Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

OLEH:

USWATUN NUR AFID

P27820519043

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN


KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS TUBAN
Jl. Dr Wahidin Sudirohusodo No. 2 Tuban
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang terjadi dalam
tubuh. Demam umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam tinggi dapat menyebabkan masalah
serius pada anak. Masalah yang sering terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38 ̊C yaitu
kejang demam ( Ngastiyah,2012).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam.
Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologic yang paling sering dijumpai pda masa
kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anka ( Wong, 2009). Kejang demam terjadi pada
kenaikan suhu tubuh yang biasanya disebabkan oleh proses ekstrakranium sering terjadi pada
anak, terutama pada penggolongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Ridha,2014).

Kenaikan suhu tubh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada saat
timbul kejang merupakan nilai ambang kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang mnderita kejang
pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 38
̊C sedangkan anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi apabila suhu 40 ̊C atau
lebih (Arifuddin, 2016).

Demam tinggi pada anak dapat menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Pada keadaan
demam keniakan suhu 1 ̊C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anka berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh. Oleh karena itu, kenaikan suhu dapat mengubah
keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjaadi disfusi dari ion
kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini dapat meluas seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang. Masalah yang terjadi
pada pasien kejang demam seperti, hipertemia, ketidakefektifan pola nafas, resiko cidera,
kecemasan (Ngastiyah,2014)
1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam
b. Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan kejang demam
2) Merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan kejang demam
3) Menyusun perencanaan keperawatan pada anak dengan kejang demam
4) Melakukan tindakan keperawatan pada anak dengan kejang demam
5) Melakukan evaluasi keperawatan pada anak dengan kejang demam

1.3 Manfaat

1) Menamba wawasan pengetahuan tentang pemebrian asuhan keperawatan pada anak


dengan kejang demam
2) Mahasiswa perawat mampu menerapkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada
anak dengan kejang demam
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat paroksimal dan
dalam waktu terbatas akibat dri adanya aktifitas listrik abnormal diotak yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh (Widagno, 2012).

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu tinggi kenaikan suhu tubuh diatas 38
̊C karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium ( Lestrai, 2016).

2.2 Etiologi

Hingga kini belum diketahui penyebab kejang demam. Demm sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dn infeksi sluran kemih (Lestari,2016).

Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam diantaranya :

a. Faktor – faktor prenatal


b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetic
d. Demam
e. Gangguan metabolisme
f. Trauma
g. Neoplasma
h. Gangguan sirkulasi

2.3 Klasifikasi

Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone :


a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
b. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria tersebut (modifikasi
livingstone) digolongkan pada kejang demam kompleks.
(Ngastiyah, 2012).`

Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang demam dibagi 3 jenis,
yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion),
biasanya terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh
yang mencapai 39°C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya berlangsung
beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri
dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang
terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada
pemeriksaan fisis dan riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena
meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion)
biasanya kejang terjadi selama = 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan
terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status
neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan umur demam
adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak mempunyai kelainan
neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi merupakan
gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12 bulan dengan
kejang kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS
sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis.

2.4 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecahmenjadi CO dan air. Sel
dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar
yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium
(K+2) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida
(CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang
diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme basal
10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena
itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu rendahnyaambang kejang
seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 & Ngastiyah,
2012).

2.5 Manifestasi klinis

Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien dengan kejang
demam diantaranya :
a. Suhu tubuh mencapai >38°C
b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang
c. mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak berguncang (gejala
kejang bergantung pada jenis kejang)
d. Kulit pucat dan membiru
e. Akral dingin
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam menurut (Ngastiyah,2014) yaitu :
1. Penatalaksanaan medis
a. Bila pasien datang dalam keadaan kejang, obat paling utama yaitu diazepam untuk
memberantas kejang secepat mungkin yang diberikan secara intravena.
b. Untuk mencegah edema otak, berikan korrtikosteroid dengan dosis 20-30 mg/kg
BB/hari dibagi dalam 3 dosisi atau sebaliknya glukortikkoid misalnya deksametazon
0,5-1 ampul setiap 6 jam.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Baringkan psien ditempat yang rata, kepala dimiringkan
b. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien
c. Lepaskan pakaian yang menganggu pernapasan
d. Jangan memasang sudip lidah ( tongue spatel), karena resiko lidah tergigit kecil.
Sudip lidah dapat membatasi jalan napas.
e. Bila pasien sudah sadar dan terbangun berikan minuman hangat
f. Pemebrian oksigen untuk mencukupi perfusi jaringan
g. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat

2.7 Komplikasi
Komplikasi kejang demam menurut (Waskitho, 2013 dalam Wulandari & Erawati, 2016)
yaitu :
1. Kerusakan Neurotransmitter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel ataupun
membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron.
2. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan
epilepsy yang spontan.
3. Kelainan anatomis di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di otak yang
lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4 bulan- 5 tahun.
4. Mengalamai kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam
5. Kemungkinan mengalami kematian.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Padiastuti (2011) pemeriksaan penunjang kejang demam adalah :

1. EEG (Elektroencephalogram) adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak


normalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang
demam yang baru terjdi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Walaupun dpat
diperboleh gambaran yang abnormal stelah kejang demam, gambaran tersebut bersifat
prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsy.
2. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal merupakan pemeriksaan cairan yang ada diotak dank anal tulang belakang
(airan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan
setelah kejang demam perrtma pada bayi (usia <12 bulan) karena gejala dan tanda
meningitis pada bayi meningkat sangat minimal atau tidak tampak. Pada anak dengan
usia >18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau
ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi system saraf pusat.
3. Neuroimaging
Pemeriksaan Neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini
tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus ditunjukan untuk mencari sumber demam, bukan
sekedar sebagai pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan darah rutin,
kadar elektrolit, kalsiu, fosfor, magnesium, atau gula darah.
Pathway

Infeksi eksternal : suhu tubuh meningkat

Gangguan keseimbangan membrane sel neuron

Dipolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebih

Kejang

Kontraksi pembuluh darah serebral Kontraksi otot meningkat

Aliran darah tidak lancar Gerakan tonik/klonik

Peredaran o2 tergaggu Resiko cidera metabolisme

Anaksia otak

Kebutuhan o2
Pelepasan kalor meningkat
meningkat
Ketidak mampuan
mengeluarkan sektret

Hipertermi
Akumulasi sekret
Pola napas tidak efektif

Obstruksi
trakeabronkial

Bersihan jalan napas tidak efektif


DAFTAR PUSTAKA
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV Sagung

Titik Lestari, 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika

Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Ngastiyah. 2015. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Pudiastuti.(2011). Penyakit Pemicu stroke . Yogyakarta. Nuha Medika

(Waskitho, 2013 dalam Wulandari & Erawati, 2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta
: Pustaka pelajar
BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN

3.1 PENGKAJIAN
Meliputi data diambil tanggal dan jam berapa, tanggal mrs, ruang rawat/kelas, diagnose medis
dan nomor rekam medik.
1. Identitas
Meliputi nama, tanggal lahir, usia, pendidikan, alamat, nama ayah/ibu, pekerjaan ayah dan
ibu, agama, suku/bangsa.
II. Keluhan Utama
Tanyakan kepada orang tua klien alasan mengapa membawa klien ke pelayanan kesehatan
dan apa keluhan utama yang dirasakan klien sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah
keperawatan yang dapat muncul.
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Untuk mengetahui lebih detail hal yang berhubungan dengan keluhan utama. Meliputi:
- Mulai kapan munculnya keluhan dapat dicatat tanggal munculnya keluhan, waktu
munculnya keluhan
- Karakteristik, meliputi kualitas, kuantitas, lokasi dan radiasi, timing (terus menerus/
intermiten), hal-hal yang mengurangi/meningkatkan/menghilangkan keluhan, gejala lain
yang berhubungan
- Masalah sejak muncul keluhan, apakah kejadian mendadak berulang, kejadian sehari-
hari, atau periodic. Perkembangan (membaik/memburuk/tidak berubah), efek dari
pengobatan apakah mempengaruhi.
IV. Riwayat Masa Lalu
- Kehamilan dan persalinan
Meliputi riwayat prenatal apakah ada gangguan/ keluhan saat hamil, tempat ANC,
kebutuhan nutrisi saat hamil, usia kehamilan (aterm, preaterm, post aterm), kesehatan
saat hamil dan obat yang diminum. Riwayat natal meliputi tindakan persalinan,
tempat bersalin. Riwayat post natal, kondisi kesehatan, apgar score, BB lahir, PB
lahir, anomaly kongenital.
- Penyakit waktu kecil, bagaimana gejala dan penanganannya
- Pernah dirawat di RS
- Meliputi penyakit apa yang pernah diderita klien, respon emosional waktu dirawat.
- Obat-obatan yang pernah dan sedang dikonsumsi
- Apakah klien ada alergi dan imunisasi yang pernah didapat

V. Riwayat Keluarga
Kaji penyakit keturunan maupun menular dalam keluarga seperti jantung, DM, Hipertensi,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.

VI. Riwayat Sosial


1. yang mengasuh anak dan alasannya
2. pembawaan secara umum apakah klien periang, pemalu, pendiam, apakah masih
ngompol)
3. Lingkungan rumah (kebersihan, keamanan, ancaman keselamatan anak, letak barang-
barang).
VII. Keadaan Kesehatan Saat Ini
Meliputi diagnose medis, apakah pernah dilakukan tindakan operassi, obat-obatan yang
dikonsumsi, tindakan keperawatan, hasil laboratorium yang menunjang.

VIII. Pengkajian Pola Fungsi


1. Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Status kesehatan anak sejak lahir, pemeriksaan kesehtaan secra rutin, imunisasi, praktek
pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar popok, dll), kebiasaan merokok orang tua,
keamanan tempat bermain anak dari kendraan, praktek keamanan orang tua (produk
rumah tangga, menyiapkan obat-obatan,dll)
2. Nutrisi metabolic
Pemeriksaan ASI/PASI, jumlah, minum kekuatan menghisap, makanna yang
disukai/tidak disukai, makanan dan minuman selama 24 jam, adakah makanan
tambahan/vitamin, kebiasaan makan, alat makan yang digunakan. Biasanya pada adak
demam kejang mengalamu penurunan nafsu makan karena mual dan muntahnya.
3. Pola eliminasi
Yang dikaji pola defekasi apakah ada kesulitan, kebiasaan setiap harinya. Mengganti
pakaian dalam, pola eliminasi urin (frekuensi ganti popok/berkemih perharinya, bau dan
warna).
4. Aktivitas dan pola latihan
Yang perlu dikaji rutinitass mandi, kebersihan sehari-hari, aktivitas sehari-hari (jenis
permainan, lama, teman bermain, penampilan anak saat bermain). Kemampuan
kemandirian anak (mandi, toileting, makan, berpakaian).
5. Pola istirahat tidur
Kaji pola istirahat/tidur anak, bagaimanakah kebiasaan anak sebelum tidur, perubahan
pola istirahat apakah anak sering mimpi buruk, nocturia. Pola tidur orang tua juga perlu
dikaji.
6. Pola kognitif-persepsi
Kaji respon anak secara umum, rangsang anak agar berbicara, bersuara, respon terhadap
sentuhan. Apakah anak mengikuti objek dengan matanya, respon untuk meraih mainan.
Gunakan stimulasi, bicara, mainan. Kemampuan untuk mengatakan nama, waktu,
alamat, nomor telepon. Kemampuan anak untuk mengidentifikasi kebutuhan (lapar,
haus, nyeri, tidak nyaman)
7. Persepsi diri-pola konsep diri
Kaji bagaimana status mood anak dan pemahaman anak terhadap identitas diri,
kompetensi, banyaknya teman, kesiapan/penakut.
8. Pola peran-hubungan
Kaji struktur keluarga, masalah/stressor keluarga, interaksi/hubungan antara anggota
keluarga dan anak, anak ketergantungan/tidak, apakah anak temperantrum, penyesuaian
disekolah bagaimana. Peran ikatan dan kepuasan orang tua, pekerjaan.sosial dan
hubungan perkawinan orangtua apakah mengalami masalah atau tidak.
9. Seksualitas
Kaji seputar seksualitas/reproduksi apakah mengalami masalah, untuk orang tua riwayat
reproduksi bagaimana, kepuasan seksual apakah ada masalah.
10. Koping-pola toleransi stress
Yang perlu dikaji pada anak apa yang menyebabkan stress pada anak, pola penanganan
masalah, keyakinan agama. Pada orang tua, sesuatu yang bernilai dalam hidupnya,
semangat untuk masa depannya itu apa.
11. Nilai-pola keyakinan
Kaji perkembangan moral anak, pemilihan perilaku, keyakinan akan kesehatan dan
agama yang dianut. Pada orang tua, keyakinan orang tua dan semangat untuk masa
depan bagaimana.

IX. Pemeriksaan Fisik


- Keadaan umum : biasanya anka rewel dan kesadaran compos mentis
- Tanda-tanda vital
Suhu : pada umumnya anak dengan masalah kejang demam biasanya suhu badan
>38,0 ̊C
Tekanan darah normal :
Infant (1-12 bulan) : sistolik 72-104 mmHg, diastolik 37-56 mmHg
Todler : sistolik 86-104 mmHg, diastolik 41-58 mmHg
Pra sekolah : sistolik 92-120 mmHg, diastolik 47-67 mmHg
Sekolah : sistolik 90-121mmHg, diastolik 59-78mmHg
Remaja (>13 tahun) : sistolik 102-124 mmHg, diastolik 64-80 mmHg
RR :
Infant (1-12 bulan) : 30-60x/menit
Todler : 24-40x/menit
Pra sekolah : 20-34x/menit
Sekolah : 15-30x/menit
Remaja (>13 tahun) : 12-20x/menit
Nadi :
Infant (1-12 bulan) : 100-170x/menit
Todler (1-3 tahun) : 80-150x/menit
Pra sekolah (3-5 tahun): 70-130x/menit
Sekolah (6-12 tahun) : 65-120x/menit
Remaja (>13 tahun) : 55-90x/menit
- Ukuran antropometri : Ukur BB, TB, LILA, LK.
Berat badan dan tinggi badan pada anak dengan masalah kejang demam pada um.
Pada anak normal ukuran LK pada 6 bulan pertama kehidupan LK berkisar antara
34-44 cm sedangkan pada umur 1 tahun sekitar 47 cm, 2 tahun 49 cm dan dewasa 54
cm. unruk LILA interpretasinya < 12,5: gizi buruk (merah), 12,5-13,5: gizi kurang
(kuning), >13,5: gizi baik (hijau).
- Wajah
 Mata : identifikasi Konjungtiva, sklera, kelainan mata
 Hidung : Kebersihan, kelainan
 Mulut dan gigj: Kebersihan, bau, mukosa mulut, stomatitis. Pada anak dengan
masalah demam kejang sering mukosa biir tampak kering, lidah tampak kotor
 Telinga : Fungsi pendengaran, kelainan, kebersihan
- Leher : Inspeksi apakah ada benjolan pada leger, apakah ada kaku pada tengkuk,
adakah pembesaran kelenjar tyroid, atau kelainan yang lain.
- Dada : Inspeksi bentuk dada simetris atau tidak, apakah ada kelainan. Auskultasi
apakah ada suara tambahan pada jantung dan paru-paru.
- Abdomen : Inspeksi pakah ada distensi abdomen, apakah bising usus hiperaktif,
tanyakan apakah ada masalah pencernaan.
- Genetalia.
Inspeksi dan palpasi : Inspeksi genetalia periksa posisi lubang uretra, periksa adanya
hipospadia/tidak, pada anak laki-laki pastikan jumlah testis ada dua, pada perempuan
labia mayora sudah menutupi labia minora, inspeksi lubang uretra dan vagina
terpisah, inspeksi lubang anus ada/tidak.
- Ekstremitas : kelemahan otot
Biasanya pada anak demam kejang tonus otot mengalami kelemahan CRT >2 detik,
akral dingin.
- Kulit
X. Pemeriksaan Perkembangan
Berdasarkan hasil pengkajian DDST untuk 0-6 tahun:
1. Kemandirian dan bergaul
2. Motoric halus
3. Kognitif dan Bahasa
4. Motoric kasar

Jika usia > 6 tahun tanyakan tumbuh kembang secara umum, sebagai berikut:
1. BB lahir, 6 bulan, satu tahun dan saat ini
2. Pertumbuhan gigi, usia gigi tumbuh, jumlah, masalah dengan pertumbuhan gigi
3. Usia saat mulai menegakkan kepala, duduk, berjalan, kata-kata pertama
4. Perkembangan sekolah apakah ada masalah
5. Interaksi dengan orang lain dan orang dewasa
6. Partisipasi dengan kegiatan organisasi (kesenian, olahraga)
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi,
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
3. Resiko cedera b.d kurangnya kesadaran, gerakan tonik atau klonik
3.3 Perencanaan Keperawatan
1. Dx 1 : Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi,
Tujuan : setelah dillaukuan asuhan keperawatan …x24 jam diharapkan suhu tubuh
normal
KH :
- Suhu tubuh normal (36,5-37,5 ̊C)
- Nadi (60-100 x/menit) dan RR (16-24x/menit)
- Tidak ada perubahan warna kulit
- Kejang menurun
- Tekanan darah normal
Intervensi
1. Identifikasi penyebab hipertermia ( mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penggunaan incubator)
R/ untuk mengetahui penyebab hipertermia
2. Monitor ttv
R/ untuk memonitor keadaan umum klien
3. Longgarkan atau lepaskan pakaian
R/ Proses hilangnya panas akan terhalangi dan tidak dapat menyerap keringat
4. Lakukan pendinginan ekternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin pada
dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
R/ membantu menurunkan suhu tubuh
5. Anjurkan tirah baring
R/ meningkatkan kenyamanan istirahat serta dukungan fisiologis/psikologis
6. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu (pemerian antipiretik
atau anti biotik
R/ pemberian atipiretik untuk menurunkan demam anak

2. Dx 2 : Resiko cedera b.d kurangnya kesadaran, gerakan tonik atau klonik


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan klien
tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
KH :
- Pasien terbebas dari cidera
- Keluarga pasien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah cedera
Intervensi :
1. Beri pengamanan pada siis tempat tidur
R/ untuk meminimalkan injuri saat kejang
2. Beri tongue spatel antara gigi dan lidah
R/ Untuk menurunkan resiko trauma pada mulut
3. Letakkan klien pada tempat tidur yag aman
R/ membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ektermitas
4. Anjurkan kepada keluarga untuk melonggarkan pakaian
R/ menggurangi tekanna pada jalan napas
5. Batasi pengunjung
Menggurangi kegelisahan pasien karena banyak pengununjung

3. Dx 3 : Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan …x24 jam diharapkan pola napas
kembali normal
KH :
- Dispenia menurun
- Frekuensi napas membaik
- Irmam napas membaik
- Tekanan ekspirasi,inspirasi meningkat
Intervensi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
R/ untuk mendeteksi tanda tanda bahaya
2. Monitor bunyi napas tambahan
R/untuk mengetahui adanya weezhing,rhonki,mengi)
3. Posisikan semi fowler atau fowler
R/ menghindari penekanan pada jalan nafas untuk menimalkan penyempitan jalan
napas
4. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak terkontra indikasi
R/ agar pasien dapat memenuhi cairan dengan baik
5. Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik jika perlu
R/ mengurangi kekentalan sputum dan merangsang pengeluaran spuntum
3.4 Implementasi
Pada proses keperawatan, pelaksanaan atau implementasi adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan (Kozier, Erb,
Berman, & Synder, 2011). Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan-
tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan
kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Implementasi keperawatan membutuhkan
fleksibilitas dan kreativitas perawat. Setelah melakukan implementasi, perawat mencatat
tindakan keperawatam dan respon pasien terhadap tindakan tersebut (Kozier et al., 2011)

3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan bertujuan untuk menentukan
berbagai respon pasien terhadap intervensi keperawatan yang sudah disusun dan sebatas
mana tujuan-tujuan yang di rencanakan sudah tercapai (Smeltzer & Bare, 2013). Evaluasi
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaituevaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi
formatif dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan untuk
menilai keefektifan tindakan keperawatan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah
semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif bertujuan untuk
menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan (Asmadi, 2008).

Anda mungkin juga menyukai