Anda di halaman 1dari 22

1

LAPORAN PENDAHULUAN KDS

A. Defenisi
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada
massa kanak-kanak (American Academy of Pediatrics,2008;Johnston, 2007).
Kejang demam biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun, dengan insiden
puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18 bulan. Kejang demam
jarang terjadi pada anak dibawah 6 bulan dan di atas 5 tahun. Kejang demam
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan terjadi peningkatan risiko pada anak
yanga memiliki riwayat kejang demam pada keluarga. Kejang demam berkaitan
dengan demam, biasanya terkait penyakit virus. Kejang tersebut biasanya jinak,
tetapi dapat sangat menakutkan baik bagi anak maupun keluarga. Pada sebagian
besar kasus, prognosis sangat baik. Kejang demam ini terjadi tanpa adanya
infeksi intracranial, gangguan metabolik, (Reese C, et al, 2012).

B. Epidemiologi
Angka kejadian kejang demam pada 2-4% anak berumur 6 bulan- 5 tahun.
Anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dengan perbandingan sekitar 1,4 :
1. Kejang demam pertama paling sering terjadi pada usia 1 hingga 2 tahun
(Pusponegoro dkk,2006, Lumbantobing,2007).

C. Etiologi
Faktor penting dalam kejang demam adalah demam, umur, genetik, riwayat
prenatal dan perinatal. Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang
paling sering berhubungan dengan kejang demam. Gastroenteritis terutama yang
disebabkan oleh Shigella atau Campylobacter, dan infeksi saluran kemih
merupakan penyebab lain yang lebih jarang (Moe, et al, 2007).

D. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Diduga penyebab
kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat.
Penyebab kejang diduga berhubungan dengan puncak suhu. Hipertermia
mengurangi mekanisme yang menghambat aksi potensial dan meningkatkan
transmisi sinaps eksitatorik. pada penelitian hewan didapatkan peningkatan
ekstabilitas neuron otak selama proses maturasinya. Suhu yang sering
menimbulkan kejang demam adalah 38,5%0C (Basuki, 2009).
Penelitian pada kejang demam berhasil mengidentifikasi febrile seizures
susceptibility genes pada 2 lokus, yaitu FEB1 (kromosom 8q13-q21) dan FEB2
(kromosom 19p13.3), bersifat autosomal dominan dengan penetrasi tidak
lengkap. Hal ini menjelaskan mengapa kejang demam lebih sering terjadi dalam
satu keluarga. Mutasi genetik dari kanal ion natrium atau Na’channelopathy dan
gaminobutiric acid A receptor merupakan gangguan genetik yang mendasari
terjadinya kejang demam.

2
3

Penelitian pada hewan coba menunjukan kemungkinan peran pirogen


endogen seperti interleukin 1β yang dengan meningkatkan eksitabilitas neuron,
mungkin menghubungkan demam dengan bangkitan kejang. Penelitian
pendahuluan pada anak mendukung hipotesis bahwa cytokine network
teraktivasi dan diduga berperan dalam pathogenesis kejang demam. Namun,
segnifikansi klinis dan patologis pengamatan ini masih belum jelas (Gatti, 2002).
Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam
antara lain:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral
Dari beberapa faktor diatas yang menyebabkan kejang demam maka masalah
yang bisa muncul diantaranya ialah:
Perfusi jaringan serebral yang tidak efektif disebabkan karena rangsang mekanik
dan biokimia yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler difusi Na dan K yang akhirnya terjadi kejang kurang dari 15 menit
atau lebih dari 15 menit yang menimbulkan resiko kerusakan sel neuron, selain
itu resiko cedera juga terjadi dikarenakan adannya inkordinasi kontraksi otot
mulut dan lidah saat anak mengalami kejang, hipertermi pada anak terjadi setelah
kejang saat aktivitas otot meningkat, metabolisme dan suhu juga mengalami
peningkatan dan kurangnya pengetahuan orang tua dalam menangani dan
mencegah kejang demam pada anak.

E. Faktor Risiko
Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :
1. Faktor Demam
Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan
kejang demam 2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang mengalami
demam lebih dari dua jam. Anak dengan demam lebih besar dari 390C
memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang demam
disbanding dengan anak yang demam kurang 390C.
2. Faktor Usia
Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko
bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang lebih dari dua
tahun. (Fuadi,2010).
3. Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor
risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupun
saudara kandung (first degree relative).
a) Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang
demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
b) Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita
kejang demam mempunyau risiko untuk terjadi bangkitan kejang
demam 20%-22%.
4

c) Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah


menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang
demam meningkat menjadi 59%-64%. Demam diwariskan lebih banyak
oleh ibu dibandingkan ayaj, 27% berbanding 7% (Fuadi,2010)

4. Faktor Perinatal dan Pascanatal


 Kehamilan pada umur lebih 35 tahun
 Barat lahir sangat rendah atau amat sangat rendah memudahkan
timbulnya bangkitan kejang demam (Fuadi,2010).
5. Faktor Vaksinasi/Imunisasi
Risiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa imunitas pada anak,
seperti imunisasi difteri, tetanus dan pertuasis (DPT) atau measles-mumps-
rubella (MMR). (Mayo Clinic, 2012).

F. Klasifikasi Kejang Demam


1. Kejang demam Sederhana (KDS)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% dari seluruh kejadian kejang demam
(Pusponegoro, 2006).
2. Kejang Demam Kompleks (KDK)
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri
kejang lama yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi,
atau kejang umum didahului kejang parsial, atau berulang lebih dari 1 kali
dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam
(Pusponegoro,2006).

G. Tanda dan Gejala Klinis


 Kejang demam berlangsung singkat, serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral.
 Seringkali kejang berhenti sendiri.
 Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak.
 Setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
deficit neurologis.
 Peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38OC

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin
(The Barbara, 2011).
5

2. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus
infeksinya (Guidelines, 2010).
3. Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
4. Radiologi
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana.
Dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
5. Elekroensefalografi (EEG)
Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.

I. Penatalaksanaan
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
1. Pengobatan fase akut
Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
a. Pertahankan jalan napas
b. Lindungi anak dari trauma/cidera
c. Posisikan anak tidur setengah duduk
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
2. Mencari dan mengobati penyebab demam
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas
indikasi untuk mencari penyebab.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila sering
berulang dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada dua cara
pengobatan profilaksi :
1) Profilaksi intermitten pada waktu demam
2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari
Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengna berat
badan ≤ 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan ≥ 10 kg, setiap
pasien menunjukan suhu 38,5OC atau lebih. Diazepam dapat pula
diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis pada waktu pasien demam.
Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan pemberian
obat rumat. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam
menunjukan ciri sebagai berikut:
a) Kejang lama > 15 menit.
b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy, retardasi
mental, Hidrosefalus.
c) Kejang fokal.
d) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada baiyi kurang dari 12 bulan
6

 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.


Obat pilihan adalah asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari. Untuk
fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan
selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.
7

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang
tua, penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan
serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum
3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang
berusia kurang dari 18 bulan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami
kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks
biasanya mengalami penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan
anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada
jenis kejang demam yang dialami anak.
c. Riwayat perkembangan anak
Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta
mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
d. Riwayat imunisasi
Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit
infeksi atau virus seperti virus influenza.
e. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual
dan muntahnya.
f. Pengetahuan keluarga
Pemahaman penyakit dan perawatan
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum biasanya anak rewel
b. TTV
1) Suhu : >38,0⁰C
2) Respirasi: Pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
3) Nadi : >100 x/menit
c. BB
Pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
d. Kepala
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata
8

Biasanya simetris kiri-kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.


f. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
g. Telinga
Bentuk simetris kiri-kanan, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran
yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h. Hidung
Penciuman baik, ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa
hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
b) Palpasi: vremitus kiri kanan sama
c) Auskultasi: ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
2) Jantung
Terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah
kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea
parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea
parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
k. Abdomen
Lemas dan datar, kembung
l. Anus
Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
m. Ekstermitas :
1) Atas : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
2) Bawah : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
3. Aktivitas kejang
Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang
4. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai
GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
9

dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu


memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
10

C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Terapi oksigen 3320 1. Memastikan jalan
perfusi jaringan serebral keperawatan diharapkan masalah 1. Pertahankan kepatenan
nafas tidak terganggu.
berhubungan dengan ketidakefektifan perfusi jaringan jalan nafas
gangguan afinitas Hb serebral dapat teratasi dengan 2. Berikan oksigen tambahan 2. Agar suplay oksigen
Oksigen, penurunan Hb kriteria hasil: sesuai yang diperintahkan
terpenuhi
oksigen, hipervolemia, Status neurologi 0909
hipoventilasi. 1. Kesadaran dari 3 (cukup Manajemen edema serebral
terganggu) menjadi 5 (tidak 2540
terganggu) 1. Monitor adanya
2. Tekanan intrakranial dari 2 kebingungan, perubahan
(banyak terganggu) menjadi 5 pikiran, keluhan pusing dan
(tidak terganggu) pingsan.
2. Monitor tanda-tanda vital 1. Mengkaji keluhan
3. Pola bernafas dari 2 (banyak
terganggu) menjadi 5 (tidak 3. Monitor TIK dan CPP yang dirasakan
terganggu) 4. Kurangi stimulus dalam
lingkungan pasien 2. Mengetahui status
4. Aktivitas kejang dari 3 (sedang)
menjadi 5 (tidak ada) 5. Berikan anti kejang, sesuai kardiorespirasi pasien
kebutuhan
3. Meminalisir adanya
tingkatan pada TIK
dan CPP
4. Batasi kunjungan
pada pasien
5. Meminimalkan
adanya pembekuan
dara
11

2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Perawatan demam 3740


berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah 1. Pantau suhu dan tanda- 1. Pemantauan tanda-
dehidrasi, suhu hipertermi dapat teratasi dengan tanda vital lainnya
lingkungan tinggi, kriteria hasil: 2. Monitor asupan dan tanda vital dapat
penyakit, peningkatan Termoregulasi 0800 keluaran,sadari perubahan menentukan
laju metabolisme. 1. Tingkat pernafasan dari 1 kehilangan cairan yang tak
(sangat terganggu) menjadi 4 dirasakan perkembangan
(sedikit terganggu) 3. Dorong konsumsi cairan keperawatan
2. Hipertermi dari 1(berat) menjadi 4. Beri obat atau cairan IV
4 (ringan) (antipiretik, agen anti selanjutnya.
3. Sakit kepala dari 2 (banyak bakteri dan agen anti 2. Pemantauan asupan
mengganggu) menjadi 5 (tidak menggigil)
terganggu) 5. Tutup pasien dengan dan keluaran untuk
selimut atau pakaian ringan, mengetahui
tergantung pada fase
demam (memberikan kebutuhan cairan
selimut hangat untuk fase yang dibutuhkan
dingin, menyediakan
pakaian atau linen tempat sehingga pemberian
tidur ringan untuk demam cairan dapat diberikan
dan fase bergejolak/flush)
6. Fasilitasi istirahat, terapkan secara tepat.
pembatasan aktivitas. 3. Kebutuhan cairan
7. Pantau komplikasi-
komplikasi yang meningkat karena
berhubungan dengan adanya proses
demam serta tanda dan
gejala kondisi penyebab penguapan.
demam (kejang, penurunan 4. Antipiretik berfungsi
tingkat kesadaran,dll)
untuk menurunkan
panas.
5. Proses hilangnya
12

panas akan terhalangi


oleh pakaian tebal dan
tidak dapat menyerap
keringat.
6. Aktifitas yang
berlebihan dapat
meningkatkan
metabolisme dan
panas.
7. Pemantauan yang
ketat untuk
menghindari
terjadinya kondisi
yang lebih buruk serta
dapat memberikan
intervensi secara
cepat dan tepat.
3. Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Lingkungan 6480
Faktor-faktor risiko : keperawatan diharapkan masalah 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Meminimalisir
Eksternal resiko cidera dapat teratasi dengan aman bagi pasien terjadinya cedera
1. Fisik (contoh : kriteria hasil: 2. Singkirkan benda-benda fisik bagi pasien.
rancangan struktur 1. Mampu menjelaskan cara berbahaya dari lingkungan 2. Meminimalisir
terjadinya cedera
13

dan arahan mencegah injury dari 1 (berat) 3. Sediakan tempat tidur dan fisik bagi pasien.
masyarakat, ke 4 (Ringan) lingkungan yang bersih 3. Meminimalisir
bangunan dan atau 2. Mampu menggunakan fasilitas dan nyaman terjadinya cedera
perlengkapan; mode kesehatan yang ada dari 1 fisik bagi pasien.
transpor atau cara (sangat terganggu) ke 4( sedikit
perpindahan; terganggu) Manajemen Kejang 2680 1. Meminimalisisr rasa
Manusia atau 3. Mampu mengenali perubahan 1. Longgarkan pakaian tidak nyaman pada
penyedia pelayanan) status kesehatan dari 1 (sangat 2. Balikkan badan klien ke pasien
2. Biologikal ( contoh : terganggu) ke 4 (sedikit satu sisi 2. Mencegah
tingkat imunisasi terganggu) 3. Pandu gerakan klien komplikasi
dalam masyarakat, 4. Mampu memodifikasi gaya 4. Monitor arah kepala dan dekubitus
mikroorganisme) hidup untuk mencegah injury mata selama kejang 3. Meminimalisisr
3. Kimia (obat- dari 1 (berat) ke 4 (ringan) 5. Tetap di sisi klien selama adanya cedera
obatan:agen farmasi, kejang 4. Meminimalisir
alkohol, kafein, 6. Catat karakteristik kejang resiko cedera saat
nikotin, bahan kejang.
pengawet, kosmetik; 5. Melakukan
nutrien: vitamin, pengawasan saat
jenis makanan; pasien kejang
racun; polutan) 6. Mencatat frekuensi
4. Internal kejang
a. Psikolgik
(orientasi afektif)
14

b. Mal nutrisi
c. Bentuk darah
abnormal, contoh
:
leukositosis/leuko
penia
d. Perubahan faktor
pembekuan,
e. Trombositopeni
f. Sickle cell
g. Thalassemia,
h. Penurunan Hb,
i. Imun-autoimum
tidak berfungsi.
j. Biokimia, fungsi
regulasi (contoh :
tidak
berfungsinya
sensoris)
k. Disfugsi
gabungan
l. Disfungsi efektor
m. Hipoksia jaringan
15

n. Perkembangan
usia (fisiologik,
psikososial)
5. Fisik (contoh :
kerusakan
kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan
mobilitas)

4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Pengajaran: Proses Penyakit


berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah 5602
Gangguan fungsi kurang pengetahuan dapat teratasi 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Mengetahui
kognitif, gangguan dengan kriteria hasil: dengan proses penyakit sejauhmana

memori, kurang Pengetahuan:Proses penyakit yang spesifik pengetahuan yang

informasi, kurang 1803 2. Jelaskan patofisiologi dimiliki keluarga dan

sumber pengetahuan, 1. Faktor resiko dari 1 (tidak ada penyakit dan bagaimana kebenaran informasi

kurang minat untuk pengetahuan) menjadi 4 hubungannya dengan yang di dapat.

belajar. (pengetahuan banyak) anatomi fisiologi, sesuai 2. Menambah wawasan


2. Tanda dan gejala penyakit dari kebutuhan keluarga terkait faktor

2 (pengetahuan terbatas) 3. Jelaskan tanda dan gejala yang dapat

menjadi 4 (pengetahuan yang umum dari penyakit, menimbulkan kejang

banyak) sesuai kebutuhan demam.

3. Proses perjalanan penyakit 4. Jelaskan mengenai proses 3. Memberikan


16

biasanya dari 1 (tidak ada penyakit, sesuai kebutuhan informasi kepada


pengetahuan) menjadi 4 5. Jelaskan komplikasi kronik keluarga terkait gejala
(pengetahuan banyak) yang mungkin ada, sesuai yang timbul dari
4. Tanda dan gejala komplikasi kebutuhan kejang demam.
penyakit dari 1 (tidak ada 6. Edukasi mengenai tanda 4. Memberikan
pengetahuan) menjadi 4 gejala yang harus informasi kepada
(banyak pengetahuan) dilaporkan kepada petugas keluarga sehingga
5. Manfaat manajemen penyakit kesehatan. keluarga bisa
dari 1 (tidak ada pengetahuan) 7. Jelaskan alasan dibalik mengambil
menjadi 4 (banyak terapi yang sikap/tindakan secara
pengetahuan) direkomendasikan tepat.
5. Memberikan
informasi kepada
keluarga apabila
kejang demam tidak
segera dilakukan
penanganan.
6. Sebagai upaya
mendidik keluarga
dalam penanganan
terkait kejang demam.
7. Memberikan
informasi kepada
17

keluarga terkait tujuan


setiap tindakan
perawatan.
18
19

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi

pada anak dibawah umur 5 tahun. Perlu diwaspadai karena kejang yang lama

(lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian, kerusakan saraf otak

sehingga menjadi epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental. Demam, umur,

genetik, riwayat prenatal dan perinatal dapat memicu terjadinya kejang demam.

Klasifikasi kejang demam ada dua, yaitu kejang demam sederhana yang

berlangsung secara singkat kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu

24 jam. Sedangkan kejang demam kompleks merupakan kejang yang

berlangsung lebih dari 15 menit dan dapat berulang lebih dari 1 kali dalam 24

jam. Kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang

cepat yang mengurangi mekanisme menghambat aksi potensial dan

meningkatkan transmisi sinaps eksitatorik. Tanda gejala yang mungkin muncul

seperti peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38oC. pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan yaitu laboratorium darah, urinalisis, fungsi

lumbal, radiologi, EEG dan penatalaksanaan medis berupa mencari dan

mengobati demam terlebih dahulu dan memberikan pengobatan profilaksis

terhadap kejang yang berulang.

Selanjutnya untuk asuhan keperawatan perlu dilakukan dengan melakukan

proses keperawatan dari pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan

evaluasi. Pegkajian yang dilakukan merupakan pengkajian secara komperehensif.


20

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu ketidakefektifan perfusi

jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan sirkulasi otak, hipertermia

berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, resiko cidera berhubungan

dengan gangguan sensasi, dan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang

informasi.

B. Saran

Anak yang mengalami kejang demam perlu mendapat perhatian lebih dan

penatalaksanaan yang tepat. Oleh sebab itu, peran orang tua sangat penting

dalam mengetahui kondisi anak, apakah memiliki tanda gejala, faktor risiko, dan

kemungkinan kekambuhan. Mematuhi peraturan penggunaan obat dari dokter

dan jadwal kontrol juga sangat penting.


21

DAFTAR PUSTAKA

Andretty Rezy P. 2015. Hubungan Riwatar Kejang Demam Dengan Angka Kejadian
eplilepsi di Dr.Moewardi. Universitas Muhammadiah Surakarta

Aziz, H. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, edisi 2. Jakarta: Salemba


Medika

Fida & Maya. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika .

Harjaningrum, A. 2011. Smart Patient: Mengupas Rahasia Menjadi Pasien Cerdas.


Jakarta: PT. Linggar Pena Kreativa.

Jones, T., & Jacobsen, S. T. 2007. Childhood Febrile Seizures: Overview and
Implication. Int J Med Sci.

Mohammadi, M. 2010. Febrile Seizures: Four Steps Alogarithmic Clinical


Approch.Irania Journal of Pediatric, volume 20 (No1), page 5-15
http://journals.tums.ac.ir

Munir Badrul. 2015, Neurologi Dasar. Cetakan pertama, Universitas Brawijaya Malang,
Sagung Seto. Jakarta

Riandita, A. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Deman Dengan
Pengelolaan Demam Pada Anak. Jurnal Media Medika Muda

Rahayu, S. 2015. Model Pendidikan Kesehatan Dalam Meningkatkan Pengatahuan


Tentang Pengelolaan Kejabg Demam Pada Ibu Balita Di Posyandu Balita.
Politeknik Kesehatan Surakarta

Suriadi, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak.Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta
22

Anda mungkin juga menyukai