Anda di halaman 1dari 8

KEJANG DEMAM

DEFENISI KEJANG DEMAM


◦ Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada ke­naikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium1.
◦ Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.
◦ Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) (1993, dalam Pellock, 2014) kejang demam merupakan gangguan
neurologis akut yang paling umum terjadi pada bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat.
Kejang demam terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia 3 tahun.
Kejang demam dapat terjadi bila suhu tubuh diatas 38oC dan suhu yang tinggi dapat menimbulkan serangan kejang 2.
◦ Kejang demam pediatrik, yang merupakan gangguan kejang masa kanak-kanak yang paling umum, hanya ada dalam
hubungan dengan peningkatan suhu. Bukti menunjukkan, bagaimanapun, bahwa mereka memiliki sedikit hubungan dengan
fungsi kognitif, sehingga prognosis untuk fungsi neurologis yang normal sangat baik pada anak-anak dengan kejang
demam3.
KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
A. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure)
Menurut American Academy of Pediatrics (2011), kejang demam dibagi menjadi dua jenis diantaranya adalah simple febrile seizureatau kejang demam sederhana dan
complex febrile seizure atau kejang demam kompleks2.
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 me­nit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum (tonik dan atau klonik), tanpa gerakan
fokal dan tidak berulang. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam1,3. pada kejang
demam sederhana umumnya terdiri dari tonik umum dan tanpa adanya komponen fokus dan juga tidak dapat merusak otak anak, tidak menyebabkan gangguan
perkembangan, bukan merupakan faktor terjadinya epilepsi dan kejang demam kompleks umumnya memerlukan pengamatan lebih lanjut dengan rawat inap 24 jam.

B. Kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:1
◦ Kejang lama > 15 menit
◦ Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
◦ Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama
terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali
atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.
FAKTOR RISIKO KEJANG DEMAM
a. Resiko kekambuhan kejang demam merupakan kejang demam yang terjadi kedua kalinya sebanyak setengah dari pasien tersebut. Usia pada saat kejang demam pertama merupakan faktor
resiko yang paling penting dalam kekambuhan ini, karena semakin muda usia pada saat kejang demam pertama, semakin tinggi resiko keambuhan terjadi dan sebagai perbandingan,
sebanyak 20% yang memiliki kekambuhan kejang demam pertama adalah usia tua lebih dari 3 tahun

b. Resiko epilepsi merupakan resiko mengembangnya kejang setelah terjadi kejang demam dan berdampak pada keterlambatan perkembangan atau pemeriksaan neurologis yang abnormal
sebelum terjadi kejang demam, riwayat kejang demam kompleks dan terjadi kejang demam berkepanjangan serta menjadi resiko epilepsi. Resiko epilepsi ini merupakan faktor bawaan
yang sudah ada sebelumnya seperti perinatal, genetik atau keturunan

c. Resiko perkembangan, kecacatan perilaku dan akademik pada anak kejang demam adalah tidak lebih besar dari pada populasi umum dan anak dengan kejang demam berkepanjangan
dapat mengembangkan konsekuensi neurologis jangka Panjang

d. Status demam epileptikus adalah kejang demam yaang memiliki durasi lebih dari 30 menit dan merupakan bentuk paling parah dan berpotensi mengancam nyawa dengan konsekuensi
jangka panjang dan bersifat gawat darurat. Anak dengan kejang demam pertama memiliki potensi status demam epilepticus dimana dikaitkan dengan usia yang lebih muda dan suhu tubuh
lebih rendah serta durasi yang lebih lama

e. Faktor genetik atau keturunan misalnya pada orang tua dengan riwayat kejang demam (pada masa kanak-kanak), saudara kandung dengan riwayat kejang demam dan orang tua dengan
riwayat epilepsi tanpa demam (Handy, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa anak yang mempunyai riwayat kejang dalam keluarga terdekat mempunyai resiko untuk bangkitan kejang
demam 4,5 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat dan faktor riwayat kejang pada ibu, ayah dan saudara kandung menunjukkan hubungan yang bermakna
karena mempunyai sel yang kosong

f. Konsekuensi kejang demam, anak yang mengalami kejang demam sederhana memiliki resiko yang sangat rendah dibandingkan dengan kejang demam kompleks karena pada kejang
demam kompleks memiliki durasi selama lebih dari 15-20 menit dan berulang dalam penyakit yang sama

g. Faktor statistik yaitu faktor resiko kejang demam yang berhubungan dengan pendidikan orang tua, ibu merokok pada saat sebelum melahirkan atau menggunakan minuman beralkohol,
tingkat demam dan memiliki penyakit gastroenteritis. Faktor resiko yang paling penting untuk kejang demam adalah usia, karena semakin muda usia pada saat kejang demam pertama
semakin tinggi resiko kekambuhan
DIAGNOSIS KEJANG DEMAM
a. Pemeriksaan Laboratorium (Lab)

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D).

Pemeriksaan laboratorium pada anak yang mengalami kejang demam yang bertujuan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam dan pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum (terutama pada anak yang mengalami dehidrasi, kadar gula darah, serum kalsium, fosfor, magnesium, kadar
Bloof Urea Nitrogen (BUN) dan urinalisis. Pemeriksaan lain yang mungkin dapat membantu adalah kadar antikonvulsan dalam darah pada anak yang mendapat pengobatan untuk gangguan kejang serta
pemeriksaan kadar gula darah bila terdapat penurunan kesadaran berkepanjangan setelah kejang.

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk me negakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada

◦ Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilaku­kan

◦ Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

◦ Bayi > 18 bulan tidak rutin

◦ Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Pada anak kejang demam sederhana yang berusia <18 bulan sangat disarankan untuk dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut seperti pungsi lumbal karena merupakan pemeriksaan cairan
serebrospinal yang dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis serta pada anak yang memiliki kejang demam kompleks (karena lebih banyak berhubungan dengan
meningitis) dapat dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal dan dilakukan pada anak usia 12 bulan karena tanda dan gejala klinis kemungkinan meningitis pada usia ini minimal bahkan dapat tidak adanya
gejala. Pada bayi dan anak dengan kejang demam yang telah mendapat terapi antibiotik, pungsi lumbal merupakan indikasi penting karena pengobatan antibiotik sebelumnya dapat menutupi gejala
meningitis.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E). Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan
pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam
fokal.
 
d. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
 Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemipare­sis)
 Paresis nervus VI
 Papiledema
Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik yang diindikasikan untuk kejang demam sederhana. Sebaliknya, dokter harus fokus pada
mendiagnosis penyebab demam. Tes laboratorium lain dapat diindikasikan oleh sifat penyakit demam yang mendasarinya. Misalnya, seorang
anak dengan diare parah dapat mengambil manfaat dari pemeriksaan darah untuk elektrolit. 1–3 
Berkenaan dengan pungsi lumbal, hal-hal berikut harus diingat:
 Sangat pertimbangkan pungsi lumbal pada anak-anak di bawah 12 bulan, karena tanda dan gejala meningitis bakteri mungkin minimal atau
tidak ada pada kelompok usia ini.
 Pungsi lumbal harus dipertimbangkan pada anak usia 12-18 bulan, karena tanda dan gejala klinis meningitis bakterial mungkin tidak
kentara pada kelompok usia ini.
 Pada anak-anak yang lebih tua dari 18 bulan, keputusan untuk melakukan pungsi lumbal didasarkan pada kecurigaan klinis meningitis
TATALAKSANA KEJANG DEMAM
◦ Penatalaksanaan saat kejang
◦ Pemberian obat saat demam
◦ Antipiretik
◦ Antikonvulsan
◦ Pemberian obat rumat
◦ Indikasi
◦ Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
◦ Lama pengobatan rumat
◦ Vaksinasi
◦ Edukasi kepada orangtua
◦ Hal yang harus dikerkalam bila kembali kejang
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. Sukman Tulus Putra Sp. A(K). Konsensus Penatalaksanaan Kejang Deman. Vol 1. 2nd ed. (Dwi Putro
Widodo Sp.A(K) Dr, ed.). Badan Penerbit IDAI; 2005. Accessed January 4, 2022.
https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Konsensus-Penatalaksanaan-Kejang-
Demam.pdf
2. Jurnal Kejang Demam Pada Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Accessed
January 4, 2022. https://eprints.umm.ac.id/41474/3/BAB%20II.pdf
3. Robert J Baumann M. Pediatric Febrile Seizures. Neurology and Pediatrics, Department of Neurology,
University of Kentucky College of Medicine. Published online 2018:1-10. Accessed January 4, 2022.
https://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview
4. Japardi DI. Penyakit Degeneratif Pada Medula Spinalis. Accessed January 4, 2022.
https://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1990/bedah-iskandar%20japardi39.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
5. Kejang Demam Universitas Muhammadiah Semarang. Kejang Demam Primer. Accessed January 4,
2022. http://repository.unimus.ac.id/940/3/Bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai