Kejang Demam
2.1.1 Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Mengenai
definisi kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan sendiri-sendiri,
tetapi pada garis besarnya hampir sama. Menurut Consensus Stat-ment on Febrile
Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak,biasanya terjadi
antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa
demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Derajat tingginya
demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38°C atau lebih,
tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui.
Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal,
atau multipel (lebih dari pada 1 kali kejang perepisode demam). Kejang demam
sederhana ialah kejang demam yang bukan kompleks. Kejang demam berulang
adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam. Epilepsi ialah
kejang tanpa demam yang terjadi lebih dari satu kali. Sebanyak 2-5% anak-anak yang
bemmur kurang dari 5 tahun pemah mengalami kejang disertai demam.
2.1.2 Klasifikasi
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang
umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.
Umumnya kejang demam berlangsung singkat berupa serangan klonik atau tonik-
klonik bilateral Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kmbali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh
hemiparesis s-ementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang
demam yang pertama. Kejang bemlang dalam 24 jam ditemukan pada 16% pasien.
Untuk meramalkan prognosis, Livingston membagi kejang demam menjadi 2
golongan, yaitu kejang demam sederhama (simple fehk convulsion) dan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered ofbyfmer). Prichard dan Mc Greal
membagi kejang demam menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam atipik.
Dahulu, di Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta,
digunakan modifikasi kriteria ~ivingston sebagai pedoman untuk membuat diagnosis
kejmg demam sederhana sebagai berikut:
3. Kejang bersifat umum. - 4. Kejang tirnbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya
demam.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak i
menunjukkan kelainan.
2.1.4 Diagnosis
2.1.4.1 Anamnesis
- Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca
kejang,
penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala Infeski saluran napas
akut/
menyebabkan hipoglikemia)
- Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun ubun besar (UUB) membonjol , papil
edema
- Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada indikasi, misalnya :
- Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi
struktural di otak (mikrosefali, spastisitas)
1.Medikamentosa
- Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali
atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
- Anti kejang
Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal dosis 0,5
mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh > 38,50 C.Terdapat efek samping berupa
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan cirri
sebagai berikut (salah satu):
- Kejang fokal
Obat untuk pengobatan jangka panjang : fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi
1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis) Pemberian
obat ini efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (Level I). Pengobatan
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama
1-2 bulan.
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang,
obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum,
penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya.
2.2 CAMPAK
2.2.1 Definisi 4
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi
virus yang umumnya menyerang anak. Campak merniliki gejala klinis khas yaitu
terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa
tunas berlangsung kira- kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek
dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak
Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungbva, dan (3) stadium akhir dengan
keluamya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan
kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam
menjadi menghitam dan mengelupas.
Etiologi 3
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, famili Paramyxoviridae.1,5,6 Virus ini dari famili yang sama dengan
virus gondongan (mumps), virus parain-uenza, virus human metapneumovirus, dan
RSV (Respiratory Syncytial Virus).
Virus campak berukuran 100-250 nm dan mengandung inti untai RNA
tunggal yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak memiliki 6
struktur protein utama. Protein H (Hemagglutinin) berperan penting dalam perlekatan
virus ke sel penderita. Protein F (Fusion) meningkatkan penyebaran virus dari sel ke
sel. Protein M (Matrix) di permukaan dalam lapisan pelindung virus berperan penting
dalam penyatuan virus. Di bagian dalam virus terdapat protein L (Large), NP
(Nucleoprotein), dan P (Polymerase phosphoprotein). Protein L dan P berperan dalam
aktivitas polymerase RNA virus, sedangkan protein NP berperan sebagai struktur
protein nucleocapsid. Karena virus campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka
mudah diinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti eter dan kloroform.
Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi dengan suhu panas (>370C), suhu dingin
(<200C), sinar ultraviolet, serta kadar (pH) ekstrim (pH <5 dan >10).5,7 Virus ini
jangka hidupnya pendek (short survival time), yaitu kurang dari 2 jam.
2.2.2 Patofisiologi 3
Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet di udara yang berasal dari
penderita. Virus campak masuk melalui saluran pernapasan dan melekat di sel-sel
epitel saluran napas. Setelah melekat, virus bereplikasi dan diikuti dengan penyebaran
ke kelenjar limfe regional. Setelah penyebaran ini, terjadi viremia primer disusul
multiplikasi virus di sistem retikuloendotelial di limpa, hati, dan kelenjar limfe.
Multiplikasi virus juga terjadi di tempat awal melekatnya virus. Pada hari ke-5
sampai ke-7 infeksi, terjadi viremia sekunder di seluruh tubuh terutama di kulit dan
saluran pernapasan. Pada hari ke-11 sampai hari ke- 14, virus ada di darah, saluran
pernapasan, dan organ-organ tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian virus mulai berkurang.
Selama infeksi, virus berreplikasi di sel – sel endotelial, sel – sel epitel dan magrofag.
2.2.3 Diagnosis 2
Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai
timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh. Pemeriksaan fisik berupa suhu
badan tinggi (>380C), mata merah, dan ruam makulopapular. Pemeriksaan
penunjang: pemeriksaan darah berupa leukopenia dan limfositopenia. Pemeriksaan
imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat membantu diagnosis dan biasanya sudah
dapat terdeteksi sejak hari pertama dan ke-2 setelah timbulnya ruam.5-7 IgM campak
ini dapat tetap terdeteksi setidaknya sampai 1 bulan sesudah infeksi.
Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit yang klinisnya juga berupa
ruam makulopapular. Gejala klinis klasik campak adalah adanya stadium prodromal
demam disertai coryza, batuk, konjungtivitis, dan penyebaran ruam makulopapular.
Penyakit lain yang menimbulkan ruam yang sama antara lain :
Rubella (Campak Jerman) dengan gejala lebih ringan dan tanpa disertai batuk.
Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang mereda ketika
ruam muncul.
Parvovirus (fifth disease) dengan ruam makulopapular tanpa stadium prodromal.
Demam scarlet ( scarlet fever) dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam tanpa
konjungtivitis ataupun coryza.
Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis, dan ruam, tetapi
tidak disertai batuk dan bercak Koplik. Biasanya timbul nyeri dan pembengkakan
sendi yang tidak ada pada campak.
2.2.4 Tatalaksana 2
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah
baring, antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap 4
jam), cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A.1,10,12 Vitamin A dapat
berfungsi sebagai imunomodulator yang meningkatkan respons antibodi terhadap
virus campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi
seperti diare dan pneumonia. Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2 hari
dengan dosis sebagai berikut:
200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan
50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai
umur penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan gejala
defisiensi vitamin A.
2.2.5 Indikasi Rawat Pada Anak Campak 2
Berikut merupakan indikasi dari penderita campak yang memerlukan perawatan
lebih lanjut yaitu rawat inap :
1. Hiperpireksia (Suhu tubuh lebih dari 390C)
2. Penderita mengalami dehidrasi
3. Penderita mengalami kejang
4. Asupan oral (makanan) sulit)
5. Terjadinya komplikasi
2.3 BRONKOPNEMONIA
2.3.1 Definisi
2.3.2 Epidemiologi 4
Imunisasi memiliki dampak yang besar pada kejadian pneumonia yang disebabkan
oleh pertusis, difteri, campak, mophilus influenza tipe b, dan S. pneumoniae. Di
mana digunakan, bacille Calmette-Guerin (BCG) untuk tuberkulosis juga memiliki
memiliki dampak. Diperkirakan 2 juta kematian di negara berkembang negara
adalah karena infeksi saluran pernapasan akut tahunan sekutu. Faktor risiko untuk
infeksi saluran pernapasan bawah meliputi: refluks gastroesofageal, gangguan
neurologis (aspirasi), keadaan immunocompromised, kelainan anatomi saluran
pernapasan4.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan
tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
Amoksisilin 25 mg/kgBB/kali
Kotrimoksazol 4 mg/kgBB/kali
Sulfametaksazol 20 mg/kgBB/kali
b. Rawat inap1,6
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan
beta- laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap
beta- laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti
gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologia yang
ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7- 10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama
terapi antibiotik yang optimal. Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik
yang direkomendasikan adalah antibiotik beta-laktam dengan/atau tanpa
klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta-laktam/klavulanat
dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi
ketiga1.
2.2.5 Hiponatremia
Definisi
Kadar natrium <135 mmol/L
Etiologi
- Hiponatremia hipovolemia: penggunaan diuretik, defisiensi
aldosteron, disfungsi
tubular ginjal, muntah.
- Hiponatremia hipervolemia: gagal jantung kongestif, sirosis, nefrosis.
- Hiponatremia euvolemia: SIADH, polidipsi psikogenik,
hipotiroidisme, pemberian cairan yang tidak sesuai.
Gejala klinis
Disorientasi, penurunan kesadaran, iritabel, kejang, letargi, mual,
muntah, kelumpuhan dan henti nafas.
Pemeriksaan penunjang
Elektrolit, glukosa, BUN/kreatinin, urinalisis.
Tata laksana
- Hiponatremia hipovolemia: penambahan volume intravaskular dengan
salin normal
(NaCl 0,9%).
- Hiponatremia hipervolemia: biasanya tidak berat dan membaik bila
penyakit utamanya diobati.
- Hiponatremia euvolemia: restriksi asupan free water, loop diuretic,
dan mengganti volume intravaskular dengan salin normal.
- Kejang atau koma: Salin hipertonik 3% dosis 1.5-2.5 mmol/kg.
- Peningkatan serum Na dibatasi 8-12 mmol/L dalam 24 jam pertama