Ria Triani
CIMAHI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
A. Definisi
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal
yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan, (Betz & Sowden, 2002). Kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak terutama
pada golongan anak berumur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun
pernah mengalami kejang demam (Ngastiyah, 2014). Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang
menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga
Kejang Demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, hal ini terutama
pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang
terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak. Pada setiap anak memiliki ambang kejang
yang berbeda-beda, hal ini tergantung dari tinggi serta rendahnya ambang kejang seorang anak. Anak
dengan kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38ºC, tetapi pada anak dengan ambang kejang yang tinggi
kejang baru akan terjadi pada suhu 40ºC atau bahkan lebih (Sodikin, 2012). Kejang Demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses
B. Etiologi
Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor genetika
Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam 25-50 % anak yang mengalami
kejang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.
2. Infeksi
a. Bakteri diantaranya penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan), pharyngitis (radang tenggorokan),
3. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada
4. Gangguan Metabolisme
Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
5. Trauma
Kejang demam dapat terjadi karena trauma lahir dan trauma kepala.
C. Klasifikasi
1. Kejang Demam Sederhana (KDS) yang dimana kejang demam berlangsung singkat yaitu dalam waktu
kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang yang terjadi berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang ini tidak berulang dalam kurun waktu 24 jam.
2. Kejang Demam Kompleks (KDK) adalah kejang demam yang memiliki salah satu ciri berikut: durasi kejang
yang cukup lama yaitu lebih dari 15 menit; kejang fokal atau parsial pada satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial; dan kejang yang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam.4,6 Umumnya
balita dengan kejang demam kompleks memiliki usia yang lebih muda dan lebih mungkin untuk memiliki
keterlambatan pertumbuhan daripada balita dengan kejang demam sederhana. (Syarifatunnisa, 2021).
Menurut Prichard dan Mc Greal (Lumbantobing,2001:24) kejang demam dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
b. Usia penderita antara 6 bulan sampai 4 tahun. 3) Suhu 100°F (37,78°C) atau lebih.
d. Keadaan neurologi (fungsi syaraf) normal dan setelah kejang juga normal.
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut diatas digolongkan sebagai kejang
berikut.
5) EEG normal.
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut diatas disebut oleh Livingston
3) Serangan kejang yang pertama terjadi antara usia 6 bulan sampai 6 tahun.
perkembangan.
Bila ciri-ciri kejang demam tidak memenuhi kriteria diatas maka digolongkan kejang demam
kompleks.
D. Gelaja Klinis
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara
(Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti
oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam
yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada
jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2
kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya
1. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-tiba).
2. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam)
3. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik)
4. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2
menit)
7. Inkontinensia (mengompol)
Setelah mengalami kejang, biasanya akan terjadi beberapa hal diantaranya sebagai berikut :
1. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih
3. Mengantuk
E. Fatofisiologi
Menurut Staff pengajar FKUI (2005: 847) sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium (K +) yang sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (CL-). Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, dan di
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseinibangan potensial ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisms basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada, usia 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Sehingga kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan terjadi difusi ion kalium maupun natrium melalui membran,
akibatnya terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sekitarya dan dengan bantuan neurotransmitter mengakibatkan terjadinya
kejang.
Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan minimum untuk kejang tanpa demam pada anak menurut Ngastiyah (2000: 233) meliputi:
1. Glukosa puasa: Batas normalnya lebih dari 10 g/dl. Hipoglikemia dapat menjadi faktor presipitasi kejang.
2. Kalium: Batas normal kalium laki-laki 1,0 - 1,2 mmol/ L. Bila ada kerusakan jaringan, kalium akan keluar
dari sel dan masuk ke dalam cairan ekstraseluler. Jika penurunan kalium dalam urine dapat menunjukan
3. Natrium : Batas normal natrium laki-laki 135 - 145 mmol/ L. Pada cairan ekstraseluler kadar natrium urine
biasanya rendah dan kadar natrium serum rendah tidak normal / normal akibat memodilusi atau kadar
meningkat.
4. EEG (Elektroensefalografi) adalah suatu cara untuk melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi
dengan baik, mengukur aktivitas otak. Gelombang otak untuk menentukan karakteristik dari gelombang
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Menghentikan kejang secepat mungkin Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih kejang.
b. Pemberian oksigen
d. Mencari dan mengobati penyebab Pengobatan rumah profilaksis intermitten. Untuk mencegah kejang
2. Penatalaksanan Keperawatan
d. Monitor suhu tubuh, Cara paling akurat adalah dengan suhu rektal
e. Obat untuk penurun panas, pengobatan ini dapat mengurangi ketidaknyamanan anak dan menurunkan
f. Berikan Kompres Hangat Mengompres dilakukan dengan handuk atau washcloth (washlap atau lap
khusus)
H. Komplikasi
1. Aspirasi
2. Asfiksi
3. Retardasi mental
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Langkah- langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan
data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan
kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan
lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan
pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu
dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh
data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur
a. Data Subjektif
1) Biodata/Identita
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk
mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2) Riwayat Penyakit
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si
anak.
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui
apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinybangkitan kejang. Jarak antara
c) Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
d) Pola serangan
(1) Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan
(2) Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi
mioklonik
(3) Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran
(4) Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan
e) Frekuensi serangan
untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik
apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
(1) Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain.
Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan
apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis
dan sebagainya.
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal
ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain- lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali. Apakah ada riwayat
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas
sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan
maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
6) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan
imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
7) Riwayat Perkembangan
b) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-
otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu
d) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan.
8) Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25% penderita kejang demam
mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau
lainnya. Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit
9) Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh
mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya.
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana. Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi:
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan
dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis. Bagaimana pandangan terhadap
penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota
b) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan
kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak. Makanan apa saja yang disukai dan yang
tidak. Bagaimana selera makan anak. Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari.
c) Pola Eliminasi
warna, bau, dan apakah terdapat darah. Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak
kencing. BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak. Bagaimana konsistensinya
e) Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur. Berangkat tidur jam berapa. Bangun tidur jam berapa. Kebiasaan
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi
dan suhu.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali. Adakah dispersi bentuk kepala. Apakah
tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun- ubun besar cembung, bagaimana
b) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung
c) Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak
menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus,
d) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
e) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
f) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung. Polip yang menyumbat jalan napas. Apakah
g) Mulut
stomatitis. Berapa jumlah gigi yang tumbuh. Apakah ada caries gigi .
h) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil. Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat.
i) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid. Adakah pembesaran vena
jugulans.
j) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya,
irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale. Pada auskultasi, adakah suara napas
tambahan.
k) Jantung
l) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen . Bagaimana turgor
kulit dan peristaltik usus. Adakah tanda meteorismus. Adakah, pembesaran lien dan
hepar.
m) Kulit
n) Ekstremitas
o) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi.
2. Masalah Keperawatan dan Data Penunjang
tidak tersedia
DO:
Peningkatan suhu tubuh
kulit teraba dingin, menggigil, suhu tubh
kutis memorata
Hipotermia
Vasokontriksi
Hipoksia
Udema otak
Eksternal
- terpapar pathogen
Peningkatan suhu tubuh
- terpapar zat kimia
- ketidakamanan transportasi
Fungsi hipotalamus terganggu
Internal
- ketidaknormalan profil darah
- disfungsi autoimun
- disfungsi biokimia
Pelepasan asitekolin (neurotransmiter)
- hipoksia jaringan
Gangguan persarafan
3. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang,
b. Pola napas tidak efektif behubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas,
fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal, ortopnea, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, dan
keperawatan selama 3x24 1. Monitor pola napas 1. Penurunan bunyi napas indikasi
jam pola napas efektif. (frekuensi, kedalaman, usaha atelektasis, ronki indikasi
selama 1x24 jam upaya mengi, wheezing, ronkhi sehingga otot aksesori
9. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
Edukasi
kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
08-2022 Setelah dilakukan tindakan - identifikasi area lingkungan yang - untuk mengidentifikasi area
resiko cedera tidak terjadi meyebabkan cedera - untuk mengidentifikasi obata yang
Tupen : Terapetik
jam diharapkan risko - sosialisasikan pasien dan keluarga memadai bagi pasien
cedera menurun dengan dengan lingkungan ruang rawat - agar pasien dan keluarga dapat
- profil darah membaik tidur, penerangan ruangan dan lokasi rawat (mis.penggunaan telepon, tempat
- disfungsi biokimia diposisi terendah saat digunakan - untuk mempertahankan posisi tempat
membaik -diskusikan mengenai latihan fisik tidur diposisi terendah saat digunakan
- hipoksia jaringan cukup dan terapi fisik yang diperlukan agar paien nyaman
- kegagalan mekanisme keluarga yang dapat mendampingi mengenai latihan fisik dan terapi fisik
- nafsu makan meningkat pengawasan pasien, sesuai kebutuhan mendampingi pasien siap siaga
- perubahan fungsi kognitif - anjurkan berganti posisi secara observasi dan pengawasan pasien,
Edukasi
terjadi kelelahan
DAFTAR PUSTAKA
EGC.
gaya baru
nasional indonesia.
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Indonesia.