. Kejang
berlangsung ± 2 menit dan kedua tangan kaki terlihat kaku. Sebelum kejang pasien sedang
demam 37,9 C. Awalnya pasien sedang berobat ke Puskesmas Kecamatan Cilandak karena
demam selama 1 minggu naik turun. Saat di Puskesmas pasien tiba-tiba saja kejang. Saat
kejang pasien diberikan obat anti kejang dan obat penurun panas lewat dubur.Lalu pasien
dibawa ke IGD RSUD Pasar Minggu. BAK dalam batas normal, BAB 2x cair ampas (+) Mual
(+) muntah (+) 3x berisi susu dan air. Batuk berdahak (+) selama seminggu disertai bunyi
26
grok-grok. Orang tua pasien mengatakan, pasien tidak pernah mengalami kejang seperti ini
sebelumnya dan dalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan kejang demam karena pasien mengalami kejang
setelah terjadi demam. Selain itu , melihat umur pasien yang masih 1 tahun 1 bulan dengan
tidak ada riwayat kejang sebelumnya, ditambah pasien mengalami kejang < 15 menit disertai
kaku pada kedua tangan dan kaki, hal ini mengarahkan pada diagnosa kejang demam jenis
sederhana. Dan pada pemeriksaan penunjang juga didapatkan elektrolit dan metabolic dalam
batas normal sehingga dapat didiagnosa kejang demam.
Tatalaksana yang diberikan di IGD sudah sesuai dengan tatalaksana yang dianjurkan
IDAI di mana pasien sudah tidak kejang sehingga diberikan antipiretik oral dan diazepam oral
DAFTAR PUSTAKA
27
https://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview5. Johnston MV. Seizures in
childhood. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, jenson HB. Dalam: Nelson textbook of
3. Camfield RP and Camfield SC. Management and treatment of febrile seizure. Curr Prob
4. Shinnar S. Febrile seizure. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferreiro DM. Pediatric
neurology principles and practice. Edisi ke empat. Philadelpia, USA: Mosby Elseiver ;
2006. h. 1079-86.
5. Widodo DP. Konsensus tatalaksana kejang demam. Dalam Gunardi H, Tehuteru ES,
Kurniati N, Advani N, Setyanto Db, Wulandari HF, et al, Penyunting. Kumpulan tips
pediatri. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. h. 193-203
2011;127:389-
of pediatrics
28