Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN November 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

KEJANG DEMAM

Oleh :

Rahmah Dwiyani S.Ked

K1B1 21 088

Pembimbing :

dr. Wa Ode Sitti Asfiah Udu, M.Sc, Sp.A

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN PEDIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan kejang yang paling sering terjadi pada anak
dan memiliki kemungkinan untuk berulang. Kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami
kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38C, dengan metode pengukuran suhu apa pun)
yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Kejang demam merupakan tipe
kejang yang sering ditemukan pada masa anak-anak, angka kejadian kejang
demam terjadi 2-5% pada anak. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat
mengalami kejang demam, namun jarang sekali.1,10
Secara umum kejang demam memiliki prognosis yang baik, namun sekitar
30% sampai 35% anak dengan kejang demam pertama akan mengalami kejang
demam berulang. Setiap tahunnya kejadian kejang demam di USA hampir 1,5
juta, dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan
puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang demam bervariasi di berbagai
negara.4
Pada tahun 1976, nelson dan ellenberg menggunakan data dari National
Collaborative Perinatal project lebih jauh mendefinisikan kejang demam menjadi
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana
didefinisikan sebagai kejang umum primer yang berlangsung kurang dari 15
menit dan tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam kompleks didefinisikan
sebagai fokal, berkepanjangan (15 menit), dan / atau berulang dalam 24 jam.14,15
Kejang demam ialah tantangan utama dalam praktik pediatric karena
insidensi tinggi pada anak kecil dan cenderung berulang.7 Bila ada riwayat kejang
tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam. Kejang
demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam. Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5
tahun pernah menderitanya.1,2 Dalam beberapa tahun belakagan, kesadarana akan
penanganan kasus kejang demam semakin tinggi karena melihat beratnya
komplikasi yang akan disebaban oleh penyakit ini.7
I. DEFINISI
Kejang adalah suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak
dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktifitas
yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebal yang sangat
berlebihan. Demam (pireksia) didefinisikan sebagai akibat peningkatan
pusat pengaturan suhu di hipothalamus yang dipengaruhi oleh interleukin
1 (IL-1). Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam
tinggi dapat membahayakan anak.1
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh
(suhu di atas 380C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak
disebabkan oleh proses intrakranial. Pada kejang demam, kejang yang
terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya
maka tidak disebut sebagai kejang demam. Bila bayi berusia kurang dari 1
bulan maka termasuk dalam kejang neonatus bukan kejang demam.2
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.3

II. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya kejadian kejang demam di USA hampir 1,5 juta,
dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan
puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang demam bervariasi di
berbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2-4% angka
kejadian kejang demam pertahunnya, sedangkan di India sebesar 5-10%
dan di Jepang 8,8%.4
Anak-anak berusia 12-30 bulan mewakili 50% dari semua anak
dengan kejang demam, sedangkan proporsi anak-anak yang mengalami
episode pertama kejang demam setelah usia empat tahun 6% -15%.
Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam berulang dan
kemudian meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi pada usia
kurang dari 1 tahun. Dapat diketahu bahwa 9% – 35% kejang demam
pertama kali adalah kompleks dan 25% kejang demam kompleks tersebut
berkembang ke arah epilepsi.3
Angka kejadian kejang demam di Asia dilaporkan lebih tinggi dan
sekitar 80% - 90% dari seluruh kejang demam sederhana. Kejadian kejang
demam di Indonesia disebutkan terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan
sampai dengan 3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami kejang
demam. Kejadian kejang demam laki-laki memiliki insiden kejang demam
yang sedikit lebih tinggi di bandingkan perempuan .5

III. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari kejang demam masih belum diketahui,
meskipun beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan hubungan
dengan faktor lingkungan dan genetik. Dalam sebuah studi keluarga
menunjukkan bahwa faktor genetik memainkan peran penting dan
ditemukan sepertiga dari anak-anak dengan kejang demam memiliki

riwayat keluarga yang positif. 6,7


Kejang demam dipicu oleh proses infeksi ekstrakranium. Infeksi
ini menyebabkan naiknya suhu tubuh yang berlebihan (hiperpireksia)
sehingga timbul kejang. Pada sebuah penelitian menunjukkan pencetus
kejang demam terbanyak adalah infeksi saluran napas atas (38%), diikuti
dengan otitis media (23%), pneumonia (15%), gastroenteritis (7%),
roseola infantum (5%), dan penyakit non-infeksi (12%).8

IV. FAKTOR RISIKO


Faktor risiko pertama yang penting pada kejang demam adalah
demam. Selain itu juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang
tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa
neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium rendah
merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam. Bila ada 2 atau lebih
faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30%. Kejang
demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah 9 :
a) Riwayat kejang demam dalam keluarga
b) Usia kurang dari 12 bulan
c) Temperatur yang rendah saat kejang
d) Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10% - 15%
kemungkinan  berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun
pertama.9
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari.
Faktor risiko menjadi epilepsi adalah 9 :
a) Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
b) Kejang demam kompleks.
c) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4% - 6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10% - 49%. Kemungkinan
menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.9

V. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kejang pada tingkat seluler sebenarnya berhubungan
dengan terjadinya paroxysmal depolarization shift (PDS) yaitu
depolarisasi pascasinaps yang berlangsung lama. Paroxysmal
depolarization shift merangsang lepas muatan listrik yang berlebihan pada
neuron otak dan merangsang sel neuron lain untuk melepaskan muatan
listrik secara bersama-sama sehingga timbul hipereksibilitas neuron otak.
Paroxysmal depolarization shift diduga disebabkan oleh kemampuan
membrane sel melepaskan muatan listrik yang berlebihan, berkurangnya
inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat (GABA), atau
meingkatnya eksitasi sinaptik oleh neurotransmitter glutamate dan
aspartate melalui jalur eksitasi yang berulang.10
Peningkatan temperatur dalam otak yang terjadi pada kejang
demam berpengaruh terhadap perubahan letupan aktivitas neuronal.
Perubahan temperatur tersebut menghasilkan sitokin yang merupakan
pirogen endogen, jumlah sitokin akan meningkat seiring kejadian demam
dan respons inflamasi akut. Demam juga akan meningkatkan sintesis
sitokin di hipokampus. Pirogen endogen, yakni interleukin 1ß, akan
meningkatkan eksitabilitas neuronal (glutamatergic) dan menghambat
GABA - ergic, peningkatan eksitabilitas neuronal ini yang menimbulkan
kejang. Bangkitan kejang dapat terjadi apabila 1) adanya depolarisasi
membran, 2) mekanisme eksitator lebih dominan dibanding inhibitor
(eksitator > inhibitor).3
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui,
diperkirakan bahwa demam menyebabkan peningkatan reaksi kimia tubuh.
Reaksi-reaksi oksidasi yang terjadi lebih cepat akan mengakibatkan
asupan oksigen cepat habis sehingga berujung pada timbulnya keadaan
hipoksia. Transpor aktif yang memerlukan adenosine triphosphate (ATP)
terganggu sehingga kadar ion Na intraselular dan ion K ekstraselular
meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun
atau kepekaan sel saraf meningkat.
Saat kejang demam terjadi akan timbul kenaikan konsumsi energi
di otak, jantung, otot, dan gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama sehingga kerusakan otak semakin
bertambah.1

VI. KLASIFIKASI
Klasifikasi kejang demam berdasarkan konsensus penatalaksanaan
kejang demam dari IDAI yang membagi 2 macam kejang demam yaitu:
a) Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit,
dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik
dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam
waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara
seluruh kejang demam.2,16
b) Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.2,16
Keterangan:
1) Kejang lama > 15 menit
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di
antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada
16% di antara anak yang mengalami kejang demam.2

VII. MANIFESTASI KLINIS


Sebagian besar kejang demam terjadi dalam 24 jam pertama sakit,
sering waktu suhu tubuh meningkat cepat, tetapi pada sebagian anak,
tanda pertama penyakit mungkin kejang dan pada yang lain, kejang terjadi
saat demam menurun. Derajat demam bukan merupakan faktor kunci yang
memicu kejang. Selama suatu penyakit, setelah demam turun dan naik
kembali sebagian anak dan sebagian anak lain tidak lagi mengalami
kejang pada sebagian anak lain tidak lagi mengalami kejang pada penyakit
demam berikutnya walaupun tercapai tingkatan suhu yang sama.11
Sebagian besar pasien mengalami kejang demam yang tidak terus
memburuk dan hanya akan sekali kejang selama suatu demam. Hanya
20% dari kejang demam pertama bersifat kompleks. Dari pasien yang
mengalami kejang demam kompleks, sekitar 80% mengalami kejang
pertama. Anak yang kemungkinan besar mengalami kejang demam tidak
dapat diketahui secara pasti sebelum kejadian. Namun, mereka cenderung
berusia kurang dari 18 bulan dan memiliki riwayat disfungsi neurologik
atau gangguan perkembangan.11
Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat  pertolongan
pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur
pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut
periode mengantuk singkat  pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik
atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.2,16

VIII. DIAGNOSIS
Kejang demam dapat didiagnosis hanya setelah kausa kejang lain
disingkirkan. Hal ini mengharuskan kita menyingkirkan berbagai
kemungkinan etiologi, misalnya infeksi susunan saraf pusat, gangguan
metabolisme, dan lesi struktural pada susunan saraf.11
a. Anamnesis (Subyektif)
Keluhan Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai
dari perjalanan penyakit sampai tiba kejang. Perlu deskripsi kejang
seperti tipe kejang, lama, frekuensi dan kesadaran pasca kejang.
Berdasarkan anamnesis, penting untuk melihat serangan kejang
dihadapkan kita, dan pemeriksaan penunjang, sangatlah penting
membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau
bukan kejang.5

Tabel. 1. Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejang 9

Keadaan Kejang Menyerupai


Kejang
Onset Tiba-tiba Mungkin gradual
Lama serangan Detik / menit Beberapa menit
Kesadaran Sering Jarang terganggu
terganggu
Sianosis Sering Jarang
Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
Stereotipik serangan Selalu Jarang
Lidah tergigit atau Sering Sangat jarang
luka lain
Gerakan abnormal Selalu Jarang
bola mata
Fleksi pasif Gerakan tetap Gerakan hilang
ekstremitas ada
Dapat diprovokasi Jarang Hampir selalu
Tahanan terhadap Jarang Selalu
gerkan pasif
Pasca serangan- Hamper selalu Tidak pernah
bingung
EEG iktal abnormal Selalu Hamper tidak
pernah
EEG pasca-iktal Selalu Jarang
abnormal

Perlu dicari adanya faktor risiko pencetus atau penyebab


kejang. Sebagian besar merupakan serangan kejang klonik umum
atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post
iktal. Penting untuk ditanyakan dalam laporan sebelumnya,
masalah medis yang berhubungan, pengobatan, trauma, masalah
infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.
Riwayat kejang demam dalam keluarga juga perlu ditanyakan. 9,5

Faktor Risiko
1. Demam
a. Permintaan yang ditambahkan pada KD, akibat:
- Infeksi saluran pernafasan
- Infeksi saluran pencernaan
- Infeksi THT
- Infeksi saluran kencing
- Roseola infantum / infeksi virus akut lain.
- Paska imunisasi
b. Derajat demam:

- 75% dari anak dengan demam >39 ° C


- 25% dari anak dengan demam > 40 ° C
2. Usia
- Terjadi pada usia 6 bulan- 6 tahun
- Puncak tertinggi pada usia 17-23 bulan
- Kejang demam sebelum usia 5-6 bulan mungkin
disebabkan oleh infeksi SSP
- Kejang demam diatas berumur 6 tahun, perlu ditambah
kejang demam plus.
3. Gen
 Risiko meningkat 2–3x bila saudara sekandung
meningkat kejang demam
 Risiko naik 5% bila orang tua bertambah kejang
demam. 5
Kejang demam terjadi pada anak 2 – 4 % anak berumur 6
bulan – 5 tahun. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan dan anak yang pernah kejang tanpa demam lalu
mangalami kejang demam tidak termasuk dalam kejang demam.
Bila kejang didahului oleh demam terjadi pada anak umur kurang
dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun, pikirkan kemungkinan lain
seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disertai penyakit
saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati, kejang pada
keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam
karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistim susunan saraf
pusat.9
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dimulai dengan tanda-tanda vital salah
satunya untuk memastikan apakah terdapat demam. Pada kejang
demam tidak ditemukan penurunan kesadaran. Pemeriksaan umum
untuk mencari tanda-tanda infeksi penyebab demam diluar SSP
seperti ISPA, OMA, ISK dan lain-lain. Pemeriksaan neurologi
meliputi reflex pupil, saraf kranial, motrik, tonus otot, refleks
fisiologis dan patologis. Pada kejang demam tidak ditemukan
defisit neurologis. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal seperti
kaku kuduk, bruzinski I, II, kernique sign, laseque dapat dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi SSP. Pemeriksaan
tanda terjadinya tekanan intrakranial dapat dinilai dengan ubun-
ubun besar menonjol serta papil edema. 5
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah. Jika dicurigai adanya
meningitis bakterialis perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah
dan kultur cairan serebrospinal. Pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR) terhadap virus herpes simpleks dilakuakn pada
kasus dengan kecurigaan ensefalitis. 2,10
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan
yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum
baik. Indikasi pungsi lumbal:
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
Pemeriksaan EEG (elektroensefalografi) tidak diperlukan
untuk kejang demam, kecuali apabila bangkitan bersifat fokal.
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya
fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Pemeriksaan EEG segera dalam 24-48 jam setelah kejang atau
sleep deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan.
Beratnya keainan EEG tidak selalu berhubungan dengan beratnya
klinis. Gambaran EEG yang normal atau memperlihatkan kelainan
minimal menunjukan kemungkinan pasien terbebas dari kejang
setelah obat antiepilepsi dihentikan.2,10
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala)
tidak rutin dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana.
Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis
atau paresis nervus kranialis. Foto X – ray kepala dan pencitraan
seperti computed tomography scan (CT – scan) atau magnetic
resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti 2,10 :

1) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)


2) Paresis nervus VI
3) Papiledema

IX. PENATALAKSANAAN
a. Tatalaksana Saat Kejang
Pada umumnya kejang berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang, biasanya kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang
dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah
0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. 2
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap
kejang, dianjurkanke rumah sakit. 2
Evaluasi tanda vital serta penilaian airway, breathing, circulation
(ABC) harus dilakukan seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan.
Pemilihan jenis obat serta dosis anti-konvulsan pada tata laksana
kejang sangat bervariasi antar institusi. Berikut ini adalah algoritma
tata laksana kejang akut berdasarkan Konsensus UKK Neurologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2
Keterangan:
Diazepam : diberikan secara IV 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg)
dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit. Bila kejang berhenti
sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
Fenobarbital : untuk pemberiannya boleh diencerkan dengan NaCl 0,9%
1:1 dengan kecepatan yang sama
Midazolam buccal : dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM,
ambil sesuai dosis yang diperlukan dengan menggunakan
spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan teteskan pada
buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal
berdasarkan kelompok usia;
 2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
 5 mg (usia 1 – 5 tahun)
 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
Tapering off midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24
jam setelah pemberian midazolam, maka pemberian midazolam
dapat diturunkan secara bertahap dengan kecepatan 0,1 mg/jam
dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang.
Medazolam: Pemberian midazolam infus kontinyu seharusnya di ICU,
namun disesuaikan dengan kondisi rumah sakit.
Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam
keadaan tidak kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10
mg/kg IV dilanjutkan dengan pemberian rumatan bila diperlukan. 2

b. Tatalaksana demam
Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak
ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak
di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-
6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. 2
 Antikonvulsan Intermiten
Pemberian antikonvulsan intermiten penting untuk
mencegah anak-anak mengalami kejang demam. Yang dimaksud
dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan
yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di
bawah ini 2 :
1) Kelainan neurologis berat, misalnya serebral palsy
2) Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
3) Usia <6 bulan
4) Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39oC
5) Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali
per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg
dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari,
dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam
intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi
dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam. 2
Komplikasi sekunder akibat pemakaian obat anti-konvulsan
adalah depresi napas serta hipotensi, terutama golongan
benzodiazepin dan fenobarbital. Efek samping propofol yang harus
diwaspadai adalah propofol infusionsyndrome yang ditandai
dengan rabdomiolisis, hiperkalemia, gagal ginjal, gagal hati, gagal
jantung, serta asidosis metabolik. Pada sebagian anak, asam
valproat dapat memicu ensefalopati hepatik dan hiperamonia. 2
 Antikonvulsan Rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):
1) Kejang lama > 15 menit
2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd, palsi serebral,
retardasi mental, hidrosefalus.
3) Kejang fokal.

Perngobatan rumat dipertimbangkan bila kejang berulang


dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan, kejang demam > 4 kali per tahun.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Namun, pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah
asam valproat. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari
dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2
dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian
pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan
tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang
demam.2

c. Edukasi Pada Orang tua


Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orang
tua. Pada saat kejang, sebagian besar orang tua beranggapan bahwa
anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan
cara diantaranya 2 :
1) Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya
mempunyai prognosis baik.
2) Memberitahukan cara penanganan kejang.
3) Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang
kembali.
4) Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya
kejang memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek
samping obat.
d. Tatalaksana Awal Dirumah
Pada kasus kejang demam sebaiknya para orang tua telah memiliki
sedikitnya pegetahuan untuk melakuakan penanganan pertama
terhadap anak dengan kejang demam, beberapa yang harus dilakuakan
jika anak mengalami kejang demam sebagai berikut 2 :
1) Tetap tenang dan tidak panik.
2) Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3) Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
4) Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat
kecil) lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
5) Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6) Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7) Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari
5 menit. Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam
rektal hanya boleh diberikan satu kali oleh orangtua.
8) Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak
berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak
tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.
9) Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12
kg.
X. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
 Meningitis
Meningitis aseptik adalah penyakit yang ditandai dengan
peradangan serosa pada lapisan otak (misalnya meninges), biasanya
disertai dengan pleositosis mononuklear. Manifestasi klinis bervariasi,
dengan sakit kepala dan demam mendominasi. 8
 Ensefalitis
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut pada jaringan parengkim
otak yang disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme
baik virus, bakteri, dan parasit yang menyebabkan disfungsi otak.
Ensefalitis juga dapat disertai dengan deficit neuroligis yang nyata yang
ditandai dengan kejang, penururnan fungsi motorik, hingga penururnan
kesadaran. 8
 Epilepsi
Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan
berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan
paroksimal.Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal
(parsial) dan kejang umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada
satu bagian dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai
kehilangan kesadaran parsial sedangkan pada kejang umum, lesi
mencakup area yang luas dari korteks otak dan biasanya mengenai kedua
hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk dalam
epilepsi umum. 9

XI. KOMPLIKASI
Sebagian besar kejang demam tidak memiliki efek jangka panjang
dan dapat sembuh tanpa komplikasi, pada kejang demam sederhana tidak
menyebabkan kerusakan otak, retardasi mental dan kesulitan belajar.
Komplikasi yang sering terjadi yaitu terjadinya kejang demam berulang
dengan ambang demam yang lebih rendah sushunya. Risiko berkembang
menjadi epilepsi sebesar 1,5 % dan 2,5 % pada anak dibawah 12 bulan. 14
XII. PROGNOSIS
Pada anak atau bayi yang telah menderita kejang demam sederhana
harus dilakukan evaluasi lebih lanjut terkait dengan penyabab demam
anak.14 Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus
kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi
melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang
mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi
kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama. 2,16
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus bila
terdapat faktor yang dapat mencetuskan kejang berulang, kemungkinan
berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat
faktor kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama. 6,16
Anak dengan kejang kompleks cenderung meninggal setelah dua
tahun kemudian dibandingkan dengan anak dengan tanpa kejang demam.
Dalam penelitian di UK, menyatakan bahwa anak pada usia 10 tahun
tidak memiliki perbedaan intelektual antara anak dengan kejang demam
sederhana atau kompleks. Anak dengan kejang demam sederhana dapat
sembuh sekitar 4% tanpa faktor risiko tetapi 75% anak memiliki faktor
risiko tersbut. 12
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Angka kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam
sederhana dengan perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi
umum.16
DAFTAR PUSTAKA
1. Indrayati, N., Haryanti, D. 2019. Gambaran Kemampuan Orangtua Dalam

Penanganan Pertama Kejang Demam Pada Anak Usia. Jurnal Ilmiah Permas:

Jurnal Ilmiah STIKES Kendal 9(2): 149-154.

2. Ismael,S., Pusponegoro; H.D., Widodo. D.P., Mangunatmadja. I.,

Handryastuti. S. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Status epileptikus.

Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

3. Purnasiwi D, Lusmilasary, L., Hartini, S. 2018. Faktor Risiko Kejadian

Kejang Demam pada Anak di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta.

Jurnal Ilmu Keperawatan 3(2): 67-73.

4. Rasyid, Z., Astuti, D.K., Purba, C.V. 2019. Determinan Kejadian Kejang

Demam pada Balita di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Mulia Pekanbaru.

Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia 3(1):1-6.

5. Ikatan Dokter Idonesia. 2014. Pedoman Praktik Klinis Doker Umum Di

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. IDI.

6. Laino, D., Mencaroni, E., Esposito, S. 2018. Management of Pediatric Febrile

Seizures. International Journal of Environmental Research and Public Health

15(10): 1-8.

7. Leung, A., Hon, K., Leung, T. 2018. Febrile seizures: an overview. Drugs In

Context 7(212536): 1-12.

8. Arief RF. Penatalaksanaan Kejang Demam. CDK: Jakarta. 2015.

9. Ismet. 2017. Kejang Demam. Jurnal kesehatan Melayu 1(1): 41-44.

10. Pudjiadi, A.H. Latief, A., Budiwardhana, N. 2013. Buku Ajar: Pediatri Gawat

Darurat. Jakarta: Ikatan Dokter Anak I


11. Rudolph, A.M., Hoffman, J.I.E., Rudolph, C.D. 2007. Buku ajar Pediatri

Rudolph. Volume 2. Jakarta: EGC.

12. Bauman. J,R. 2018. Pediatric Febrile Seizures. Medscape.

13. Ruslie RB, Darmadi. Diagnosis dan tatalaksana Terkini Kejang Dema. Jurnal

Kedokteran Meditek Vol. 18 No. 47. 2012.

14. American Academy of Pediatrics. 2021. Clinical Practice —Febrile Seizures:

Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child With a Simple

Febrile Seizure. Washington DC. 127(2) : 393

15. Nelson KB, Ellenberg JH. 1976. Predictors of epilepsy in children who have

experienced febrile seizures. N Engl J Med.;295(19): 1029 –1033

16. Ismael,S., Pusponegoro; H.D., Widodo. D.P., Mangunatmadja. I.,

Handryastuti. S. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam.

Jakarta. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

Anda mungkin juga menyukai