Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal diatas 38°C). Tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan

elektrolit atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang

dari satu bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15

menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam

sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam. Kejang demam

disebut komplek jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau

parsial 1 sisi kejang umum didahului kejang fokal dan berulang atau lebih dari

satu kali dalam 24 jam.

Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam yaitu : (1)

Imaturitas otak dan termoregulator, (2) demam, dimana kebutuhan oksigen

meningkat, dan (3) predisposisi genetik > 7 lokus kromosom (poligenik,

autosomal dominan).

Dalam praktek sehari-hari orang tua sering cemas bila anaknya mengalami

kejang, karena setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan

trauma pada otak. Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada

anak.1-3 Insiden kejang demam 2,2-5 % pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak

laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2–1,6:1.1,2

Saing B (1999), menemukan 62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada

1
90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada

100 anak yang mengalami kejang . setelah usia 12 tahun .

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kejang Demam Simplek

2.1.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal diatas 38o C) tanpa adanya infeksi susunan syaraf pusat,

gangguan elektrolit atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia

kurang dari 1 bulan tidak termasuk kedalam kejang demam.

Kejang demam sederhana (Simplek) adalah kejang yang berlangsung

kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang

demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.

Kejang demam disebut komplek jika kejang berlangsung lebih dari 15

menit, bersifat fokal atau parsial I sisi kejang umum didahului kejang fokal dan

berulang atau lebih dari 24 jam.

Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang, yaitu :

1. Imaturitas otak dan termoregulator

2. Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat

3. Predisposisi : ˃7 lokus kromosom (poligenik, autosominal

dominan)

2.1.2 Diagnosis
2.1.2.1 Anamnesis

1. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang

3
2. Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak

pasca kejang, penyebab demam diluar infeksi susunan syaraf pusat (gejala

infeksi saliran nafas akut/ISPA, Infeksi saluran kemih /ISK, Otitis media

akut /OMA, dll)

3. Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam

keluarga

Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/ muntah yang

mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan

hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).

2.1.3 Pemeriksaan Fisik

1. Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh : apakah


terdapat demam
2. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique,

Laseque.

3. Pemeriksaaan nervus kranial

4. Tanda peningkatan tekanan kranial : ubun-ubun besar (UUB)

membenjol, papil edema

5. Tanda infeksi diluar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll

6. Pemeriksaan neurologi : tonus, motorik, refleks fisiologis, refleks

patologis

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari

penyebab demam atau kejang. Pemeriksaaan dapat meliputi darah

4
perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah,

urin atau feses.

2. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk

menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi

kecil sering sekali sulit untuk menegakkan/menyingkirkan diagnosis

meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin

bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal.

Fungsi lumbal dianjurkan pada :

- Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan

- Bayi usia 12 bulan : dianjurkan

- Bayi usia besar dari 18 bulan : tidak rutin dilakukan

3. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan.

EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas

misalnya : kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6

tahun atau kejang demam fokal.

4. Pencitraan (CT-Scan)/ MRI kepala) dilakukan hanya jika indikasi

misalnya

- Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesisi) atau

kemungkinan terjadinya lesi struktural diotak mikrosefali,

spastisitas).

- Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran

menurun, muntah berulang, UNB membenjol. paresis nervus

VI, edema papil).

5
2.1.5 Tatalaksana

2.1.5.1 Medikamentosa (IDAI, 2009)

Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritma

tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamkan pengobatan profilaksis intermitan

pada saat demam berupa :

- Antipiretik

Parasetamol 10-15 mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih

dari 5 kali atau ibuprofen 5-10 mg/KgBB/ kali, 3-4 kali sehari

- Anti kejang :

Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/KgBB setiap 8 jam atau diazepam

rektal dosis : 0,5 mg/KgBB setiap 8 jam pada saat sushu tubuh ≥ 38,5 oC.

Terdapat efek samping berupa ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat

pada 25-39 % kasus.

- Pengobatan jangka panjang (rumatan)

Pengobatan jangka panjang diberikan hanya bila kejang demam

menunjukan ciri sebagai berikut ( salah satu) :

1. Kejang lama ˃15 menit

2. Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis,

paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus

3. Kejang fokal

- Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :

1. Kejang berulang terjadi 2 kali/ lebih dalam 24 jam

2. Kejang denam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

3. Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

6
- Obat untuk pengobatan jangka panjang :

Phenobarbital (dosis 3 -4 mg/ KgBB/hari dibagi 1- 2 dosis) atau asam

valproat (dosis 15-40 mg/KgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Pemberian obat ini

efektif dalam menurunkan resiko berulang kejang (level 1). Pengobtan

diberikan selama 1 tahun bebas kejang kemudian dihentikan secara

bertahap selama 1-2 bulan.

2.1.6 Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko

kejang demam berulang adalah :

- Riwayat kejang demam dalam keluarga

- Usia kurang dari 12 bulan

- Temperatur yang rendah saat kejang

- Cepatnya kejang setelah demam

Jika seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam

adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan

berulangnya kejang demam hanya 10-15 %. Kemungkinan berulangnya kejang

demam besar pada tahun pertama.

2.1.7 Faktor Resiko Terjadi Epilepsi

- Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum

kejang demam pertama.

- Kejang demam komplek

- Riwayat epilepsi pada orang tua/saudara kandung

7
Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi

sampai 4 %- 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan resiko

kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak

dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

2.2 ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

2.2.1 Definisi

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah istilah yang berasal dari

bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). ISPA terdiri dari tiga unsur,

yaitu: infeksi, saluran pernapasan dan infeksi akut. Infeksi adalah peristiwa

masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh manusia dan

berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan

adalah organ yang terdiri dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya

seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut merupakan

infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2009).

2.2.2 Klasifikasi

A. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi menurut Depkes RI (2009), sebagai

berikut :

1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut Infeksi yang menyerang bagian

hidung sampai faring seperti pilek, faringitis, dan

otitis media.

2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut Infeksi yang menyerang mulai

dari bagian laring sampai alveoli seperti epiglotitis, bronkitis,

bronkiolitis, laringitis, laringotrakeitis, dan pneumonia

8
B. Klasifikasi penyakit berdasarkan umur menurut Kemenkes RI (2011), sebagai

berikut :

- Kelompok umur < 2 bulan, dibagi atas :

1. Pneumonia berat, bila batuk disertai dengan napas cepat (fast

breathing), dimana frekuensi pernapasan 60 kali/menit atau lebih,

atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam

yang kuat.

2. Non pneumonia, bila tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah

dan frekuensi pernapasan normal.

- Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun, dibagi atas :

1. Pneumonia sangat berat, bila batuk dan mengalami kesulitan saat

bernapas yang disertai sianosis sentral, adanya tarikan dinding

dada, dan kejang.

2. Pneumonia berat, bila batuk dan mengalami kesulitan bernapas

serta ada tarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral.

3. Pneumonia, bila batuk dan terjadi kesukaran bernapas yang disertai

dengan napas cepat, yaitu >50 kali/menit untuk umur 2-12 bulan,

dan >40 kali/menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun.

4. Non pneumonia, bila mengalami batuk pilek saja, tidak ada tarikan

dinding dada, tidak ada napas cepat, frekuensi kurang dari 50

kali/menit pada anak umur 2-12 bulan dan kurang dari 40

kali/menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun.

9
2.2.3 Gejala

Menurut Depkes RI (2009), penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan berbagai

tanda dan gejala seperti batuk, pilek, demam, kesulitan bernafas, dan sakit tenggorokan.

Gejala ISPA terbagi 3 yaitu :

A. Gejala dari ISPA ringan

Seorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih

gejala-gejala berikut :

- Batuk

- Pilek, yaitu mengeluarkan lendir (ingus) dari hidung

- .Demam, jika suhu badan lebih dari 37°C

- Serak, yaitu anak bersuara parau saat berbicara atau menangis

B. Gejala dari ISPA sedang

Seorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang, jika ditemukan gejala-gejala

dari ISPA ringan yang disertai satu atau lebih gejala gejala berikut :

- Suhu tubuh lebih dari 39°C

- Pernapasan cepat (fast breathing) yaitu frekuensi nafas 60 kali/menit atau

lebih

- Radang Tenggorokan

- Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

- Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak

C. Gejala dari ISPA Berat Seorang balita dinyatakan menderita ISPA berat, jika

dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang yang disertai satu atau

lebih gejala-gejala berikut :

- Sianosis

- Kesadaran menurun

- Pernapasan berbunyi seperti mengorok

10
- Ada tarikan dinding dada

- Nadi > 160 kali per menit atau tidak teraba

2.2.4 Tatalaksana

-Terapi Demam tinggi

Bila suhu badan mencapai 39 oC Berikan Parasetamol

Pemberian terapi cairan lebih banyak

-Terapi Antibiotik

Sebelum memulai terapi dengan antibiotik sangat penting untuk dipastikan apakah

infeksi benar-benar ada. Karena hal ini disebabkan oleh beberapa kondisi penyakit

maupun obat yang dapat memberikan gejala/tanda yang mirip dengan infeksi.

Untuk ISPA, menurut Dipiro ed 9, pengobatanya diberikan

1. Golongan Penisilin

Contoh : Amoxicillin

Amox-Clavulanat

2. Golongan Cefalosforin

Contoh : Cefixim

Ceftriaxon

3. Golongan Makrolida

Contoh : Azitromisin

4. Golongan Quinolon

Contoh : Levofloxacin

Penggunaan antibitoik empiris ini diberikan selama 5-10 hari.

11
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1Identitas Pasien

Data Umum
No. MR 451XXX
Nama Pasien An. GA
Alamat Paninjauan X koto
Jenis kelamin Perempuan
Umur 2 Tahun 10 Bulan
Tgl maasuk RS 11/05-2019
Tgl keluar RS 16/05-2019
Dokter merawat dr. Asrinal Sp.A
Farmasi Sonia Yuwana, S.Farm, Apt
Berat bedan 9 Kg
Ruangan Atfhal 5

3.2 Ilustrasi Kasus

Seorang pasien perempuan (An. GA), umur 2 tahun10 bulan dengan berat

badan 9 kg masuk IGD RSUD Padang Panjang pada tanggal 11Mei 2019 pada

pukul 11.00 WIB. Orang tua pasien mengatakan anaknya kejang kurang lebih 5

menit sebelum masuk Rumah Sakit.

3.3 Keluhan utama

Demam Kejang

3.4 Riwayat Penyakit Sekarang

12
Kejang seluruh badan, kurang lebih 5 menit, mata mendelik, demam 2

hari yang lalu, batuk pilek (ya), riwayat kejang sebelumnya (tidak), riwayat

keterlambatan pertumbuhan (ya).

3.5 Riwayat Penyakit Terdahulu

Tidak ada kejang

3.6 Riwayat penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat penyakit kejang padakeluarga.

3.7 Pemeriksaan Fisik

a. Tanda Vital

Fisik dan Vital Nilai Pasien Nilai Normal Keterangan

Pasien
Keadaan umum Sedang Sedang Normal
Kesadaran CM CM Normal
Suhu 370C 36-37,2 oC Normal
Nadi 105 x/menit 80-90 x/menit Tinggi
Pernafasan 22 x/menit 20-30x/menit Normal
GCS E4V5M6 (15) E4V5M6 (15) Normal

B. Status Generalisa

No Pemeriksaan Hasil Keterangan

1 Kepala Tidak ada kelainan Normal

2 Mata Tidak ada kelainan Normal

3 THT ada kelainan ISPA

4 Leher Tidak ada kelainan Normal

13
5 Thorax Tidak ada kelainan Normal

6 Abdomen Tidak ada kelainan Normal

7 Punggung Tidak ada kelainan Normal

8 Ekstremitas Tidak ada kelainan Normal

3.8 Pemeriksaan Penunjang

3.8.1Data Laboratorium

Test 11/05-2019 Normal Keterangan


Hemoglobin 12,1mg/dl 12-16 mg/dl (anak) Normal
Leukosit 23.440 /Ul 5000-10000 /uL Tinggi
Hematokrit 36% P=37-43% Rendah
Trombosit 296.000 150-400 103 / UI Normal

3.9 Diagnosa Penyakit

3.9.1 Diagnosa utama

- Kejang demam simplek

3.9.2 Diagnosa sekunder

- ISPA

- Keterlambatan Pertumbuhan

2.2 Terapi Farmakologi

Saat di IGD

1) IVFD 2A 10 tpm

2) Injeksi ampisilin 4 x 225 mg

3) Injeksi gentamisin 2 x 22 mg

4) Parasetamol sirup 3x 3/4 cth

14
5) Bromheksin 2 mg

6) Ctm 1/ 6 tab

7) Diazepam 3 x 1 mg PO,( bila kejang injeksi diazepam 3-4 mg iv)

15
3 Pemakaian Obat di Ruang Perawatan

NO Nama Obat Dosis Durasi Rute 11/05/19 12/05/19 13/05/19 14/05/19 15/05/19 16/05/19
P S S M P S S MP S S MP S S MP S S MP S S M

1 IVFD 2A 10 tpm IV √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
2 Inj Ampicilin 225 mg 4x1 IV √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 Gentamicin inj 22mg 2x1 IV √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4 Paracetamol Syr 1 cth 3x3/4 cth Po √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 Bromhexin 2 mg 3x1 Po √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6. CTM 1/6 mg 3x1 Po √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

7. Diazepam 1mg 3x1 Po √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

8 Dulcolax supp 5 mg 1x1 Rektal √

16
5. Obat pulang

 Parasetamol syr 3x3/4 cth

 Bromhexin 3x2 mg

 Ctm 3x 1/6 tab

 Diazepam 3 x 1 mg

17
5.1 Follow Up

Tanggal S (Subjectif) O (Objektif) A (Assesment) P (Planing)


11/05-19  Ibu mengatakan pasien  Demam (tidak) Resiko kejang beulang  Manajemen kejang

kejang durumah kurang  Suhu 37° C.  IVFD 2A 10 tpm

lebih 5 menit  Kesadaran somnolen  I.V ampisilin 4 x 225 mg

 Batuk pilek satu hari  I.v gentamicin 2x22 mg


yang lalu
 Paracetamol syr 3x3/4 cth
 Demam sejak 2 hari
 Bromhexin 3x2 mg
yang lalu
 Ctm 1/6 tab 3x
 Riwayat kejang tidak
 Diazepam 3 x 1 mg
ada
Bila kejang Inj Dzp 3 – 4 mg
 Saat demam

Parasetamol sirup

dirumah

18
12/05/19  Ibu pasien mengatakan  Suhu 37,8  Kejang demam  Terapi lanjut

anaknya sudah tidak  Kejang (tidak) (tidak)

kejang lagi

13/05-19  Ibu klien mengatakan  Suhu 37,6°.  Kejang demam  Terapi lanjut

anaknya sudah tidak  Kejang (tidak) (tidak)

kejang lagi
14/05-19  Demam (tidak)  Suhu 36,7 °.  Kejang demam  Antibiotik lanjut

 BAB (tidak) simplek  Tambah dulcolax sup

15/05-19  Demam,(tidak)  Demam (tidak)  Kejang demam  Terapi lanjut

 Batuk (iya) simplek

19
16/05-19  Demam,(tidak)  Demam (tidak)  Kejang demam  BLPL

 Batuk (iya) simplek

20
5.1Drug Related Problem
Check
No Drug Therapy Problem Rekomendasi
List
1 Terapi obat yang tidak Ya

diperlukan
Terdapat terapi tanpa indikasi Tidak semua terapi pada pasien sesuai dengan indikasi, dimana pasien

medis  IVFD 2A digunakan untuk mengembalikan kadar elektrolit darah

makanan yang belum maksimal.

 Ampicilin digunakan untuk membunuh atau mematikan mikroorg

yang terjadi.

 Gentamisin digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri

bakteri penyebab infeksi terutama gram negatif. Gentamisin beke

- secara reversibel terhadap sub unit 30 s dari ribosom. (tidak tepat)

 Bromheksin digunakan untuk mengencerkan dahak yang dialami pa

 CTM digunakan sebagai antihistamin 1 ysng menghambat efek

darah, bronkus dan otot polos (tidak tepat)

 Parasetamol Syr merupakan analgetik,antipiretika digunakan untuk

menurunkan demam pasien

 Diazepam digunakan untuk mengatasi kejang pada pasien.

 Dulcolax Supp digunakan melancarkan buang air besar pada pasien


Pasien mendapatkan terapi Tidak, Terapi sudah sesuai dengan indikasi, tidak ada tambahan terapi
-
tambahan yang tidak diperlukan
Pasien masih memungkinkan
Pasien tidak memungkinkan mendapatkan terapi non farmakolog
menjamin terapi non -
membutuhkan penanganan yang cepat agar tidak terjadi kerusakan sya
farmakologi
Terdapat duplikasi terapi Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat dengan mekanisme kerja y

 Ampicillin merupakan antibiotik spektrum luas aktif terhadap or

gram positif. Antibiotik ini berkerja dengan menghambat sintesis d

 Gentamisin bekerja dengan cara berikatan dengan ribosom 30 S

protein. Terikatnya aminoglikosida pada ribosom


21 ini mempercepa

kedalam sel, diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma dan dis


BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien Perempuan (An. GA), umur 2 tahun10 bulan dengan berat

badan 9 Kg masuk IGD RSUD Padang Panjang pada tanggal 11 Mei 2019 pada

pukul 11.00 WIB. Orang tua pasien mengatakan anaknya Kejang seluruh badan,

mata mendelik, demam (ya) 2 hari yang lalu, batuk pilek (ya), riwayat kejang

sebelumnya (tidak), riwayat keterlambatan pertumbuhan (ya), dimana pasien lahir

dengan berat badan 1,8 Kg ; lahir kembar, pada usia pasien yang 2 tahun 10 bulan

pasien belum bisa melakukan aktivitas sesuai dengan usianya sedangkan

kembaran dari pasien sudah bisa melakukan aktivitas sesuai dengan usianya

sebagaimana mestinya. Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan hasil kondisi

umum sedang, kesadaran CM, nadi 105 kali/menit, nafas 22 kali/menit, suhu

37°C.

Berdasarkan dari keluhan utama, anamnesa, pemeriksaan fisikt didiagnosa

bahwa pasien menderita kejang demam simplek. Manifestasi klinis kejang

didahului dengan demam tinggi, kejang lebih kurang 5 menit. Kejang seluruh

tubuh dan kejang dialami 1 kali sebelum masuk Rumah Sakit.

Pengobatan awal yang diberikan saat pasien masuk IGD adalah pemberian

cairan IVFD 2A, injeksi ampisilin 225 mg (i.v), Injeksi Gentamisin 2x 22 mg

(i.v), Bromhexin 2 mg, Parasetamol sirup 3x cth ¾, Ctm 3 x 1/6, diazepam 3 x 1

mg. Setelah dipindahkan ke bangsal anak, terapi dilanjutkan, lalu pada hari

keempat ditambahkan dulcolax sup 5 mg karena pasien mengalami konstipasi.

22
IVFD 2A digunakan untuk mengembalikan kadar elektrolit darah yang

turun akibat asupan makanan yang belum maksimal.

Pasien diberikan injeksi ampicillin 225 mg IV saat di IGD , ampicillin

merupakan antibiotik spektrum luas aktif terhadap organisme gram negatif dan

gram positif. Antibiotik ini berkerja dengan menghambat sintesis dinding sel

mikroba. Ampicillin dieksresikan ke dalm empedu dan urin, Ampicillin dengan

adanya makanan dalam lambung absorbsi akan semakin rendah. (ISO

Farmakoterapi, 2008). Dosis ampicillin 25-50 mg/KgBB tiap 6 jam (IDAI,2009),

dengan berat badan 9 Kg dosis injeksi yang diberikan 225 mg/kali sudah tepat.

Pasien juga diberikan injeksi gentamisin 22 mg IV, gentamisin

merupakan golongan aminoglikosida yang banyak dipilih dan digunakan secara

luas untuk terapi infeksi serius. Antibiotik ini bekerja dengan menghambat

sintesis protein sel mikroba. Dosis lazim gentamicin untuk anak (3-7,5 mg/kg BB/

tiap 8 jam dengan berat badan 9 kg (27 mg/8 jam), dosis yang diberikan 22 mg

lebih kecil dari dosis yang diperoleh dari literatur (IDAI, 2016).

Pada pasien ini dari hasil laboratorium nilai leukositnya tinggi yaitu

23.440 /Ul dan pasien didiagnosa menderita ISPA.Pada penatalaksanaan ISPA,

lini pertamanya yaitu Antibiotik (Ampicillin). Pada saat di IGD pasien diberikan

obat antibiotik kombinasi yaitu antibiotik ampicillin dan gentamisin.

Untuk menurunkan demam, pasien diberikan terapi parasetamol sirup

dimana mekanisme kerja parasetamol yaitu dengan menghambat langsung sintesa

prostaglandin di sistem saraf pusat dan bekerja pada hipotalamus sehingga dapat

menurunkan suhu tubuh secara efektif. Pasien diberikan parasetamol dengan dosis

¾ sendok teh dimana dosis sediaan 120mg/5 ml, Dosis lazim 10-15 mg/KgBB.

23
Perh : ¾ x 120 mg = 90 mg untuk anak 9 Kg x 10 mg/KgBB = 90 mg berarti dosis

yang diberikan untuk pasien sudah tepat.

Pasien juga diberikan terapi Bromheksin sebagai mukolitik digunakan

untuk mengobati batuk. Bromheksin bekerja mengencerkan sekret pada saluran

pernafasan dengan jalan mengurangi atau menghilangkan serat-serat mukoprotein

dan mukopolisakarida yang terdapat pada sputum/dahak sehingga lebih mudah

dikeluarkan. Bromheksin tidak memiliki interaksi terhadap gentamisin, ampisilin,

CTM, parasetamol dan diazepam. Pasien diberikan bromheksin 3 x 2 mg dengan

dosis pada literatur didapatkan rentang 1,8 – 3,6 mg berarti dosis yang diberikan

sudah tepat (Martindale, 2009).

Untuk mengatasi kejang pasien diberikan diazepam. Diazepam adalaah

derivat benzodiazepin yang berkhasiat sebagai penenang dan bekerja sebagai

antikonvulsan, sedatif dan relaksasi otot. Pada penggunaan oral diazepan

diabsorbsi dengan cepat, kecepatan absorbsi terganting dari usia. Metabolisme

diazepan terjadi di hati dan dieksresikan secara lambat melalui ginjal. Dosis

diazepam yang diberikan 1 mg, dosis lazim untuk tablet 0,3 mg/KgBB. Untuk

anak dengan BB 9 Kg x 0,3 mg/KgBB = 2,7 mg dosis yang diberikan terlalu kecil

(IDAI, 2009).

Obat CTM adalah antihistamin H1, bekerja secara antagonis kompetitif

terhadap efek histamine pada reseptor H1.Pada pasien diberikan CTM 3 x 1/6 tab

(0,67 mg) sedangkan dosisi pada literatur didapatkan 0,9 mg, dosis yang diberikan

terlalu rendah dari literatur yang tersedia (IDAI, 2016). CTM tidak tepat diberikan

karena dapat meningkatkan kekentalan mukus sehingga akan menyebabkan batuk

berdahak bertambah parah. Pada penggunaan obat CTM dan diazepam secara

24
bersamaan dapat meningkatkan efek sedatif (MedScape 2019). Dimana akan

menyebabkan pasien mengantuk berat.

Dulcolax supp diberikan pada pasien karena pasien tidak BAB selama 2

hari pada hari rawatan ke-4. Dulcolax supp berisi bisacodyl yang merupakan

laksatif lokal dari turunan difenilmetan, bisacodyl bekerja dengan merangsang

gerakan peristaltik usus besar dan menungkatkan akumulasi air dan elektrolit di

dalam lumen usus besar. Hal ini menghasilkan rangsangan buang air besar,

pengurangan waktu transit dan pelunakan tinja.

Dari hasil follow up,pasien dibolehkan pulang dimana obat pulang yang

diresepkan dokter yaitu Parasetamol syr 3x3/4 cth, Bromhexin 3x2 mg, CTM 3x

1/6 tab dan Diazepam 3 x 1 mg.

25
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pasien didiagnosa mengalami Kejang Demam Simplek (KDS), dimana


terapi kejang untuk pasien dinilai tepat, tetapi ada 2 macam obat yang
dinilai kurang tepat yaitu pada terapi ISPA, pada obat antibiotik
gentamisin dan CTM. Dimana untuk pengobatan ISPA hanya diperlukan 1
macam antibiotik saja tidak diperlukan terapi antibiotik kombinasi dan
CTM yang kerjanya dapat meningkatkan kekentalan mukus, sedangkan
pasien batuk berdahak, hal itu dapat memicu batuk berdahak pasien
bertambah parah.
2. Obat-obat yang didapatkan pasien adalah IVFD 2A Gentamisin injeksi,
Ampicillin injeksi, Parasetamol syr 3x3/4 cth, Bromheksin 3x 1/6 tab,
CTM 1 mg dan Diazepam 3 x 1 mg .
3. Drug Related Problem (DRP) yang ditemui pada terapi pasien yaitu dosis
yang terlalu kecil pada pemberian obat gentamisin dan CTM. Dan obat
tidak tepat indikasi pada pemberian obat antibiotik gentamsin dan CTM.
4. Pasien Pulang Dengan Kondisi :
a. Perbaikan c. Komplikasi

b. Perburukan d. Meninggal

Data yang mendukung pernyataan ( Pemeriksaan Fisik, Tanda Vital, Data

Laboratorium, dll)

Suhu Tubuh : 36,3OC


Kondisi Pasien ; Tidak mengalami kejang berulang selama perawatan

DAFTAR PUSTAKA

26
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.,

2008. Pharmacotherapy; A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition,

New York: Mc Graw Hill.

Dipiro J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.,

2009. Pharmacotherapy; A Pathophysiologic Approach, Nineth Edition,

New York: Mc Graw Hill.

Medscape App for Android. 2017. Drug Information. Diakses pada 20 Februari

2019.

MIMS.2017.MIMS petunjuk konsultasi edisi 17.Jakarta :BIP kelompok gramedia

Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2009, Pedoman Pelayanan Medis, Badan Penerbit

Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta: 250-254, Indonesia.

Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2016, Pedoman Pelayanan Medis, Badan Penerbit

Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta: 250-254, Indonesia.

Said, Mardjanis. 2008, Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama, Badan

Penerbit IDAI, Jakarta: 350, Indonesia.

Saing B. Faktor pada kejang demam pertama yang berhubungan dengan

terjadinya kejang demam berulang (Studi selama 5 tahun). Medan: Balai

Penerbit FK-USU, 1999:1–44

th
Stockley, I.H.,2008, Drug Interactions, Edition, University of Nottigham

Medical School, Pharmaceutical Press, London.

Lampiran 1. Tinjauan Obat

27
a. D10

Komposisi Per 500 mL larutan mengandung glucose 25 gram, NaCl

4,5 gram dan air untuk larutan injeksi ad 500 mL.


Indikasi Penyakit penyimpangan glikogen, intoleransi terhadap

sukrosa, gagal ginjal, sirosis hati, tes toleransi glukosa,

kadar natrium yang rendah, kadar kalium rendah, kadar

magnesium rendah, tingkat kalsium rendah, darah dan

kehilangan cairan
Dosis
Infus IV dosis Infus IV sesuai dengan kondisi penderita

Efek samping Mual, muntah, diare, berkedut otot, radang saluran

pencernaan, iritasi mata


Kontraindikasi Retensi natrium dan edema, gagal jantung kongestif,

gangguan ginjal yang parah, hipersensitifitas, sirosis hati.


Perhatian Hati pada pasien gangguan fungsi ginjal dan hati.

b. Gentamicin (IDAI, 2012 dan MIMS, 2017)

Indikasi Infeksi oleh kuman yang sensitif pada penyakit bakterimia,

meningitis, osteomielitis, peneumonia, infeksi lukabakar,

infeksi saluran kencing, infeksi telinga hidung tenggorokan.


Dosis AAnak 2 minggu - 12 tahun: 2 mg / KgBB tiap 8 jam.

  Dewasa : injeksi I.M I.V lambat/ infus : 2 – 5 mg/KgBB /

Hari ( dalam dosis terbagi tiap 8 jam), sesuaikan dosis pada

gangguan fungsi ginjal dan ukur kadar dalam plasma.


Efek Samping Gangguan festibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas,

hipomaknesemia pada pemberian jangka panjang, kolitis

karna antibiotik.
Mekanisme Aminoglikosida bekerja dengan cara berikatan dengan

Kerja ribosom 30 S dan menghambat sintesis protein. Terikatnya

28
aminoglikosida pada ribosom ini mempercepat transfor

amino glikosida kedalam sel, diikuti dengan kerusakan

membran citoplasma dan disusul oleh kematian sel.


Interaksi Obat Hindari pemakaian bersama obat neorotoksik dan

nefrotoksik lain, baik sitemik mupun topikal, diuretik

poten. Pemakaian bersama cefalosporin meningkatkan

resiko nefrotoksik.
Kontra Hipersensitif, kehamilan, miestemia garavis.

indikasi

c. Ampicillin (IDAI, 2012 dan MIMS, 2018)

Indikasi Infeksi saluran kemih,, infeksi saluran nafas, infeksi

padbrokitis, uncomplicated commu mulut, infeksi H.

Influenza, salmonellosis Invasif, listerian meningitis.


Dosis 25-50 mg/KgBB tiap 6 jam

Mekanisme Menghambat sintesis dinding sel bakteri.

obat
Interaksi obat Ampicillin dengan allopurinol peningkatan resiko ruam

apabila diberikan bersamaan


Kontraindikasi Hipersensitifitas terhadap penisislin, infeksi

mononukleosis.
Efek samping Mual, muntah, diare, ruam ( hentikan penggunaan), jarang

terjadi kolitis karna antibiotik, reaksi alergi ( urtikaria,

anafilaksis).

d. Paracetamol Syrup (IDAI, 2012 dan MIMS, 2018)

Komposisi Paracetamol 120 mg/5 ml


Indikasi Antipiretik, analgesic
Mekanisme Paracetamol menghambat sintesa prostaglandin pada SSP

29
kerja
Dosis Oral 0,5 – 1 gram setiap 4 -6 jam hingga maksimum 4

gram/ hari; anak – anak umur 20 bulan 60 mg untuk pasca

imunisasi pireksia; sebaliknya dibawah umur 3 bulan

(hanya dengan saran dokter) 10 mg/kgBB (5 mg/kgBB jika

jaundice); 3 bulan – 1 tahun 60 mg, 1 – 5 tahun 120 – 250

mg, 6 – 12 tahun 250 – 500 mg. dosis ini dapat diulangi

setiap 4 – 6 jam jika diperlukan (maksimum 4 kali dosis

dalam 24 jam.
Efek samping Reaksi hematologi, reaksi kulit dan reaksi alergi lainnya,

kerusakan hati (penggunaan jangka lama dan overdosis)


Kontraindikasi Hipersensitivitas, gangguan fungsi hati berat.

Interaksi Rifampicin dapat mengurangi efek acetaminophen,

pemberian bersama de ngan barbiturate, karbamazepin,

hydantoin INH dapat meningkatkan hepatotoksisitas.

Penggunaan bersama alkohol dapat meningkatkan resiko

kerusakan hati.
Perhatian Penyakit ginjal.

e. Bromheksin (MIMS, 2018)

Indikasi Mukolitik untuk meredakan batuk berdahak.


Dosis Anak 2-5 tahun : 2 mg/kali, 3 kali sehari.

Anak 5-10 tahun : ½ tab atau 5 ml sirup 3 x 1 hari.

Dewasa dan anak-anak > 10 tahun : 1 tab atau 10 ml sirup

3x1 sehari
Mekanisme Mengencerkan sekretsaluran nafas dengan jalan memecah

obat benang-benang muko protein dan muko poli sakarida, dari

30
sputum.
  Interaksi obat Pemberian bersamaan dengan antibiotik dapat

meningkatkan kadar antibiotik dalam jaringan paru.

Kontraindikasi Hipersensitifitas

Efek samping Hipersensitifitas, syok dan reaksi anafilaktik,

bronkospasme, mual, muntah, diare, nyeri perut bagian

atas, ruam, angioedema, urtikaria, proritus.

f. CTM

Indikasi Rhinitis, urtikaria, hay fever


Dosis Dewasa 4mg tiap 4-6 jam mak 24mg/hari

Anak 1-2 th 2x1mg sehari

Anak 2-5 th 1 mg tiap 4-6 jam mak 6 mg/hari


Mekanisme obat Chlorpheniramine maleate merupakan antihistamin H1,

bekerja secara antagonis kompetitif terhadap efek

histamine pada reseptor H1


  Interaksi obat Pemberian bersamaan penghambat monoamine okside

(antidepresan) memperpanjang masa kerja dan

meningkatakan efek antihistamin.


Kontraindikasi Serangan asama akut

Efek samping Sedasi nyeri keapla, gangguan psikomotor, retensi urin,

mulut kring, pandangan kabur, gangguan saluran cerna

g. Diazepam

Indikasi Untuk pengobatan kelainan psikoneurosis, gangguan

31
emosi dan kejang otot.
Dosis Dewasa 4-40mg/hari dalam dosis terbagi 2-4 kali

Anak-anak 0,2-0,8 mg/kgBB/ hari dalam dosis terbagi 2-3

kali
Mekanisme obat Diazepam adalaah derivat benzodiazepin yang berkhasiat

sebagai penenang dan bekerja sebagai antikonvulsan,

sedatif dan relaksasi otot. Pada penggunaan oral diazepan

diabsorbsi dengan cepat, kecepatan absorbsi terganting

dari usia. Metabolisme diazepan terjadi di hati dan

dieksresikan secara lambat melalui ginjal.


  Interaksi obat Efek sedasi diazepam diperkuat oleh depresan susunan

saraf pusat lainnya.

Kontraindikasi Hipersensitivitas, bayi dibawah umur 6 bulan, penderita

pada keadaan koma.


Efek samping Rasa mengantuk, lelah berlebihan.

h. Dulcolax

Indikasi Untuk penderita konstipasi, terapi sebelum dan sesudah

operasi, mempercepat defekasi.


Dosis Unruk konstipasi suppsitoria dewasa dan anak diberikan

1x sehari 10mg

Anak umur 6-10 th 1 supos pediatrik 5mg 1x sehari.


Mekanisme obat Dulcolax supp berisi bisacodyl yang merupakan laksatif

lokal dari turunan difenilmetan, bisacodyl bekerja dengan

merangsang gerakan peristaltik usus besar dan

menungkatkan akumulasi air dan elektrolit di dalam

lumen usus besar.


  Interaksi obat Penggunaan bersama diuretik dapat menyebabkan resiko

32
ketidakseimbangan elektrolit jika diberikan dengan dosis

yang berlebihan.
Kontraindikasi Pad pasien ileus, obstruksi usus, dehidrasi parah.

Efek samping Ganggguan sistem kekebalan, gangguan pencernaan.

33
Lampiran 2. Perhitungan Dosis

No Obat Dosis Literatur Dosis yang Komentar

diberikan
1. Gentamicin 3 - 7,5 mg/KgBB/hari 2x 22 mg Dosis yang

(IDAI, 2016) diberikan kecil

Dosis untuk anak dengan dari literatur.

berat 10 Kg :

3 mg/KgBB x 9 Kg = 27

mg

2. Ampicilin 4 x 225 mg Dosis tepat


25 – 50 mg/KgBB tiap 6
karena masuk
jam (IDAI, 2009)
dalam rentang
Dosis untuk anak dengan
dosis yang
berat 9 Kg :
dianjurkan
25-50mg/KgBB X 9 Kg =

225 mg - 450 mg

3. Parasetamol Anak umur : 1 – 5 tahun 3 x 3/4 cth = 3 Dosis tepat

120 – 250 mg /Kali. x 120 karena masuk

(MIMS, 2017) dalam rentang

10-15 mg/kgBB (IDAI, dosis yang

2009) dianjurkan
4. Bromheksin Anak 2-5 tahun : 2 mg/ 3 x 2 mg Dosis yang

kali, 3 kali sehari. diberikan tepat.

(Martindale, 2008)
5. CTM 0,1 mg/KgBB (IDAI, 3 x 1/6 tab = Dosis yang

34
2009) 0,67 mg diberikan kecil

0,1 mg x 9 Kg = 0,9 mg dari literatur


6. Diazepam Dosis Diazepam tablet : 3 x 1 mg Dosis yang

0,3 mg/KgBB/kali pakai diberikan kecil

(IDAI, 2009) dari literatur

0,3 mg x 9 Kg = 2,7 mg

35

Anda mungkin juga menyukai