DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
Mustikawati 1811020328
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi dan memahami tentang kejang demam
pada anak serta bagaimana cara penatalaksanaannya.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui tentang :
1) Pengertian kejang demam pada anak
2) Penyebab kejang demam pada anak
3) Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak
4) Patofisiologis dan Nursing Pathway kejang demam pada anak
5) Pemeriksaan diagnostik kejang demam pada anak
6) Komplikasi penyakit kejang demam pada anak
7) Prognosis kejang demam pada anak
8) Penatalaksanaan kejang demam pada anak
9) Asuhan Keperawatan dengan diagnosa kejang demam
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997:229)..
Kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013)
Kejang demam paling sering terjadi pada anak berusia kurangdari 5 tahun,
teori ini menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipertermia yang
muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri, kejang
ini umumnya brlangsung singkat dan mungkin terdapat predisposisi familial
(Lombardo in Price & Wilson, 2005
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan
biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan
perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang
berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
2.2 PENYEBAB
Menurut Lumbantobing,2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan
kejang demam:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap
otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA),
bronkhitis, dan lain – lain.
Gejalanya berupa:
a) Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang
tejradi secara tiba-tiba)
b) Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
c) Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
d) Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit)
e) Lidah atau pipinya tergigit
f) Gigi atau rahangnya terkatup rapat
g) Inkontinensia (mengompol)
h) Gangguan pernafasan
i) Apneu (henti nafas)
j) Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:
a) Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama
1 jam atau lebih
b) Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
c) Mengantuk
d) Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, memakai Kriteria Livingstone setalah
dimodifikasi di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
2.3.1 .Klasifikasi Kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan
dan tungkai. Robinson & Roberton (2000) mengklasifikasikan tipe kejang
berdasarkan pada gambaran klinis dan EEG yaitu:
2.4.PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi akibat lepasnya muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah focus kejang atau jaringan normal yang teganggu akibat suatu keadaan
patologik. (Price & Wilson, 2005).
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glucose, sifat proses itu adalah oxidasi dengan
perantara fungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system
kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh
membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limfoid dan permukaan
luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh
ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+
rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya, karena itu
perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat
perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan
konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari
patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang
anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang
dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak, tubuh dapat mengubah keseimbangan
dari membran sel neuron dalam waktu singkat terjadi difusi di ion K+ maupun
ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan
listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang
yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea,
Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang
akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Pathway Kejang Demam Pada Anak
Etiologi
Demam
hypertermia
Thermoregulasi tdk
efektif
hipoglikemi hipertensi evaporesis takikardi Gangg. saraf otonom
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005)
1. Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejangyang
terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat.
2. Kerusakan jaringan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu
kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D Asparate
(MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke selotak yang merusak
sel neuoran secara irreversible.
3. Retardasi mental
Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonates.Penurunan IQ
pada kejang demam yang berlangsung lama dan lebih dai 15 menit dan bersifat
unilateral
4. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
5. Asfiksia
Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secara spontan atau
teratur.
b. Usia kejang demam pertama kurang dari 12 bulan berisiko 2,7 kali lebih
tinggi mengalami kejang ulang.
c. Riwayat keluarga dengan kejang demam berisiko 3,2 kali lebih tinggi untuk
mengalami kejang ulang.
d. Anak dengan kejang demam pada suhu < 39°C berisiko 4,4 kali lebih tinggi
mengalami kejang ulang.
6. Kelumpuhan
7. Kematian
Serangan kejang yang berlangsung lama biasanya akan disertai henti nafas.
Adanya kejang dan disertai pertolongan yang tidak tepat dapat berisiko terjadinya
aspirasi. Aspirasi pada jalan nafas dapat menyebabkan kegawatan pernafasan dengan
berujung kematian. Namun kejadian ini sangat kecil sekitar 0,64-0,75%
2.7.PROGNOSIS
Penting untuk berbicara dengan dokter anak Anda tentang apa yang
diharapkan bersama anak Anda
Banyak anak dapat “mengatasi” kejang ketika otak matang. Jika beberapa
tahun berlalu tanpa kejang, dokter sering menghentikan pengobatan anak-
anak dan melihat apakah anak tersebut telah melampaui masa kejangnya.
Kejang pada umumnya tidak berbahaya kecuali jika terjadi cedera atau
status epileptikus terjadi. Anak-anak yang mengalami status epileptikus
berisiko rendah meninggal akibat kejang yang berkepanjangan.
Anak-anak dengan kejang demam dapat reda, biasanya di atas usia 6
tahun, tapi mereka masih akan sering mengalami kejang berulang-ulang
saat mereka mengalami demam. Beberapa anak dengan kejang demam
dapat melanjut mengalami epilepsi, namun kebanyakan dokter percaya
bahwa epilepsi bukan disebabkan oleh kejang demamnya.
2.8. PENATALAKSANAAN
2. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat dibuka,
posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isilambung, usahakan
agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhanoksigen, pengisapan lendir
harus dilakukan secara teratur dan diberikanoksigen.
3. Pengobatan rumat
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring,
pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan
intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
3.1. PENGKAJIAN
Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan kejang demam meliputi:
1. Data subyektif
a. Biodata / identitas
Biodata anak yang mencakup nama,jenis kelamin.Biodata orangtua perlu
ditanyakan untuk mengetahui status social anak meliputi: nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,penghasilan,alamat.
b. Riwayat penyakit
Menurut Suharso (2000) antara lain sebagai berikut:
1). Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:
a). Jenis,lama,dan frekuensi kejang
b). Demam yang menyertai,dengan mengetahui ada tidaknya demam yang
menyertai kejang,maka diketahui apakah infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang.
c). Jarak antara timbulnya kejang dengan demam
d). Lama serangan
e). Pola serangan, apakah bersifat umum,fokal,tonik,klonik
f). Frekuensi serangan,apakah penderita mengalami kejang sebelumnya umur
berapa kejang terjadi untuk pertama kali,dan berapa frekuensi kejang pertahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda
dan bangkitan kejang sering timbul.
g). Keadaan sebelum,selama dan sesudah serangan.
h). Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu
yang dapat menimbulkan kejang misalnya,lapar,mual,muntah,sakit kepala dan
lain-lain
i). Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya
j). Sesudah kejang perlu ditanyakan pakah penderita segera
sadar,tertidur,kesadran menurun,ada paralise,menangis.
d. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.
e. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:
1). Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) :berhubungan dengan
kemampuan mandiri,bersosialisasi,dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2). Gerakan motorik halus:berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu,melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil memerlukan koordinasi yang cermat
mis lnya menggambar,memegang suatu benda.
3). Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dansikap tubuh
4). Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara,mengikuti perintah
dan berbicaa spontan
g.Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yang mengasuh anak.Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan
teman sebayanya.
2.Data Obyektif
a.Pemeriksaan fisik
1). Kepala
a). Adakah tanda-tanda mikro atau mikrossepali
b). Adakah dispersi bentuk kepala
c). Adakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial yaitu ubun-ubun besar
cembung,bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum
2). Rambut
Dimulai warna,kelebatan, distribusi serat karakteristik rambut lain. Pasien
dengan malnutrisi energy protein mempunyai rambut yang jarang,kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien
3). Muka/Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah: sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa,sehingga wajah tertarik ke sisi.
4). Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil,untuk periksa pupil dan ketajaman
peglihatan. Apakah keadaan sklera,konjungtiva?
5). Telinga
Periksa fungsi telinga,kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri didaerah belakang telinga,keluar cairan dari
telinga,berkurangnya pendengaran
6). Hidung
a). Apakah adanya pernapasan cuping hidung
b). Polip yang menyumbat jalan napas
c). Apakah keluar sekret,bagaimana konsistensinya,jumlahnya?
7). Mulut
a). Adakah sianosis
b). Bagaiman keadaan lidah
c). Adakah stomatitis
d). Berapa jumlah gigi yang tumbuh
e). Apakah ada karies gigi
8). Tenggorokan
a). Adakah peradangan tanda-tanda peradangan tosil
b). Adakah pembesaran vena jugularis
9). Leher
a). Adakah tanda-tanda kaku kuduk,pembesaran kelenjar tiroid
b). Adakah pembesaran vena jugularis
10). Thorax
a). Pada inspeksi:amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostal.
b). Auskultasi: adakah suara napas tambahan
c). Jantung: bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya? adakah
bunyi tambahan? adakah bradicardi dan takikardi?
11). Abdomen
a). Adakah distensi abdomen serta kekuatan otot pada abdomen?bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus?
b). Adakah pembesaran lien dan hepar?
12). Kulit
a). Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
b). Adakah terdapat edema hemangioma?
c). Bagaimana keadaan turgor kulit?
13). Ekstremitas
a). Apakah terdapat oedema,atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
b). Bagaimana suhunya pada daerah akral?
14). Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema,sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeks
b. Pemeriksaan penunjang
1). Pemeriksaan laboratorium
2). EEG
3). CT Scan kepala
4). MRI
5). Dan lain-lain sesuai kebutuhan seperti yang sudah dijelaskan di BAB II :
tinjauan teori
Manajemen pengobatan
1.Tentukan obat apa yang
di perlukan, dan kelola
menurut resep dan/atau
protocol
2.Monitor efektivitas cara
pemberian obat yang sesuai.
Manajemen kejang
1.Pertahankan jalan nafas
2.Balikkan badan pasien ke
satu sisi
3.Longgarkan pakaian
4.Tetap disisi pasien selama
kejang
5.Catat lama kejang
6.Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsy dengan
benar.
Monitoring peningkatan
intracranial
1.Monitor tekanan perfusi
serebral
2.Monitor jumlah, nilai dan
karakteristik pengeluaran
cairan serebrispinal (CSF)
3.Monitor intake dan output
4.Monitor suhu dan jumlah
leukosit
5.Periksa pasien terkait ada
tidaknya gejala kaku kuduk
6.Berikan antibiotik
7.Letakkan kepala dan leher
pasien dalam posisi netral,
hindari fleksi pinggang
yang berlebihan
8.Sesuaikan kepala tempat
tidur untuk
mengoptimalkan perfusi
serebral
9.Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan tertentu.
11.Kaji kemampuan
pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Manajemen lingkungan
Resiko cidera
7. 1.Sediakan lingkungan
Faktor resiko Kontrol resiko
yang aman untuk pasien
1)Eksternal Kriteria hasil :
2.Identifikasi kebutuhan
a)Gangguan fungsi 1)Klien terbebas dari
keamanan pasien sesuai
kognitif cidera
dengan kondisi fisik
b)Agens 2)Klien mampu
3.Dan fungsi kognitif
nosokomial menjelaskan cara atau
pasien dan riwayat penyakir
2)Internal metode untuk
dahulu pasien
a)Hipoksia jaringan mencegah cidera
4.Memasang side rail
b)Gangguan sensasi 3)Klien mampu
tempat tidur
(akibat dari cedera menjelaskan faktor
5.Menyediakan tempat tidur
medula spinalis, dll) resiko dari lingkungan
yang aman dan bersih
c)Malnutrisi 4)Menggunakan
6.Membatasi pengunjunng
fasilitas kesehatan
7.Memberikan penerangan
yang ada
yang cukup
5)Mampu mengenali
8.Berikan penjelasan pada
perubahan status
pasien dan keluarga atau
kesehatan.
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
b.Kejadian jatuh
dan penyebab penyakit.
1)Jatuh dari tempat
tidur
Manajemen kejang
2)Jatuh saat di
1.Pertahankan jalan nafas
pindahkan
2.Balikkan badan pasien ke
satu sisi
3.Longgarkan pakaian
4.Tetap disisi pasien selama
kejang
5.Catat lama kejang
6.Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi dengan
benar.
Pencegahan jatuh
8. Resiko aspirasi 1.Identifikasi perilaku dan
Faktor resiko : a.Respiratori status : faktor yang mempengaruhi
a.Penurunan ventilation resiko jatuh
motilitas b.Aspiration Control 2.Sediakan pengawasan
b.Pengosongan c.Swallowing status ketat dan /atau alat
lambung yang pengikatan
lambat
c.Penurunan reflek Aspiration precaution
muntah 1).Monitor tk
d.Penurunan reflek kesadaran,reflek batuk dan
batuk kemampuan menelan
e.Peningkatan 2).Monitor status paru
residu lambung pelihara jalan nafas
f.Gangguan 3).Lakukan suction jika
menelan diperlukan
g.Peningkatan 4).Cek nasogastrik sebelum
tekanan intragatrik makan
5)Hindari makan kalau
residu mash banyak
6).Potong makanan kecil-
kecil
7).Haluskan obat sebelum
pemberian
8).Posisi tegak 90 derajat
atau sejauh mungkin
Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016)
Betz, C. L,. & Sowden L. A. (2002). Buku saku keperawatan pediatik. Jakarta:
EGC.
DiMario, F. J. (2002). The nervous system In: Rudolp, A.M., Kemei, R.K., &
Overby, K.J. (Eds). Fundamental of paediatrics. New York: Mc Graw-
Hill Companies.
Hassan, R. & Alatas, H. (Eds).(1985). Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:
FKUI.
Lombardo, M.C.(2005). Gangguan kejang. In: Price, S.A., & Wilson, L.M. (Eds).
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. (ed 6th). Alih bahasa :
Bram, U.Pendit. Jakarta: EGC.
Robinson, M.J., & Roberton, D.M. (Eds). (2000). Practical paediatrics. (ed 4th).
London: Churchill Livingston.
Suriadi & Yuliani, Y. (2001). Buku pegangan praktek klinik asuhan keperawatan
pada anak. Edisi 1. Jakarta: Sagung Seto.
Wong, D. L. (1996). Wong and Whaley’s clinical manual of pediatric nursing. St.
Louis: Mosby.
Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016)
Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC, Edisi Revisi Jilid 2
NANDA-I Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018 – 2020 Edisi 11,
Penerbit Buku Kedokteran ,EGC
Zempsky W.T. Pediatrics, Febril Zeisures,
www.omedicine.com/omerg/topic376.htm, Last updated : October
14,2004. Access : April 27,2005.
Kejang Pada Anak, www.pediatrik.com/knal.php