Anda di halaman 1dari 301

Modul Ajar Keperawatan Jiwa i

MODUL AJAR KEPERAWATAN JIWA

Penyusun :
1. TITIK SUMIATIN, S.Kep.,Ns.,M.Kep
2. ABY YAZID AL BUSTHOMI R, Sp.Kep.MB
3. ROUDLOTUL JANNAH, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Modul Ajar Keperawatan Jiwa ii


LEMBAR PENGESAHAN

MODUL AJAR KEPERAWATAN JIWA

Ketua Program Studi DIII Keperawatan Tuban

Binti Yunariyah, S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIP. 196612081992032001

Modul Ajar Keperawatan Jiwa iii


Pengantar Mata Kuliah

Selamat berjumpa dengan Mata Kuliah Keperawatan Jiwa. Dalam Modul


Ajar Keperawatan Jiwa ini akan dipelajari tentang asuhan keperawatan jiwa baik
pada pasien dengan masalah psikososial dan pada pasien gangguan jiwa. Untuk
mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa, Anda harus terlebih dahulu
mempelajari dan memahami konsep dan berbagai terapi dalam keperawatan jiwa.
Tentu Anda bertanya mengapa mahasiswa D-III keperawatan harus
mempelajari mata kuliah ini? Mata kuliah ini sangat penting dipelajari karena
salah satu kompetensi lulusan D-III keperawatan adalah mampu memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah psikososial dan gangguan jiwa.
Sebagai tujuan umum dari Modul Ajar Keperawatan Jiwa ini adalah setelah Anda
mempelajari Modul Ajar Keperawatan Jiwa ini, Anda diharapkan mampu
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah psikososial dan
gangguan jiwa. Secara khusus setelah Anda selesai mempelajari Modul Ajar
Keperawatan Jiwa ini Anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan sejarah perkembangan jiwa
2. Trend dan Isu keperawatan jiwa
3. Peran dan Fungsi perawat jiwa
4. Macam-macam model konsep keperawatan jiwa
5. Terapi modalitas dalam asuhan keperawatan
6. Terapi aktivitas kelompok dalam asuhan keperawatan jiwa
7. Konsep terapi farmaka pada kasus jiwa
8. Konsep proses keperawatan jiwa
9. Askep pada pasien dengan kecemasan
10. Askep pasien dengan gangguan citra tubuh
11. Askep pasien dengan kehilangan
12. Askep pasien dengan harga diri rendah
13. Askep pasien dengan ISOS
14. Askep pasien dengan persepsi sensori dan halusinasi
15. Askep pasien dengan perilaku kekerasan
16. Askep dengan pasien defisit perawatan diri
17.Askep dengan pasien percobaan bunuh diri
18. Askep pasien dengan waham
19.Askep pasien anak dengan autis
20.Askep pasien dengan retardasi mental.

Adapun capaian pembelajaran pada mata kuliah keperawatan jiwa ini diantaranya:
1. Menguasai konsep asuhan keperawatan pasien dalam kondisi rentang
sehat-sakit berbagai tingkat usia (CP.P.09)
2. Mampu memberi asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan
kelompok baik sehat maupun sakit dengan memperhatikan aspek
bio,psiko,sosial kultural dan spiritual yang dapat menjamin keselamatan
klien sesuai standart asuhan keperawatan. (CP.KK.01)
3. Mampu mengelola asuhan keperawatan sesuai kewenangan klinis.
(CP.KK.02)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa iv


4. Mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas dengan menganalisis
data serta metode yang sesuai dan dipilih dari beragam metode yang sudah
maupun belum baku dan dengan menganalisis data. (CP.KU.01)
5. Menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur.
(CP.KU.02)

Mata kuliah ini juga dilengkapi dengan praktikum yang secara rinci dapat
Anda pelajari pada Modul Praktikum Keperawatan Jiwa. Agar Anda dapat
menguasai materi Modul Bahan Ajar Cetak ini ikutilah petunjuk belajar berikut 1.
Pelajarilah dan pahami setiap modul dengan sebaik-baiknya 2. Buatlah
rangkuman dengan membuat konsep-konsep esensial dari setiap modul 3.
Kerjakanlah setiap kegiatan, latihan dan tes formatif yang ada pada setiap akhir
kegiatan belajar 4. Catatlah setiap konsep yang belum Anda kuasai sebagai bahan
diskusi dengan teman Anda dalam kelompok atau dengan tutor Anda. Sukses
untuk Anda dan selamat belajar, Saya yakin Anda mampu.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa v


DAFTAR ISI
Halaman
Cover ................................................................................................................ i
Tim Penyusun .................................................................................................. ii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iii
Kata Pengantar ................................................................................................. iv
Daftar Isi........................................................................................................... vi
BAB 1 KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA ................................ 1
Topik 1 Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa ........................ 1
Topik 2 Konsep Kesehatan Jiwa ..................................................... 3
Topik 3 Paradigma dan Falsafah Keperawatan Jiwa ...................... 5
BAB 2 TREND DAN ISU KEPERAWATAN JIWA ................................ 12
Topik 1 Trend dan Isu Keperawatan Jiwa ...................................... 12
BAB 3 PERAN DAN FUNGSI PERAWAT JIWA ................................... 22
BAB 4 MODEL KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA ................ 28
BAB 5 KONSEP TERAPI MODALITAS DALAM ASUHAN
KEPERAWATAN............................................................................ 38
Topik 1 Terapi Individu .................................................................. 39
Topik 2 Terapi Kelompok ............................................................... 42
Topik 3 Terapi Keluarga ................................................................. 43
Topik 4 Terapi Okupasi .................................................................. 43
Topik 5 Terapi Lingkungan ............................................................ 47
Topik 6 Terapi Biologis (ECT) ....................................................... 50
BAB 6 TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK DALAM ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA ................................................................ 55
BAB 7 KONSEP TERAPI FARMAKA PADA KASUS JIWA ............... 65
Topik 1 Konsep Terapi Farmaka Pada Kasus Jiwa ........................ 67
BAB 8 KONSEP PROSES KEPERAWATAN JIWA .............................. 76
BAB 9 LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ANSIETAS . 85
BAB 10 ASUHAN KEPERAWTAN PASIEN DENGAN GANGGUAN
CITRA TUBUH ............................................................................... 96
BAB 11 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
KEHILANGAN ................................................................................ 106
BAB 12 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN HARGA DIRI RENDAH ........................................ 118
BAB 13 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ISOS ............. 132
Topik 1 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Isos ................. 138
BAB 14 ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI .................... 144
Topik 1 Konsep Teori Keperawatan Jiwa Halusinasi ..................... 144
Topik 2 Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi .............................. 147
BAB 15 LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN .................................................................................. 153
Topik 1 Asuhan Keperawatan Pasien dengan Perilaku Kekerasan 153
BAB 16 LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP DENGAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI ....................................................................... 167
Topik 1 Asuhan Keperawatan dengan Defisit Perawatan Diri ....... 168
Topik 2 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Defisit
Perawatan Diri ................................................................... 174

Modul Ajar Keperawatan Jiwa vi


BAB 17 ASKEP PASIEN DENGAN PERCOBAAN BUNUH DIRI......... 182
Topik 1 Konsep Tentang Resiko Bunuh Diri ................................. 182
Topik 2 Proses Asuhan Keperawatan pada Pasien Resiko
Bunuh Diri ......................................................................... 188
BAB 18 MODEL KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA ................ 198
BAB 19 LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN ANAK DENGAN
AUTIS ........................................................................................... 211
Topik 1 Teori Anak dengan Autis .................................................. 212
Topik 2 Proses Asuhan Keperawatan ............................................. 218
BAB 20 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK DENGAN RETARDASI MENTAL .................................. 227
Topik 1 Konsep Teori Anak dengan Retardasi Mental .................. 228
Topik 2 Proses Asuhan Keperawatan Anak dengan Retardasi
Mental ................................................................................ 232

Modul Ajar Keperawatan Jiwa vii


Modul Ajar Keperawatan Jiwa viii
BAB 1
KONSEP DASAR
KEPERAWATAN JIWA

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 0


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 0
BAB 1
KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA

PENDAHULUAN
Perkembangan keperawatan jiwa dimulai sejak jaman peradaban. Pada masa
ini suku bangsa Yunani dan Arab percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan
karena tidak berfungsinya organ otak. Pengobatan pada masa ini telah
menggabungkan berbagai pendekatan pengobatan seperti: memberikan
ketenangan, mencukupi asupan gizi yang baik, melaksanakan kebersihan badan
yang baik, mendengarkan musik dan melakukan aktivitas rekreasi. Perkembangan
keperawatan jiwa pada abad 21 lebih menekankan pada upaya preventif melalui
pengembangan pusat kesehatan mental, praktek mandiri, pelayanan di rumah sakit
dan pelayanan day care serta mengidentifikasi pemberian asuhan keperawatan
pada kelompok berisiko tinggi dan pengembangan sistem management patient
care dengan pendekatan multidisipliner. (Nurhalimah, 2016)
Untuk menjadi individu yang produktif dan mampu berinteraksi dengan
lingkungan sekitar, kita harus memiliki jiwa yang sehat. Individu dikatakan sehat
jiwa apabila berada dalam kondisi fisik, mental, dan sosial yang terbebas dari
gangguan (penyakit), tidak dalam kondisi tertekan sehingga dapat mengendalikan
stres yang timbul. Kondisi ini akan memungkinkan individu untuk hidup
produktif, dan mampu melakukan hubungan social yang memuaskan. Dalam
melakukan peran dan fungsinya seorang perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan harus memandang manusia sebagai mahluk biopsikososiospiritual
sehingga pemilihan model keperawatan dalam menerapkan asuhan keperawatan
sesuai dengan paradigma keperawatan jiwa.
INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat memahami sejarah perkembangan
keperawatan jiwa
2. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi kesehatan
jiwa
3. Mahasiswa dapat menyebutkan ciri-ciri sehat jiwa
4. Mahasiswa dapat memahami paradigma keperawatan
jiwa
5. Mahasiswa dapat memahami falsafah keperawatan
jiwa
MATERI POKOK KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA
Mahasiswa mampu memahami sejarah perkembangan
keperawatan jiwa, definisi kesehatan jiwa, ciri-ciri sehat
jiwa, paradigma dan falsafah keperawatan jiwa

TOPIK 1
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA
a. Zaman Mesir Kuno
Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena
adanya roh jahat yang bersarang di otak. Oleh karena itu, cara
menyembuhkannya dengan membuat lubang pada tengkorak kepala
untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang di otak tersebut. Hal ini
terbukti dengan ditemukannya lubang di kepala pada orang yang pernah
mengalami gangguan jiwa. Selain itu, ditemukan pada tulisan Mesir

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 1


Kuno tentang siapa saja yang pernah kena roh jahat dan telah dilubangi
kepalanya.
Tahun-tahun berikutnya, pasien yang mengalami gangguan jiwa
diobati dengan dibakar, dipukuli, atau dimasukkan dalam air dingin
dengan cara diajak jalan melewati sebuah jembatan lalu diceburkan
dalam air dingin dengan maksud agar terkejut, yakni semacam syok
terapi dengan harapan agar gangguannya menghilang. Hasil pengamatan
berikutnya diketahui ternyata orang yang menderita skizofrenia tidak ada
yang mengalami epilepsi (kejang atau hiperplasia). Padahal penderita
epilepsy setelah kejangnya hilang dapat pulih kembali. Oleh karenanya,
pada orang skizofrenia dicoba dibuat hiperplasia dengan membuat terapi
koma insulin dan terapi kejang listrik (elektro convulsif theraphy).
b. Zaman Yunani (Hypocrates)
Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit.
Upaya pengobatannya dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa
untuk mengeluarkan roh jahat. Pada waktu itu, orang sakit jiwa yang
miskin dikumpulkan dan dimasukkan dalam rumah sakit jiwa. Jadi,
rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat penampungan
orang gangguan jiwa yang miskin, sehingga keadaannya sangat kotor
dan jorok. Sementara orang kaya yang mangalami gangguan jiwa
dirawat di rumah sendiri.
Pada tahun 1841, Dorothea Line Dick melihat keadaan perawatan
gangguan jiwa. Ia tersentuh hatinya, sehingga berusaha memperbaiki
pelayanan kesehatan jiwa. Bersamaan dengan itu, Herophillus dan
Erasistratus memikirkan apa yang sebenarnya ada dalam otak, sehingga
ia mempelajari anatomi otak pada binatang. Khale kurang puas hanya
mempelajari otak, sehingga ia berusaha mempelajari seluruh sistem
tubuh hewan (Notosoedirjo, 2001).
c. Zaman Vesalius
Vesalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan
saja, sehingga ia ingin mempelajari otak dan sistem tubuh manusia.
Namun, membelah kepala manusia untuk dipelajari merupakan hal yang
mustahil, apalagi mempelajari seluruh sistem tubuh manusia. Akhirnya,
ia berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari. Sayangnya
kegiatannya tersebut diketahui masyarakat, sehingga ia ditangkap,
diadili, dan diancam hukuman mati (pancung). Namun, ia bisa
membuktikan bahwa kegiatannya itu untuk kepentingan keilmuan, maka
akhirnya ia dibebaskan. Versailus bahkan mendapat penghargaan karena
bisa menunjukkan adanya perbedaan antara manusia dan binatang. Sejak
saat itu dapat diterima bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit.
Namun kenyatannya, pelayanan di rumah sakit jiwa tidak pernah
berubah. Orang yang mengalami gangguan jiwa dirantai, karena
petugasnya khawatir dengan keadaan pasien.
d. Revolusi Prancis I
Phillipe Pinel, seorang direktur di RS Bicetri Prancis, berusaha
memanfaatkan Revolusi Prancis untuk membebaskan belenggu pada
pasien gangguan jiwa. Revolusi Prancis ini dikenal dengan revolusi
humanisme dengan semboyan utamanya ―Liberty, Equality, Fraternity‖.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 2


Ia meminta kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien
gangguan jiwa. Pada awalnya, walikota menolak. Namun, Pinel
menggunakan alasan revolusi, yaitu ―Jika tidak, kita harus siap diterkam
binatang buas yang berwajah manusia‖. Perjuangan ini diteruskan oleh
murid-murid Pinel sampai Revolusi II.
e. Revolusi Kesehatan Jiwa II
Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka
terjadilah perubahan orientasi pada organo biologis. Pada saat ini,
Qubius menuntut agar gangguan jiwa masuk dalam bidang kedokteran.
Oleh karena itu, ganguan jiwa dituntut mengikuti paradigma natural
sciences, yaitu ada taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosologi
(ada tanda/gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee mampu membuat
penggolongan dari tanda-tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu, kesehatan
jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan spesfikasinya masing-
masing.
f. Revolusi Kesehatan Jiwa III
Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih
berorientasi pada berbasis rumah sakit (hospital base), maka pada
perkembangan berikutnya dikembangkanlah basis komunitas
(community base) dengan adanya upaya pusat kesehatan mental
komunitas (community mental health centre) yang dipelopori oleh J.F.
Kennedy. Pada saat inilah disebut revolusi kesehatan jiwa III.

TOPIK 2
KONSEP KESEHATAN JIWA
A. DEFINISI SEHAT JIWA
Banyak ahli mendefinisikan mengenai sehat jiwa diantaranya menurut:
1. WHO
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sejahtera secara fisik, sosial
dan mental yang lengkap dan tidak hanya terbebas dari penyakit atau
kecacatan. Atau dapat dikatakan bahwa individu dikatakan sehat jiwa
apabila berada dalam kondisi fisik, mental dan sosial yang terbebas
dari gangguan (penyakit) atau tidak dalam kondisi tertekan sehingga
dapat mengendalikan stress yang timbul. Sehingga memungkinkan
individu untuk hidup produktif, dan mampu melakukan hubungan
sosial yang memuaskan.

2. UU Kesehatan Jiwa No. 03 Tahun 1966


Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera
sehingga memungkinkan seseorang berkembang secara optimal baik
fisik, intelektual dan emosional dan perkembangan tersebut berjalan
secara selaras dengan keadaan orang lain sehingga memungkinkan
hidup harmonis dan produktif.
B. CIRI-CIRI SEHAT JIWA (MENTAL)
Berikut ini akan dijelaskan ciri sehat jiwa dari menurut beberapa ahli
diantaranya menurut:
1. Yahoda
Yahoda mencirikan sehat jiwa sebagai berikut:

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 3


a. Memiliki sikap positif terhadap diri sendiri
b. Tumbuh, berkembang dan beraktualisasi
c. Menyadari adanya integrasi dan hubungan antara : Masa lalu dan
sekarang Memiliki otonomi dalam pengambilan keputusan dan tidak
bergantung pada siapapun
d. Memiliki persepsi sesuai dengan kenyataan
e. Mampu menguasai lingkungan dan beradaptasi
2. WHO (World Health Organisation/Organisasi Kesehatan Dunia)
Pada tahun 1959 dalam sidang di Geneva, WHO telah berhasil
merumuskan kriteria sehat jiwa. WHO menyatakan bahwa, seseorang
dikatakan mempunyai sehat jiwa, jika memiliki kriteria sebagai
berikut:
a. Individu mampu menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan,
meskipun kenyataan itu buruk baginya.
b. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
c. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.
d. Secara relatif bebas dari rasa tegang (stress), cemas dan depresi.
e. Mampu berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan
saling memuaskan.
f. Mampu menerima kekecewaan sebagai pelajaran yang akan datang
g. Mempunyai rasa kasih sayang.
Pada tahun 1984, WHO menambahkan dimensi agama sebagai
salah satu dari 4 pilar sehat jiwa yaitu: Kesehatan secara holistik yaitu
sehat secara jasmani/ fisik (biologik); sehat secara kejiwaan (psikiatrik/
psikologik); sehat secara sosial; dan sehat secara spiritual (kerohanian/
agama).Berdasarkan keempat dimensi sehat tersebut,the American
Psychiatric Association mengadopsi menjadi paradigma pendekatan
biopsycho-socio-spiritual. Dimana dalam perkembangan kepribadian
seseorang mempunyai 4 dimensi holistik, yaitu agama, organobiologik,
psiko-edukatif dan sosial budaya.
3. MASLOW:
Maslow mengatakan individu yang sehat jiwa memiliki ciri sebagai
berikut:
a. Persepsi Realitas yang akurat.
b. Menerima diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
c. Spontan.
d. Sederhana dan wajar.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa sesesorang
dikatakan sehat jiwa jika:
1. Nyaman terhadap diri sendiri
- Mampu mengatasi berbagai perasaan : rasa marah, rasa takut, cemas, iri,
rasa bersalah, rasa senang, cinta mencintai, dll.
- Mampu mengatasi kekecewaaan dalam kehidupan.
- Mempunyai Harga Diri yang wajar.
- Menilai diri secara nyata, tidak merendahkan dan tidak pula berlebihan.
- Merasa puas dengan kehidupan sehari-hari.
2. Nyaman berhubungan dengan orang lain.
- Mampu mencintai dan menerima cinta dari orang lain.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 4


- Mempunyai hubungan pribadi yang tetap.
- Mampu mempercayai orang lain.
- Dapat menghargai pendapat orang yang berbeda.
- Merasa menjadi bagian dari kelompok.
- Tidak mengakali orang lain, dan tidak memberikan dirinya diakali orang
lain.
3. Mampu memenuhi kebutuhan hidup
- Menetapkan tujuan hidup yang nyata untuk dirinya.
- Mampu mengambil kjeputusan.
- Menerima tanggung jawab.
- Merancang masa depan.
- Menerima ide / pengalaman hidup.
- Merasa puas dengan pekerjaannya.
-
TOPIK 3
PARADIGMA DAN FALSAFAH KEPERAWATAN JIWA
A. Paradigma keperawatan jiwa
Mempelajari paradigma keperawatan akan membantu seeorang
atau masyarakat luas mengenal dan mengetahui keperawatan dan
membantu memahami setiap fenomena. Berdasarkan pengertian diatas,
para ahli menyimpulkan bahwa tujuan paradigma keperawatan adalah
mengatur hubungan antara berbagai teori dan model konseptual
keperawatan guna mengembangkan model konseptual dan teori-teori
sebagai kerangka kerja keperawatan.
Fenomena adalah perilaku klien dalam menghadapi ketidakpastian
kondisi yang dialami akibat ketidaknyamanan akibat dari sakit yang
dialaminya. Falsafah keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Dalam melakukan peran dan
fungsinya seorang perawat harus memiliki keyakinan terhadap nilai
keperawatan yang menjadi pedoman dalam memberikan asuhan
keperawatan. Keyakinan yang harus dimiliki oleh seorang perawat yaitu:
1. Bahwa manusia adalah mahluk holistik yang terdiri dari komponen
bio-psiko-sosio dan spiritual.
2. Tujuan pemberian asuhan keperawatan adalah meningkatkan derajat
kesehatan manusia secara optimal
3. Tindakan keperawatan yang diberikan merupakan tindakan kolaborasi
antara tim kesehatan, klien maupun keluarga.
4. Tindakan keperawatan yang diberikan merupakan suatu metode
pemecahan masalah dengan pendekatan proses keperawatan
5. Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat
6. Pendidikan keperawatan harus dilakukan secara terus-menerus

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 5


Pada Gambar 1.1 berikut ini akan menjelaskan lebih rinci mengenai Skema
Paradigma keperawatan

Gambar 1.1 Skema Paradigma Keperawatan


Empat komponen dalam paradigma keperawatan meliputi : manusia, keperawatan,
lingkungan, dan kesehatan.
1. Manusia
Keperawatan jiwa memandang manusia sebagai mahluk holisstik
yang terdiri dari komponen bio – psiko – sosial dan spiritual merupakan
satu kesatuan utuh dari aspek jasmani dan rohani serta unik karena
mempunyai berbagai macam kebutuhan sesuai tingkat perkembangannya
(Konsorsium Ilmu Kesehatan, 1992). Kozier, (2000) mengatakan
manusia adalah suatu sistem terbuka, yang selalu berinteraksi dengan
lingkungan eksternal dan internal agar terjadi keseimbangan
(homeoatatis), Paradigma keperawatan memandang manusia sebagai
mahluk holistik, yang merupakan sistem terbuka, sistem adaptif,
personal dan interpersonal. Sebagai system terbuka, manusia mampu
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya, baik lingkungan
fisik, biologis, psikologis maupun sosial dan spiritual. Sebagai sistem
adaptif manusia akan menunjukkan respon adaptif atau maladaptif
terhadap perubahan lingkungan.
Respon adaptif terjadi apabila manusia memiliki mekanisme
koping yang baik dalam menghadapi perubahan lingkungan, tetapi
apabila kemampuan merespon perubahan lingkungan rendah, maka
manusia akan menunjukan prilaku yang maladaptif. Manusia atau klien
dapat diartikan sebagai individu, keluarga ataupun masyarakat yang
menerima asuhan keperawatan.
2. Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional sebagai
bagian integral pelayanan kesehatan yang dilakukan secara
komprpehensif berbentuk pelayanan biologis, psikologis, sosial, spiritual
dan kultural, ditujukan bagi individu, keluarga dan masyarakat sehat
maupun sakit mencakup siklus hidup manusia. Pemberian asuhan
keperawatan dilakukan melalui pendekatan humanistik yaitu menghargai
dan menghormati martabat manusia dan menjunjung tinggi keadilan
bagi semua manusia. Keperawatan bersifat universal yaitu dalam
memberikan asuhan keperawatan seorang perawat tidak pernah
membedakan klien berdasarkan atas ras, jenis kelamin, usia, warna kulit,
etnik, agama, aliran politik dan status ekonomi sosial. Keperawatan
menganggap klien sebagai partner aktif, dalam arti perawat selalu
bekerjasama dengan klien dalam memberikan asuhan keperawatan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 6


Asuhan keperawatan merupakan metode ilmiah yaang dalam
pemberiannya menggunakan proses terapeutik melibatkan hubungan
kerja sama antara perawat dengan klien, dan masyarakat untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal ( Carpenito, 1989 dikutip oleh
Keliat,1991). Proses keperawatan membantu perawat melakukan praktik
keperawatan, dalam menyelesaikan masalah keperawatan klien, atau
memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis, sistematis, dan
terorganisasi. Pada dasarnya, proses keperawatan merupakan salah satu
teknik penyelesaian masalah (Problem solving). Proses keperawatan
merupakan proses yang dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan
terbuka. Melalui proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari
tindakan keperawatan yang bersifat rutin dan intuisis. Melalui proses
keperawatan, seorang perawat mampu memenuhi kebutuhan dan
menyelesikan masalah klien berdasarkan prioritas masalah sehingga
tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi klien, hal ini terjadi karena
adanya kerja sama antara perawat dan klien. Pada tahap awal, perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan memiliki peran yang lebih besar
dari peran klien, namun pada tahap selanjutnya peran klien menjadi lebih
besar dibandingkan perawat sehingga kemandirian klien dapat tercapai.
3. Kesehatan
Sehat adalah suatu keadaan dinamis, dimana individu harus
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi, baik
perubahanpada lingkungan internal maupun eksternal untuk
memepertahankan status kesehatannya. Faktor lingkungan internal
adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang mempengaruhi
kesehatan individu seperti varibel psikologis, intelektual dan spiritual
serta proses penyakit. Sedangkan faktor lingkungan eksternal adalah
faktor – faktor yang berada diluar individu dapat mempengaruhi
kesehatan antara lain variabel lingkungan fisik, hubungan sosial dan
ekonomi. Salah satu ukuran yang digunakan untuk menentukan status
kesehatan adalah rentang sehat sakit. Menurut model ini, keadaaan sehat
selalu berubah secara konstan. Kondisi kesehatan individu selalu berada
dalam rentang sehat sakit, yaitu berada diantara diantara dua kutub yaitu
sehat optimal dan kematian. Apabila status kesehatan bergerak kearah
kematian, ini berarti individu berada dalam area sakit (illness area),
tetapi apabila status kesehatan bergerak ke arah sehat maka individu
berada dalam area sehat (wellness area).
4. Lingkungan
Yang dimaksud lingkungan dalam keperawatan adalah faktor
eksternal yang mempengaruhi perkembangan manusia, yaitu lingkungan
fisik, psikologis, sosial. budaya, status ekonomi, dan spiritual. Untuk
mencapai keseimbangan, manusia harus mampu mengembangkan
strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi, sehingga hubungan
interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri
individu.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 7


B. Falsafah Keperawatan Jiwa
Falsafah keperawatan adalah pandangan dasar tentang hakikat
manusia dan esensi keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam
praktik keperawatan. Falsafah Keperawatan bertujuan mengarahkan
kegiatan keperawatan yang dilakukan. Keperawatan memandang
manusia sebagai mahluk holistic, sehingga pendekatan pemberian
asuhan keperawatan, dilakukan melalui pendekatan humanistik, dalam
arti perawat sangat menghargai dan menghormati martabat manusia,
memberi perhatian kepada klien serta menjunjung tinggi keadilan bagi
sesama manusia. Keperawatan bersifat universal dalam arti dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat tidak membedakan atas ras,
jenis kelamin, usia, warna kulit, etik, agama, aliran politik, dan status
sosial ekonomi.
Beberapa keyakinan mendasar yang digunakan dalam keperawatan
jiwa antara lain sebagai berikut (Depkes RI, 1998 pada Yusuf Ah. Dkk,
2015).
1. Individu memiliki harkat dan martabat, sehingga setiap individu perlu
dihargai.
2. Tujuan individu meliputi tumbuh, sehat, otonomi, dan aktualisasi diri.
3. Setiap individu mempunyai potensi untuk berubah.
4. Manusia adalah makhluk holistic yang berinteraksi dan bereaksi
dengan lingkungan sebagai manusia yang utuh.
5. Setiap orang memiliki kebutuhan dasar yang sama.
6. Semua perilaku individu adalah bermakna.
7. Perilaku individu meliputi persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan.
8. Individu memiliki kapasitas koping yang bervariasi, yang dipengaruhi
oleh kondisi genetic, lingkungan, kondidi stress, dan sumber yang
tersedia.
9. Sakit dapat menumbuhkan dan mengembangkan psikologi bagi
individu.
10. Setiap orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang
sama.
11. Kesehatan mental adalah komponen kritis dan penting dari pelayanan
kesehatan uang komprehensif.
12. Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan untuk kesehatan fisik dan mentalnya.
13. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan kesejahteraan,
memaksimalkan fungsi (meminimalkan kecacatan/ketidakmampuan),
dan meningkatkan aktualisasi diri.
14. Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan dan
pertumbuhan pada individu.

TES 1
1. Pada zaman apa cara untuk menyembuhkan orang dengan gangguan jiwa
dengan membuat lubang pada tengkorak kepala?
a. Zaman Yunani d. Revolusi Kesehatan jiwa II
b. Revolusi Perancis I e. Revolusi Kesehatan jiwa III
c. Zaman Mesir Kuno

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 8


2. Pada zaman Yunani terdapat perubahan pendapat tentang orang dengan
gangguan jiwa, dibawah ini pernyataan yang benar tentang pendapat
tersebut adalah…
a. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit, upaya pengobatannya
dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa untuk
mengeluarkan roh jahat
b. Gangguan jiwa disebabkan karena adanya roh jahat yang bersarang di
otak, cara menyembuhkannya dengan membuat lubang pada tengkorak
kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang di otak
c. Membelah kepala manusia untuk dipelajari merupakan hal yang
mustahil, apalagi mempelajari seluruh sistem tubuh manusia
d. Gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadi perubahan
orientasi pada organo biologis
e. Dikenal dengan revolusi humanisme dengan semboyan utamanya
―Liberty, Equality, Fraternity‖
3. Menurut WHO individu yang sehat jiwa memiliki ciri-ciri sebagai
berikut…
a. Individu mampu menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan,
meskipun kenyataan itu buruk baginya.
b. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
c. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.
d. Secara relatif bebas dari rasa tegang (stress), cemas dan depresi.
e. Benar Semua
4. Komponen dalam paradigma keperawatan jiwa meliputi….
a. Manusia, keperawatan, lingkungan, dan kesehatan
b. Manusia, keperawatan, lingkungan dan psikologis
c. Manusia, keperawatan, kesehatan dan kekeluargaan
d. Manusia, lingkungan, kesehatan dan kegembiraan
e. Manusia, kesehatan, kebahagiaan, keadilan
5. Nyaman terhadap diri sendiri ditandai dengan, kecuali….
a. Mampu mengatasi berbagai perasaan : rasa marah, rasa takut, cemas,
iri, rasa bersalah, rasa senang, cinta mencintai, dll.
b. Mampu mengatasi kekecewaaan dalam kehidupan.
c. Mempunyai Harga Diri yang wajar.
d. Tidak mengakali orang lain, dan tidak memberikan dirinya
diakali orang lain.
e. Benar semua.
6. Ciri-ciri individu yang sehat jiwa menurut Maslow adalah….
a. Persepsi Realitas yang akurat.
b. Menerima diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
c. Memiliki sikap positif terhadap diri sendiri
d. Tumbuh, berkembang dan beraktualisasi
e. a dan b benar
7. Definisi sehat jiwa menurut WHO adalah…
a. Suatu kondisi sejahtera secara fisik, sosial dan mental yang
lengkap dan tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 9


b. Suatu kondisi mental yang sejahtera sehingga memungkinkan
seseorang berkembang secara optimal baik fisik, intelektual dan
emosional.
c. Ketidakpastian kondisi yang dialami akibat ketidaknyamanan akibat
dari sakit yang dialaminya
d. Suatu bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral pelayanan
kesehatan yang dilakukan secara komprehensif
e. a dan c benar
8. Perkembangan kepribadian seseorang mempunyai 4 dimensi holistik,
yaitu….
a. Agama d. Sosial budaya
b. Organobiologik e. Benar semua
c. Psiko-edukatif
9. WHO menambahkan dimensi agama sebagai salah satu dari 4 pilar sehat
jiwa yaitu….
a. Sehat secara jasmani/ fisik d. Sehat secara spiritual
b. Sehat secara kejiwaan e. Benar semua
c. Sehat secara social
10. Tokoh yang berusaha untuk membebaskan belenggu pada pasien
gangguan jiwa adalah….
a. Phillipe Pinel d. Emil Craepelee
b. Vesalius e. J.F. Kennedy
c. Qubius
RINGKASAN MATERI
1. Menurut WHO Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sejahtera secara fisik,
sosial dan mental yang lengkap dan tidak hanya terbebas dari penyakit
atau kecacatan. Menurut UU Kesehatan Jiwa No. 03 Tahun 1966
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera sehingga
memungkinkan seseorang berkembang secara optimal baik fisik,
intelektual dan emosional dan perkembangan tersebut berjalan secara
selaras dengan keadaan orang lain sehingga memungkinkan hidup
harmonis dan produktif.
2. WHO menyatakan bahwa, seseorang dikatakan mempunyai sehat jiwa,
jika memiliki kriteria sebagai berikut: Individu mampu menyesuaikan diri
secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya
; Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya ; Merasa lebih
puas memberi dari pada menerima ; Secara relatif bebas dari rasa tegang
(stress), cemas dan depresi ; Mampu berhubungan dengan orang lain
secara tolong menolong dan saling memuaskan ; Mampu menerima
kekecewaan sebagai pelajaran yang akan datang ; Mempunyai rasa kasih
sayang.
3. Keperawatan jiwa memandang manusia sebagai makhluk holistik, yaitu
makhluk bio-psiko-sosial-spiritual.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 10


DAFTAR PUSTAKA

Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan :
Pusdik SDM Kesehatan Badan Pengembangan & Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia
Yusuf, Ah. Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan :
Salemba Medika
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : CV ANDI OFFSET

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 11


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 0
BAB 2
TREND DAN ISU
KEPERAWATAN JIWA

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 10


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 11
BAB 2
TREND DAN ISU KEPERAWATAN JIWA

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi digital membuat dunia terasa semakin sempit,
informasi dari aneka belahan dunia mampu di akses dalam waktu yang sangat
cepat, perkembangan pengetahuan, perkembangan terapi menjadi sebuah media
perubahan dalam proses penatalaksanaan gangguan jiwa, berlandaskan isu diatas
maka advokasi dan aksi masyarakat menjadi salah satu langkah awal untuk
menekan penderita gangguan jiwa di indonesia pada khususnya dan dunia pada
umumnya.
Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat
serius. WHO (2001) menyataan, paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia
mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di
dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Buktinya, bisa kita cocokkan
dan lihat sendiri dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT); tahun 1995
saja, di Indonesia diperkirakan sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga
menderita gangguan kesehatan jiwa.
Dalam bab ini kami akan mengajak Anda untuk mempelajari mengenai
definisi trend dan isu keperawatan jiwa. Penjelasan secara teori dan secara lebih
khusus adalah agar Anda mampu mencapai criteria yang di harapkan.
INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Trend
2. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Isu
3. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Trend dan
Isu Keperawatan
4. Mahasiswa dapat memahami definisi trend Current
Issue Dan Kecenderungan Dalam Keperawatan Jiwa
MATERI POKOK TREND DAN ISU KEPERAWATAN JIWA
Mahasiswa mampu memahami tentang Trend dan Isu
Keperawatan Jiwa

TOPIK.1
TREND DAN ISU KEPERAWATAN JIWA
Perkembangan teknologi digital membuat dunia terasa semakin
sempit, informasi dari aneka belahan dunia mampu di akses dalam waktu
yang sangat cepat, perkembangan pengetahuan, perkembangan terapi
menjadi sebuah media perubahan dalam proses penatalaksanaan gangguan
jiwa, berlandaskan isu diatas maka advokasi dan aksi masyarakat menjadi
salah satu langkah awal untuk menekan penderita gangguan jiwa di
indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.
Trend dan Isu dalam keperawatan jiwa ialah kasus-kasus yang
sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Kasus-kasus tersebut
bisa dianggap ancaman atau tantangan yang mau berdampak besar pada
keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun global. Secara
umum ada beberapa tren penting yang menjadi perhatian dalam
keperawatan jiwa di antaranya ialah sebagai berikut : Kesehatan jiwa
dimulai masa konsepsi, trend peningkatan kasus kesehatan jiwa,

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 12


kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa, kecenderungan situasi di
era global, globalisasi dan perubahan orientasi sehat, kecenderungan
penyakit jiwa, meningkatnya post traumatik sindrom, meningkatnya kasus
psikososial, trend bunuh diri pada anak, kasus AIDS & NAPZA, pattern of
parenting, dan perspektif life span history, kekerasan, serta kasus ekonomi
& kemiskinan
A. DEFISINI TREND
Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan
analisa, tren juga dapat di definisikan salah satu gambar ataupun informasi
yang terjadi pada saat ini yang biasanya sedang popular di kalangan
masayarakat. Trend adalah sesuatu yang sedang dibicarakan oleh banyak
orang saat ini dan kejadiannya berdasarkan fakta. Beberpa contoh trend
pada kesehatan jiwa, antara lain :
1. Penggunaan Narkoba bagi generasi muda
Alasan remaja memakai narkoba dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a. Anticipatory beliefs, yaitu anggapan bahwa jika memakai
narkoba, orang akan menilai dirinya hebat, dewasa, mengikuti
mode, dan sebagainya.
b. Relieving beliefs, yaitu keyakinan bahwa narkoba dapat
digunakan untuk mengatasi ketegangan, cemas, dan depresi
akibat stresor psikososial.
c. Facilitative atau permissive beliefs, yaitu keyakinan bahwa
pengguna narkoba merupakan gaya hidup atau kebiasaan karena
pengaruh zaman atau perubahan nilai, sehingga dapat diterima.
Jadi, penggunaan narkoba berawal dari persepsi, anggapan, atau
keyakinan keliru yang tumbuh di masyarakat.
B. DEFINISI ISU
Issu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan
terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut
ekonomi, moneter, social, politik, hokum, pembanguanan nasional,
bencana alam, hari kiamat, kematian ataupun tentang krisis. Issu adalah
suatu yang sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas faktanya
atau buktinya. Beberapa contoh issu dalam keperawatan jiwa di antaranya,
yaitu menjadikan kesehatan jiwa sebagai prioritas global dengan cara
meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa melalui advokasi dan aksi
masyarakat. Perkembangan teknologi digital membuat dunia terasa
semakin sempit, informasi dari berbagai belahan dunia mampu di akses
dalam waktu yang sangat cepat, perkembangan pengetahuan,
perkembangan terapi menjadi sebuah media perubahan dalam proses
penatalaksanaan gangguan jiwa, berdasarkan isu diatas maka advokasi dan
aksi masyarakat menjadi salah satu langkah awal untuk menekan penderita
gangguan jiwa di indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.
C. Definisi Trend dan Issu Keperawatan
Trend dan Issu Keperawatan adalah sesuatu yang sedang
dibicarakan banyak orang tentang praktek/mengenai keperawatan baik itu
berdasarkan fakta ataupun tidak, trend dan issu keperawatan tentunya
menyangkut tentang aspek legal dan etis keperawatan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 13


D. Trend Current Issue Dan Kecenderungan Dalam Keperawatan Jiwa
Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-
masalah yang sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-
masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan
berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional
maupun global. Ada beberapa tren penting yang menjadi perhatian dalam
keperawatan jiwa di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
Perkembangan terkini menyimpulkan bahwa berbicara
masalah kesehatan jiwa harus dimulai dari masa konsepsi malahan
harus dimulai dari masa pranikah. Banyak penelitian yang
menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam kandungan dengan
kesehatan fisik dan mental seseorang di masa yang akan datang.
Penelitian-penelitian berikut membuktikan bahwa kesehatan
mental seseorang dimulai pada masa konsepsi. Van de carr (1979)
menemukan bahwa seorang pemusik yang hebat terlahir dari
seorang ayah yang menggeluti musik, pola-polanya sudah
dipelajari sejak dalam kandungan pada saat bayi belum lahir yang
sudah terbiasa terpapar oleh suara-suara komposisi lagu yang
teratur. Marc Lehrer, seorang ahli dari university of California
menemukan bahwa dari 3000 bayi yang diteliti serta diberikan
stimulasi dini berupa suara, musik, cahaya, getaran dan sentuhan,
ternyata setelah dewasa memiliki perkembangan fisik, mental dan
emosi yang lebih baik.
b. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
Masalah jiwa akan meningkat di era globalisasi, Penderita
tidak lagi didominasi masyarakat kelas bawah. Kalangan pejabat
dan masyarakat lapisan menengah ke atas, juga tersentuh gangguan
psikotik dan depresif. Klien gangguan jiwa dari kalangan
menengah ke atas, sebagian besar disebabkan tidak mampu
mengelola stress dan ada juga kasus mereka yang mengalami post
power syndrome akibat dipecat atau mutasi jabatan
c. Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa
Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi
berkepanjangan merupakan salah satu pemicu yang memunculkan
stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada
manusia. Menurut data World Health Organization (WHO),
masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah
menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) menyataan,
paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia mengalami
masalah mental. Tiga golongan penyebab gangguan jiwa ini.
Pertama, gangguan fisik, biologis atau organic. Penyebabnya
antara lain berasal dari :
1. Faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus,
hepatitis, malaria dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol
dan lain-lain.
2. Gangguan mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya,
karena salah dalam pola pengasuhan (pattern of parenting)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 14


hubungan yang patologis di antara anggota keluarga
disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan krisis.
3. Gangguan sosial aau lingkungan. Penyebabnya dapat berupa
stressor psikososial (perkawinan, problem orangtua, hubungan
antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan
hidup, dalam masalah keuangan, hukum, perkembangan diri,
faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain)
d. Kecenderungan situasi di era global
Era globalisasi adalah suatu era dimana tidak ada lagi
pembatas antara negara-negara khususnya di bidang informasi,
ekonomi, dan politik. Perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan
perdagangan bebas yang merupakan ciri era ini, berdampak pada
semua sector termasuk sektor kesehatan.
e. Globalisasi dan perubahan orientasi sehat
Pengaruh globalisasi terhadap perkembangan yankes
termasuk keperawatan adalah tersedianya alternatif pelayanan dan
persaingan penyelenggaraan pelayanan. (persaingan kualitas).
Tenaga kesehatan (perawat ―jiwa‖ ) harus mempunyai standar
global dalam memberikan pelayanan kesehatan, jika tdk ingin
ketinggalan.
Fenomena masalah kesehatan jiwa, indikator keswa di masa
mendatang bukan lagi masalah klinis spt prevalensi gangguan jiwa,
melainkan berorientasi pada konteks kehidupan sosial. Fokus
kesehatan jiwa bukan hanya menangani orang sakit, melainkan
pada peningkatan kualitas hidup. Jadi konsep kesehatan jiwa yaitu
kondisi optimal yang ideal dalam perilaku dan kemampuan fungsi
social Paradigma sehat Depkes, lebih menekankan upaya proaktif
untuk pencegahan daripada menunggu di RS, orientasi upaya
kesehatan jiwa lebih pada pencegahan (preventif) dan promotif.
Penangan kesehatan jiwa bergeser dari hospital base menjadi
community base. Empat Ciri Pembentuk Struktur Masyarakat
Yang Sehat :
1. Suatu masyarakat yang di dalamnya tidak ada seorang manusia
yang diperalat oleh orang lain. Manusia itu menjadi pusat dari
semua aktivitas ekonomi maupun politik diturunkan pada
tujuan perkembangan diri manusia.
2. Mendorong aktivitas produktif setiap warganya dalam
pekerjaannya, merangsang perkembangan akal budi dan lebih
jauh lagi, mampu membuat manusia untuk mengungkapkan
kebutuhan batinnya berupa seni dan perilaku normatif kolektif.
3. Masyarakat terhindar dari sifat-sifat rakus, eksploitatif,
pemilikan berlebihan, narsisme, tidak mendapatkan
kesempatan meraup keuntungan material tanpa batas.
4. Kondisi masyarakat yang memungkinkan orang bertindak
dalam dimensi-dimensi yang dapat dipimpin dan diobservasi.
Partisipasi aktif dan bertanggung jawab dalam kehidupan
masyarakat. Untuk mewujudkan struktur masyarakat sehat
setiap orang harus meningkatkan kualitas hidup yang dapat

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 15


menjamin terciptanya kondisi sehat yang sesungguhnya.
Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain merupakan
orientasi paradigma kesehatan jiwa
f. Kecenderungan penyakit jiwa
Terdapat beberapa kecenderungan penyakit jiwa yaitu :
1. Meningkatknya Post Traumatic Syndrome Disorder berupa
trauma katastropik, yaitu trauma di luar rentang pengalaman
trauma yang umum di alami manusia dalam kejadian sehari-
hari. Akibatnya keadaan stress berkepanjangan dan berusaha
untuk tidak mengalami stress yang demikian. Mereka menjadi
manusia yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akibat
akhir menjadi tidak produktif. Trauma bukan gejala kejiwaan
yang bersifat individual, trauma muncul sebagai akibat saling
keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang
peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan.
2. Meningkatnya Masalah psikososial berupa lingkup keswa
sangat luas dan kompleks, juga saling berhubungan dengan
segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada UU No. 23
1992 tentang Kes. Dan Ilmu Psikiatri, masalah kesehatan jiwa
secara garis besar digolongkan menjadi masalah
perkembangan manusia yg harmonis dan peningkatan kualitas
hidup, yaitu masalah kejiwaan yang berkaitan dengan makna
dan nilai-nilai kehidupan manusia dan masalah psikososial
yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul akibat
terjadinya perubahan sosial, meliputi :
a. Psikotik gelandangan
b. Pemasungan penderita gangguan jiwa
c. Masalah anak jalanan
d. Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan)
e. Penyalaggunaan Narkotik dan psikotropik
f. Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan
seksual dll)
g. Tindak kekerasan sosial (kemiskinan, penelantaran tidak
diberi nafkah, korban kekerasan pd anak, dll)
3. Trend Bunuh Diri pada Anak dan Remaja
4. Masalah Napza dan HIV/ AIDS
5. Paterrn of Parenting dalam Kep. Jiwa
Pola asuh yang baik adalah pola asuh dimana orang tua
menerapkan kehangatan yang tinggi disertai dengan kontrol
yang tinggi. Bagaimana orang tua menjadi teman curhat, teman
bermain, teman yang menyenangkan bagi anak terutama saat
rekreasi, belajar dan berkomunikasi serta menjadi teman dalam
ekspresi feeling anak.
6. Masalah Ekonomi dan Kemiskinan
Pengangguran telah menybabkan rakyat indonesia semakin
terpuruk. Daya beli lemah, pendidikan rendah, lingkungan
buruk, kurang gizi, mudah teragitasi, kekebalan menurun dan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 16


infrastruktur yg masih rendah menyebabkan banyak rakyat
mengalami gangguan jiwa.
g. Trend dalam pelayanan keperawatan mental psikiatri
1. Sehubungan dengan trend masalah kesehatan utama dan
pelayanan kesehatan jiwa secara global, harus fokus pelayanan
keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas
(community based care) yang memberi penekanan pada
preventif dan promotif.
2. Sehubungan dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat cepat, perlu peningkatan dalam bidang
ilmu pengetahuan dengan cara mengembangkan institusi
pendidikan yang telah ada dan mengadakan program
spesialisasi keperawatan jiwa.
3. Dalam rangka menjaga mutu pelayanan yang diberikan dan
untuk melindungi konsumen, sudah saatnya ada ―licence‖ bagi
perawat yang bekerja di pelayanan.
4. Sehubungan dengan adanya perbedaan latar belakang budaya
kita dengan narasumber, yang dalam hal ini kita masih
mengacu pada Negara-negara Barat terutama Amerika, maka
perlu untuk menyaring konsep-konsep keperawatan mental
psikiatri yang didapatkan dari luar.

h. Trend Peningkatan Masalah Kesehatan Jiwa


Banyak orang tua mempunyai pengertian terbatas mengenai
proses tumbuh kembang anak, sehingga sering terjadi benturan-
benturan yang menimbulkan masalah-masalah kesehatan jiwa pada
anak dan remaja. Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD) adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan
aktifitas motorik anak-anak, Retardasi Mental (Tuna Grahita)
adalah keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap ditandai hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, Deliquensi (kenakalan remaja).

i. Trend Pelayanan Mental Psikiatri di Era Globalisasi


Sejalan dengan program deinstitusionalisasi yang didukung
ditemukannya obat psikotropika yang terbukti dapat mengontrol
perilaku klien gangguan jiwa, peran perawat tidak terbatas di RS,
tetapi dituntut lebih sensitif terhadap lingkungan sosialnya, serta
berfokus pada pelayanan preventif dan promotif. Perubahan
hospital based care menjadi community based care sama dengan
trend yang signifikan dalam pengobatan gangguan jiwa. Perawat
mental psikiatri harus mengintegrasikan diri dalam community
mental health, degan 3 kunci utama :
1. Pengalaman dan pendidikan perawat, peran dan fungsi
perawat serta hub perawat deganprofesi lain di komunitas.
2. Reformasi dalam pelayanan kesehatan menuntut perawat
meredefinisi perannya.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 17


3. Intervensi keperawatan yang menekankan pd aspek
pencegahan dan promosi kesehatan, sudah saatnya
mengembangkan community based car. Pengembangan
pendidikan keperawatan sangat penting, terutama
keperawatan mental psikiatri baik dlm jumlah maupun
kualitas.

j. Isu Seputar Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri


1. Pelayanan kep. Mental Psikiatri, kurang dapat dipertanggung
jawabkan karena masih kurangnya hasil hasil riset
keperawatan Jiwa Klinik.
2. Perawat Psikiatri, kurang siap menghadapi pasar bebas
karena pendidikan yang rendah dan belum adanya licence
untuk praktek yang diakui secara internasional.
3. Pembedaan peran perawat jiwa berdasarkan pendidikan dan
pengalaman sering kali tidak jelas ―Position description.‖ job
responsibility dan sistem reward di dalam pelayanan.
4. Menjadi perawat psikiatri bukanlah pilihan bagi peserta didik
(mahasiswa keperawatan).

k. Trend dan Isu Seputar Dimensi Spiritual Keperawatan Jiwa


Menurut Rando (1984) keyakinan agama dapat membantu
menyokong pasien dalam menghadapi krisi kehidupan termasuk
kmatian. Pengertian pentingnya memahami kebutuhan spiritual
pasien yang dilandasi atas keyakinan beragama, nilai dan
pengalaman kehidupan pasien sering tidak menjadi fokus tenaga
kesehatan. Hal ini mungkin disebabkan oleh sulitnya menjelaskan
secara ilmu aspek spiritual. Tiga kebutuhan spiritual menurut
Randi (1984) adalah mencari arti kehidupan, meninggal secara
wajar dan kebutuhan untuk ditemani pada saat sakarotul maut.

TES 1 (Topik 3)
1. Informasi yang terjadi pada saat ini yang bsanya sedang populer di
kalangan masyarakat merupakan definisi dari..........
a. Isu
b. Trend
c. Persepsi
d. Anggapan
e. Informasi
2. Peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi
pada masa mendatang namun belum jelas fakta atau buktinya merupakan
definisi dari......
a. Isu
b. Trend
c. Persepsi
d. Anggapan
e. Informasi

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 18


3. Sesuatu yang sedang dibicarakan banyak orang tentang praktek/mengenai
keperawatan baik itu berdasarkan fakta ataupun tidak merupakan definisi
dari.....
a. Isu
b. Trend
c. Persepsi
d. Trend dan Isu
e. Trend dan Isu Keperawatan
4. Trend penting yang menjadi perhatian dalam keperawatan jiwa yaitu.....
a. Kesehatan jiwa dimulai dari masa konsepsi
b. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
c. Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa
d. Kecenderungan situasi di era global
e. Semua jawaban benar
5. Era globalisasi merupakan era dimana tidak ada lagi pembatas antar
negara khususnya bidang informasi, ekonomi dan politik. Perkembangan
IPTEK yang cepat dan perdagangan bebas yang menjadi ciri era tersebut
merupakan ciri dari tren...
a. Kesehatan jiwa dimulai dari masa konsepsi
b. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
c. Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa
d. Kecenderungan situasi di era global
e. Kecenderungan penyakit jiwa
6. Ketidaktahuan dan rasa malu pihak keluarga, penyakit yang tidak kunjung
sembuh, tidak adanya biaya pengobatan, dan tindakan keluaga untuk
mengamankan lingkungan merupakan penyebab keluarga melakukan
pemasungan menurut (Depkes, 2005), merupakan alasan dari…..
a. Penggunaan Narkoba
b. Pemasungan
c. Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa
d. Penganiayaan
e. Kecenderungan penyakit jiwa
7. Van de carr (1979) menemukan bahwa seorang pemusik yang hebat
terlahir dari seorang ayah yang menggeluti musik, pola-polanya sudah
dipelajari sejak dalam kandungan pada saat bayi belum lahir yang sudah
terbiasa terpapar oleh suara-suara komposisi lagu yang teratur, merupakan
trend dari….
a. Kesehatan jiwa dimulai dari masa konsepsi
b. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
c. Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa
d. Kecenderungan situasi di era global
e. Kecenderungan penyakit jiwa

8. Trend dalam dalam keperawatan sebagai profesi meliputi perkembangan


aspek-aspek dari keperawatan yang mengkarakteristikkan keperawatan
sebagai profesi, trend yang sedang dibicarakan saat ini kecuali…..
a. Pengaruh politik terhadap keperawatan profesional
b. Pengaruh perawat dalam aturan dan praktek keperawatan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 19


c. Puskesmas idaman
d. Trend dalam pendidikan keperawatan
e. Jawaban a,b, c, dan d salah
9. Dibawah ini, yang merupakan definisi trend adalah….
a. Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang dan
kejadiannya berdasarkan fakta
b. Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan dan diminati oleh
banyak orang saat ini dan kejadiannya tidak berdasarkan fakta
c. Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan dan tidak diminati oleh
banyak orang saat ini dan kejadiannya tidak berdasarkan fakta
d. Trend adalah sesuau yang sedang dibicarakan dan diminati oleh
banyak orang saat ini dan kejadiannya berdasarkan fakta
e. Trend adalah sesuatu yang tidak sedang dibicarakan dan diminati oleh
banyak orang saat ini dan kejadiannya tidak berdasarkan fakta
10. Bentuk gangguan kejiwaan yang mengakibatkan penderitanya mengalami
stress, kecemasan, berlebih, gangguan tidur, dan keluhan fisik yang tidak
jelas penyebabnya disebut…..
a. Nekrosis
b. Depresi
c. Neurosis
d. Skizofrenia
e. Waham

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 20


DAFTAR PUSTAKA

Diakses dari https://rabiyatul adawiah suhardin. wordpress.com /2016/06/27/


perspektif-ruang-lingkup- trend-dan-isu-keperawatan-jiwa/amp/ pada
tanggal 16 Juli 2020 Pukul 20:00 WIB
Diakses dari https://nadiawardany.blogspot.com/2014/11/trend-dan-issue-tentang-
keperawatan-jiwa.html?m=1 pada tanggal 17 Juli 2020 Pukul 20:00 WIB
Effendy. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. (edisi
2).Jakarta: EGC.
Friedman. (1998). Keperawatan Keluarga,Teori dan Praktek Edisi 3. Jakarta:
EGC.Frisch & Frisch. (2002). Psychiatric Mental Health Nursing. (2nd
ed). New York:n Thomson Learning, Inc.
Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC:
Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta
Yosep Iyus, S.Kp, M.Si. 2009. Keperawatan Jiwa,Edisi Revisi.Bandung. PT.
Refika Aditama.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 21


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 11
BAB 3
PERAN DAN FUNGSI
PERAWAT JIWA

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 20


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 21
BAB 3
PERAN DAN FUNGSI PERAWAT JIWA

PENDAHULUAN
Keperawatan jiwa merupakan sebagian dari penerapan ilmu tentang perilaku
manusia, psikososial, bio-psik dan teori-teori kepribadian, dimana pemggunaan
diri perawat itu sendiri secara terapeutik sebagai alat atau instrumen yang
digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan (Erlinafsiah, 2010)
Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin
tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan. Perawat sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan.
Peran dan fungsi perawat jiwa saat ini telah berkembang secara kompleks
dari elemen historis aslinya (Stuart, 2002). Peran perawat jiwa sekarang
mencakup parameter kompetensi klinik, advokasi pasien, tanggung jawab fiskal
(keuangan), kolaborasi profesional, akuntabilitas (tanggung gugat) sosial, serta
kewajiban etik dan legal.

INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat menyebutkan aspek dari peran


perawat
2. Mahasiswa dapat menyebutkan peran perawat dalam
tingkat pelayanan kesehatan jiwa
3. Mahasiswa dapat menyebutkan macam macam peran
Perawat dalam tingkat pelayanan kesehatan jiwa
4. Mahasiswa dapat memahami arti dari fungsi perawat
jiwa
5. Mahasiswa dapat menyebutkan fungsi perawat jiwa
dalam aktivitasnya
MATERI POKOK PERAN DAN FUNGSI PERAWAT JIWA
Mahasiswa mampu menyebutkan fungsi dan peran perawat
jiwa

3.1 PERAN PERAWAT JIWA


Peran perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi dan
spesifik (Dalami, 2010). Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan
kolaborasi diantaranya adalah :
1. Sebagai pelaksana asuhan keperawatan
Yaitu, perawat memberikan pelayanan dan asuhan
keperawatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas. Dalam
menjalankan perannya, perawat menggunakan konsep perilaku
manusia, perkembangan kepribadian dan konsep kesehatan jiwa
serta gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan
kepada individu, keluarga dan komunitas. Perawat melaksanakan
asuhan keperawatan secara komprehensif melalui pendekatan proses
keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan diagnosis
keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan dan melaksanakan
tindakan keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan tersebut.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 22


2. Pelaksana pendidikan keperawatan
Yaitu memberikan pelayanan kesehatan jiwa kepada individu,
keluarga, dan komunitas agar mampu melakukan perawatan pada
diri sendiri, anggota keluarga dan masyarakat lain. Pada akhirnya
diharapkan setiap anggota masyarakat bertanggung jawab terhadap
kesehatan jiwa.
3. Pengelola keperawatan
Perawat harus menunjukkan sikap kepemimpinan dan
bertanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa.
Dalam melaksanakan perannya perawat diminta menerapkan teori
manajemen dan kepemimpinan, menggunakan berbagai strategi
perubahan yang diperlukan, berperan serta dalam aktivitas
pengelolaan kasus dan berorganisasi pelaksanaan berbagai terapi
modalitas keperawatan.
4. Sebagai pelaksana penelitian
Yaitu perawat mengidentifikasi masalah dalam bidang
keperawatan jiwa dan menggunakan hasil penelitian serta
pengembangan ilmu dan teknologi untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa
Perawat jiwa memiliki peran dalam tingkat pelayanan kesehatan
jiwa yaitu :
1. Peran dalam prevensi primer
a. Memberi penyuluhan tentang prinsip-prinsip sehat jiwa.
b. Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan, tingkat
kemiskinan, dan pendidikan.
c. Memberikan pendidikan dalam kondisi normal, pertumbuhan
dan perkembangan , dan pendidikan seks.
d. Melakukan rujukan yang sesuai sebelum gangguan jiwa
terjadi, berdasarkan pada stresor dan perubahan kehidupan
yang potensial.
e. Membantu klien di RSU untuk menghindari masalah psikiatri
dimasa mendatang
f. Bersama-sama keluarga memberi dukungan pada anggota
keluarga dan meningkatkan fungsi kelompok.
g. Aktif dalam kegiatan masyarakat dan politik yang berkaitan
dalam kesehatan jiwa
2. Peran perawat dalam prevensi sekunder
a) Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa.
b) Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan di
rumah
c) Memberi pelayanan kedaruratan psikiatri
d) Menciptakan lingkunagn terapeutik.
e) Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan.
f) Memberi pelayanan pencegahan bunuh diri
g) Memberikan konsultasi
h) Melaksanankan intervensi krisis
i) Memberikan psikoterapi individu, keluarga, dan kelompok pada
berbagai tingkat usia.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 23


j) Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yang telah
teridentifikasi masalah yang dialaminya.
3. Peran perawat dalam prevensi tersier
a) Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi
b) Mengorganisasi ―after care‖ untuk klien yang telah pulang dari
fasilitas kesehatan jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah
sakit ke komunitas.
c) Memberikan pilihan ―partial hospitalization‖ (perawatan rawat
siang) pada klien.

3.2 FUNGSI PERAWAT JIWA


Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara
langsung dan asuhan keperawatan secara tidak langsung (Erlinafsiah, 2010).
Fungsi tersebut dapat dicapai melalui aktivitas perawat jiwa, yaitu :
1. Memberikan lingkungan terapeutik
Yaitu lingkungan yang ditata sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan peran aman, nyaman baik fisik, mental dan sosial
sehingga dapat membantu penyembuhan pasien
2. Bekerja untuk mengatasi masalah pasien "here and now"
Yaitu dalam membantu mengatasi segera dan tidak ditunda
sehingga tidak terjadi penumpukan masalah.
3. Sebagai model peran
Yaitu perawat dalam memberikan bantuan kepada pasien
menggunakan diri sendiri sebagai alat melalui contoh perilaku yang
ditampilkan oleh perawat.
4. Memperluhatkan aspee fisik dari masalah kesehatan klien
Hal tersebut merupakan hal penting, dalam hal ini perawat
perlu memasukkan pengkajian biologis secara menyeluruh dalam
evaluasi pasien jiwa untuk mengidentifikasi adanya penyakit fisik
sedini mungkin sehingga dapat diatasi dengan cara yang tepat.
5. Memberikan pendidikan kesehatan
Pendidikan yang ditujukan kepada klien, keluarga dan
komunitas yang mencakuo pendidikan kesehatan jiwa, gangguan
jiwa, ciri-ciri sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, ciri-ciru
gangguan jiwa, fungsi dan tugas keluarga, dan upaya perawatan
pasien gangguan jiwa.
6. Sebagai perantara sosial
Perawat dapat menjadi perantara dari pihak pasien, keluarga
dan masyarakat dalam memfasilitasi pemecahan masalah pasien.
7. Kolaborasi dengan tim lain
Perawat membantu pasien mengadakan kolaborasi dengan
petugas kesehatan lain yaitu dokter jiwa, perawat kesehatan
masyarakat (perawat komunitas), pekerja sosial, psikolog, dll.
8. Memimpin dan membantu tenaga perawatan
Pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan jiwa didasarkan
pada manajemen keperawatan kesehatan jiwa.
9. Menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan
kesehatan mental

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 24


Hal ini penting diketahui oleh perawat bahwa sumber-sumber
yang ada dimasyarakat perlu diidentifikasi untuk digunakan
sebagai faktor pendukung dalam mengatasi masalah jiwa yang ada
dimasyarakat.

Soal.
1. Peran perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan ditujukan kepada ?
a. Individu
b. Keluarga
c. Komunitas
d. Semua salah
e. Semua benar
2. Manakah yang termasuk peran perawat dalam prevensi sekunder ?
a. Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa.
b. Membantu klien di RSU untuk menghindari masalah psikiatri dimasa
mendatang
c. Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan di rumah
d. Memberi pelayanan kedaruratan psikiatri
e. Menciptakan lingkunagn terapeutik.
3. Memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan keperawatan
secara tidak langsung disebut ?
a. Fungsi perawat jiwa
b. Peran perawat jiwa
c. Fungsi dokter jiwa
d. Peran dokter jiwa
e. Peran bidan
4. Dibawah ini manakah yang termasuk aktivitas dari fungsi perawat ?
a. Memberikan konsultasi
b. Sebagai pelaksana penelitian
c. Memberikan lingkungan terapeutik
d. Melaksanakan latihan rehabilitasi
e. Memberi penyuluhan
5. Memberikan pilihan ―partial hospitalization‖ (perawatan rawat siang) pada
klien, termasuk peran perwat dalam ?
a. Prevensi primer
b. Prevensi sekunder
c. Prevensi tersier
d. Aspek perawat
e. Layanan kesehatan
6. Dengan siapa saja perawat dalam melaksanakan kolaborasi ?
a. Dokter jiwa
b. Psikolog
c. Pekerja sosial
d. a, b, c SALAH
e. a, b, c BENAR

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 25


7. Memberikan bantuan kepada pasien menggunakan diri sendiri sebagai alat
melalui contoh perilaku yang ditampilkan oleh perawat disebut ?
a. Perantara sosial
b. Model peran
c. Sumber di masyarakat
d. Pemberi penyuluhan
e. Pemberi konsultasi
8. Dari bacaan diatas ada berapa fungsi yang dapat dicapai melalui aktivitas
perawat jiwa ?
a. 9
b. 8
c. 5
d. 12
e. 10
9. Perawat jiwa memiliki peran dalam tingkat pelayanan kesehatan jiwa, yaitu ?
a. Prevensi primer, prevensi tersier, prevensi inti
b. Prevensi sekunder, prevensi tersier, prevensi primer
c. Prevensi tersier, prevensi cadangan, prevensi inti
d. Prevensi utama, prevensi sekunder, prevensi primer
e. Prevensi inti, prevensi cadangan, prevensi sekunder
10. Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan, tingkat kemiskinan, dan
pendidikan merupakan ?
a. Prevensi primer
b. Prevensi sekunder
c. Prevensi tersier
d. Aspek perawat
e. Layanan kesehatan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 26


DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media


Erlianafsiah. 2010. Modal Perawat dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Trans Info Media
Yusuf, dkk. 2015. Buju Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 27


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 21
BAB 4
MODEL KONSEP DASAR
KEPERAWATAN JIWA

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 26


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 27
BAB 4
MODEL KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA
Ns. Titik Sumiatin, S.kep.,M.Kep

PENDAHULUAN
Model adalah suatu cara untuk mengorganisasikan pengetahuan yang
kompleks, membantu praktisi, serta memberi arah dan dasar dalam menentukan
bantuan yang diperlukan. Model praktik keperawatan jiwa mencerminkan sudut
pandang dalam mempelajari penyimpangan perilaku dan proses terapeutik
dikembangkan. Model praktik dalam keperawatan kesehatan jiwa ini
menggambarkan sebuah psikodinamika terjadinya gangguan jiwa. (Yusuf, Ah.
2015)
Psikodinamika terjadinya gangguan jiwa menggambarkan serangkaian
peristiwa, sehingga gangguan jiwa terjadi. Oleh karenanya, diperlukan pengkajian
mendalam terhadap berbagai faktor penyebab gangguan jiwa, tanda dan gejala,
serta urutan kejadian peristiwa. (Yusuf, Ah. 2015)
Materi ini berguna untuk mahasiswa ketika mereka menghadapi kasus-kasus
kejiwaan sehingga mereka bisa memilih salah satu model untuk dipakai dalam
pendekatan dan penyelesaian masalah-masalah klien.

INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep


Keperawatan Jiwa
2. Mahasiswa dapat memahami tentang Klasifikasi Model
Konsep Keperawatan Jiwa
3. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep
Keperawatan Jiwa Psikoanalisis
4. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep
Keperawatan Jiwa Interpersonal
5. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep
Keperawatan Jiwa Sosial
6. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep
Keperawatan Jiwa Extensial
7. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep
Keperawatan Jiwa Supportif Therapy
8. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep
Keperawatan Jiwa Medical
9. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep
Keperawatan Jiwa Komuikasi
10. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep
Keperawatan Jiwa Perilaku
11. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep
Keperawatan Jiwa Adaptasi Roy
12. Mahasiswa dapat memahami tentang Model Konsep
Keperawatan Jiwa Keperawatan
MATERI MODEL KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA
POKOK Mahasiswa mampu memahami dan mempelajari tentang model
model konsep pendekatan dalam keperawatan jiwa

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 28


MODEL KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA

A. DEFINISI
Model adalah suatu cara untuk mengorganisasi kumpulan pengetahuan yang
kompleks seperti konsep yang berhubungan dengan perilaku manusia.
Penggunaan model ini membantu praktisi memberikan dasar untuk melakukan
pengkajian dan intervensi juga cara untuk mengevaluasi keberhasilan
penanggulangan (Stuart dan sundeen, P 32, 1998).
Perkembangan ilmu keperawatan, model konsep dasar dan teori merupakan
aktivitas yang tinggi. Model konsep dasar mengacu pada ide-ide global
mengenal individu, kelompok, situasi, atau kejadian tertentu yang berkaitan
dengan disiplin yang spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari penggabungan
konsep dan pernyataan yang erfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan
fenomena dari suatu disiplin (Fawcett, 1992). Teori ini mempunyai konstribusi
pada pembentukan dasar praktik keperawatan (Chinn & Jacobs, 1995).
B. KLASIFIKASI
Menurut Yosep (2009: 12), model konsep dasar keperawatan dapat
dikelompokkan menjadi beberapa model, yaitu:
1. Psikoanalisis (Freud, Arickson)
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada
seseorang apabila ego (akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak
nafsu/insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya
(ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, dan agama akann
mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (defiation of behavioral).
Proses terapeutik psikoanalisa memakai : Free association, analisa mimpi
dan transfer untuk membentuk kembali perilaku. Free association :
mencurahkan seluruh pikiran dan perasaan tanpa ada sensor. Therapist akan
mencari pola kata-kata dan area yang secara tidak sadar dihindari.
Kemudian dibandingkan dengan ilmu therapist tentang pengetahuan tentang
jiwa dan konflik. Konflik yang dihindari klien dianggap hambatan dan harus
diselesaikan. Analisa mimpi: menjadi gambaran konflik intra psikis yang
menjadi hambatan klien dalam berperilaku. Simbol-simbol mimpi dianalisa
dan disimpulkan. Kedua proses ini dilengkapi dengan transfer yaitu
therapist menjadi sasaran perilaku atau perasaan klien.
Ciri-ciri model psikoanalitik :
a. Pandangan tentang penyimpangan
- Perkembangan dini dan resolusi konflik yang tidak adekuat
- Pertahanan ego tidak adekuat untuk mengontrol ensietas
- Gejala sebagai akibat upaya untuk mengatasi ensietas berkaitan
konflik yang tak terselesaikan
b. Proses terapeutik
- Menggunakan tekhnik asosiasi bebas dan analisa mimpi
- Interpretasi perilaku
- Transferen untuk memperbaiki pengalaman traumatic masalalu dan
identifikasi area masalah melalui interpretasi resistens klien
c. Peran therapist
- Mengupayakan perkembangan transferens

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 29


- Menganalisa mimpi pasien dalam kaitannya dengan konflik yang
terjadi
d. Peran klien
- Mengungkapkan semua pikiran dan mimpi

2. Interpersonal (Sullvan, Peplau)


Teori ini dikemukakan oleh Harri Stack Sullivan. Dia menganggap
perilaku itu merupakan bentukan karena adanya interaksi dengan orang lain
atau lingkungan sosial. Kecemasan disebabkan perilakunya tidak sesuai atau
tidak diterima orang lain sehingga akan ditolak oleh lingkungan. Perilaku
timbul karena adanya dorongan untuk kepuasan dan dorongan untuk
keamanan. Perilaku karena adanya dorongan untuk memuaskan diri
disebabkan karena adanya kelaparan, tidur, kenyamanan, dan kesepian.
Keamanan berhubungan dengan penyesuaian diri terhadap nilai-nilai
masyarakat dan suku. Sullivan beranggapan bila kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan akan kepuasan dan keamanan terganggu maka daia
akan mengalami sakit mental.
Ciri-ciri model Interpersonal :
a. Pandangan tentang penyimpangan perilaku
- Ensietas timbul dan dialami secara personal
- Rasa takut yang mendasar adalah rasa takut terhadap penolakan
- Individu membutuhkan rasa aman dan kepuasan melalui hubungan
interpersonal
b. Proses terapeutik
- Menjalin hubungan interpersonal sehinggga timbul rasa aman dan
kepuasan keduanya
- Mengembangkan hubungan interpersonal diluar terapeutik
- Peran terapis
- Menjalin hubungan interpersonal
- Menggunakan empati
c. Peran klien
- Menceritakan ensietas dan perasaannya kepada terapis

3. Sosial (Caplan, Szasz)


Menurut konsep ini, seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau
penyimpangan perilaku apabila banyaknya faktor lingkungan yang akan
memicu munculnya stress pada seseorang, dimana akan menimbulkan
kecemasan dan gejala (sosial and environmental faktor creat stress, which
cause anxiety and symptom). Prinsip proses terapi yang sangat penting
dalam model konsep ini adalah modifikasi lingkungan (environment
manipulation) dan dukungan sosial (sosial support). Peran perawat dalam
memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus menyampaikan
masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman
sejawat, atasan keluaraga, atau suami istri. Sementara itu, terapis berupaya
menggali system sosial klien sperti suasana dirumah, kantor, sekolah,
masyarakat, atau tempat kerja.
Ciri-ciri model sosial:

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 30


a. Pandangan tentang penyimpangan perilaku
- Faktor sosial yang menciptakan stress dan menimbulkan ensietas
- Perilaku yang tidak diterima oleh lingkungan dan system sosial
b. Proses terapeutik
- Pasien dibantu mengatasi system sosial
- Intervensi krisis
- Manipulasi lingkungan dan menunjukkan dukungan sosial (dukungan
kel.sebaya)
c. Peran terapis
- Menggali system sosial klien
- Membantu klien mnggunakan sumber yang tersedia atau sumber baru
d. Peran klien
- Secara aktif menceritakan masalahnya
- Menggunakan sumber yang ada di masyarakat

4. Existensial
Model existensial menyatakan bahwa gangguan perilaku atau gangguan
jiwa terjadi apabila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan
hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggaan akan dirinya. Membenci diri
sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi imagenya. Prinsip terapinya
pada model ini adalah mengupayakan individu agar memiliki pengalaman
berinteraksi dengan orang yang menjadi panutan atau sukses dengan
memahami riwayat hidup orang tersebut, memperluas kesadaran diri dengan
cara introspeksi diri (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan
kemanusiaan (conducted in group), serta mendorong untuk menerima
dirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari
orang lain (encouraged to accept self and control behavior) Terapi dilakukan
melalui kegiatan terapi aktivitas kelompok.

5. Supportif Therapy (Wermon, Rockland)


Wermon dan Rockland meyakini bahwa penyebab gangguan jiwa adalah
faktor biopsikososial dan respon maladaptive saat ini. Contoh aspek biologis
yaitu sering sakit maag, migrane, batuk-batuk. Aspek psikologisnya
mengalami banyk keluhan seperti mudah lemas, kurang percaya diri,
perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosial seperti susah bergaul,
menarik diri, tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan
pekerjaan dansebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi
penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut mucul akibat ketidakmampuan
dalam beradaptasi pada masalah yang muncul saat ini dan tidak ada
kaitannya dengan masa lalu.
Prinsip proses terapi pada model ini adalah menguatkan respon coping
adaptif. Terapis membantu klien untuk mengidentifikasi dan mengenal
kekuatan atau kemampuan serta coping yang dimiliki klien, mengevaluasi
kemempuan mana yang dapat digunakan ntuk alternative pemecahan
masalah. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik
dengan klien untuk membantu klien menemukan coping klien yang adptif.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 31


6. Medical
Menurut konsep ini penyebab gangguan jiwa adalah multifactor yang
kompleks yaitu aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Model ini
meyakini bahwa penyimpangan perilaku merupakan manifestasi ganguan
sistem syaraf pusat (SSP). Dicurigai bahwa depresi dan schizophrenia
dipengaruhi oleh transmisi impuls neural, serta gangguan synaptic.
Sehingga fokus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan
diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal.
Peran perawat dalam model ini adalah melakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang,
therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi,
menentukan diagnosa, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang
digunakan. Medical model terus mengekplorasi penyebab gangguan jiwa
secara ilmiah.

7. Model Komunikasi
Model perilaku mengatakan bahwa, penyimpangan perilaku terjadi jika
pesan yang disampaikan tidak jelas. Penyimpangan komunikasi menyangkut
verbal dan non verbal, posisi tubuh, kecepatan dan volume suara atau bicara.
Proses terapi dalam model ini meliputi:
1. Memberi umpan balik dan klarifikasi masalah.
2. Memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif.
3. Memberi alternatif koreksi untuk komunikasi yang tidak efektif.
4. Melakukan analisa proses interaksi.

8. Model Perilaku
Dikembangkan oleh H.J. Eysenck, J. Wilpe dan B.F. Skinner. Terapi
modifikasi perilaku dikembangkan dari teori belajar (learning
theory).Belajar terjadi jika ada stimulus dan timbul respon, serta respon
dikuatkan (reinforcement). Proses terapi:
Terapi pada model perilaku dilakukan dengan cara
1. Desentisasi dan relaksasi, dapat dilakukan bersamaan. Dengan teknik ini
diharapkan tingkat kecemasan klien menurunkan.
2. Asertif training adalah belajar mengungkapkan sesuatu secara jelas dan
nyata tanpa menyinggung perasaan orang lain.
3. Positif training. Mendorong dan menguatkan perilaku positif yang baru
dipelajari berdasarkan pengalaman yang menyenangkan untuk digunakan
pada perilaku yang akan datang.
4. Self regulasi. Dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
Pertama melatih serangkaian standart perilaku yang harus dicapai oleh
klien. Selanjutnya klien diminta untuk melakukan self observasi dan self
evaluasi terhadap perilaku yang ditampilkan. Langkah terakhir adalah
klien diminta untuk memberikan reinforcement (penguatan terhadap diri
sendiri) atas perilaku yang sesuai.

9. Model Stress Adaptasi Roy


Keperawatan memberi perbaikan pada manusia sebagai sutu kesatuan
yang utuh untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 32


lingkungan dan berespons terhadap stimulus internal yang mempengaruhi
adaptasi.Jika stressor terjadi dan individu tidak dapat menggunakan
―koping‖ secara efektif maka individu tersebut memerlukan
perawatan.Tujuan keperawatan adalah meningkatkan interaksi individu
dengan lingkungan, sehingga adaptasi dalam setiap aspek semakin
meningkat.Komponen-komponen adaptasi mencakup fungsi fisiologis,
konsep diri, fungsi peran, dan saling ketergantungan.
Adaptasi adalah komponen pusat dalam model keperawatan. Didalamnya
menggambarkan manusia sebagai sistem adaptif. Adaptasi mengambarkan
proses koping terhadap stressor dan produk akhir dari koping. Proses
adaptasi termasuk fungsi holistic bertujuan untuk mempengaruhi kesehatan
secara positif yang pada akhirnya akanmeningkatkan integritas. Proses
adaptasi termasuk didalamnya proses interaksi manusia dengan
lingkunganyang terdiri dari dua proses. Bagian pertama dari proses ini
dimulai dengan pperubahan dalam lingkungan internal dan eksternal yang
membutuhkan sebuah respon. Perubahan tersebut dalam model adaptasi Roy
digambarkan sebagai stressor atau stimulus fokal dan ditengahi oleh factor-
faktor konstektual dan residual. Stressor menghasilkan interaksi yang
biasanya disebut stress.
Bagian kedua adalah mekanisme koping yang dirangsang untuk
menghasilkan respon adaptif dan inefektif.Produk adaptasi adalah hasil dari
proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah kondisi yang meningkatkan
tujuan-tujuan manusia yang meliputi : kelangsungan hidup, pertumbuhan,
reproduksi dan penguasaan yang disebut integritas. Kondisi akhir ini adalah
kondisi keseimbangan dinamik equilibrium yang meliputi peningkatan dan
penurunan respon-respon. Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh
adaptasi yang lain, sehingga dinamik equilibrium manusia berada pada
tingkat yang lebih tinggi. Jarak yang besar dari stimulus dapat disepakati
dengan suksesnya manusia sebagai sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi
mengarah pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi pada keadaan sejahtera atau
sehat. Adaptasi kemudian disebut sebagai suatu fungsi dari stimuli yang
masuk dan tingkatan adaptasi

10. Model Keperawatan


Pendekatan model keperawatan adalah model konsep yang digunakan
dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan, secaara holistik, bio,psiko,sosial dan spiritual. Fokus
penangganan pada model keperawatan adalah penyimpangan perilaku,
asuhan keperawatan berfokus pada respon individu terhadap masalah
kesehatan yang actual dan potensial, dengan berfokus pada :rentang sehat
sakit berdasarkan teori dasar keperawatan dengan intervensi tindakan
keperawatan spesifik dan melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan.
Model ini mengadopsi berbagai teori antara lain teori sistem, teori
perkembangan dan teori interaksi

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 33


LATIHAN SOAL
1. Adanya bentuk penyimpangan perilaku seperti ansietas yang timbul dan
dialami secara interpersonal dan rasa takut terhadap penolakan. Termasuk
dalam model keperawatan….
a. Model Psikoanalitik
b. Model Interpersonal
c. Model Medik
d. Model Perilaku
e. Model komunikasi
Jawaban : b. Model Interpersonal
2. Yang termasuk peran terapis pada model interpersonal ialah…
a. Menggali system sosial klien
b. Mengupayakan perkembangan tranferens
c. Menjalin hubungan interpersonal
d. Secara aktif menceritakan masalahnya
e. Menceritakan ensietas dan perasaannya kepada terapis
Jawaban : c. Menjalin hubungan interpersonal
3. Seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau mengalami penyimpangan
perilaku apabila banyaknya faktor lingkungan, termasuk dalam model
keperawatan….
a. Model Psikoanalitik
b. Model Interpersonal
c. Model Medik
d. Model sosial
e. Model komunikasi
Jawaban : d. Model sosial
4. Pandangan penyimpangan mana yang termasuk dalam model psikoanalitik…
a. Pertahanan ego tidak adekuat untuk mengontrol ensietas
b. Faktor sosial yang menciptakan stress dan menimbulkan ansietas
c. Membantu klien menggunakan sumber yang tersedia atau sumber baru
d. Ensietas timbul dan dialami secara personal
e. Individu membutuhkan rasa aman dan kepuasan melalui hubungan
interpersonal
Jawaban : a. Pertahanan ego tidak adekuat untuk mengontrol
Ansietas
5. Dibawah ini manakah yang merupakan model konseptual keperawatan jiwa...
1) Medica
2) Social
3) Interpersonal
4) Existensial
a. 1, 2 dan 3
b. 1 dan 3
c. 2 dan 4
d. 4 saja
e. Semua benar
Jawaban : e. Semua benar

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 34


6. Perawat melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur
diagnostik dan terpi jangka panjang merupakan model konseptual keperawatan
jiwa...
a. Psycosnslytical
b. Model perilaku
c. Model stress
d. Medica
e. Model keperawatan
Jawaban : d. Medica
7. Dibawah ini, manakah yang merupakan model konseptual keperawatan jiwa
Supportive Therapy...
a. Menggunakan respon coping adaptif
b. Menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi transferen
c. Melakukan kolaborasi dengnan tim medis dalam melakukan prosedur
diagnostik
d. Aserif training
e. Melakukan analisa proses interaksi
Jawaban : a. Menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa
mimpi transferen
8. Perhatikan pernyataan dibawah ini :
1) Model ini menyatakan bahwa gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi
apabila individu gagal menemukan jati diri dan tujuan hidupnya
2) Model ini meyakini bahwa perilaku berkembang dari hubungan
interpersonal
3) Model ini mengatakan bahwa penyimpangan perilaku terjadi jika pesan
yang disampaikan tidak jelas
4) Model ini meyakini bahwa penyimpangan perilaku merupakan manifestasi
gangguan sistem syaraf pusat (SSP)
5) Model ini mengatakan jika kelainan jiwa seseorang disebabkan karena
adanya ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan
Manakah dari pernyataan diatas yang merupakan pengertian model
konseptual Existensial...
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4
e. 5
Jawaban : a. 1
9. Perhatikan pernyataan berikut :
- Memberi umpan balik dan klarifikasi masalah.
- Memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif.
- Memberi alternatif koreksi untuk komunikasi yang tidak efektif.
- Melakukan analisa proses interaksi.
Berikut merupakan proses terapi dalam model :
a. Model Keperawatan
b. Model Supportive Therapy
c. Model Komunikasi
d. Model Perilaku

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 35


e. Model Stress Adaptasi Roy
Jawaban : c. Model komunikasi

10. Bagaimana cara melakukan terapi pada model perilaku Asertif Training :
a. Dapat dilakukan bersamaan. Dengan teknik ini diharapkan tingkat
kecemasan klien menurunkan.
b. Belajar mengungkapkan sesuatu secara jelas dan nyata tanpa
menyinggung perasaan orang lain.
c. Mendorong dan menguatkan perilaku positif yang baru dipelajari
berdasarkan pengalaman yang menyenangkan untuk digunakan pada
perilaku yang akan datang.
d. Dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama melatih
serangkaian standart perilaku yang harus dicapai oleh klien. Selanjutnya
klien diminta untuk melakukan self observasi dan self evaluasi terhadap
perilaku yang ditampilkan. Langkah terakhir adalah klien diminta untuk
memberikan reinforcement (penguatan terhadap diri sendiri) atas perilaku
yang sesuai.
e. Semua Benar
Jawaban : b. belajar mengungkapkan sesuatu secara jelasn dan
nyata tanpa menyinggung perasaan oran lain.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 36


DAFTAR PUSTAKA

Nasir,A. Muhith, A. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba


Medika
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan. Pusdik SDM Kesehatan
Stuart, Gail. W & Sundeen, Sandra J 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Yusuf, Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 37


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 38
BAB 5
KONSEP TERAPI
MODALITAS DALAM
ASUHAN KEPERAWATAN

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 36


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 37
BAB 5
KONSEP TERAPI MODALITAS DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

PENDAHULUAN
Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa.
Sebagai seorang terapis, perawat harus mampu mengubah perilaku maladaftif
pasien menjadi perilaku yang adaptif serta meningkatkan potensi yang dimiliki
pasien. Ada bermacam-macam terapi modalitas dalam keperawatan jiwa seperti
terapi individu, terapi keluarga, terapi bermain, terapi lingkungan dan terapi
aktifitas kelompok. Terapi modalitas dapat dilakukan secara individu maupun
kelompok atau dengan memodifikasi lingkungan dengan cara mengubah seluruh
lingkungan menjadi lingkungan yang terapeutik untuk klien, sehingga
memberikan kesempatan klien untuk belajar dan mengubah perilaku dengan
memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Terapi Individu


2. Mahasiswa dapat memahami tahapan hubungan dalam
terapi individu
3. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Terapi Kelompok
4. Mahasiswa dapat menyebutkan Indikasi dan Persyaratan
Terapi Kelompok
5. Mahasiswa dapat memahami Tahapan Terapi Kelompok
6. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi Terapi Keluarga
7. Mahasiswa dapat memahami Kerangka teoritis Terapi
keluarga
8. Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan Terapi Keluarga
9. Mahasiswa dapat menyebutkan manfaat Terapi Keluarga
10. Mahasiswa dapat memahami Peran Perawat Dalam
Terapi Keluarga
11. Mahasiswa dapat memahami Peran Keluarga Dalam
Terapi Keluarga
12. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Terapi Okupasi
13. Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan Terapi Okupasi
Bagi Pasien Mental
14. Mahasiswa dapat menyebutkan Peranan Terapi Okupasi
15. Mahasiswa dapat menyebutkan Proses Terapi Okupasi
Menurut Pelatihan Nasional Terapi Modalitas
Keperawatan Profesional Jiwa
16. Mahasiswa dapat memahami Proses Terapi Okupasi
17. Mahasiswa dapat memahami Pelaksanaan Terapi
Okupasi
18. Mahasiswa dapat menyebutkan Jenis Aktivitas Terapi
Okupasi
19. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Terapi
Lingkungan
20. Mahasiswa mampu menyebutkan tujuan dan karakteristik
dari Terapi Lingkungan
21. Mahasiswa dapat memahami macam – macam dan jenis

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 38


– jenis dari Terapi Lingkungan
22. Mahasiswa mampu menjelaskan peran perawat dalam
Terapi Lingkungan
23. Mahasiswa mampu memahami definisi dari Terapi
Biologis ( ECT )
24. Mahasiswa dapat menyebutkan indikasi dan
kontraindikasi dari Terapi Biologis ( ECT )
25. Mahasiswa dapat menyebutkan efek samping dari Terapi
Biologis ( ECT )
26. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme dari Terapi
Biologis ( ECT )
27. Mahasiswa dapat menjelaskan prosedur tindakan dari
Tindakan Biologis ( ECT )
MATERI KONSEP TERAPI MODALITAS DALAM ASUHAN
POKOK KEPERAWATAN

TOPIK.1
TERAPI INDIVIDU
A. Definisi
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan
hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu
hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk
mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang
disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis
(terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku
klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan
terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu
menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan
mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan
cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
B. Tahapan hubungan dalam terapi individual
a. Tahapan orientasi
1. Perawat membangun hubungan saling percaya dengan klien
2. Latar belakang klien didiskusikan dan isu diidentifikasi
3. Perawat dan klien merumuskan tujuan dan menetukan komponen
praktik
b. Tahapan kerja
1. Klien eksplorasi diri
2. Perawat bekerja dengan isi (cerita) dan proses (perasaan) yang
berhubungan dengan penderitaan klien
3. Klien dibantu untuk mengembangkan pengetahuan tentang diri dan
didorong
c. Tahapan terminasi
1. Setelah dua pihak menyetujui bahwa masalah yang mengawali
terjalinnya hubungan telah mereda dan lebih terkendali
2. Klien merasa lebih baik dan melaporkan peningkatan fungsi pribadi,
sosial atau pekerjaan
3. Tujuan terapi telah selesai

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 39


TOPIK. 2
TERAPI KELOMPOK

A. Definisi
Terapi Kelompok adalah suatu pelayanan kepada kelompok yang tujuan
utamanya untuk membantu anggota-anggota kelompok memperbaiki
penyesuaian sosial mereka dan tujuan keduanya untuk membantu kelompok
mencapai tujuan-tujuan yang disepakati oleh masyarakat. Kelompok adalah
sekumpulan individu yang hubungannya didasarkan pada kepentingan, nilai-
nilai, atau tujuan yang sama
B. Indikasi dan Syarat Terapi Kelompok
1) Indikasi:
a. Klien Psikotik seperti kecemasan, panik, depresi ringan
b. Klien yang mengalami stress dalam kehidupan penyakit/kematian.
c. Klien dengan masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
d. Klien dengan gangguan keluarga, ketergantungan, dan sejenisnya
2) Kontra indikasi:
a. Waham d. Sedang menjalani terapi lain
b. Depresi berat e. Tidak ada harapan sembuh
c. Sosio/Psikopat f. Pembosan
3) Persyaratan
a. Jumlah Anggota:
1. Menurut Wartono: 7 – 8 orang, minimal 4 orang
2. Menurut Caplan: 7 – 9 Orang
3. Umumnya tidak lebih dari 10 orang
b. Persyaratan dan kualitas terapis
Menurut Depkes RI bahwa persyaratan dan kualifikasi untuk
memberikan terapi kelompok adalah:
1. Pengetahuan pokok tentang pikiran-pikiran dan tingkah laku normal
dan patologi dalam budaya setempat
2. Memiliki konsep teoritis yang padat dan logis yang cukup sesuai
untuk dipergunakan dalam memahami pikiran-pikiran dan tingkah
laku yang normal maupun patologis
3. Memiliki teknis yang bersifat terapeutik yang menyatu dengan
konsep-konsep yang dimiliki melalui pengalaman klinis dengan
pasien
4. Memiliki kecakapan untuk menggunakan dan mengontrol institusi
untuk membaca yang tersirat dan menggunakannya secara empatis
untuk memahami apa yang dimaksud dan dirasakan pasien
dibelakang kata-katanya
5. Memiliki kesadaran atas harapan-harapan sendiri, kecemasan dan
mekanisme pertahanan yang dimiliki dan pengaruhnya terhadap
teknik terapeutiknya
6. Harus mampu menerima pasien sebagai manusia utuh dengan segala
kekurangan dan kelebihannya.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 40


c. Komposisi Terapis
1. Leader dan Co. leader
Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola
komunikasi yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota
kelompok untuk menyadari dinamisnya kelompok, menjadi
motivator, membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat
peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas
kelompok.
2. Fasilitator
Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok
sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada
anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.
3. Observer
Tugas seorang observer meliputi: mencatat serta mengamati respon
penderita, mengamati jalannya proses terapi dan menangani peserta
atau anggota kelompok yang drop out.

C. Tahapan Terapi Kelompok


Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase
pra-kelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi
kelompok sebagai berikut:
1. Pra kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi
leader, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan,
proses evaluasi pada anggota dan kelompok, menjelaskan sumber-sumber
yang diperlukan kelompok seperti proyektor dan jika memungkian biaya
dan keuangan.
2. Fase awal
a. Tahap Intake
Tahap ini ditandai oleh adanya pengakuan mengenai masalah spesifik
yang mungkin tepat dipecahkan melalui pendekatan kelompok. Tahap
ini disebut juga sebagai tahap kontrak antara pekerja sosial (terapis)
dengan klien, karena pada tahap ini dirumuskannya persetujuan dan
komitmen antara mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan perubahan
tingkah laku melalui kelompok.
b. Tahap Asessmen dan Perencanaan Intervensi
Pemimpin kelompok bersama dengan anggota kelompok
mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan kelompok serta
merancang rencana tindakan pemecahana masalah. Dalam
kenyataannya, tahap ini tidaklah definitive, karena hakekatnya
kelompok senantiasa berjalan secara dinamis sehingga memerlukan
penyesuaian tujuan-tujuan dan rencana intervensi.
3. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan engatif
dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerjasama
untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun,
kelompok lebih stabil dan realistic, mengeksplorasikan lebih jauh sesuai

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 41


dengan tujuan dan tugas kelompok, dan penyelesaian masalah yang
kreatif.
4. Tahap Evaluasi dan Terminasi
Pada tahap evaluasi, dilakukukan pengidentifikasian atau pengukuran
terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh.
Selanjutnya, setelah melakukan evaluasi dan monitoring (monitoring
adalah pemantauan proses dan keberhasilan kelompok yang dilakukan
pada setiap phase), dilakukanlah terminasi atau pengakhiran kelompok.
Terminasi dilakukan berdasarkan pertimbangan dan alasan sebagai
berikut:
a. tujuan individu maupun kelompok telah tercapai
b. waktu yang ditetapkan telah berakhir
c. kelompok gagal mencapai tujuan-tujuannya
d. keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota
kelompok.
TOPIK. 3
TERAPI KELUARGA

A. Definisi
Terapi keluarga adalah pendekatan terapeutik yang melihat masalah individu
dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan menitik beratkan pada
proses interpersonal.Tetapi keluarga merupakan intervensi spesifik dengan
tujuan membina komunikasi secara terbuka dan interaksi keluarga secara
sehat (Nasir dan Muhits, 2011). Terapi keluarga merupakan salah satu bentuk
psikoterapi kelompok yang berdasarkan pada kenyataan bahwa manusia
adalah mahluk sosial dan bukan suatu mahluk yang terisolir.
B. Kerangka teoritis Terapi keluarga
1. Model struktural (Minuchin)
Model ini dikembangkan oleh Minuchin, konsepnya adalh keluarga adalah
suatu sistem sosiokultural terbuka sebagai sarana dalam memenuhi
kebutuhan adaptasi. Fungsi keluarga berkurang apabila kebutuhan individu
dan anggota lainnya dijumpai maladaptive dan tidak bisa saling
menyesuaikan. Fokus terapinya adalah perubahan adaptasi dari maladaptif
menjadi adaptif untuk memudahkan perkembangan keluarga. Usaha terapi
meliputi hubungan keluarga, evaluasi struktur dasar keluarga, kemampuan
dan upaya seluruh anggota keluarga untuk saling menerima perbedaan dan
saling memahami karakter.
2. Model terapi Bowenian
Bowenian mempunyai pandangan bahwa keluarga adalah suatu sistem
yang terdiri dari berbagai subsistem, seperti pernikahan, orang tua-anak &
saudara kandung (sibling) dimana setiap subsistem tersebut dibagi
kedalam subsistem individu dan jika terjadi gangguan pada salah satu
subsistemnya maka akan menyebabkan perubahan pada bagian lainnya
bahkan bisa sampai ke suprasistem keluarga tersebut yaitu masyarakat.
C. Tujuan :
1) Menurunkan konflik kecemasan keluarga.
2) Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing
anggota keluarga.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 42


3) Meningkatkan kemampuan penanganan terhadap krisis.
4) Mengembangkan hubungan peran yang sesuai
5) Membantu keluarga menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar
anggota keluarga
6) Meningkatkan kesehatan jiwa keluarga sesuai dengan tingkat
perkembangan anggota keluarga
D. Manfaat terapi keluarga :
a. Klien
1. Mempercepat proses penyembuhan
2. Memperbaiki hubungan interpersonal.
3. Menurunkan angka kekambuhan
b. Keluarga
1. Memperbaiki fungsi & struktur keluarga
2. Keluarga mampu meningkatkan pengertian terhadap klien sehingga
lebih dapat . menerima, toleran & menghargai klien sebagai manusia
3. Keluarga dapat meningkatkan kemampuan dalam membantu klien
dalam proses rehabilitasi
E. Peran Perawat Dalam Terapi Keluarga
Untuk peran perawat sendiri dalam terapi keluarga adalah melakukan asuhan
keperawatan yang relevan dimana untuk perawat yang tidak memiliki
sertifikasi dalam melaksanakan terapi adalah memberikan psiko edukasi pada
keluarga sedangkan bagi yang memiliki sertifikasi adalah memberikan terapi
sesuai dengan kondisi pasien. Sementara itu, menurut Newman intervensi
yang dilakuakn perawat mencakup intervensi primer dan tersier yaitu :
1. Mendidik kembali dan mengorientasikan kembali seluruh anggota
keluarga.
2. Memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung klien
untuk mencapai tujuan dan usaha untuk berubah
3. Mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber pelayanan kesehatan
4. Memberi penyuluhan, perawatan di rumah, psiko edukasi,dll
F. Peran Keluarga Dalam Terapi keluarga
1. Membuat suatu keadaan dimana anggota keluarga dapat melihat bahaya
terhadap diri klien dan aktivitasnya.
2. Tidak merasa takut dan mampu bersikap terbuka.
3. Membantu anggota bagaimana memandang orang lain.
4. Tempat bertanya serta pemberi informasi yang mudah dipahami klien.
5. Membangun self esteem.
6. Menurunkan ancaman dengan latar belakang aturan untuk interaksi.
7. Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistematis.
8. Pendidikan ulang anggota untuk bertanggung jawab

TOPIK. 4
TERAPI OKUPASI
A. Definisi

Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah
ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 43


ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk
membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan
orang lain (Riyadi dan Purwanto,2009).
Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang
merupakan proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang
dikerjakan tidak hanya sekedar membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas
fungsional yang mengandung efek terapetik dan bermanfaat bagi pasien.
Artinya aktivitas yang langsung diaplikasikan dalam kehidupan.. Penekanan
terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses neurologi dengan cara
memanipulasi, memfasilitasi dan menginhibisi lingkungan, sehingga
tercapai peningkatan, perbaikan dan pemeliharaan kemampuan dan
pekerjaan atau kegiatan digunakan sebgai terapi serta mempunyai tujuan
yang jelas.
B. Tujuan Terapi Okupasi Bagi Pasien Mental
1. Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat
mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang
lain
2. Membantu melepaskan/menyalurkan dorongandorongan emosi secara
wajar dan produktif
3. Menghidupkan kemauan atau motivasi pasien
4. Menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan keadaannya
5. Mengumpulkan data guna penentuan diagnosa dan penetapan terapi
lainnya
C. Peranan Terapi Okupasi
1. Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia luar.
Melalui aktivitas manusia dihubungkan dengan lingkungan, kemudian
mempelajarinya, mencoba keterampilan atau pengetahuan,
mengekspresikan perasaan, memenuhi kebutuhan fisik maupun emosi,
mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan
hidup.
2. Aktivitas dalam okupasiterapi digunakan sebagai media baik untuk
evaluasi, diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi.
3. Aktivitas dalam okupasiterapi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya
sebagai media. Diskusi yang terarah setelah penyelesaian suatu aktivitas
adalah sangat penting karena dalam kesempatan tersebutlah terapis dapat
mengarahkan pasien. Melalui diskusi tersebutlah pasien belajar mengenal
dan mengatasi persoalannya.
4. Melalui aktivitas pasien diharapkan akan berkomunikasi lebih baik untuk
mengekpresikan dirinya. Melalui aktivitas kemampuan pasien akan dapat
diketahui baik oleh terapi maupun oleh pasien itu sendiri.
5. Mengerjakan suatu aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang
terjadinya interaksi diantara anggota yang berguna dalam meningkatkan
sosialisasi, dan menilai kemampuan diri masing-masing dalam hal
keefisiensiannya berhubungan dengan orang lain.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 44


D. Proses Terapi Okupasi Menurut Pelatihan Nasional Terapi Modalitas
Keperawatan Profesional Jiwa
Pelayanan okupasi terapi di rumah sakit jiwa cenderung berubah-ubah hal ini
disesuaikan dengan kebutuhan,akan tetapi secara umum proses intervensi
melalui 3 tahap yaitu:
1. Assessment adalah proses dimana seorang terapis memperoleh pengertian
tentang pasien, berguna untuk membuat keputusan dan mengkontruksikan
kerangka kerja/model dari pasien
2. Setelah dilakukan assessment dengan detail maka dilakukan treatment
yang terdiri dari 3 tahap yaitu:
- Formulasi rencana pemberian terapi
- Implementasi terapi yang telah direncanakan
- Review terapi yang diberikan
3. Selanjutnya dilakukan evaluasi dari hasil evaluasi ini dapat ditentukan
apakah pasien ini dapat melanjutkan di vokasional training atau pulang
E. Proses Terapi Okupasi
1. Dokter mengirimkan pasien untuk okupasaiterapi menyertakan diagnosa,
dan apa yang perlu diperbuat dengan pasien tersebut.
2. Setelah pasien berada diunit okupasiterapi maka terapis akan bertindak
sebagai berikut:
a. Koleksi data
Data didapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang disertakan
waktu pertama kali pasien mengujungi unit terapi okupasional. Data ini
diperlukan untuk menyusun rencana terapi bagi pasien.
b. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara
tentang masalah dan atau kesulitan pasien. Ini dapat berupa masalah
dilingkungan keluarga atau pasien itu sendiri
c. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien maka dapat disusun daftar
tujuan terapi sesuai dengan prioritas baik jangka pendek maupun jangka
panjangnya
d. Penentuan aktivitas
Setelah tujuan terapi ditetapkan maka dipilihlah aktivitas yang dapat
mencapai tujuan terapi tersebut. Dalam proses ini pasien dapat diikut
sertakan dalam menentukan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan
sehingga pasien merasa ikut bertanggung jawab atas kelancaran
pelaksanaannya.
e. Evaluasi
Evaluasi harus dilaksanakan secara teratur dan terencana sesuai dengan
tujuan terapi. Hal ini perlu agar dapat menyesuaikan program terapi
selanjutnya sesuai dengan perkembangan pasien yang ada. Hal-hal yang
perlu di evalausi antara lain:
- Kemampuan membuat keputusan
- Tingkah laku selama bekerja
- Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang
mempunyai kebutuhan sendiri
- Kerjasama

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 45


- Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain)
- Inisiatif dan tanggung jawab
- Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding
- Menyatakan perasaan tanpa agresi
- Kompetisi tanpa permusuhan
- Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
- Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung
jawab atas pendapatnya tersebut
- Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya
- Wajar dalam penampilan
- Orientasi, tempat, waktu, situasi, orang lain
- Kemampuan menrima instruksi dan mengingatnya
- Kemampuan bekerja tanpa terus menerus diawasi
- Kerapian bekerja
- Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan
- Toleransi terhadap frustasi
- Lambat atau cepat
- Dan lain sebagainya yang dianggap perlu
F. Pelaksanaan Terapi Okupasi
1. Metode
Okupasiterapi dapat dilakukan baik secara individual, maupun
berkelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi dan lain-lain:
a. Metode individual dilakukan untuk:
- Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak
informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien
- Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan
cukup baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan
mengganggu kelancaran suatu kelomppok
- Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar
terapis dapat mengevaluasi pasien lebih efektif
b. Metode kelompok dilakukan untuk:
- Pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah atau hampir sama,
atau dalam melakukan suatu aktivitas untuk tujuan tertentu bagi
bebrapa pasien sekaligus.
- Sebelum memulai suatu kegiatan baik secara individual maupun
kelompok maka terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu segala
sesuatunya yang menyangkut pelaksanaan kegiatan tersebut
- Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara memperkenalkan
kegiatan dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut
sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan berusaha untuk ikut
aktif.
- Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan jenis
aktivitas yang akan dilakukan, dan kemampuan terapis mengawasi.
2. Waktu
a. Okupasiterapi dilakukan antara 1 – 2 jam setiap session baik yang
individu maupun kelompok setiap hari
b. Dilakukan dua kali atau tiga kali seminggu tergantung tujuan terapi,
tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 46


c. Dibagi menjadi dua bagian yaitu ½ - 1 jam untuk menyelesaikan
kegiatan-kegiatan dan 1 – 1 ½ jam untuk diskusi. Dalam diskusi ini
dibicarakan mengenai pelaksanaan kegiatan.
3. Terminasi Keikut sertaan seseorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi
dapat diakhiri dengan dasar bahwa pasien :
a. Dianggap telah mampu mengatsi persolannya
b. Dianggap tidak akan berkembang lagi
c. Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasiterapi
G. Jenis Aktivitas Terapi Okupasi
1. Aktivitas latihan fisik untuk meningkatkan kesehatan jiwa
2. Aktivitas dengan pendekatan kognitif
3. Aktivitas yang memacu kreativitas
4. Training ketrampilan
5. Terapi bermain (Creek,1997)
6. Kegiatan yang diberikan dapat berupa:
- kerajinan tangan - seni tari
- music - drama
- rekreasi - ADL (activities of daily living),
7. Kegiatan yang dilakukan tersebut bersifat terapeutik dan menyiapkan
pasien untuk dapat dipulangkan ketengah-tengah masyarakat atau
dicalonkan untuk direhabilitasikan
8. Tugas pokok okupasi terapis adalah membangkitkan aktivitas positif dan
mengevaluasi perkembangan pasien secara kontinyu dan mengetahui efek
terapi yang diberikan

TOPIK. 5
TERAPI INGKUNGAN

A. Pengertian terapi lingkungan (Milieu Therapy)


Berasal dari bahasa Perancis, yang berarti perencanaan ilmiah dari
lingkungan untuk tujuan yang bersifat terapeutik atau mendukung
kesembuhan. Terapi Lingkungan adalah tindakan penyembuhan pasien
melalui manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada pada lingkungan
dan berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta mendukung
proses penyembuhan. ( Farida Kusumawati & Yudi Hartono, 2011)
B. Tujuan terapi lingkungan
Menurut Farida Kusumawati dan Yadi Hartono :
1. Membantu individu untuk mengembangkan rasa harga diri
2. Mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain
3. Membentu belajar mempercayai orang lain
4. Mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat
C. Karakteristik terapi lingkungan
Lingkungan harus bersifat terapeutik yaitu, mendorong terjadinya proses
penyembuhan. Menurut Florence Nightingale terapi lingkungan harus
memilki karakteristik:
1. Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada individu dan
kelompok selama 24 jam
2. Adanya proses pertukaran informasi

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 47


3. Klien merasakan keakraban dengan lingkungan
4. Klien merasa senang, nyaman, aman dan tidak merasa takut baik dari
ancaman psikologis maupun ancaman fisik
5. Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan fokus
komunikasi terapeutik
6. Staf membagi tanggung jawab bersama klien
7. Personal dari lingkungan menghargai klien sebagai individu yang memiliki
hak, kebutuhan dan tanggung jawab
8. Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi
D. Macam-macam terapi lingkungan
a. Model terapi moral
Model terapi seperti ini sangat tepat diterapkan pada lingkungan
masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan dan
moralitas di tempat asalnya.
b. Model terapi social
Model ini memakai konsep dari program terapi komunitas, dimana adiksi
terhadap obat-obatan dipandang sebagai fenomena penyimpangan sosial
(sosial disorder). Tujuan dari model terapi ini adalah mengarahkan
perilaku yang menyimpang tersebut ke arah perilaku sosial yang lebih
layak. Hal ini didasarkan atas kesadaran bahwa kebanyakan pecandu
narkoba hampir selalu terlibat dalam tindakan a-sosial termasuk tindakan
kriminal. Inilah yang menjadi keunikan dari model terapi sosial, yaitu
memfungsikan komunitas sedemikian rupa sebagai agen perubahan (agent
of change).
c. Model terapi psikologis
Model ini diadaptasi dari teori psikologis Mc Lellin, dkk yang
menyebutkan bahwa perilaku adiksi obat adalah buah dari emosi yang
tidak berfungsi selayaknya karena terjadi konflik, sehingga pecandu
memakai obat pilihannya untuk meringankan atau melepas beban
psikologisnya
d. Model terapi budaya
Model ini menyatakan bahwa perilaku adiksi obat adalah hasil sosialisasi
seumur hidup dalam lingkungan sosial atau kebudayaan tertentu. Dalam
hal ini, keluarga seperti juga lingkungan dapat dikatagorikan sebagai
―lingkungan sosial dan kebudayaan tertentu‖.
E. Jenis-jenis kegiatan terapi lingkungan
a. Terapi rekreasi
Yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan tujuan
klien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan
serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial. Misalnya berenang,
main kartu dan karambol.
b. Terapi kreasi seni
Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama dengan
orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus sesuai dengan bakat
dan minat, serta memberikan kesempatan pada klien untuk menyalurkan
atau mengekspresikan perasaannya. Misalnya menari dan menyanyi.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 48


c. Terapi dengan menggambar dan melukis
Memberikan kesempatan klien untuk mengekspresikan tentang apa yang
terjadi dengan dirinya. Dengan menggambar atau menurunkan ketegangan
dan memusatkan pikiran pada kegiatan.
d. Literatur atau biblio therapy
Terapi dengan membaca seperti novel, majalah dan buku-buku lain.
Dimana klien diharapkan untuk mendiskusikan pendapatnya setelah
membaca. Tujuannya adalah untuk mengembangkan wawasan diri dan
bagaimana mengekspresikan perasaan dan pikiran serta perilaku yang
sesuai dengan norma-norma yang ada.
e. Pet therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon klien yang tidak mampu
mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan klien biasanya
merasa kesepian, menyendiri dan menggunakan objek binatang untuk
bermain.
f. Plant therapy
Terapi ini bertujuan untuk mengajar klien untuk memelihara segala
sesuatu atau makhluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara
satu pribadi kepada pribadi lainnya dengan memelihara tumbuhan, mulai
dari menanam dan memelihara, serta menggunakannya saat tanaman
dipetik
F. Peran perawat dalam terapi lingkungan
1. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
a. Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim atau suasana yang
akrab, menyenangkan, saling mengahrgai di antara sesama perawat,
petugas kesehatan dan klien
b. Perawat yang menciptakan suasana yang aman
c. Menciptakan suasana yang nyaman
d. Klien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya sendiri
dan orang lain. Misalnya membereskan kamar.
2. Penyelenggaraan proses sosialisasi
a) Membantu klien belajar berinteraksi dengan orang lain,
b) Mendorong klien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan dan
perilakunya secara terbuka
c) Melalui sosialisasi klien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau
kemampuan yang baru.
3. Sebagai teknis perawatan
Fungsi perawat adalah menberikan atau memenuhi kebutuhan dari klien,
memberikan obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat dan
perilaku-perilaku
4. Sebagai leader atau pengelola
Perawat harus mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan terapeutik
yang mendukung peenyembuhan dan memberikan dampak baik secara
fisik maupun secara psikologis kepada klien.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 49


TOPIK. 6
TERAPI BIOLOGIS ( ECT )

A. Pengertian Terapi Biologis ( ECT )


Electroshock Therapy atau biasa juga disebut dengan Electro Convulsive
Therapy merupakan terapi untuk menciptakan seizure (kejang) di otak
menggunakan listrik yang dikenakan pada pasien yang telah dibius. ECT
biasanya diterapkan ke pasien melalui beberapa kali pertemuan (6-12 kali)
dalam waktu lebih dari 2 minggu. Pasien ECT adalah mereka yang memiliki
depresi akut dimana sudah tidak bisa diobati dengan obat anti-depressant dan
mood swing medication. Sebelum diberi terapi, pasien akan dibius supaya
tidak sadarkan diri dan kemudian diberikan obat untuk melemaskan otot, hal
ini diperuntukkan agar tidak ada otot maupun sumsum tulang belakang yang
rusak, pasien juga diberi blok karet di mulutnya untuk menghindari
penggigitan lidah ketika diberi terapi. Kemudian dokter akan mengalirkan
listrik ke otak pada voltase tertentu yang menyebabkan si pasien akan
mengalami kejang (seizure) selama beberapa saat, entah kejang di otak saja
maupun yang terlihat ditubuh juga, setelah itu pasien akan didiamkan sampai
tersadar dengan sendirinya.
B. Indikasi ECT
Indikasi ECT :
1. Pasien dengan depresi mayor yang tidak berespon terhadap anti depresan
atau yang tidak dapat meminum obat (terapi famakologis dengan dosis
efektif tinggi dan psikoterapi)
2. Pasien bunuh diri akut yang cukup lama tidak menerima pengobatan
untuk mencapai efek terapeutik
3. Namun perlu dipertimbangkan khusus jika ingin melakukan ECT bagi
ibu hamil, anak-anak dan lansia karena terkait dengan efek samping yang
mungkin ditimbulkan.
C. Kontra indikasi ECT
1. Absolut
a. Infark myocard,
b. CVE,
c. Massa intracranial
2. Relatif
- Angina tidak terkontrol, - Gagal jantung kongestif,
- Osteoporosis berat, - Fraktur tulang besar,
- Glaukoma, - Retinal detachment
D. Efek samping
Efek samping ECT secara fisik hampir mirip dengan efek samping dari
anesthesia umum. Secara psikis efek samping yang paling sering muncul
adalah kebingungan dan memory loss setelah beberapa jam kemudian. Efek
samping khusus yang perlu diperhatikan :
1. Cardiovaskuler
a) Segera : stimulasi parasimpatis (bradikardi, hipotensi)
b) Setelah 1 menit : Stimulasi simpatis (tachycardia, hipertensi,
peningkatan konsumsi oksigen otot jantung, dysrhythmia)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 50


2. Efek Cerebral
a) Peningkatan konsumsi oksigen.
b) Peningkatan cerebral blood flow
c) Peningkatan tekanan intra cranial
3. Efek lain
a. Peningkatan tekanan intra okuler
b. Peningkatan tekanan intragastric
E. Mekanisme kerja
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi
efek terapi (therapeutic clonic seizure) setidaknya selama 15 detik. Kejang
yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan
kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja
ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan.
Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan
kadar serum Brain - Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien
depresi yang tidak responsif terhadap terapi farmakologis.
F. Prosedur Tindakan
1. Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur ECT
2. Dapatkan persetujuan tindakan (inform consent)
3. Pastikan status puasa pasien setelah tengah malam
4. Minta pasien untuk melepaskan perhiasan, jepit rambut, kacamata dan alat
bantu pendengaran. Semua gigi palsu dilepaskan.
5. Minta pasien menggunakan pakaian yang longgar dan nyaman
6. Kosongkan kandung kemih pasien
7. Berikan obat praterapi
8. Pastikan obat dan peralatan yang diperlukan tersedia dan siap pakai
9. Bantu pelaksanaan ECT :
a. Tenangkan pasien
b. Dokter atau ahli anatesi memberikan oksigen utuk menyiapkan pasien
bila terjadi apnea karena relaksan otot
c. Berikan obat
d. Pasang spatel lidah yang diberi bantalah untuk melindungi gigi pasien
menggigit lidah pasien sendiri
e. Pasang elektroda
f. Berikan syok
10. Bantu pasien selama masa pemulihan
a) Bantu pemberian oksigen dan penghisapan lendir sesuai kebutuhan
b) Pantau tanda-tanda vital
c) Setelah pernapasan pulih kembali, atur posisi miring pada pasien
sampai sadar. Pertahankan jalan napas paten
d) Jika pasien berespon, orientasikan pasien
e) Ambulasikan pasien dengan bantuan setelah memeriksa adanya
hipotensi postural
f) Ijinkan pasien tidur sebentar, jika diinginkannya
g) Berikan makanan ringan
h) Libatkan dalam kegiatan sehari-hari seperti biasa, orientasikan pasien
sesuai kebutuhan
i) Tawarkan analgetik untuk sakit kepala jika diperlukan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 51


TES
1. Tahapan pada terapi individu, perawat membangun hubungan saling
percaya dengan klien. Masuk dalam tahap
a. Orientasi c. Terminasi
b. Kerja d. Dokumentasi
2. Yang merupakan tahapan kerja dalam terapi individu adalah…
a. Perawat membangun hubungan saling percaya dengan klien
b. Latar belakang klien didiskusikan dan isu diidentifikasi
c. Perawat bekerja dengan isi (cerita) dan proses (perasaan) yang
berhubungan dengan penderitaan klien
d. Setelah dua pihak menyetujui bahwa masalah yang mengawali
terjalinnya hubungan telah mereda dan lebih terkendali
3. Berikut adalah Kontra indikasi dari terapi kelompok, kecuali…
a. Bunuh diri
b. Waham
c. Depresi berat
d. Sosio/Psikopat
4. Membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi leader, anggota,
dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan, proses evaluasi
pada anggota dan kelompok, menjelaskan sumber-sumber yang diperlukan
kelompok seperti proyektor dan jika memungkian biaya dan keuangan.
Merupakan tahapan terapi kelompok pada fase…
a. Fase pra kelompok c. Fase kerja
b. Fase awal d. Fase evaluasi
5. Lingkungan harus bersifat terapeutik yaitu, mendorong terjadinya proses
penyembuhan. Yang termasuk dalam karakteristik terapi lingkungan,
kecuali …
a. Klien merasa senang, nyaman, aman dan tidak merasa takut baik dari
ancaman psikologis maupun ancaman fisik
b. Mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat
c. Staf membagi tanggung jawab bersama klien
d. Adanya proses pertukaran informasi
6. Peran perawat dalam mencipta lingkungan yang nyaman dan aman dengan
cara…
a. Membantu klien belajar berinteraksi dengan orang lain
b. Klien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya
sendiri dan orang lain
c. Mendorong klien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan dan
perilakunya secara terbuka
d. Melalui sosialisasi klien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau
kemampuan yang baru
7. Perawat memberikan kesempatan pada klien untuk menyalurkan atau
mengekspresikan perasaannya dengan menyanyi.
Contoh diatas merupakan terapi kegiatan lingkungan jenis …
a. Terapi kreasi seni c. Terapi menggambar dan melukis
b. Terapi rekreasi d. Biblio Therapy

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 52


8. Berikut yang bukan proses terapi okupasi adalah
a. Koleksi data c. Penentuan tujuan
b. Analisa data d. Penentuan tindakan
9. Jenis aktivvitas terapi okupasi dibawah ini kecuali…
a. Aktivitas latihan fisik c. Bermain game hatred
b. Kerajinan tangan d. ADL
10. Membangun self esteem termasuk peran keluarga dalam…
a. Teori okupasi
b. Teori keluarga
c. Teori lingkungan
d. Teori individu

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 53


DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi. Available: http://
khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-dan-rehabilitasi.html.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Setyoadi, dkk. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik.
Jakarta: Salemba Medika.
Keliat Budi Anna, dkk. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC
Ade Susana, Sarka. 2012. Terapi Modalitas: Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta : EGC

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 54


BAB 6
TERAPI AKTIVITAS
KELOMPOK DALAM ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 53


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 54
BAB 6
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK DALAM
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kesehatan Jiwa Menurut UU No. 18 Tahun 2014 adalah suatu kondisi
dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya, jika seseorang tidak memiliki karakteristik sehat jiwa maka dapat
menjadi indikasi suatu gangguan jiwa.
Pada pasien yang mengalami gangguan jiwa terutama yang berhubungan
dengan ansietas otoritas yang sangat cemas saat adanya figur otoritas dapat
berperan dengan baik atau tidak baik di dalam terapi kelompok karena mereka
lebih nyaman di dalam kelompok daripada lingkungan dyadic ( berhadapan satu-
satu). Pasien dengan ansietas otoritas yang besar dapat terblok, cemas, resisten,
dan tidak ingin mengungkapkan pikiran serta perasaan didalam lingkungan
individual, umumnya karena rasa takut terhadap ketidaksetujuan atau celaan
terapis. Dengan demikian, mereka mungkin menerima saran psikoterapi kelompok
untuk menghindari pemeriksaan dalam situasi dyadic (berhadapan satu-satu).
Terapi kelompok adalah terapi psikologis yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (
Yosep.2008).
INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat memahami definisi Terapi Aktivitas
Kelompok
2. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan Terapi Aktivitas
Kelompok
3. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat dari Terapi
Aktivitas Kelompok
4. Mahasiswa dapat menyebutkan Jenis-Jenis Terapi
Aktivitas Kelompok
5. Mahasiswa dapat mengetahui langkah-langkah sebelum
melakuka Terapi Aktivitas Kelompok
6. Mahasiswa dapat memahami fase-fase Tahap Terapi
Aktivitas Kelompok

MATERI TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK DALAM


POKOK ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Mahasiswa mampu Mengetahui dan memahami tentang


Terapi Aktivitas Kelompok dalam asuhan keperawatan
jiwa.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 55


URAIAN MATERI
A. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi Aktivitas Kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi
psikoterapis terhadap sejumlah pasien pada waktu yang sama untuk memantau
dan meningkatkan hubungan antar anggota ( Depkes RI.1997 )
B. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok
1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan ( reality testing )
2. Membentuk sosialisasi
3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan sosial dan adaptasi.
4. Membangun motivasi untuk kemajuan psikologis baik afektif maupun
kognitif.
5. Penyaluran emosi.
6. Melatih pemahaman identitas diri.
Tabel 1.1 Tujuan, Tipe dan Aktivitas dari TAK
No Tujuan Tipe Aktivitas
1. Mengembangkan Biblio Therapy Menggunakan artikel, buku,
stimulasi persepsi. sajak, puisi untuk merangsang
atau menstimulasi berpikir
dan mengembangkan
hubungan dengan orang lain
dengan tujuan melatih
persepsi.
2. Mengembangkan Musik,seni, Menyediakan kegiatan
stimulasi sensori. menari. mengekspresikan perasaan.
Belajar teknik relaksasi
Dengan dengan cara nafas dalam,
relaksasi relaksasi otot, dan imajinasi.
3. Mengembangkan Kelompok Fokus pada orientasi waktu,
orientasi realitas. orientasi realitas, tempat dan orang; benar dan
kelompok salah; bantu memenuhi
validasi kebutuhan.
4. Mengebangkan Kelompok Mengorientasikan diri dan
sosialisasi. remotivasi regresi pada klien menarik
realitas dalam berinteraksi
kelompok atau sosialisasi.
mengingat Fokus pada mengingat
(Faridha & Yudi.2011).

C. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok menurut ( Direja,2011)


1. Terapeutik
a. Umum
1. Meningkatkan kemampuan-kemampuan uji realitas ( reality testing )
melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2. Melakukan sosialisasi.
3. Mengembangkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan
efektif.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 56


b. Khusus
1.Meningkatkan Identitas diri.
2. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3. Meningkatkan Ketrampilan Hubungan Interpersonal atau sosial.
c. Rehabilitasi
1. Meningkatkan ketrampilan ekspresi diri.
2. Meningkatkan ketrampilan sosial
3. Meningkatkan kemampuan empati.
4. Meningkatkan kemampuan/ pengetahuan pemecahan masalah
D. Jenis- Jenis Terapi Aktivitas Komunikasi
1. TAK Stimulasi Kognitif/Persepsi : Klien dilatih memersepsikan stimulus
yang disediakan/dialami dengan aktivitas baca artikel/baca majalah atau
menonton TV.
Dengan tujuan :
1. Klien dapat memersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat.
2. Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus.
Aktivitas :
1. Aktivitas memersepsikan stimulus nyata sehari-hari.
a.TAK stimulasi kognitif/persepsi : menonton televisi
b.TAK stimulasi kognitif/persepsi : membaca majalah/koran/artikel
c.TAK stimulasi kognitif/persepsi : melihat gambar
2. Aktivitas memersepsikan stimulus nyata dan respons yang dialami dalam
kehidupan.
a. TAK stimulasi kognitif/persepsi : mengenal kekerasan yang biasa dilakukan
(penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan, dan akibat perilaku
kekerasan).
b. TAK stimulasi kognitif/persepsi : mencegah perilaku kekerasan interaksi
sosial asertif.
c. TAK stimulasi kognitif/persepsi : mencegah perilaku kekerasan melalui
kepatuhan minum obat.
d. TAK stimulasi kognitif/persepsi: mencegah perilaku kekerasan melalui
kegiatan ibadah.
3. Aktivitas memersepsikan stimulus tidak nyata dan respons yang dialami dalam
kehidupan.
a. TAK stimulasi kognitif/persepsi: mengenal halusinasi
b. TAK stimulasi kognitif/persepsi: mengusir/menghardik halusinasi
c. TAK stimulasi kognitif/persepsi: mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan
d. TAK stimulasi kognitif/persepsi: mengontrol halusinasi dengan patuh
minum obat.
4. Aktivitas memersepsikan stimulus nyata yang menyebabkan harga diri rendah.
a. TAK stimulasi kognitif/persepsi : mengidentifikasi aspek yang membuat
harga diri rendah dan aspek positif kemampuan yang dimiliki selama hidup
(di rumah atau di rumah sakit).
b. TAK stimulasi kognitif/persepsi : melatih kemampuan yang dapat
digunakan di rumah sakit dan di rumah.
2. TAK Stimulasi Sensori : klien diberikan stimulus sensori dan klien
diobservasi reaksi sensorinya berupa ekspresi emosi/perasaan melalui gerakan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 57


tubuh, ekspresi muka, dan ucapan. Dilakukan dengan aktivitas menyanyi,
bermain musik, atau menari.
Dengan tujuan :
1. Klien mampu berespon terhadap suara yang didengar
2. Klien mampu berespon terhadap suara yang dilihat.
3. Klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.
Aktivitas : dapat berupa stimulus terhadap penglihatan, pendengaran, dan lain
lain, seperti gambar, video, tarian, dan nyanyian. Indikasi pada klien dengan
isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah yang disertai dengan kurang
komunikasi verbal.
3. TAK Orientasi Realitas : klien diorientasikan pada kenyataan yang ada di
sekitar klien yaitu diri sendiri, orang lain yang ada di sekeliling klien, atau
orang terdekat klien. Aktivitas dengan orientasi orang, waktu, tempat, dan
benda di sekitar.
Dengan Tujuan :
1. klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada.
2. klien mengenal waktu dengan tepat
3. klien dapat mengenal diri sendiri dan orang-orang disekitarnya dengan tepat.
Aktivitas yang dilakukan berupa aktivitas pengenalan orang, tempat, dan
waktu. Klien yang mempunyai indikasi TAK orientasi realitas adalah klien
halusinasi, dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mengenal orang lain,
tempat, dan waktu.
4. TAK Sosialisasi: klien dibantu melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
disekitar klien, dilakukan dengan bertahap dari interpersonal, kelompok, dan
massa. Aktivitas dapat berupa latihan dalam kelompok semua kegiatan
sosialisasi.
Dengan Tujuan :
1. klien mampu memperkenalkan diri.
2. klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok.
3. klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
4. klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan.
5. klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang
lain.
6. klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang
telah dilakukan.
Aktivitas yang dilakukan berupa aktivitas pengenalan orang, tempat, dan
waktu. Klien yang mempunyai indikasi TAK orientasi realitas adalah klien
halusinasi, dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mengenal orang lain,
tempat, dan waktu.
E. Langkah-Langkah Dalam Terapi Aktivitas Komunikasi
1. Persiapan
Pasien disiapkan oleh terapis untuk menjalani terapi kelompok.
2. Jumlah Peserta
Terapi kelompok berhasil dengan sedikitnya tiga anggota dan
paling banyak 15 orang, tetapi sebagian besar terapis menganggap 8
hingga 10 anggota adalah jumlah yang optimal.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 58


3. frekuensi dan lama sesi
Sebagian psikoterapi kelompok melaksanakan sesi kelompok
sekali seminggu. Mempertahankan kelanjutan sesi adalah suatu hal yang
penting. Jika ada sesi selingan kelompok bertemu dua kali dalam
seminggu, sekali dengan terapis dan sekali tanpa terapis. Sesi kelompok
umumnya berlangsung. Satu hingga dua jam, tetapi batasan waktu harus
tetap.
4. kelompok Homogen vs Heterogen
Sebagian besar terapis yakin bahwa kelompok haruslah
seheterogen mungkin untuk memastikan interaksi maksimum. Anggota
dengan kategori diagnostik yang berbeda serta pola perilaku yang
beragam., dari semua ras, tingkat sosial, dan latar belakang pendidikan,
serta dengan berbagai usia dan jenis kelamin sebaiknya dikumpulkan
bersama
5. Kelompok Terbuka Vs Tetutup
Kelompok tetutup memiliki angka dan komposisi pasien yang telah
disusun. Jika anggota meninggalkan kelompok, tidak ada anggota baru
yang diterima. Didalam kelompok terbuka, keanggotaan lebih fleksibel,
dan anggota baru diambil kapanpun anggota lama meninggalkan
kelompok. (Benjamin & Virginia.2010).
F. Perkembangan Kelompok
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh
dan kembang. Pemimpin akan mengembangkan kelompok melalui empat fase,
yaitu (Stuart & Laraia, 2001) fase pra-kelompok, fase awal kelompok, fase
kerja kelompok, fase terminasi kelompok.
a. Fase Pra kelompok
Hal penting yang harus diperhatikan oleh terapis adalah tujuan dari
kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinan dan
pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu,
perlu disusun proposal atau panduan pelaksanaan kegiatan kelompok.
b. Fase Awal Kelompok
Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini
menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif.
- Tahap orientasi : Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam
memberi pengarahan kepada anggota kelompok lainnya.
- Tahap konflik: Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini,
sebagian ingin pemimpin yang memutus dan sebagian ingin pemimpin
lebih mengarahkan, atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai
pemimpin.
- Tahap kohesif : Pada tahap ini, anggota kelompok merasa bebas membuka
diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain. Pemimpin tetap
berupaya memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam
melakukan penyelesaian masalah.
c. Fase Kerja Kelompok
1. Jelaskan kegiatan yaitu kaset pada tape recorder akan dihidupkan serta
bola diedarkan berlawanan dengan arah jarum jam ( yaitu ke arah kiri )
dan pada saat tape dimatikan, maka anggota kelompok yang memegang
bola memperkenalkan dirinya.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 59


2. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan
dengan arah jarum jam.
3. Pada saat tape recorder dimatikan, anggota kelompok yang memegang
bola mendapat giliran untuk menyebutkan : salam, nama lengkap, nama
panggilan, hobi, dan asal, dimulai oleh terapis terlebih dahulu sebagai
contoh.
4. Tulis nama panggilan pada kertas/papan nama dan tempel/pakai.
5. ulangi langkah 2,3, dan 4 sampai semua anggota kelompok mendapat
giliran.
6. beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi
tepuk tangan.
d. Fase Terminasi
1. Evaluasi
a. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
b. Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
2. Rencana Tindak Lanjut
a. Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri
kepada orang lain di kehidupan sehari-hari.
b. Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian
klien.
3. Kontrak yang akan datang
a. Menyepakati kegiatan berikut Yaitu berkenalan dengan anggota
kelompok.
b. Menyepakati waktu dan tempat
G. Kontraindikasi TAK
1) Psikopat Dan sosiopat
2) Autis
3) Delusi tidak terkontrol
4) Klien yang mudah bosan
5) Pasien dengan amuk

H. 20 Faktor Terapi Aktivitas Kelompok


Faktor Definisi
Abreaksi Suatu proses yang membawa kembali hal-hal yang terepresi,
terutama pengalaman atau konflik yang menyakitkan, ke
dalam kesadaran.
Penerimaan Perasaan diterima oleh anggota kelompok lain; perbedaan
pendapat ditoleransi, dan tidak adanya celaan.
Altruisme Tindakan satu anggota membantu anggota lainnya.
Katarsis Ekspresi gagasan, pikiran, dan hal-hal yang tersupresi yang
disertai respons emosi yang menghasilkan rasa lega pada
pasien.
Kohesi Rasa bahwa kelompok bekerja sama unituk tujuan yang
sama.
Validasi Konfirmasi realitas dengan membandingkan konseptualisasi
Konsensual seseorang dengan konseptualisasi anggota lain.
Penularan Proses saat ekspresi emosi seorang anggota merangsang
kesadaran emosi yang sama dari anggota lain.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 60


Pengalaman Kelompok menciptakan kembali keluarga asal untuk
keluarga yang beberapa anggota yang dapat menyelesaikan konflik asal
korektif secara psikologis melalui interaksi kelompok.
Empati Kapasitas anggota kelompok untuk meletakkan dirinya ke
dalam bingkai psikologis merujuk pada anggota kelompok
lain sehingga memahami pikiran, perasaan, atau
perilakunya.
Identifikasi Mekanisme defensi yang tidak disadari, orang tersebut
menggabungkan ciri dan sifat orang atau objek lain ke
dalam sistem egonya.
Imitasi Menirukan atau mengubah perilaku seseorang mengikuti
perilaku orang lain secara disadari (juga disebut role
modeling)
Tilikan Kesadaran dan pemahaman seseorang yang disadari
mengenai psikodinamik seseorang dan gejala-gejala
perilaku maladaptif dirinya sendiri.
Inspirasi Proses menanamkan rasa optimisme pada ariggota
kelompok; kemampuan untuk mengenali bahwa seseorang
memiliki kapasitas untuk menghadapi masalah, juga dikenal
sebagai pembangkitan harapan.
Interaksi Pertukaran gagasan dan perasaan dengan bebas dan terbuka
di antara anggota kelompok.
Interpretasi Proses saat pemimpin kelompok meimformulasikan arti atau
makna resistensi, pertahanan, dan simbol pasien: hasilnya
adalah pasien memiliki kerangka kerja kognitif untuk
memahami perilakunya.
Pembelajaran Pasien mendapatkan pengetahuan mengenai area baru,
seperti keterampilan sosial dan perilaku seksual.
Uji realitas Kemampuan seseorang untuk mengevaluasi secara objektif
dunia di luar dirinya.
Transferens Proyeksi perasaan, pikiran, dan keinginan pada terapis, yang
datang untuk mewakili suatu objek dari masa lalu pasien.
Universalisasi Kesadaran pasien bahwa bukan ia sendiri yang memiliki
masalah.
Ventilasi Ekspresi perasaan, gagasan, atau peristiwa yang disupresi
pada anggota kelompok lain.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 61


CONTOH SOAL

1. Terapi Komunikasi pada Asuhan Keperawatan Jiwa memiliki Banyak


Pengertian. Manakah Pengertian Terapi Komunikasi menurut Faridha dan
Yudi (2011)?
a. Kegiatan yang dilakukan pada waktu luang dengan kegiatan konstruktif
dan menyenangkan, serta mengembangkan kkemampuan hubungan sosial.
b. Tindakan penyembuhan penderita dengan gangguan jiwa melalui
manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses
penyembuhan.
c. Metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu
dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu
d. Penggunaan Struktur Masalah Emosi atau pengalaman klien dalan suatu
drama.
2. Ada Berapa Tujuan Yang disebutkan dalam Terapi aktivitas kelompok
Menurut Faridha dan Yudi (2011)?
a. 4 c. 7
b. 6 d. 3
Jenis-Jenis Terapi Aktivitas Kelompok
1. Terapi Stimulasi Kognitif/persepsi
2. Terapi Orientasi Realitas
3. Terapi Stimulasi Sensori
4. Terapi dengan menggambar dan melukis
3. Yang Merupakan jenis-Jenis Terapi Aktivitas kelompok Yang benar adalah
a. 1,2,dan 3 c. 2 dan 4
b. 1 dan 3 d. Jika semua pernyataan benar
4. Berikut Merupakan Beberapa Manfaat Terapi Aktivitas kelompok yang benar
adalah.....
a. Menurunkan konflik kecemasan keluarga
b. Fokus dalam pengembalian fungsi fisik
c. Meningkatkan hubungan interpersonal dan sosial
d. Menurunkan kecemasan
5. Yang Merupakan Jenis Terapi Aktivitas Kelompok dengan Memberikan
stimulus sensori dan klien diobservasi reaksi sensorinya berupa ekspresi
emosi/perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka, dan ucapan adalah.....
a. TAK Stimulasi Kognitif c. TAK Sosialisasi
b. TAK Stimulasi Realitas d. TAK Stimulasi Sensori
6. Ada Berapa Langkah-Langkah Persiapan dalam Terapi Aktivitas kelompok
menurut (Benjamin & Virginia.2010)?
a. 4 c. 3
b. 6 d. 5
7. Yang Merupakan Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas
Adalah.....
a. Klien mampu mengenal diri sendiri dan orang-orang disekitarnya dengan
tepat
b. Klien mampu berespon terhadap suara yang didengar
c. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
d. Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 62


8. Fase Perkembangan Terapi Aktivitas Kelompok yang memiliki tahap orientasi,
konflik, dan kohesif adalah .....
a. Fase Pra Kelompok c. Fase Kerja kelompok
b. Fase Awal Kelompok d. Fase Terminasi
Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok menurut ( Direja,2011)
1. Meningkatkan identitas diri.
2. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3. Meningkatkan Ketrampilan Hubungan Interpersonal atau sosial.
4. Meningkatkan kemampuan empati.
9. Yang merupakan Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Kusus adalah .....
a. 1,2,dan 3 c. 2 dan 4
b. 1 dan 3 d. Jika Semua Pernyataan Benar
10. Berikut merupakan Kontraindikasi Terapi Aktivitas kelompok adalah.....
a. Wahamnya tidak terlalu berat
b. Sudah tidak terlalu gelisah
c. Psikopat dan sosiopat
d. Sudah ada observasi dan diagnosa yang jelas

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 63


DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade Herman S.2011.Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika
Farida, Yudi Hartono.2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba
Medika
Kaplan & Sadock.2010.Buku Ajar Psikiatri Klinis,Ed.2.Jakarta: EGC
Prabowo.2017.Asuhan Keperawatan Jiwa.Semarang: Universitas Diponegoro

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 64


BAB 7
KONSEP TERAPI FARMAKA
PADA KASUS JIWA

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 63


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 64
BAB 7
KONSEP TERAPI FARMAKA PADA KASUS JIWA

PENDAHULUAN
Keadaan mental seseorang ditentukan oleh pola gelombang otak (Pasero, C.
dan McCaffery 2007, 160–74.). Apabila terdapat salah satu gelombang otak
manusia terganggu maka aktivitas gelombang otak lainnya pun turut bermasalah
(Dikutip Elya Nindy Alfi onita & Bondet Wrahatnala, 2018).Gangguan kesehatan
jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat dan sosial di Indonesia yang
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu gangguan jiwa yang
dimaksud adalah skizofrenia (Stuart Dan Sundeen 1998).
Dalam bab ini kami akan mengajak Anda untuk mempelajari mengenai
Konsep Terapi Farmaka Pada Kasus Jiwa. Penjelasan secara teori dan secara lebih
khusus adalah agar Anda mampu mencapai kriteria yang di harapkan.

INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat memahami pengertian terapi farmaka


pada kasus jiwa
2. Mahasiswa dapat menyebutkan golongan obat-obatan
yang digunakan untuk pasien jiwa
3. Mahasiswa dapat memahami efek samping penggunaan
obat-obatan pada pasien jiwa
4. Mahasiswa dapat memahami peran perawat dslsm
pemberian terapi pada pasien jiwa
5. Mahasiswa dapat memahami peran perawat dalam
pemberian terapi pada kasus gangguan jiwa (penerapan
12 T dalam pemberian obat)
MATERI KONSEP TERAPI FARMAKA PADA KASUS JIWA
POKOK Mahasiswa mampu memahami materi dan mampu mencapai
kriteria yang diharapkan

TOPIK.1
KONSEP TERAPI FARMAKA PADA KASUS JIWA
Untuk menjadi individu yang produktif dan mampu berinteraksi dengan
lingkungan sekitar, kita harus memiliki jiwa yang sehat.Individu dikatakan sehat
jiwa apabila berada dalam kondisi fisik, mental, dan sosial yang terbebas dari
gangguan (penyakit), tidak dalam kondisi tertekan sehingga dapat mengendalikan
stres yang timbul. Kondisi ini akan memungkinkan individu untuk hidup
produktif, dan mampu melakukan hubungan sosial yang memuaskan
(Nurhalimah, 2016).

E. PENGERTIAN TERAPI FARMAKA PADA KASUS JIWA


Psikofarmakologi adalah standar pengobatan yang digunakan untuk
penyakit yang patofisiologinya berkaitan dengan masalah neurobiologis
(Taylor, 2016. Dikutip Sri Novitayani, 2018).
Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat
psikoaktif atau obat psikoteraputik.Obat psikofarmaka adalah obat yang
bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 65


aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs),digunakan
untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication).
Obat psikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan
secara salah (misuse) atau disalahgunakan (abuse) beresiko menyebabkan
gangguan jiwa (Nurhalimah, 2016).
F. GOLONGAN OBAT-OBATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PASIEN
JIWA
Psikofarmakologi terdiri dari beberapa kategori diantaranya antiansietas,
antidepresan, penstabil mood, antipsikotik, antiparkinson, dan stimulan
(Townsend, 2009).Pemberian jenis obat disesuaikan dengan gejala yang
muncul dan berdasarkan ketidakseimbangan dari setiap neurotransmitter.
Antipsikotik terbagi dalam dua group yaitu tipikal dan atipikal (Videbeck,
2011. Dikutip Sri Novitayani, 2018).
1. Jenis Obat Psikofarmaka (Nurhalimah, 2016):
a. Obat anti-psikosis
Obat anti-psikosis merupakan sinonim dari neuroleptics,major
transqualizer,ataractics, antipsychotics, antipsychotic drugs,
neuroleptics.
Indikasi penggunaan obat ini adalah syndrome psikosis yang ditandai
dengan adanya hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas,
fungsi mental, dan fungsi kehidupan sehari-hari.
1) Sindrom psikosis dapat terjadi pada sindrom psikosis fungsional
seperti skozofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif dan psikosis
reaktif singkat. Dan pada
2) Sindrom psikosis organic seperti, sindrom delirium, dementia,
intoksikasi alkohol, dan lain-lain.
b. Obat anti-depresi
Obat anti-depresi sinonim dari thymoleptic, psychic energizers,
anti depressants, anti depresan.
Indikasi klinik primer penggunaan obat-obat anti-depresi adalah
sindrom depresi yang dapat terjadi pada :
1) Sindrom depresi panic, gangguan afektif bipolar dan unipolar.
Gangguan distimik dan gangguan siklotimik.
2) Sindrom depresi organik seperti hypothyroid induced depression,
brain injury depression dan reserpine.
3) Sindrom depresi situasional seperti gangguan penyesuaian dengan
depresi, grief reaction, dll; dan sindrom depresi penyerta seperti
gangguan jiwa dengan depresi (gangguan obsesi kompulsi,
gangguan panic, dimensia), gangguan fisik dengan depresi (stroke,
MCI, kanker, dan lain-lain).
c. Obat anti-mania
Obat anti-mania merupakan sinonim dari mood modulators,
mood stabilizers, antimanics.
d. Obat anti-ansietas
Obat anti-ansietas merupakan sinonim psycholeptics, minor
transqualizers, anxiolytics, antianxiety drugs, ansiolitika.Obat anti-
ansietas terdiri atas golongan benzodiazepine dan nonbenzodiazepin.
Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom ansietas seperti :

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 66


1) Sindrom ansietas psikik seperti gangguan ansietas umum, gangguan
panik, gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress
paska trauma
2) Sindrom ansietas organic seperti hyperthyroid, pheochromosytosis,
dll; sindrom ansietas situasional seperti gangguan penyesuaian
dengan ansietas dan gangguan cemas perpisahan
3) Sindrom ansietas penyerta seperti gangguan jiwa dengan ansietas
(skizofrenia, gangguan paranoid, dll),
4) Penyakit fisik dengan ansietas seperti pada klien stroke, Myocard
Cardio Infac (MCI) dan kanker dll

e. Obat anti-insomnia
Obat anti-insomnia merupakan sinonim dari hypnotics,
somnifacient, hipnotika.
Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom insomnia yang dapat
terjadi pada
1) Sindrom insomnia psikik seperti gangguan afektif bipolar dan
unipolar (episode mania atau depresi, gangguan ansietas (panic,
fobia); sindrom insomnia organic seperti hyperthyroidism, putus
obat penekan SSP (benzodiazepine, phenobarbital, narkotika), zat
perangsang SSP (caffeine, ephedrine, amphetamine);
2) Sindrom insomnia situasional seperti gangguan penyesuaian dengan
ansietas/depresi, sleep, wake schedule (jet lag, workshift), stres
psikososial;
3) Sindrom insomnia penyerta seperti gangguan fisik dengan insomnia
(pain producing illness, paroxysmal nocturnal dyspnea),
4) Gangguan jiwa dengan insomnia (skizofrenia, gangguan paranoid).
f. Obat anti-obsesif kompulsif
Obat anti-obsesif kompulsif merupakan persamaan dari drugs
used in obsessivecompulsive disorders.
g. Obat anti-panik
Obat anti-panik merupakan persamaan dari drugs used in panic
disorders. Penggolongan obat anti-panik adalah obat anti-panik trisiklik
(impramine, clomipramine), obat anti-panik benzodiazepine
(alprazolam) dan obat anti-panik RIMA/reversible inhibitors of
monoamine oxydase-A (moclobmide)serta obat anti-panik SSRI
(sertraline, fluoxetine,paroxetine, fluvoxamine). Indikasi
penggunaanobat ini adalah sindrom panik.

2. Penggolongan lainnya (Dikutip M. Suhron):


a. Tranquilaizer (anti cemas)
1) Golongan Benzodiazepin: klosdiazpin, diazepam,
medazepam, prozepam, klobazepam, klorazepam,
bromazepam, alprazolam
2) Golongan Non-benzodiazepin : buspiron, algospirana,
ekstrak leava, laikan, hidoksisilin

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 67


b. Neroleptika (anti psikosa)
1) Penothiazin Alifatis : CPZ dan largactil, Piperidin :
thioridazin, Piperazin : trifluoperazin
2) Konvensional Butiroferon : haloperidol (haldol, serenace,
govotil)
3) Thioxanthin : thiothixen
4) Difentil butil piperidin : pimozid
5) Risperidone : risperdal (nerphos, noprenie)
6) Golongan generasi II Clozapine : clorazil 25,100 mg,
Olanzapine : zyprexa 5,10 mg, Quetiapine : seroquel
c. Anti despressan (anti depresiva)
1) Hetorosiklik
a) Trisiklik-tianeptine : stablon Trisiklik 25 mg,
Imipremine : tofranil 25mg
b) Tetrasiklik Maprotilin : ludiomil 10,75 mg
2) SSRI (Spescific Serotonik Reactase inhibitor)
Sertrialin : zoloft + 50 mg
Panoxetin : seroxat 20 mg
Fluvoxamin : luvox 50 mg
Fluoxetin : prozac, antiprestin, kalxetin, nopres
3) RIMA (Reversible Inhibitor of Monoamin type A) :
Moclubimide auroxix 250 mg
d. Psikomemetika
Obat/zat yang dimasukkan dalam tubuh manusia
menunjukkan gejala paranoid/psikosa
i. LSD : cara penggunaannya diletakkan dibawah lidah,
ditempel seperti plester
ii. Peote : sejenis tumbuh-tumbuhan kaktus di Afrika
halusinasi
iii. Fensi klidin : jamur tahi kuda, berwarna abu-abu
halusinasi

G. EFEK SAMPING PENGGUNAAN OBAT-OBATAN PADA PASIEN


JIWA
1. Gangguan Neurologik
A. Gejala ekstrapiramidal
1) Akatisia
Kegelisahan motorik, tidak dapat duduk diam, jalan salah
duduk pun tak enak
2) Distonia akut
Kekakuan otot, terutama otot lidah (protusia lidah)
tortikolis (otot leher tertarik ke satu sisi), opistotonus (otot
punggung tertarik ke belakang) dan okulogirikrisis (mata
seperti tertarik ke atas)
3) Sindroma parkinson/parkinsonisme
Terdapat rigiditas otot/fenomena roda bergigi, tremor
kasar, muka topeng, hipersaliva, disartria

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 68


b. Diskinesia tardif
Gerakan-gerakan involunter yang berulang, disertai
mengenai bagian tubuh/kelompok otot tertentu yang biasanya
timbul setelah pemakaian antipsikotik jangka lama
c. Sindroma neuropleptika maligna
Kondisi gawat darurat yang ditandai dengan timbulnya
febris tinggi, kejang-kejang, denyut nadi meningkat, keringat
berlebihan, dan penurunan kesadaran.
d. Penurunan ambang kejang
Perlu diperhati pada penderita epilepsi yang mendapatkan
antipsikotik

2. Gangguan Otonom
a. Hipotensi ortostatik/postural
Penurunan tekanan darah pada perubahan posisi, misalnya
dari keadaan berbaring kemudian tiba-tiba berdiri, sehinggal
dapat terjatuh atau syok/keadaan menurun
b. Gangguan sistem gastrointestinal
Mulut kering, obstipasi, hipersaliva dan diare
3. Efek antikolinergik
Mulut kering, mata kabur, gangguan akomodasi, meningkatkan
tekanan intraokuler, konstipasi, hipotensi postural, retensi urin,
berkeringat, ileus
4. Efek susunan saraf pusat
Pusing, kelelahan, bingung, tremor, disartri, insomnia, kejang,
mendadak jatuh, eksaserbasi gejala psikotik.
5. Kardiovaskuler
Hipotensi, takhikardia sinus, aritmia, konduksi atrioventrikuler
terganggu.
6.Efek samping anti maniak
a. Tremor halus
b. Vertigo dan rasa lelah
c. Diare dan muntah-muntah
d. Oliguria dan anuria
e. Konvulsi
f. Kesadaran menurun
g. Edema
h. Ataksia dan tremor kasar

H. PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN TERAPI PADA


PASIEN JIWA
1. Pengkajian pasien
Pengkajian pasien memberikan landasan pandangan tentang
masing-masing pasien
2. Koordinasi terapi modalitas.
Koordinasi ini mengintegrasikan berbagai terapi pengobatan dan
seringkali mwmbingungkan bagi pasien

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 69


3. Pemberian terapi psikofarmakologik.
Perawat memiliki peran yang sangat besar untuk memastikan
bahwa program terapi psikofarmaka diberikan secara benar. Benar
klien,benar obat, benar dosis, benar cara pemberian, dan benar waktu.
4. Pemantauan efek obat.
Perawat harus harus memantau dengan ketat setiap efek obat yang
diberikan kepada klien, baik manfaat obat maupun efek samping yang
dialami oleh klien.
5. Penyuluhan pasien
Memungkinkan pasien untuk meminum obat dengan aman dan
efektif
6. Program rumatan obat.
Bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan kesehatan pada
klien mengenai pentingnya keberlanjutan pengobatan pasca dirawat.
7. Peran serta dalam penelitian klinik interdisiplin terhadap uji coba obat.
Perawat berperan serta secara aktif sebagai bagian dari tim penelitan
pengobatan klien
8. Kewenangan untuk pemberian resep

I. 12 T DALAM PEMBERIAN OBAT


Terdapat prinsip 10 benar obat menurut Kee dan Hayes (2006) yang
biasa dikenal dengan istilah five plus five rights diterjemahkan sebagai 10
benar dan Govern (2008) menambahkan 2 benar obat lainnyayang
meliputi:
1. Right client (benar pasien),
2. Right drug (benar obat),
3. Right dose (benar dosis),
4. Right time (benar waktu),
5. Right route (benar rute),
6. Right documentation (benar pencatatan),
7. Client’s right to education (hak klien mendapatkan pendidikan atau
informasi),
8. Client’s right to refuse (hak pasien untuk menolak).
9. Right assessment (benar pengkajian),
10. Right evaluation (benar evaluasi),
11. Drug-food interactions (waspada terhadap interaksi obat-makanan)
12. Be aware of potential drug-drug (waspada terhadap interaksi obat-
obat)
(Dikutip: Nila Putriana, Sofiana Nurchayati, Sri Utami,2015)

J. GOLONGAN OBAT-OBATAN YANG DIGUNAKAN PASIEN


JIWA
1. Obat Anti-Psikosis
a. Derivat fenotiazin
contoh : Chlorpromazine (Largatil, ethibernal)
Levomepromazine (nozinan)
Trifluoperazin (stelazine)
Perenazin (trilafon)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 70


b. Derivat Butirofenon
contoh : Haloperidol (haldol, serenace)
c. Derivat thioxanten
contoh : klorprotixen (taractan)
d. Derivat difenilbutilpiperidin
contoh : pimozide (orap)
2. Obat Anti-psikotik
a. Anti-psikotik tipikal
1). Sulpiride
Merek dagang sulpiride: Dogmatil
Bentuk suntikan intramuskular (melalui otot)
2). Tifluoperazine
Merek dagang tifluoperazine: Stelazine, Stelosi 5
Bentuk suntikan intramuskular
3). Fluphenazine
Merek dagang: Sikzonoate
4). Haloperidol
Merek dagang : Dores, Govotil, Lodomer, Haldol Decanoas,
Haloperidol, Seradol,Upsikis
5). Chlorpromazine
Merek dagang: Chlorpromazine, Cepezet, Meprosetil, Promactil

b. Anti-psikotik Atipikal
1). Quetiapine
Merek dagang : Q-Pin, Q-Pin XR, Quetiapine Fumarate,
Quetvell, Seroquel, Seroquel XR, Soroquin XR
2). Aripiprazole
Merek dagang: Abilify Discmelt, Abilify Maintena, Abilify Oral
Solution, Abilify Tablet, Arinia, Aripi, Aripiprazole, Ariski,
Avram, Zipren, Zonia
3). Clozapine
Merek dagang: Clorilex, Clozapine, Cycozam, Lozap, Luften,
Nuzip, Sizoril
4) . Olanzapine
Merek dagang: Olandoz, Olanzapine, Olzan, Onzapin, Remital,
Sopavel, Zyprexa
5). Risperidone
Merek dagang: Noprenia, Neripros, Persidal, Respirex,
Risperdal, Risperdal Consta, Risperidone, Rizodal, Zofredal

3. Obat Anti-Depresi
a. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs).
b. Antidepresan trisiklik (TCAs).
c. Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs).
d. Antidepresan tetrasiklik (TeCAs).
e. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).
f. Antidepresan atipikal.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 71


4. Obat anti-mania
a. Asenapine
Merek dagang Asenapine: Saphris
Bentuk obat: Tablet sublingual
Episode mania pada gangguan bipolar
b. Carbamazepine
Merek dagang Carbamazepine: Bamgetol 200, Carbamazepine,
Tegretol
Bentuk obat: Tablet, sirop
Gangguan bipolar
c. Lamotrigine
Merek dagang Lamotrigine: Lamictal, Lamiros
Bentuk obat: Tablet
Gangguan bipolar
d. Lithium
Merek dagang Lithium: Frimania
Bentuk obat: Tablet
Mania, gangguan bipolar, depresi yang kambuh
e. Asam Valproat
Merek dagang Asam Valproat: Ikalep, Sodium Valproat, Valeptik,
Valpi
Bentuk obat: Sirop
Episode mania akut, gangguan bipolar

5. Obat Anti-Ansietas
a. Alprazolam
Merek dagang Alprazolam : Alganax Alprazolam 0,5, Alviz 0,5,
Apazol, Atarax, Calmlet, Opizolam, Xanax
Kondisi : Penanganan jangka pendek untuk gangguan kecemasan
b. Clobazam
Merek dagang Clobazam: Anxibloc, Asabium, Clobazam, Clofritis,
Frisium, Proclozam
Kondisi: Gangguan kecemasan berat
c. Diazepam
Merek dagang Diazepam: Decazepam, Diazepam, Prozepam, Stesolid,
Trazep, Valdimex, Valisanbe, Valium, Vodin 5.
Kondisi: Gangguan kecemasan berat
d. Lorazepam
Merek dagang Lorazepam: Ativan, Lorazepam, Merlopam, Renaquil
Kondisi: Gangguan kecemasan
e. Chlordiazepoxide
Merek dagang Chlordiazepoxide: Analsik, Braxidin, Cliad, Clidiaz,
Clixid, Librax, Melidox
Kondisi: Gangguan kecemasan
f. Midazolam
Merek dagang Midazolam: Anasfar 5, Anesfar, Dormicum, Fortanest,
Hipnoz, Midazola, Miloz, Sedacum.
Kondisi: Penenang sebelum tindakan medis

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 72


g. Phenobarbital
Merek dagang Phenobarbital: Phenobarbital, Phental, Sibital.
Kondisi: Penenang sebelum tindakan medis

6. Obat Anti-Insomnia
a. Alprazolam
b. Lorazepam
c. Diazepam
d. Zolpidem
e. Temazepam
f. Estazolam
g. Zolpidem extended release

7. Obat Anti-Obsesif Komfulsif


Pada sebagian besar kasus, diresepkan Penghambat Ambilan
Kembali Serotonin secaraSelektif (SSRI) atau antidepresan trisiklik
(TCA). Jika diperlukan, tranquilizers juga bisadiresepkan.

8. Obat Anti-Panik
a. Golongan Butirofenon (Haloperidol, Serenace)
b. Golongan fenotiazin (klorpromazin, stelazine)
c. Trihexipenidil

TES 1 (TOPIK 1)

1. Efek samping obat anti- B. Antikolinergik


psikosis adalah…. C. Anti-adrenergik alfa
A. Sindrom ekstrapiramidal D. Neurotoksis
(EPS) E. Kardiovaskuler
B. mual, muntah, diare dan 4. Efek antikolinergik pada
feses lunak penggunaan obat anti depresi
C. Kelemahan otot adalah….
D. Poli uria A. Mulut kering
E. Hipotiroidisme B. Diarea
2. Reaksi behavioral akibat C. Bradicardia
efek samping dari D. Poliuria
penggunaan anti psikosis E. Peningkatan
adalah…. kewaspadaan
A. Banyak tidur, grogines 5. Ani, obat ini harus diminum
dan keletihan. setelah makan ya pada pukul
B. Penglihatan kabur 17.00. tindakan
C. Konstipasi yangdilakukan perawat
D. Takikardi merupakan prinsip benar
E. Retensi urine .......dalam pemberian obat
3. Efek samping obat Anti- A. Klien
depresi adalah kecuali…. B. Obat
A. Sedasi C. Dosis

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 73


D. Pemberian B. Mempengaruhi tingkat
E. Waktu. kecerdasan janin
6. Kontra indikasi pemberian C. Membuat adiksi pada ibu
obat anti ansietas adalah .
pada pasien dengan D. Menimbulkan gagal
kecuali…. jantung pada ibu dan janin
A. Glaucoma E. Menimbulkan efek
B. Myasthenia grafis euporia pada ibu
C. Insufisiensi paru kronis 9. Haloperidol (IM) merupakan
D. Penyakit renal kronis obat indikasi klien mania
E. Hepatitis C akut dikombinasikan
7. Berikan obat ini secara intra dengan?
vaskuler pada jam 18.00 A. Tablet litium carbonate
sehari satu kali 1 gr.tindakan B. Acyclovir Tablet
yang dilakukan perawat C. Counterpain
merupakan prinsip benar D. Dopamin
.......dalam pemberian obat E. Tramadol
A. Klien, obat dan dosis 10. Bila seseorang sulit
B. Obat, waktu dan cara masuk ke dalam proses tidur
C. Dosis, klien dan waktu maka obat yang dibutuhkan
D. Cara pemberian, waktu adalah golongan?
dan dosis A. Anti-inflamasi
E. Waktu, cara dan dosis B. Anti-pireutik
8. Pemberian litium karbonat C. Anti-depresan
tidak boleh diberikan pada D. Benzodiazepine short
wanita hamil…. acting
A. Mempengaruhi kelenjar E. anti-anxietas
tiroid janin

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 74


DAFTAR PUSTAKA

Elya Nindy Alfi onita & Bondet Wrahatnala. 2018. Jurnal Kajian Seni Volume
05, No. 01, November 2018: 84-100 (Eksperimentasi Metode Musik Terapi
Dan Implikasinya Untuk Pasien Skizofrenia)

Mawar Dwi Yulianty, Noor Cahaya ,& Valentina Meta Srikartika. 2017. Jurnal
Sains Farmasi &Klinis , 3(2), 153-164 (Studi Penggunaan Antipsikotik dan
Efek Samping pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Sambang
Lihum Kalimantan Selatan). Sumatra Barat : Ikatan Apoteker Indonesia

Melike Christiani, Sudarso, Didik Setiawan. 2010. PHARMACY, Vol.07 No. 01


April 2010 (Keamanan Obat Anti Psikotik Bagi Penderita Skizofrenia Di
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas Tahun 2009)

Nila Putriana, Sofiana Nurchayati, Sri Utami.2015.HUBUNGAN MOTIVASI


PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PELAKSANAAN PEMBERIAN OBAT
ORAL, JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

Nurhalimah. 2016. Modul Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan : Kemenkes RI

Sri Novitayani. 2018. Idea Nursing Journal Vol. IX No. 1 2018 (Terapi
Psikofarmaka Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Jiwa Aceh)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 75


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 76
BAB 8
KONSEP PROSES
KEPERAWATAN JIWA

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 74


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 75
BAB 8
KONSEP PROSES KEPERAWATAN JIWA
Ns. Titik Sumiatin, S.kep.,M.Kep

PENDAHULUAN
Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Pemberian Asuhan Keperawatan
merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara
perawat dengan klien, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan
yang optimal (Direja, A.H.S. 2011).
Perawatan kesehatan jiwa adalah proses berhubungan yang
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang akan menyokong
integritas fungsi. Proses keperawatan di rumah sakit jiwa, memiliki
masalah yang sama dengan rumah sakit umum. Hasil evaluasi terhadap
dokumentasi keperawatan pada dua rumah sakit jiwa yang besar,
ditemukan kurang dari 40% yang memenuhi kriteria.
Metode pemberian asuhan keperawatan yang terorganisir dan sitematis,
berfokus pada respon yang unik dari individu atau kelompok individu
terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial (Rosalinda, A 2006)

INDIKATOR a) Mahasiswa dapat menjelaskan konsep proses


: keperawatan jiwa
b) Mahasiswa dapat menjelaskan definisi
pengkajian pada keperawatan jiwa
c) Mahasiswa dapat menjelaskan cara menyusun
diagnosa keperawatan pada pasien gangguan
jiwa
d) Mahasiswa dapat menjelaskan cara menyusun
rencana keperawatan pada pasien gangguan jiwa
e) Mahasiswa dapat menjelaskan cara melakukan
implementasi tindakan keperawatan pada pasien
gangguan jiwa
f) Mahasiswa dapat menjelaskan cara evaluasi
tindakan pada pasien gangguan jiwa
MATERI KONSEP PROSES KEPERAWATAN JIWA
POKOK Mahasiswa mampu memahami konsep proses
keperawatan jiwa, pengkajian, menyusun
diagnosa, menyusun rencana keperawatan,
melakukan implementasi, dan evaluasi pada
pasien gangguan jiwa.

URAIAN MATERI
A. Pengertian Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar pertama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi
data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Pengelompokan data pada
pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 76


presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan
koping yang dimiliki klien (Stuart dan Larai, 2007).

B. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Jiwa


Pengertian diagnosa keperawatan yang dikemukakan oleh beberapa ahli
sebagai berikut :
- Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil
dari pengkajian (Gabie, dikutip oleh Carpenito, 2006).
- Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial
dan berdasarkan pendidikan dan pengalamannya perawat mampu
mengatasinya, (Gordon, dikutip oleh Carpenito, 2006)
- Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual
atau potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap
masalah kesehatan/proses kehidupan (Carpenito, 2006)
- Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap
respon klien baik aktual maupun potensial. (Stuart dan Laria, 2007)..

Rumusan diagnosa dapat PE yaitu permasalahan (P) yang


berhubungan dengan etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat
secara ilmiah, rumusan PES sama dengan PE hanya ditambah simptom (S)
atau gejala sebagai data penunjang. Dalam keperawatan jiwa ditemukan
diagnosa anak-beranak, dimana jika etiologi sudah diberikan tindakan dan
permasalahan belum selesai maka P dijadikan etiologi pada diagnosa yang
baru, demikian seterusnya. Hal ini dapat dilakukan karena permasalah tidak
selalu disebabkan oleh satu etiologi yang sama sehingga walaupun etiologi
sudah diberi tindakan maka permasalahan belum selesai. Untuk jalan
keluarnya jika permasalahan tersebut menjadi etiologi maka tindakan
diberikan secara tuntas. Jika pernyataan pohon masalah diangkat menjadi
permasalahan (P) dalam diagnosa keperawatan maka seluruh pernyataan
dituliskan sebagai contoh perubahan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran. Jika pernyataan tersebut menjadi etiologi (E), maka
pernyataanya diambil dari akarnya.Contohnya adalah : halusinasi dengar.
MACAM-MACAM DIAGNOSIS
Perbedaan antara tipe-tipe diagnosa keperawatan :
a. Diagnosis Aktual
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupan yang menyebabkan klien
mengalami masalah kesehatan. Tanda atau gejala mayor dan minor
dapat ditemukan dan divalidasi pada klien secara langsung.
b. Diagnosis Resiko
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan klien
beresiko mengalami masalah kesehatan. Dalam penegakan
diagnosis ini, tidak akan ditemukan tanda/gejala mayor ataupun
minor pada klien, namun klien akan memiliki faktor resiko terkait
masalah kesehatan yang mungkin akan dialaminya dikemudian hari.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 77


c. Diagnosis Promosi Kesehatan
Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi
klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang
lebih baik atau optimal.
C. Perencanaan Keperawatan Jiwa
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan lain (PPNI, 2009).
Asumsi Perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis
keperawatan
Kriteria Tatanan praktik menyediakan 1) sarana yang dibutuhkan
Struktur untuk mengembangkan perencanaan, 2) adanya mekanisme
pencatatan dan perencanaan sehingga dapat digunakan
kembali dikomunikasikan perencanaan
Kriteria Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan
Proses dan rencana tindakan keperawatan. Bekerjasama dengan
klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
Perencanaan bersifat individual (sebagai individu,
kelompok, dan masyarakat) sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan lain.
Kriteria 1. Tersusunnya rencana asuhan keperawatan
Hasil 2. Perencanaan mencerminkan penyelesaian terhadap
diagnosis keperawatan
3. Perencanaan tertulis dalam format yang singkat dan
mudah didapat
4. Perencanaan menunjukkan bukti adanya revisi
pencapaian tujuan (PPNI, 2009).

D. Pelaksanaan Rencana Tindakan pada Keperawatan Jiwa


TAHAPAN PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Penentuan prioritas diagnosis
Prioritas masalah yang dimaksud adalah penyusunan urutan
atau masalah pasien dengan menggunakan tingkat kedaruratan
atau kepentingan untuk memperoleh tahapan intervensi yang
dibutuhkan (Potter & Perry, 2009)
Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap
perencanaan setelah tahap diagnosis keperawatan. Dengan
menentukan diagnosis keperawatan, maka dapat diketahui
diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi pertama kali atau
yang segera dilakukan.
Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)
1. Prioritas tinggi : Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang
mnengancam kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu
dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti masalah bersihan
jalan nafas.
2. Prioritas sedang : Prioritas ini menggambarkan situasi yang
tidak gawat dan tidak mengancam hidup klien seperti masalah
higiene perseorangan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 78


3. Prioritas rendah : Prioritas rendah ini menggambarkan situasi
yang tidak berhubungan langsung dengan prognosis dari suatu
penyakit yang secara spesifik seperti masalah keuangan atau
lainnya.
2. Penentuan rencana tindakan
Langkah dalam tahap perencanaan ini dilakukan setelah
menentukan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dengan
menentukan rencana tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam
mengatasi masalah klien. Dalam membuat rencana tindakan
perawat harus mengetahui juga tentang instruksi atau perintah
tentang tindakan keperawatan apa yang akan dilakukan dari
perawat primer (pembuat asuhan keperawatan primer). Untuk
memudahkan dalam menentukan rencana tindakan, maka ada
beberapa persyaratan dalam menuliskan rencana tindakan
diantaranya harus terdapat unsur tanggal, kata kerja yang dapat
diukur yang dapat dilihat, dirasa dan didengar, adanya subjek,
hasil, target tanggal dan tanda tangan perawat.
Dalam penentuan rencana tindakan terdapat beberapa instruksi
tindakan keperawatan yang merupakan suatu bentuk tindakan yang
menunjukan perawatan dan pengobatan khusus, dimana perawat
mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan pada pasien
tertentu. Perawatan dan pengobatan dirancang untuk membantu
pencapaian satu atau lebih dari tujuan perawatan sehingga dapat
mengurangi, mencegah atau menghilangkan dari masalah pasien.
(A.Aziz Alimul Hidayat, 2008)
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi 2, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respons klien pada tujuan khusus dan
umum yang telah ditentukan.
EVALUASI DALAM MENCAPAI TUJUAN
Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan terhadap tindakan
dalam mencapai tujuan sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi
data dasar dan perencanaan (PPNI, 2009).
Asumsi Praktik keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang
mencakup berbagai perubahan data, diagnosa dan perencanaan
yang telah dibuat sebelumnya. Evektivitas asuhan keperawatan
tergantung pada pengkajian yang berulang-ulang.
Kriteria Tatanan praktik menyediakan sarana dan lingkungan yang
Struktur mendukung terlaksananya proses evaluasi. Adanya akses
informasi yang dapat digunakan perawat dalam
penyempurnaan perencanaan. Adanya supervise dan konsultasi
untuk membantu perawat melakukan evaluasi secara efektif
dan mengembangakan alternatif perencanaan yang tepat.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 79


Kriteria 1. Menyusun rencana evaluasi hasil tindakan secara
Proses komprehensif, tepat waktu, dan terus menerus.
2. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan kearah pencapaian tujuan.
3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat
dan klien.
4. Bekerjasama dengan klien dan keluarga untuk
memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
5. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodivikasi
perencanaan.
6. Melakukan supervisi dan konsultasi klinik.
Kriteria 1. Diperolehnya hasil revisi data, diagnosis, rencana tindakan
Hasil keperawatan, berdasarkan evaluasi.
2. Klien berpartisipasi dalam proses evaluasi dan merevisi
rencana tindakan.
3. Hasil evaluasi digunakan mengambil keputusan.
4. Evaluasi tindakan terdokumentasi yang menunjukkan
konstribusi terhadap efektifitas tindakan keperawatan dan
penelitian (PPNI, 2009).

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 80


PROSES EVALUASI
Merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien dan dilakukan terus-menerus pada respon klien.
Selalu melibatkan klien dan keluarga agar dapat melihat perubahan dan
berupaya mempertahankan dan memelihara. Diperlukan reinforcement
untuk menguatkan perubahan yang positif (Stuart, GW dan Sundeen, SJ,
2006).

Syarat Kondisi perawat :


Bagi 1. Supervisi
Perawat 2. Analisis diri
Melakukan 3. Peer review
Evaluasi 4. Partisipasi klien dan keluarga

Perilaku perawat :
1. Membandingkan respon klien dan hasil yang diharapkan
2. Memodifikasi proses keperawatan sesuai yang
dibutuhkan
3. Berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dari aktivitas
yang dilakukan
Pendekatan S = respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi yang telah dilaksanakan
O = respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan
A = analisa ulang atas data subyektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masih tetap / muncul masalah baru
/ ada data yang kontradiktif dengan masalah yang ada
P = perencanaan atas tindak lanjut berdasarkan hasil analisa
pada respon klien
Rencana 1. Rencana diteruskan bila masalah tidak berubah
Tindak 2. Rencana dibatalkan bila ditemukan masalah baru dan
Lanjut bertolak belakang dengan masalah yang ada serta
diagnosa lama dibatalkan
3. Rencana dihentikan bila tujuan telah tercapai (Stuart, GW
dan Sundeen, S.J, 2006).

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 81


LATIHAN SOAL

1. Pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien merupakan


tahap dari...
a. pengkajian
b. implementasi
c. evaluasi
d. observasi
2. Penegakan Penegakan diagnosis ini, tidak akan ditemukan tanda/gejala
mayor ataupun minor pada klien, namun klien akan memiliki faktor resiko
terkait masalah kesehatan yang mungkin akan dialaminya dikemudian hari
a. Diagnosis
b. Diagnosis Promosi Kesehatan
c. Diagnosis Aktual
d. Diagnosis Resiko

3. Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi klien untuk


meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang lebih baik atau optimal
a. Diagnosis Aktual
b. Diagnosis Resiko
c. Diagnosis Promosi Kesehatan
d. Diagnosis

4. Menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses


kehidupannya yang dapat menyebabkan klien beresiko mengalami masalah
kesehatan merupakan diagnosis...
a. Diagnosis Resiko
b. Diagnosis Aktual
c. Diagnosis Promosi Kesehatan
d. Betul Semua

5. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.


Perencanaan bersifat individual (sebagai individu, kelompok, dan
masyarakat) sesuai dengan kondisi atau kebutuhan lain.
a. Kriteria Proses
b. Kriteria Hasil
c. Asumsi
d. Kriteria Struktur

6. Dalam menentukan diagnosis keperawatan dilihat dari...


a. Siapa cepatnya
b. Kedaruratan / kepentingan
c. Suka-suka
d. Jenis kelamin

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 82


7. Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak mengancam
hidup klien seperti masalah higiene perseorangan
a. Prioritas tinggi
b. Prioritas sedang
c. Prioritas rendah
d. Benar semua

8. Menggambarkan situasi yang tidak berhubungan langsung dengan prognosis


dari suatu penyakit yang secara spesifik seperti masalah keuangan atau
lainnya. Merupakan prioritas...
a. Prioritas tinggi
b. Prioritas sedang
c. Prioritas rendah
d. Benar semua

9. Proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan


pada klien merupakan tahap...
a. Evaluasi
b. pengkajian
c. perencanaan
d. intervensi

10. Syarat perilaku perawat dalam melakukan evaluasi


a. Membandingkan respon klien dan hasil yang diharapkan
b. Memodifikasi proses keperawatan sesuai yang dibutuhkan
c. Berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dari aktivitas yang dilakukan
d. Semua benar

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 83


DAFTAR PUSTAKA

Alfaro, Rosalinda. 2006. Applying Nurshing Process : Too for Critical Thinking.
Lippincott William & wilkin.
Carpenito-Moyet, L. J. (2006). Handbook of nursing diagnosis. Lippincott
Williams & Wilkins.
Direja, A.H.S. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitihan Keperawatan dan Teknik
Analisa Data. Edisi pertama. Jakarta : Salemba Medika.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2009. Profil Perawat Nasional di
Indonesia. Jakarta: PPNI.
Potter, & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Edisi 7. Jakarta :
Salemba Medika.
Stuart, G. W., Sundeen, JS. 1998. Keperawatan Jiwa (Terjemahan), alih bahasa :
Achir Yani edisi III. Jakarta : EGC.
Stuart & Laraia. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta:
EGC.
Muhith, Abdlul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV ANDI
OFFSET

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 84


BAB 9
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN
ANSIETAS

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 83


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 84
BAB 9
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ANSIETAS
Ns. Titik Sumiatin, S.kep.,M.Kep

PENDAHULUAN
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir, atau tidak nyaman seakan-akan
akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan
rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya,
sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat,
2012). Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang
spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah
ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala
otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Pieter, dkk, 2011)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respon seseorang
berupa rasa khawatir, was-was dan tidak nyaman dalam menghadapi suatu hal
tanpa objek yang jelas.
INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Ansietas
2. Mahasiswa dapat memahami rentang respon
protektif
3. Mahasiswa dapat menyebutkan masalah Ansietas
4. Mahasiswa dapat menyebutkan penyebab Ansietas
5. Mahasiswa dapat memahami skala penilaian
Ansietas
6. Mahasiswa dapat menyebutkan faktor-faktor yang
mempengarui Ansietas
7. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan
pada upaya Ansietas yang sesuai dengan prinsip 5
tahap proses asuhan keperawatan: pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi
8. Mahasiswa dapat menjelaskan modul keperawatan
pada upaya Ansietas yang sesuai dengan prinsip 5
tahap proses asuhan keperawatan: pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi
MATERI POKOK ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH
DIRI
Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian, Intervensi,
Implementasi, dan evaluasi Keperawatan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 85


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANSIETAS

DEFISINI ANSIETAS
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak percaya diri. Keadaan emosi ini tidak
memiliki obyek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang
merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya.
Menurut Asmadi, 2008 ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai asal
ansietas, teori tersebut antara lain:
a. Teori psikoanalisis
Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego.
b. Teori interpersonal
Dalam pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap penolakan saat berhubungan dengan orang lain.
c. Teori perilaku
Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan hasil frustasi.
Ketidakmampuan atau kegagalan dalam mencapai suatu tujuan yang
diinginkan akan menimbulkan keputusasaan.

RENTANG RESPON

Rentang Respon Ansietas (Stuart, 2007)

Respon Adaptif Respon


Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

a. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa kehidupan
sehari-hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan
waspada.
b. Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan menurun
dan memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan
menyampingkan hal-hal lain.
c. Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu
cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal-hal lain
d. Panik
Pada tingkatan panik lapang persepsi seseorang sudah sangat sempit dan
sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan diri lagi
dan sulit melakukan apapun walaupun dia sudah diberikan pengarahan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 86


K. ETIOLOGI
Respon individu terhadap ansietas mempunyai rentang antara
adaktif sampai maladaptive. Respon adaptif identic dengan reaksi yang
bersifat destrukstif. Reaksi yang bersifat konstruktif menunjukan sifat
optimis dan berusaha memahami terhdap perubahanyang terjadi baik
perubahan fisik maupun afektif. Reaksi yang bersifat destruktif
menunjukan sikap pesimis dan seringnya diikuti perilaku maladaptive
(Stuart, 2009).
Adapun factor yang mempengaruhi ansietas antara lain:
a. Factor predisposisi
1. Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadiani yaitu id,
ego dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan
dikendalikan oleh norma budaya, sedangakan ego di
gambarkan sebagai mediator antara tuntunan dari id dan super
ego
2. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari
perasaan takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan
interpersonal.
3. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
4. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas
merupakan hal yang biasa di temui dalam suatu keluarga.
5. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak megandung reseptor
khusus untuk benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan
neuroregulator inhibisi asam-asam gama-aminobutirat
(GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis
yang berhubungan dengan ansietas.
b. Faktor Presipitasi
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang
mengancam integritas fisik yang meliputi:
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme
fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan
biologis normal (misalnya: hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi
virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan,
kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan
eksternal.
a. Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan
interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian
terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan
kelompok, sosial budaya. (Eko Prabowo, 2014).

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 87


L. TANDA DAN GEJALA
Gejala meliputi (APA, 1994)
a. Palpitasi, jantung berdebar, atau akselerasi frekuensi jantung
b. Berkeringat
c. Gemetar atau menggigil
d. Perasaan sesak napas dan tercekik
e. Perasaan tersedak
f. Nyeri atau ketidak nyamanan dada
g. Mual atau distres abdomen
h. Merasa pusing, limbung, vertigo, atau pingsan
i. Derealisasi (Perasaan tidak realistis) atau depersonalisasi
j. (terpisah dari diri sendiri)
k. Takut kehilangan kendali atau menjadi gila
l. Takut mati
m. Perestesia (kebas atau kesemutan)
n. Bergantian kedinginan atau kepanasan

Gejala lain gangguan ansietas meliputi:


a. Gelisah, perasaan tegang, khawatir berlebihan, mudah letih, sulit
berkonsentrasi, iritabilitas, otot tegang, dan gangguan tidur (gangguan
ansietas umum)
b. Ingatan atau mimpi buruk berulang yang mengganggu mengenai peristiwa
traumatis, perasaan menghidupkan kembali trauma (episode kilas balik),
kesulitan merasakan emosi (afek datar), insomnia dan iritabilitas atau
marah yang meledak–ledak (gangguan stres pasca trauma)
c. Repetitif, pikiran obsesif, perilaku kasar yang berkaitan dengan kekerasan,
kontaminasi, dan keraguan, berulang kali melakukan aktifitas yang tidak
bertujuan, seperti mencuci tangan, menghitung, memeriksa, menyentuh
(gangguan obsesif kompulsif)
d. Rasa takut yang nyata dan menetap akan objek atau situasi tertentu (fobia
spesifik), situasi performa atau sosial (fobia sosial), atau berada dalam satu
situasi yang membuat individu terjebak (agorafobia). (Eko Prabowo, 2014)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANSIETAS

A. PENGKAJIAN
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku
melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap
kecemasan.
a. Lingkungan dan Upaya kecemasan
Perawat perlu mengkai pristiwa yang menghina atau menyakitkan, upaya
persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan benda yang
berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
b. Gejala
Perawat mencatat adanya perilaku gelisah, Ketegangan fisik, Tremor,
Kurang koordinasi, Cenderung mengalami cedera, Menarik diri dari
hubungan interpersonal, Kekreativan berkurang, Gelisah melihat sekilas
sesuatu, Kontak mata jelek.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 88


c. Penyakit psikiatrik
kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan, tidak rasional dan tidak
realistis terhadap peristiwa yang terjadi sehari-hari, takut, gugup,
Menyesal, Fokus pada diri sendiri, Perasaan tidakadekuat,
d. Riwayat psikososial
Terkait keluarga, Perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status
kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran), Krisis maturasi,
krisis situasional, Stres, ancaman kematian, Ancaman pada (status
ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status
peran, konsep diri).
e. Faktor Kepribadian
Harga diri rendah, menarik diri, ketakutan, kegelisahan, Hambatan berfikir
Perhatian lemah, Lapang persepsi menurun, Takut akibat yang tidak khas, Cenderung
menyalahkan orang lain., Sukar berkonsentrasi,
f. Riwayat keluarga
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada tumpang
tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan
depresi. Faktor ekonomi, latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap
terjadinya ansietas.

Dalam melakukan pengkajian klien kecemasan, perawat perlu memahami


petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk
mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan wawancara adalah:
1. Tentukan tujuan secara jelas. Dalam melakukan wawancara,
perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian
perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi
depresi, kecemasan dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu
diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap
memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat
serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon
klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa–gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini
perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara
perawat dan klien.
5. Jangan membuat asumsi, Jangan membuat asumsi tentang
pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi
akan membuat kabur penilaian profesional.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 89


Data Yang Perlu Dikumpulkan Saat Pengkajian:
Perilaku Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata,
jelek, gelisah, melihat sekilas sesuatu, pergerakan berlebihan
(seperti; foot shuffling, pergerakan lengan/tangan), Ungkapan
perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup,
insomnia, perasaan gelisah
Afektif Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita
berlebihan, nyeri dan ketidak berdayaan meningkat secara menetap,
gemertak, ketidak pastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri
sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir,
prihatin dan mencemaskan
Fisiologis Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi
meningkat, kesegeraan berkemih (parasimpatis), nadi meningkat,
dilasi pupil, refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan
tidur, perasaan geli pada ekstrimitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh
meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar ,
diarhea, keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut kering,
kelemahan, nadi berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi
supervisial, berkedutan, tekanan darah menurun mual, keseringan
berkemih, pingsan, sukar bernafas, tekanan darah meningkat
Kognitif Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan,
perhatian, lemah, lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak
khas, cenderung menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi,
kemampuan berkurang terhadap: (memecahkan masalah dan
belajar), kewaspadaan terhadap gejala fisiologis
Faktor yang Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai
berhubungan / tujuan hidup, hubungan kekeluargaan / keturunan, kebutuhan yang
tidak terpenuhi, interpersonal transmisi/penularan, krisis situasional,
maturasi, ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalah gunaan zat
ancaman terhadap atau perubahan dalam: status peran status
kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penetapan diagnosis keperawatan: Ansietas berdasarlan tanda dan gejala
Ansietas yang di peroleh saat pengkajian. Penetapan Ansietas ini juga disesuaikan
dengan terminology dari standart diagnosis keperawatan
Pembentukan diagnosa keperawatan mengharuskan perawat menentukan
kualitas (kesesuaian) dari respon pasien, kuantitas (tingkat) dari ansietas pasien
dan sifat adaptif atau maladaptif dari mekanisme koping yang digunakan. (Direja,
2011).
C. INTEVENSI KEPERAWATAN
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengenal ansietas.
b. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi.
c. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengatasi ansietas.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 90


2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan
agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang
harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah sebagai
berikut.
1. Mengucapkan salam terapeutik.
2. Berjabat tangan.
3. Menjelaskan tujuan interaksi.
4. Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu
pasien.
b. Bantu pasien mengenal ansietas.
1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan
perasaannya.
2. Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas.
3. Bantu pasien mengenal penyebab ansietas.
4. Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri.
1. Pengalihan situasi.
2. Latihan relaksasi dengan tarik napas dalam, mengerutkan, dan
mengendurkan otot-otot.
3. Hipnotis diri sendiri (latihan lima jari).
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan (PPNI,2009).

RASIONAL : Perawat mengimplementasikan rencana asuhan


keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan partisipasi klien dalam tindakan
keperawatn pada hasil yang diharapakan.
KRITERIA : Tatanan praktik menyediakan: sumber daya untuk
STRUKTUR pelaksana kegiatan, pola ketenagaan yang sesuai
kebutuhan, adanya mekanisme untuk mengkaji dan
merevisi pola ketenagaan secara periodik, melakukan
supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan
dibawah tanggung jawabnya, menjadi koordinator
pelayanan dan advokasi terhadap klien untuk
mencapai tujuan kesehatan, menginformasikan kepada
klien tentang status kesehatan dan fasilitas-fasilotas
pelayanan kesehatan yang ada, memberikan
pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
dan keterampilan asuhan diri serta membantu klien
memodifikasi lingkungan yang digunakan, megkaji
ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatn
berdasarkan respons klien

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 91


KRITERIA HASIL : Terdokumentasi tindakan keperawatan dan respons
klien secara sistematikdan dengan mudah diperoleh
kembali, tindakan keperawatan dapat diterima oleh
klien dan keluarga, ada bukti-bukti yang terukur
tentang pencapaian tujuan (PPNI,2009)

Pengelolaan dan perwujudan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan. Hal yang perlu
dilakukan dalam implementasi (Struart,GW dan Sundeen,S.J,2006)
DO (Melakukan) Implementasi 1. Dependent intervensions
pelaksanaan kegiatan Dilaksanakan dengan
yang terbagi beberapa memgikuti order dari pemberi
kriteria perawatan kesehatan lain.
2. Colaborative (interdependent)
Kegiatan yang dilaksanakan
dengan profesional kesehatan
lain
3. Otonomi (independent)
Kegiatan yang dilaksanakan
dengan melakukan nursing
order dan sering juga
bersamaan dengan order dari
medis

Delegate Pelaksanaan order 1. Apakah tugas tersebut tepat


bisa didelegasikan, untuk didelegasikan
hanya saja ada 2. Apakah komunikasi tepat
beberapa tanggung dilakukan
jawab yang perlu 3. Apakah ada supervisi
dicermati oleh
pemberi delegasi
Record Pencataatan bisa
dilakukan dengan
berbagai format
tergantung pilihan dari
setiap institusi
Syarat bagi Kondisi perawat 1. Memiliki pengalaman klinik
perawat 2. Pengetahuan tentang riset
melakukan 3. Responsif
implementasi 4. Tindakan mempunyai dimensi
perawatan

Perilaku perawat 1. Mempertimbangkan sumber


yang tersedia
2. Memunculkan alternatif
3. Berkoordinasi dengan petugas
lainnya (Struart,GW dan
Sundeen,S.J,2006)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 92


E. EVALUASI KEPERAWATAN
Proses evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan dari tindakan
keperawaan dan strategi rencana keberhasilan dari tindakan keperawatan
dan strategi rencan tindakan keperawatan selanjutnya. Evaluasi tindakan
keperawatan pada pasien untuk menilai adanya penurunan atau peningkatan
tanda dan gejala Ansietas pasien. Sehingga mampu melakukan kegiatan-
kegiatan yang positif. Kemampuan pasien yang penting dilakukan evaluasi
meliputi:
1. Menyebutkan penyebab ansietas.
2. Menyebutkan situasi yang menyertai ansietas.
3. Menyebutkan perilaku terkait ansietas.
4. Melakukan teknik pengalihan situasi, yaitu tarik napas dalam,
relaksasi otot, dan teknik lima jari.
5. Keluarga menyebutkan pengertian ansietas.
6. Keluarga menyebutkan tanda dan gejala ansietas.
7. Keluarga mengajarkan ke pasien teknik pengalihan situasi, tarik
napas dalam, relaksasi otot, dan teknik lima jari.

Soal evaluasi
1. Hasil pengkajian didapatkan data aktifitas sangat lesu, tidak bergairah,
tidak napsu makan, tidak dapat tidur, dan sering terjaga seringkali bertanya
tentang penyakitnya berdasarkan hasil pemeriksaan fisik TD, RR dan Nadi
naik. Berdasarkandata diatas klien mengalami
A. Ansietas
B. Takut
C. Depresi
D. Kehilangan
E. Berduka
2. Hasil pemeriksaan data persepsi pasien sangat sempit dan hanya mampu
memusatkan kejadian yang dialami berdasarkan data diatas, tingkat
ansietas yang dialami pasien adalah
A. Ringan
B. Sedang
C. Berat
D. Panik
E. Syok
3. Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam mengatasi
ansietas bertujuan untuk
A. Menurunkan kecemasan pasien
B. Pasien dapat mengenal ansietas
C. Pasien dapat mengatasi ansietas melalui Latihan relaksasi
D. Pasien dapat memperagakan dan menggunakan Latihan relaksasi
untuk mengatasi ansietas
E. Tidak melibatkan keluarga dalam Latihan yang telah disusun
4. Tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami ansietas adalah
kecuali :
A. Membantu menghubungkkan situasi dan interaksi yang menimbulkan
ansietas

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 93


B. Membantu melakukan penilaian thd stressor yang dirasa mengancam
dan menimbulkan konflik
C. Membantu mengkaitkan pengalaman saat ini dangan pengalaman msa
lalu
D. Memberikan support agar ansietas menurunun
E. Ansietas meningkat
5. Berikut respon fisiologis pasien kecemasan kecuali;
A. Suara bergetar
B. Gemetar / tresmor tangan atau bergoyang
C. Peluh meningkat
D. Wajah tegang
E. Takut
6. Data subyektif yang sering Anda temui pada saat pengkajian pasien dengan
ansietas adalah ….
A. Pasien mengeluh tidak bisa tidur
B. Pasien menyatakan kekhawatiran tentang penyakitnya
C. Pasien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas harian karena
memikirkan penyakitnya
D. Benar semua
7. Data obyektif yang Anda temui pada pasien ansietas adalah ....
A. Peningkatan tAnda-tAnda vital
B. Persepsi kognitif pasien menyempit
C. Pasien sering menguap dan tampak lesu serta tidak bersemangat
D. Benar semua
8. Keberhasilan tindakan keperawatan pada pasien ansietas ditAndai dengan
A. Pasien mengatakan saya menjadi jauh lebih tenang suster
B. Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengatasi kecemasan
C. Pasien mampu menjelaskan tAnda-tAnda ansietas
D. Benar semua
9. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan ansietas
adalah…….
A. Kecemasan berat berhubung dengan konflik perkawinan
B. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan finansial
C. Panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan
gagal mengambil keputusan.
D. Benar Semua
10. Seorang perempuan berusia 18 tahun, mahasiswi keperawatan, semalam
tidak bisa tidur setelah tahu jadwal bahwa besok pagi akan menghadapi
penguji untuk responsi, sudah banyak buku yang ia baca. Pagi-pagi ia
nampak mondar-mandir di kampus, perut mules, bila ditanya apa
penyebabnya, ia menjawab, ―Apakah saya biasa menjawab pertanyaan
penguji nanti?‖ itu yang sedang ia fikirkan. Apakah respon emosionalnya?
A. Ketakutan
B. Penolakan
C. Depresi
D. Cemas

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 94


DAFTAR PUSTAKA

Redayanti P. Gangguan Cemas Menyeluruh. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G


(ed). Buku
Ajar Psikiatri. Ed 2. 2014. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati, 2015, Buku Ajar
Keperawatan
Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta.
Asmadi. 2008, Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC
Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarata. Balai Penerbit
FKUI
Mad Zaini, 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial Di Pelayanan
Klinis dan
Komunitas. Jogjakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 95


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 96
BAB 10
ASUHAN
KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN GANGGUAN
CITRA TUBUH

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 94


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 95
BAB 10
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN CITRA TUBUH
PENDAHULUAN
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan
oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek
yang sering kontak dengan tubuh. Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan
dalam penerimaan diri akibat adanya persepsi yang negatif terhaap tubuhnya
secara fisik. (Muhith, Abdul 2015)
Dalam bab ini kami akan mengajak Anda untuk mempelajari mengenai pengetian
konsep diri sampai dengan Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan citra
tubuh. Penjelasan secara teori dan secara lebih khusus adalah agar Anda mampu
mencapai criteria yang di harapkan
Tujuan Pembelajaran :
a. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi konsep diri
b. Mahasiswa dapat menyebutkan dimensi konsep diri
c. Mahasiswa dapat memahami rentang respon konsep diri
d. Mahasiswa dapat menyebutkan Faktor Yang Mempengaruhi
Pembentukan Konsep Diri
1. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi citra tubuh
2. Mahasiswa dapat memahami gangguan citra tubuh
3. Mahasiswa dapat menyebutkan tanda dan gejala gangguan citra tubuh
4. Mahasiswa dapat menyebutkan Faktor Presdiposisi Gangguan Citra Tubuh
5. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada upaya Gangguan
Citra Tubuh yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses asuhan keperawatan:
pengkajian,diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi
6. Mahasiswa dapat menjelaskan modul keperawatan pada upaya Gangguan
Citra Tubuh yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses asuhan keperawatan:
pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi
A. Konsep Diri
1. Definisi Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain. Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat
dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai
yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
Upaya memandang dirinya tersebut berbentuk penilaian subjektif individu
terhadap fungsi, peran, dan tubuh. Pandangan atau penilaian terhadap diri
meliputi: ketertarikan talenta dan ketrampilan, kemampuan, kepribadian-
pembawaan, dan persepsi terhadap moral yang dimiliki. (Muhith Abdul,
2015)
2. Dimensi Konsep Diri
1. Konsep Diri Aktual
Persepsi yang realistis terhadap diri kita sendiri.
2. Konsep diri ideal
Persepsi seseorang atas dirinya harus seperti apa tampaknya
3. Konsep diri pribadi
Gambaran bagaimana kita menjadi diri kita sendiri

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 96


4. Konsep diri sosial
Berkaitan dengan relasi kita pada sesama. (Muhith Abdul, 2015)
3. Rentang Respons Konsep Diri
Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu perubahan dalam Citra
Tubuh, Ideal Diri, Harga Diri, Peran dan Identitas. Rentang
individu terdapat konsep diri berfluktuasi sepanjang rentang respons
konsep diri yaitu adaptif sampai maladaptif.

Keterangan :
a. Aktualisasi diri : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
b. Konsep diri positif : apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal –hal positif maupun yang
negative dari dirinya.
c. Harga diri rendah : individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan
merasa lebih rendah dari orang lain.
d. Identitas kacau : kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas
masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada
masa dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi: perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Konsep Diri


a. The Significant Others
Orang lain yang kita anggap penting atau biasa, di mana konsep diri
dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar
diri sendiri melalui cermin orang lain dengan cara pandangan diri
merupakan interpretasi diri pandanagan orang lain terhadap diri sendiri
b. Reference Group
Kelompok yang dipakai sebagai acuan . kelompok tersebut memberi
arahan dan pedoman agar kita mengikuti perilaku yang sesuai dengan
norma yang berlaku dalam kelompok tersebut

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 97


c. Teori Perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara
bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya
dan orang lain.
d. Self Perception
Persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta individu
terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. (Muhith Abdul, 2015)

B. Konsep Citra tubuh


1. Definisi Citra Tubuh
Citra tubuh adalah integritas persepsi, pikiran dan perasaan
individu tentang bentuk, ukuran, berat tubuh dan fungsi tubuh serta
bagian-bagiannya yang digambarkan dalam bentuk penampilan fisik
(Audrey Berman, Shirlee Snyder, 2016 ).
Citra tubuh juga dapat diartikan sebagai kumpulan dari sikap
individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya termasuk
persepsi masa lalu dan sekarang , serta perasaan tentang ukuran,
fungsi, penampilan dan potensi tubuh. (Zaini, Mad 2019)
2. Gangguan Citra Tubuh
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh
yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi,
keterbatasan, makna, dan objek yang sering kontak dengan tubuh.
Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan dalam penerimaan diri
akibat adanya persepsi yang negatif terhaap tubuhnya secara fisik.
Persepsi tubuh secara fisik berkaitan dengan bagaiman kita
mempersepsikan diri kita secara fisik. Klien dengan gangguan citra
tubuh mempersepsikan diri saat ini dia mengalami sesuatu kekurangan
dalam menjaga integritas tubuhnya dimana dia merasa ada yang
kurang dalam hal integritas tubuhnya sehingga ketika berhubungan
dengan lingkungan sosial merasa ada yang kurang dalam struktur
tubuhnya. (Muhith, Abdul 2015)
3. Tanda dan Gejala Gangguan Citra Tubuh
Respon klien dengan gangguan citra tubuh dapat berupa :
a. Respon kognitif
- Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan
pandangan tentang tubuh individu (misalnya: penampilan,
struktur dan fungsi)
- Mengungkapkan segala hal yang berfokus pada penampilan,
fungsi dan kekuatan di masa lalu
- Depersonalisasi kehilangan melalui kata ganti yang netral
- Menolak memverifikasi perubahan aktual
- Mengatakan merasa asing pada bagian tubuh yang hilang.
b. Respon afektif
- Perasaan negatif tentang tubuhnya (misalnya : perasaan
ketidakberdayaan, keputusasaan, tidak mampu dan lemah)
- Ketakutan terhadap reaksi orang lain
- Khawatir adanya penolakan dari orang lain.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 98


c. Respon fisiologi
- Perubahan aktual pada fungsi dan struktur
- Perubahan dalam kemampuan untuk memperkirakan hubungan
spasial terhadap lingkungan.
d. Respon perilaku
- Perilaku mengenali, menghindari dan memantau tubuh individu
- Trauma terhadap bagian tubuh yang tidak berfungsi
- Menujukkan keengganan untuk menyetuh atau melihat pada
bagian tubuh yang terkena
- Tingkah laku merusak diri (misalnya : mutilasi, usaha bunuh
diri, makan berlebuhan atau kurang nafsu makan)
- Gelisah.
e. Respon sosial
- Perubahan keterlibatan sosial
- Kurang terlibat dalam aktivitas sosial
- Pembatasan komunikasi verbal/ lebih banyak diam
- Menarik diri dalam hubungan sosial. (Muhith, Abdul 2015)

4. Faktor Presdiposisi Gangguan Citra Tubuh


Faktor presdiposisi dibedakan atas tiga aspek, yaitu biologis,
psikologis dan sosial budaya.
a. Presdiposisi biologis
- Ada riwayat anggota keluarga menderita penyakit genetik
(cacat tubuh)
- Penyalahgunaan penggunaan obat atau zat terlarang
- Riwayat menderita penyakit fisik (penyakit kronis, defek
kongenital dan kehamilan).
b. Presdiposisi psikologis
- Adanya pembatasan kontak sosial akibat perbedaan budaya
maupun akibat proses pengobatan yang lama.
- Ada pengalaman terlibat dalam masalah hukum atau
pelanggaran norma
- Self control rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri
ketika mengalami kegagalan dan keberhasilan .(terlalu sedih
dan terlalu senang yang berlebihan)
c. Presdiposisi sosial budaya
- Usia, pada usia tersebut individu tidak dapat mencapai tugas
perkembangan yang seharusnya sehingga mudah mengalami
kecemasan
- Gender atau jenis kelamin, pelaksanaan peran individu sesuai
dengan jenis kelamin yang tidak optimal akan mempermudah
muculnya kecemasan
- Kurangnya pendapatan atau penghasilan yang dapat
mengancam pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari
- Mengalami perubahan status seperti perpisahan
- Peran sosial, kurang mampu menjalankan perannya untuk
berpartisipasi di lingkungan tempat tinggal dan kesulitan
membina hubungan interpersonal dengan orang lian

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 99


- Agama dan keyakinan, kurang menjalankan kegiatan
keagamaan sesuai dengan agama dan kepercayaan atau ada
nilai budaya dan norma yang mengharuskan melakukan
pembatasan kontak sosial dengan orang lain. (Muhith, Abdul
2015)

C. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Citra Tubuh


1. Proses Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian pada pasien gangguan citra tubuh dilakukan dengan
cara wawancara dan observasi. Berikut ini adalah observasi pada
saat pengkajian yang harus dilakukan.
- Tanda dan Gejala
Data obyektif yang dapat diobservasi :
a. Perubahan dan hilangnya anggota tubuh, baik struktur, bentuk
dan fungsi
b. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang
terganggu
c. Menolak melihat bagian tubuh
d. Menolak menyentuh bagian tubuh
e. Aktifitas social menurun
Data Subyektif :
Data Subyektif didapat dari hasil wawancara, pasien dengan
gangguan citra tubuh biasanya mengungkapkan :
a. Penolakan terhadap :
1) Perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas
dengan hasil operasi
2) Anggota tubuhnya yang tidak berfungsi
3) Interaksi dengan orang lain
b. Perasaan tidak berdaya, tidak berharga dan keputusasaan
c. Keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang
terganggu
d. Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi
e. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah melakukan
pengkajian adalah melakukan pengelompokan data dan melakukan analisa
data.

Tabel 1.1 Analisa Data


No Data Masalah
1. Subjektif : Gangguan citra
- Pasien merasa tidak dapat tubuh/gambaran
menerima keadaan dirinya diri
Objektif :
- Pasien menolak melihat anggota
tubuh yang berubah
- Pasien menolak penjelasan
perubahan tubuhnya

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 100


2) Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan analisa data dan merumuskan masalah
langkah selanjutnya adalah menegakkan diagnosa keperawatan
yaitu Gangguan Citra Tubuh. Selanjutnya membuat pohon masalah
Pohon Masalah
Harga Diri Rendah Efek

Gangguan Citra Masalah Utama


Tubuh
Causa

Kehilangan
Anggota Tubuh

3) TINDAKAN KEPERAWATAN
Langkah selanjutnya setelah menegakkan diagnosa keperawatan
adalah melakukan tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan untuk
pasien dengan gangguan citra tubuh memiliki tujuan sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi citra tubuhnya
b. Meningkatkan penerimaan terhadap citra tubuhnya
c. Mengidentifikasi aspek positif diri
d. Mengetahui cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
e. Melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
f. Berinteraksi dengan orang-orang lain tanpa terganggu
Agar tujuan pemberian asuhan keperawatan pasien gangguan citra
tubuh berhasil, maka tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :
a. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini,
perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra tubuhnya
saat ini
b. Motivasi pasien untuk melihat/meminta bantuan keluarga dan
perawat untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh secara bertahap
c. Diskusikan aspek positif diri
d. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang
terganggu (misalnya menggunakan anus buatan dari hasil
kolostomi)
e. Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara :
- Motivasi pasien untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada
pembentukan tubuh yang ideal
- Gunakan protese, wig (rambut palsu), kosmetik atau yang
lainnya sesegera mungkin, gunakan pakaian yang baru
- Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara
bertahap
- Bantu pasien menyentuh bagian tersebut
f. Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara :
- Susun jadwal kegiatan sehari-hari

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 101


- Motivasi untuk melakukan aktivitas sehrai-hari dan terlibat
dalam aktivitas keluarga dan social
- Motivasi untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti
atau mempunyai peran penting baginya
- Berikan pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan
interaksi
1. Tindakan Terhadap Keluarga
Tujuan Umum : Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan
kepercayaan diri klien
Tujuan Khusus :
a. Keluarga dapat mengenal masalah gangguan citra tubuh
b. Keluarga dapat mengetahui cara mengatasi masalah gangguan
citra tubuh
c. Keluarga mampu merawat pasien gangguan citra tubuh
d. Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan pasien dan
memberikan pujian atas keberhasilannya
2. Tindakan Keperawatan
a. Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang
terjadi pada pasien
b. Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh
c. Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien
d. Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien
dirumah
e. Memfasilitasi interaksi dirumah
f. Melaksanakan kegiatan dirumah dan sosial
g. Memberikan pujian atas keberhasilan pasien

4) EVALUASI KEPERAWATAN
Keberhasilan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan
citra tubuh tampak dari kemampuan pasien untuk :
a. Mengungkapkan persepsi tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini
b. Mengungkapkan perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan
tentang citra tubuhnya saat ini
c. Meminta bantuan keluarga dan perawatn untuk melihat dan
menyentuh bagian tubuh secara bertahap
d. Mendiskusikan aspek positif diri
e. Pasien meminta untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang
terganggu (misalnya menggunakan anus buatan dari hasil
kolostomi)

5) PENDOKUMENTASIAN
Langkah terakhir dari asuhan keperawatan adalah melakukan
dokumentasi asuhan keperawatan. Dokumentasi dilakukan pada setiap
tahap proses keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian,
diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan
keperawatan, dan evaluasi.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 102


SOAL

1. Khawatir adanya penolakan dari orang lain merupakan respon apa?


A. Respon perilaku
B. Respon sosial
C. Respon afektif
D. Respon fisiologi
E. Respon kognitif
2. Dibawah ini merupakan respon sosial, kecuali :
A. Perubahan keterlibatan sosial
B. Kurang terlibat dalam aktivitas sosial
C. Pembatasan komunikasi verbal/ lebih banyak diam
D. Menolak memverifikasi perubahan aktual
E. Menarik diri dalam hubungan sosial
3. Pengertian tentang citra tubuh yang benar adalah
A. Merupakan objek studi dari berbagai disiplin ilmu
B. Sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar
C. Perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan
ukuran bentuk
D. Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan pandangan
tentang tubuh individu
E. Persepsi terhadap tubuh fisik juga tidak dilakukan oleh diri sendiri.
4. Faktor presdiposisi dibedakan atas tiga aspek, yaitu biologis, psikologis
dan sosial budaya
A. Presdiposisi psikologis
B. Presdiposisi biologis
C. Presdiposisi sosial budaya
D. A dan B benar
E. A,B,C benar
5. Yang termasuk presdiposisi sosial budaya adalah
A. Usia
B. Gender
C. Agama dan keyakinan
D. Semua benar
E. Semua salah
6. Berikut ini adalah data subyektif yang anda temukan pada pasien dengan
gangguan citra tubuh kecuali...
A. Menggunakan penolakan terhadap perubahan anggota tubuh saat ini
B. Tidak mau berinteraksi dengan orang lain
C. Mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga dan
keputusasaan
D. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh
yang terganggu
E. Sering mengulang-ngulang mengatakan kehilangan yang terjadi

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 103


7. Tujuan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan citra tubuh
adalah...
A. Pasien tidak dapat melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra
tubuh
B. Pasien dapat meningkatan penerimaan terhadap citra tubuhnya
C. Pasien dapat mengidentifikasi aspek positif diri
D. Pasien dapat mengetahui cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
E. Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya
8. Data obyektif yang dapat diobservasi pada pasien dengan gangguan citra
tubuh adalah...
A. Perubahan dan hilangnya anggota tubuh, baik struktur, bentuk dan
fungsi
B. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu
C. Menolak melihat bagian tubuh
D. Menolak menyentuh bagian tubuh
E. Pasien mengatakan malu dengan dirinya
9. Tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan citra tubuh kecuali...
A. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini,
perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra tubuhnya
saat ini
B. Motivasi pasien untuk melihat/meminta bantuan keluarga dan
perawatn untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh yang mengalami
cancer secara bertahap
C. Diskusikan aspek positif diri
D. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu
(misalnya menggunakan anus buatan dari hasil kolostomi)
E. Anjurkan pasien untuk berkenalan dengan orang lain di lingkungan
sekitarnya
10. Keberhasilan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan citra
tubuh di tandai dengan, kecuali...
A. Mengungkapkan persepsi tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini
B. Mengungkapkan perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang
citra tubuhnya saat ini
C. Meminta bantuan keluarga dan perawat untuk melihat dan menyentuh
bagian tubuh secara bertahap
D. Mendiskusikan aspek positif diri
E. Tidak mau menggunakan alat bantu yang disediakan untuk
meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu (misalnya
menggunakan anus buatan dari hasil kolostomi)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 104


DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN –


Basic Course). Jakarta : EGC
Liliweri, Alo.2015.Komunikasi Antarpersonal edisi pertama.Jakarta:Kencana
Muhith, Abdul.2015.Pendidikan Keperawatan Jiwa.Jakarta:CV Andi Offset
Nurhalimah, Ns. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan ―Keperawatan
Jiwa‖. Jakarta : Kemenkes RI Pusdik SDM Kesehatan Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan SDA Kesehatan
Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Zaini, Mad.2019.Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial di Pelayanan
Klinis dan Komunitas.Yogyakarta:Deepublish
Stuart GW, Sundeen, 1995. Principles and practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St. Louis Mosby Year Book.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 105


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 106
BAB 11
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN
KEHILANGAN

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 104


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 105
BAB 11
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KEHILANGAN
Ns. TitikSumiatin, S.kep.,M.Kep

PENDAHULUAN
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan
kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup
seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum
berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat
disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang
bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan
berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses
ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat
apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri
tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada
informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno,
2004).
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Perawat berkerja sama dengan klien yang
mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat
membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur
mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika
klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang
sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang
serius.

INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan Konsep


Dasar Kehilangan
2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan Konsep
Berduka
3. Mahasiswa dapat memahami Proses Asuhan
Keperawatan pada pasien Kehilangan
MATERI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
POKOK KEHILANGAN
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar
kehilangan, konsep berduka dan proses asuhan keperawatan
pada pasien dengan kehilangan.

Konsep Dasar Kehilangan


Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan
klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan duka cita. Penting bagi
perawat memahami kehilangan dan duka cita. Ketika merawat klien dan keluarga,

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 106


parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-
perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh
perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian
(Potter & Perry, 2005).

KONSEP KEHILANGAN
1. Definisi
Loss atau kehilangan adalah kenyataan situasi yang mungkin
terjadi dimana sesuatu yang dihadapi yang dinilai terjadi perubahan tidak
lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang.
Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak
ada, misalnya kematian orang yang dicintai atau bias pemutusan
hubungan kerja (PHK)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:


a. Arti dari kehilangan
b. Sosial budaya
c. kepercayaan / spiritual
d. Peran seks/jenis kelamin
e. Status social ekonomi
f. kondisi fisik dan psikologi individu.

3. Faktor presdisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan


Faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan adalah
genetik, kesehatan fisik, kesehatan jiwa, pengalaman masa lalu
(Suliswati, 2005).
a. Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap
optimistik dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk
menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stres yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang sedang mengalami gangguan
fisik.
c. Kesehatan jiwa/mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama mempunyai
riwayat depresi, yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya,
pesimistik, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya
sangat peka terhadap situasi kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna di masa
kanak-kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi kehilangan di masa dewasa.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 107


4. Dampak kehilangan
Uliyah dan Hidayat (2011) mengatakan bahwa kehilangan pada
seseorang dapat memiliki berbagai dampak, diantaranya pada masa anak-
anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang,
kadang- kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk
ditinggalkan atau dibiarkan kesepian. Pada masa remaja atau dewasa
muda, kehilangan dapat terjadi disintegrasi dalam keluarga, dan pada
masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat
menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup
orang yang ditinggalkan.

5. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
a. Kehilangan aktual atau nyata. Kehilangan ini sangat mudah dikenal
atau diidentifikasi oleh orang lain, seperti hilangnya anggota tubuh
sebahagian, amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di
cintai.
b. Kehilangan persepsi. Kehilangan jenis ini hanya dialami oleh
seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang
yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian
dan kebebasannya menjadi menurun.

6. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 jenis kehilangan, yaitu:
a) Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, dan sangat bermakna
atau orang yang berarti merupakan salah satu jenis kehilangan yang
paling mengganggu dari tipe-tipe kehilangan. Kematian pasangan
suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar
biasa dan tidak dapat ditutupi.
b) Kehilangan yang ada pada diri sendiri (lossofself) Bentuk lain
kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang, meliputi
kehilangan perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kehilangan
kemampuan fisik dan mental, serta kehilangan akan peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c) Kehilangan objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya
kehilangan benda milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang
atau pekerjaan. Kedalaman berduka tergantung pada arti dan kegunaan
benda tersebut.
d) Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal diartikan dengan
terpisahnya individu dari lingkungan yang sangat dikenal. Misalnya
pindah ke kota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan
proses penyesuaian baru.
e) Kehilangan kehidupan/ meninggal Seseorang dapat mengalami mati
baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang di
sekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespon berbeda tentang kematian.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 108


7. Rentang Respon Kehilangan
Denial —–>Anger —–>Bergaining ——> Depresi ——
>Acceptance
a. Fase denial
Merupakan reaksi pertama pada fase ini adalah syok, tidak
mempercayai kenyataan, biasanya individu mengatakan itu tidak
mungkin, saya tidak percaya itu terjadi .
 Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
b. Fase anger / marah
Individu mulai menyadari akan kenyataan yang terjadi, timbul
respon marah diproyeksikan pada orang lain .
 Reaksi fisik yang timbul adalah; muka merah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal, serta perilaku agresif.
c. Fase bergaining / tawar- menawar.
 Reaksi ungkapan secara verbal pada fase ini adalah; kenapa harus
terjadi pada saya ?, kalau saja yang sakit bukan saya, seandainya
saya hati-hati .
d. Fase depresi
Menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
 Reaksi individu menolak makan, mengeluh sulit tidur, letih,
dorongan libido menurun. 5
e. Fase acceptance
Pikiran pada objek yang hilang mulai berkurang.
 Reaksi ungkapan verbal pada fase ini adalah‖ apa yang dapat saya
lakukan agar saya cepat sembuh, ya, akhirnya saya harus operasi‖

8. Tanda dan Gejala


Gejala yang timbul pada pasien dengan kehilangan antara lain:
a) Adaptasi terhadap kehilangan yang tidak berhasil
b) Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
c) Reaksi emosional yang lambat
d) Tidak mampu menerima pola kehidupan yang normal

Tanda yang mungkin dijumpai pada pasien kehilangan antara lain:


a) Isolasi sosial atau menarik diri
b) Gagal untuk mengembangkan hubungan/ minat-minat baru
c) Gagal untuk menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan

KONSEP BERDUKA
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum
berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Berduka merupakan
respon emosi terhadap kehilangan yang dimanifestasikan dengan adanya perasaan
sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
KONSEP BERDUKA
1) Pengertian
Dukacita adalah proses kompleks yang normal yang mencakup
respon dan perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 109


individu, keluarga, dan komunitas menghadapi kehilangan aktual,
kehilangan yang diantisipasi, atau persepsi kehilangan dalam kehidupan
pasien sehari-hari.
Berduka merupakan respon emosi terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan dengan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak
nafas, susah tidur, dan lain-lain. NANDA membagi menjadi dua tipe
berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi merupakan suatu status pengalaman individu
dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Sedangkan berduka disfungsional adalah suatu status individu
dalam merespon suatu kehilangan dimanarespon kehilangan dibesar-
besarkan pada saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Berduka merupakan suatu reaksi psikologis sebagai respon
kehilangan sesuatu yang dimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku
emosi, fisik, spiritual, sosial, maupun intelektual seseorang. Berduka
sendiri merupakan respon yang normal yang dihadapi setiap orang dalam
menghadapi kehilangan yang dirasakan.

2) Tanda dan gejala berduka


Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan
gejala yang sering terlihat pada individu yang sedang berduka. Buglass
(2010) ada empat jenis reaksi, meliputi:
a. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah,
kecemasan, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa,
kerinduan.
b. Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan
cahaya, mulut kering, kelemahan.
c. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah
lupa, tidak sabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,
ketidaktegasan.
d. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan,
penarikan sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis.

3) Fase-Fase Berduka
Proses berduka menurut Engel (1964) mempunyai beberapa fase yang
dapat
a) Fase I (shock dan tidak percaya)
Individu yang berada pada fase ini sering kali menolak menerima
kenyataan akan kehilangan yang dialami. Individu mungkin menarik
diri dari lingkungan sekitar, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan.
Reaksi fisik yang timbul pada fase ini adalah pingsan, diaporesis,
mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan
kelelahan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 110


b) Fase II (berkembangnya kesadaran)
Individu mulai merasakan adanya kehilangan secara nyata/akut dan
mungkin mengalami putus asa, marahan, perasaan bersalah, frustasi,
depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
c) Fase III (restitusi)
Individu berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan
yang hampa/kosong, pada fase ini individu kehilangan masih tetap
tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang
bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
d) Fase IV
Individu mulai menekan seluruh perasaan yang negatif dan
bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat
menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum.
e) Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari. Pada fase ini individu harus
mulai menyadari arti kehilangan. Sehingga pada fase ini diharapkan
seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.

Fase berduka menurut kubler rose :


1. Fase penyangkalan (Denial)
Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap kehilangan
atau individu tidak percaya.menolak atau tidak menerima kehilangan
yang terjadi.pernyataan yang sering diucapkan adalah ― itu tidak
mungkin‖ atau ― saya tidak percaya‖ .seseorang mungkin mengalami
halusinasi,melihat orang yang meninggal tersebut berada di tempat
yang biasa digunakan atau mendengar suaranya. Perubahan fisik: letih,
pucat, mual,diare ,gangguan pernafasan , lemah ,detak jantung cepat,
menangis, gelisah .
2. Fase marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan individu menunjukkan perasaan marah pada diri
sendiri atau kepada orang yang berada dilingkungan nya.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini antara lain,muka
merah,nadi cepat,susah tidur,tangan mengepal,mau memukul,agresif.
Fase tawar menawar (bergaining) Individu yang telah mampu
mengekspresikan rasa marah akan kehilangan nya ,maka orang tersebut
akan maju ketahap tawar menawar dengan memohon kemuraha
TUHAN,individu ingin menunda kehilangan dengan
berkata‖seandainya saya hati-hati‖ atau ―kalau saja kejadian ini bisa
ditunda. Maka saya akan sering berdoa‖.
3. Fase depresi
Individu berada dalam suasana berkabung,karena kehilangan
merupakan keadaan yang nyata, individu sering menunjukkan sikap
menarik diri,tidak mau berbicara atau putus asa dan mungkin sering
menangis.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 111


4. Fase penerimaan (acceptance)
Pada fase ini individu menerima kenyataan kehilangan,misalnya
: ya,akhirnya saya harus di operasi, apa yang harus saya lakukan agar
saya cepat sembuh,tanggung jawab mulai timbul dan usaha untuk
pemulihan dapat lebih optimal. Individu yang masuk pada fase
penerimaan atau damai, maka ia dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilangan nya secara tuntas.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KEHILANGAN DAN


BERDUKA
Sering kali Anda mendengar pasien mengatakan saya merasa sendiri didunia
ini suster saya tidak mampu berbuat apa-apa suster. Saya telah gagal suster karena
kecacatan ini. bagaimana saya harus melanjutkan hidup ini suster. Bila Anda
menemukan kasus diatas, diagnosa apa yang terlintas dalam benak Anda, benar
sekali pasien Anda mengalami kehilangan. Setelah Anda mengetahui diagnosis
pasien, tentu Anda harus melakukan intervensi keperawatan agar pasien Anda
mengetahui cara-cara untuk mengatasi kehilangan.
1. Pengkajian
Pengkajian klien dengan kehilangan dan berduka dapat dilakukan
melalui observasi dan wawancara oleh perawat. Hasil observasi didapatkan
bahwa klien sering mengungkapkan adanya kehilangan, menangis, gangguan
tidur, kehilangan nafsu makan, dan sulit konsentrasi.
Hasil pengkajian didapatkan data yaitu:
 Perasaan sedih, menangis
 Perasaan putus asa, kesepian
 Mengingkari kehilangan
 Kesulitan mengekspresikan perasaan
 Konsentrasi menurun
 Kemarahan yang berlebihan
 Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
 Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
 Reaksi emosional yang lambat
 Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

2. Analisa Data dan Rumusan Masalah


Anda tentunya masih ingat bagaimana cara melakukan analisis data dan
merumuskan masalah!. Setelah data dikumpulkan Anda dapat langsung
mengelompokkan data (subyektif dan obyektif) dan merumuskan masalah
keperawatan.
Tabel 4.1Analisis Data dan Masalah Keperawatan
No. Data Masalah
Subjektif : Kehilangan
Objektif :
- Pasien merasa tidak bisamelupakan kehilangan
1.
suaminya akibat tsunami
- Pasien terus menangis / mengingat suaminya
- Pasien marah-marah
- TD : 130/90 mmHg, P: 20 x/menit, N: 90 x/menit

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 112


3. Menegakkan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa kehilangan dan berduka yang menjadi core problem klien,
akan mengakibatkan munculnya masalah kesehatan jiwa dan psikososial
lainnya seperti isolasi sosial, perilaku kekerasan, defisit perawatan diri.
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan Anda dapat melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a) Menyimpulkan core problem (masalah utama) merupakan prioritas
masalah dari beberapa masalah yang dimiliki pasien.
b) Menghubungkan core problem sesuai dengan masalah lain dan sesuai
dengan daftar masalah.
c) Menegakkan diagnosa keperawatan jiwa berdasarkan prioritas
d) Menyusun diagnosa berdasarkan prioritas diagnosa dengan ‖core problem
‖ sebagai etiologinya.

Pohon masalah

Harga diri Rendah Efek

Masalah Utama
Kehilangan
Disfungsional CAUSA

Kematian suami

Gambar 4.1 Pohon Masalah Kehilangan

4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan pada pasien kehilagan bertujuan agar pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya dengan perawat
b) Mengenali peristiwa kehilangan yang dialami Pasien
c) Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya
d) Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya
e) Memanfaatkan faktor pendukung

Sedangkan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien agar tujuan


berhasil adalah:
a. Membina hubungan saling percaya dengan Pasien
b. Berdiskusi mengenai kondisi Pasien saat ini (kondisi pikiran, perasaan,
fisik, sosial, dan spiritual sebelum/ sesudah mengalami peristiwa
kehilangan dan hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa
kehilangan yang terjadi).
c. Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami
 Cara verbal (mengungkapkan perasaan)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 113


 Cara fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik)
 Cara sosial (sharing melalui kelompok)
 Cara spiritual (berdoa, berserah diri)
d. Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia untuk
saling memberikan pengalaman dengan seksama.
e. Membantu Pasien memasukkan kegiatan dalam jadual harian.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di Puskesmas
Tindakan keperawatan untuk keluarga:
Tindakan keperawatan terhadap keluarga pada keluarga bertujuan agar
keluarga mampu:
 Mengenal masalah kehilangan dan berduka.
 Memahami cara merawat Pasien berduka berkepanjangan.
 Mempraktikkan cara merawat Pasien berduka disfungsional
 Memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat

Sedangkan tindakan keperawatan yang dilakukan agar tujuan keperawatan


berhasil adalah:
a) Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka dan
dampaknya pada Pasien.
b) Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami
oleh Pasien
c) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat Pasien dengan berduka
disfungsional
d) Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan yang dialami oleh
Pasien

5. Evaluasi
Evaluasi intervensi keperawatan dilakukan pada klien dan keluarga.
Evaluasi pada klien meliputi kemanpuan dalam Mengungkapkan perasaan
kehilangannya, kemampuan mengungkapkan realita kehilangan. Dan
kemampuan berpartisipasi dalam merencanakan kehidupannya. Evaluasi pada
keluarga dilakukan untuk mengetahui kemampuan mengenal masalah
berduka, menunjukkan cara merawat klien dan kemampuan merujuk klien
Keberhasilan tindakan keperawatan tampak dari kemampuan pasien untuk
a) Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat
b) Mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami Pasien
c) Memahami dan menerima hubungan antara kehilangan yang dialami
dengan keadaan dirinya
d) Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya
e) Memanfaatkan faktor pendukung

6. Kriteria Pasien Pulang


Berikut ini adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan pasien pulang,
yaitu .
 Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses
berduka yang
normal dan perilaku yang berhubungan dengan tiap-tiap tahap.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 114


 Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka
dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga
konsep kehilangan secara jujur.
 Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-
perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan
mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
7. Dokumentasi
Dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses
keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, implementasi tindakan keperawatan, dan evaluasi.
TES 1
1) Berikut adalah tanda dan gejala kehilangan kecuali….
A. Menyangkal yang berkepanjangan
B. Tidak mampu menerima pola kehidupan yang normal
C. Aktif dilingkungan social untuk melupakan kehilangan yang dialami
D. Gagal untuk mengembangkan hubungan/ minat-minat baru
E. Gagal untuk menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan

2) Pasien mengatakan‖ sekarang saya sudah dapat menerima kehilangan suami


saya suster, mungkin inilah jalan terbaik buat suami saya suster.‖semoga
suami saya mendapatkan tempat yang terbaik di sisiNya. Ungkapan tersebut
menandakan bahwa pasien sudah mampu….
A. Mengenali peristiwa kehilangan yang dialami Pasien
B. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya
C. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya
D. Memanfaatkan faktor pendukung
E. Membina hubungan saling percaya

3) ―Apakah dengan melakukan kegiatan keagamaan seperti berdoa, ibu dapat


lebih tenang dalam menerima kehilangan ini‖. Benar suster ―dengan
mendekatkan diri kepada Tuhan saya menjadi lebih tenang setelah kehilangan
keluarga saya‖ Upaya yang dilakukan petugas kesehatan untuk membantu
pasien mengatasi kehilangan merupakan upaya dalam hal….
A. Verbal (mengungkapkan perasaan)
B. Fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik)
C. Sosial (berbagi dengan teman)
D. Spiritual (berdoa, berserah diri)
E. Non verbal

4) Pasien diajarkan untuk selalu bergaul dengan orang disekitarnya untuk


membantu mengurangi kehilangan yang dialami. Adalah cara dilakukan
melalui….
A. Verbal (mengungkapkan perasaan)
B. Fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik)
C. Sosial (berbagi dengan teman)
D. Spiritual (berdoa, berserah diri)
E. Non verbal

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 115


5) Keberhasilan tindakan keperawatan pada pasien kehilangan ditandai dengan
kemampuan pasien untuk ….
A. Mengungkapkan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal
dan perilaku yang berhubungan dengan tiap-tiap tahap berduka dan
kehilangan
B. Mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep
kehilangan secara berlebihan.
C. Menunjukkan perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan
dengan disfungsi berduka
D. Ketidakmampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari
secara mandiri.
E. Bergantung pada orang lain disekitar

6) Berikut adalah Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, kecuali :


A. Arti dari kehilangan
B. Sosial budaya
C. Harta warisan
D. Peran seks/jenis kelamin
E. Status social ekonomi

7) Kehilangan benda milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau


pekerjaan, termasuk jenis kehilangan ....
A. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
B. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (lossofself)
C. Kehilangan objek eksternal
D. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
E. Kehilangan kehidupan/ meninggal

8) Urutan Rentang Respon Kehilangan yang benar adalah....


A. Depresi —— > Acceptance —–> Denial —–>Anger —–>Bergaining
B. Denial —–>Anger —–> Bergaining ——> Depresi —— >Acceptance
C. Denial —–>Anger —–> Depresi —— >Acceptance —–> Bergaining
D. Anger —–> Depresi —— > Denial —–> Acceptance —–> Bergaining
E. Denial —–> Depresi —— > Acceptance —–> Anger —–>Bergaining

9) Langkah awal untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien kehilangan


adalah ...
A. Pengkajian
B. Analisis Data
C. Menegakkan diagnosa keperawatan
D. Tindakan keperawatan
E. Dokumentasi
10) Bagaimana cara klien mengungkapkan adanya kehilangan, kecuali...
A. Perasaan sedih, menangis
B. Gembira, merasa bersemangat
C. Konsentrasi menurun
D. Ada perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
E. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 116


DAFTAR PUSTAKA

Buglass,E.2010.Grief and bereavement theories. Journal of Nursing


Standard,24,44-47. https://www.deepdyve.com/lp/royal-college-of-nursing-
ren/grief-and-bereavement-theories-QQmDzx0AW7.
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell
Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN -
Basic Course). Jakarta: EGC
NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
Potter& Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Stuart,G.W. (2009). Principlesand Practice of Psychiatric Nursing. 8th edition.
Missouri: Mosby
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,
Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri,
Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Zaini,Mad.2019.Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial di Pelayanan
Klinis dan Komunitas.Yogyakarta: Penerbit DEEPUBLISH (Grup
penerbitan CV Budi Utama)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 117


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 118
BAB 12
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN GANGGUAN
HARGA DIRI RENDAH

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 116


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 117
BAB 12
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
HARGA DIRI RENDAH

PENDAHULUAN
Salah satu gangguan jiwa yang ditemukan adalah gangguan konsep harga diri
rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan (Keliat, 1999). Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti
ini tidak segera ditanggulangi, sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang
lebih berat. Beberapa tanda-tanda harga diri rendah adalah rasa bersalah terhadap
diri sendiri, merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu, gangguan
hubungan sosial seperti menarik diri, percaya diri kurang, kadang sampai
mencederai diri (Townsend, 1998).
Peristiwa traumatic, seperti kehilangan pekerjaan, harta benda, dan orang yang
dicintai dapat meninggalkan dampak yang serius. Dampak kehilangan tersebut
sangat mempengaruhi persepsi individu akan kemampuan dirinya sehingga
mengganggu harga diri seseorang
INDIKATOR 1. Untuk mengetahui pengertian dari harga diri rendah
2. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari harga diri
rendah
3. Untuk mengetahui psikopatologi dari harga diri rendah
4. Untuk mengetahui rentang respon dari harga diri rendah
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari harga diri rendah
6. Untuk mengetahui sumber koping dari harga diri rendah
7. Untuk mengetahui mekanisme koping dari harga diri
rendah
8. Untuk mengetahui perilaku dari harga diri rendah
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari harga diri rendah
10. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada
harga diri rendah yang sesuai dengan prinsip 5 tahap
proses asuhan keperawatan: pengkajian,diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi
11. Mahasiswa dapat menjelaskan modul keperawatan pada
Harga Diri Rendah yang sesuai dengan prinsip 5 tahap
proses asuhan keperawatan: pengkajian, diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi

MATERI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


POKOK HARGA DIRI RENDAH
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar
Harga diri rendah dan proses asuhan keperawatan pada pasien
dengan harga diri rendah

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 118


A. KONSEP TEORI
2.1 PENGERTIAN HARGA DIRI RENDAH
Harga diri rendah adalah evaluasi negatif terhadap diri sendiri akan
kemampuan diri, yang disebabkan oleh perasaan yang merasa bahwa
dirinya tidak berharga, tidak berani dan merasa rendah diri yang
berkepanjangan. (keliat B.A,2011)
Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami
evaluasi negatif pada dirinya terhadap kemampuan diri. (Lynda Juall
Carpenito-Moyet, 2007), maksudnya ialah merasakan ketidak-
percayaan pada kemampuan yang ada pada dirinya (pesimis).
Sedangkan harga diri rendah situasional merupakan perkembangan
persepsi negatif tentang harga diri seseorang sehingga memunculkan
respons terhadap keadaan yang sedang dialaminya sekarang.
(Wilkinson, 2012)
Harga diri rendah merupakan evaluasi dan perasaan tentang diri
atau kemampuan diri yang negative terhadap diri sendiri, hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai tingkat
keberhasilan terhadap apa yang sedang ia inginkan. (Herman, 2011)
Berdasarkan pengertian diatas, dapat kita simpulkan bahwa: harga
diri rendah merupakan evaluasi terhadap perasaan negative dalam diri
sendiri tentang kepercayaan diri.
2.2 MANIFESTASI KLINIS
1. Data subjektif:
a. Perasaan tidak mampu
b. Rasa bersalah
c. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
d. Sikap negative pada diri sendiri
e. Sikap pesimis pada kehidupan
f. Keluhan sakit fisik
g. Pandangan hidup yang terpolarisasi
h. Menolak kemampuan diri sendiri
i. Mengungkapkan kegagalan diri sendiri
j. Ketidakmampuan menetukan tujuan
2. Data objektif:
a. Produktivitas menurun
b. Mengukur diri sendiri dan orang lain
c. Destruktif pada orang lain
d. Destruktif terhadap diri sendiri
e. Menolak diri secara sosial
f. Penyalahgunaan obat
g. Menarik diri dan realistis
h. Khawatir
i. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
j. Menunujukkan tanda depresi (susah tidur dan tidak nafsu
makan)
(Sudden & Stuart, 2006)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 119


2.4 PSIKOPATOLOGI HARGA DIRI RENDAH
Menurut stuart (2005) berbagai faktor menunjang terjadinya
perubahan dalam konsep diri seseorang yaitu :
a. faktor presdidposisi yang merupakan faktor pendukung harga diri
rendah meliputi:
- penolakan orang tua,
- harapan orang tua yang tidak realistis,
- kegagalan yang berulang kali,
- kurang mempunyai tanggung jawab personal,
- ketergantungan pada orang lain dari ideal diri yang tidak realistis,
- faktor yang mempengaruhi perfoma peran adalah peran gender,
tuntutan peran kerja, dan beberapa peran budaya.
- Faktor yang mempengaruhi pribadi meliputi ketidak percayaan orang
tua, tekanan diri kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
b. faktor presipitasi munculnya harga diri rendah trauma seperti
penganiayan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian
kejadian yang mengancam kehidupan dan ketegangan peran
berhubungan dengan peran posisi yang diharapkan dimana individu
mengalami frustasi.
Tanda dan gejala yang muncul pada gangguan konsep diri harga
diri rendah :
- mengkritik diri sendiri,
- hilangnya percaya diri dan harga diri,
- merasa gagal mencapai keinginan.
- Gangguan dalam sberhubungan,
- penurunan produktivitas, yang diarahkan pada orang lain,
- rasa bersalah,
- ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang
pesimis,
- adanya keluhan fisik,
- perasaan tidak mampu, muda tersinggung,
- menarik diri secara realitas penyalah gunaan zat dan menarik
diri secara sosial. (stuar & sundeen, 1995 ) melihat tanda dan
gejala diatas apabila tidak ditanggungi secara intensif sosial
(menarik diri) dan resiko terjadi amuk.
2.5 RENTANG RESPON

Keterangan : (Keliat, 2006)


1. Aktualisasi diri : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat
diterima.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 120


2. Konsep diri positif : apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif
maupun yang negative dari dirinya.
3. Harga diri rendah : individu cenderung untuk menilai dirinya negative
dan merasa lebih rendah dari orang lain.
4. Identitas kacau : kegagalan individu mengintegrasikan aspek-
aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek-aspek
psikososial kepribadian pasa masa dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi : perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
2.6 TANDA DAN GEJALA HARGA DIRI RENDAH
Menurut Stuart (2006) tanda- tanda klien dengan harga diri rendah
yaitu :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan
akibat tindakan terhadap penyakit
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Merendahkan martabat
d. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
e. Percaya diri kurang
f. Menciderai diri
2.7 SUMBER KOPING (stuart dan sundeen, 1998)
- Aktivitas olahraga dan aktivitas lain di luar rumah
- Hoby dan kerajinan tangan
- Seni yang ekspresif
- Kesehatan dan keperawatan diri
- Pekerjaan, vokasi, atau posisi
- Bakat tertentu
- Kecerdasan
- Imajinasi dan kreativitas
- Hubungan interpersonal

2.8 MEKANISME KOPING


A. Jangka pendek
- Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dri krisis
identitas (misal : konser musik, bekerja keras, menonton televisi
secara obsesif)
- Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara ( misal
: ikut serta dalam aktivitas sosial, agama, klub politik, kelompok,
atau geng )
- Aktivitas pertama mengautkan perasaan diri ( misal : olahraga
yang kompatitif, pencapaian akademik, konteks untuk
mendapatkan popolaritas menjadi kurang berarti dalam kehidupan
individu ( misal : penyalahgunaan obat )
B. Jangka panjang (stuart dan sundeen, 1998)
- Penutupan identitas : adopsi identitas premature yang diinginkan
oleh orang yang yang penting bagi individu tanpa

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 121


memperlihatkan keinginan aspirasi, dan potensi diri individu
tersebut.
- Identitas negative : asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat
diteriam oleh nilai dan harapan masyarakat.
Mekanisme perubahan ego :
1. Penggunaan fantasi
2. Disosiasi
3. Isolasi
4. Projeksi
5. Penggseran (displasment)
6. Peretakan (splitting)
7. Berbalik marah pada diri sendiri
8. Amuk
2.9 PERILAKU(stuart dan sundeen, 1998)
1. Mengkritik diri sendiri
2. Penurunan produktivitas
3. Destruktif yang diharapkan pada orang lain
4. Gangguan dalam berhubugan
5. Rasa penting yang berlebihan
6. Perasaan tidak mampu
7. Rasa bersalah
8. Mudah tersinggung atau marah berlebihan
9. Perasaan negative mengenai tubuhnya sendiri
10. Ketegangan peran yang dirasakan
11. Pandangan hidup pesimis
12. Penolakan terhadap kemampuan personal
13. Destruktif terhadap diri sendiri
14. Pengurangan diri
15. Menarik diri secara sosial
16. Menyalahgunaan zat
17. Menarik diri dari realitas
18. Khawatir

2.10 PENATALAKSANAAN
Menurut hawari (2001), tetapi pada gangguan jiwa
sizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan sehingga penderita
tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi
dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran
yang hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2
golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan
golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan
generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL (psikotropik
untuk menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol (mengobati
kondisi gugup). Obat yang termasuk generasi kedua misalnya,
Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk antipsikotik).
(Hawari,2001)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 122


b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita
bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain perawat dan
dokter. Maksudnya supaya iya tidak mengasingkan diri lagi
karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama. (Maramis , 2005)
c. Therapy kejang listrik (electro coevulsive therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui electrode yang dipasang satiu atau dua temples. Tidak
mempan dengan thrapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia
yang terapi neuroleptika oral atau injek, dosis terapi kejang
listrik 4-5 joule/detik.(maramis,2005).
d. Therapy modalitas
Terapi Modalitas Terapi modalitas/ perilaku merupakan
rencana pengobatan untuk skizofrenia yang ditunjukan pada
kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan
latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi
kelompok bagi skizofrenia biasnya memusatkan pada rencana
dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata. ( Eko
P,2014)

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN HARGA DIRI RENDAH

3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,
sosial dan spiritual. ( Keliat, Budi Ana, 1998 : 3 )
Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :
1. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang :
nama mahasiswa, nama panggilan, nama klien, nama panggilan
klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
Tanyakan dan catat usia klien dan No. RM, tanggal pengkajian dan
sumber data yang akan didapat.
2. Alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau
dirawat di rumah sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa
yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.
3. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa,
bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 123


atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.
4. Pemeriksaan fisik
a. Memeriksa tanda – tanda vital,
b. Tinggi badan, berat badan, dan
c. Tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
5. Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat
dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
- Citra tubuh (body image)
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai, rekasi klien terhadap bagian tubuh yang tidak
disukai dan bagian yang disukai
- Ideal diri (self ideal)
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi,
tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah,
harapan klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap
penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan
harapannya.
- Harga diri (self esteem)
Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi,
dampak pada klien dalam berhubungan dengan orang lain,
harapan, identitas diri tidak sesuai harapan, fungsi peran
tidak sesuai harapan, ideal diri tidak sesuai harapan,
penilaian klien terhadap pandangan / penghargaan orang
lain.
- Peran (self rool)
Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan /
kelompok masyarakat, kemampuan klien dalam
melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang terjadi
saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien
akibat perubahan tersebut.

c. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.

d. Status mental
1) Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki
apakah ada yang tidak rapi, kemampuan klien dalam
berpakaian, dampak ketidakmampuan berpenampilan baik /
berpakaian terhadap status psikologis klien.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 124


2) Pembicaraan
Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu – buru,
gagap, sering terhenti / bloking, apatis, lambat, membisu,
menghindar, tidak mampu memulai pembicaraan.
3) Aktivitas motorik
a. Lesu, tegang, gelisah
b. Agitasi : gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan
c. Tik : gerakan – gerakan kecil otot muka yang tidak
terkontrol
d. Grimasem : gerakan otot muka yang berubah – ubah yang
tidak terkontrol klien
e. Tremor : jari – jari yang bergetar ketika klien menjulurkan
tangan dan merentangkan jari – jari
f. Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang – ulang

4) Alam perasaan
a. Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan
b. Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas
c. Khawatir : objeknya belum jelas

6. Interaksi selama wawancara


a. Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara
b. Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara
dengan spontan

7. Isi fikir
a) Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya
b) Phobia : ketakutan yang patologis / tidak logis terhadap objek /
situasi tertentu
c) Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ tubuh
yang sebenarnya tidak ada
d) Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
e) Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya
melakukan hal – hal yang mustahil atau diluar kemampuannya.
f) Waham :
1) Agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang – ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
2) Somatik : keyakinan klien terhadap tubuhnya dan diucapkan
berulang – ulang tetapi tidak sesuai dengan keyakinan
3) Kebesaran : keyakinan klien yang berlebihan terhadap
kemampuannya dan diucapkan berulang – ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 125


8. Tingkat kesadaran
a. Orientasi : waktu, tempat dan orang
b. Jelaskan apa yang dikatakan klien saat wawancara
c. Memori :
1) Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat
kejadian lebih dari satu bulan
2) Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat
kejadian dalam minggu terakhir
3) Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat
kejadian yang baru saja terjadi
4) Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi
gangguan daya ingatnya
5) Tingkat konsenterasi
a) Mudah beralih : perhatian mudah berganti fari satu objek
ke objek lainnya
b) Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar
pertanyaan diulang karena tidak menangkap apa yang
ditanyakan atau tidak dapat menjelaskan kembali
pembicaraan

9. Aspek medis
Tulis diagnosa medis yang telah diterapkan oleh dokter,
tuliskan obat – obatan kliens aat ini, baik obat fisik, psikofarmaka,
dan terapi lain.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pohon Masalah

ISOLASI SOSIAL

HDR
CP

MEKANISE MEKANSE KOPING


KOPING INDIVIDU KELUARGA TIDAK
TIDAK EFEKTIF EFEKTIF
Diagnosa Keperawatan :

Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:


Harga diri rendah merupakan core problem (masalah utama). Apabila
harga diri rendah pasien tidak diintervensi akan mengakibatkan isolasi
sosial. Penyebab harga diri rendah pasien dikarenakan pasien memiliki
mekanisme koping yang inefektif dan dapat pula dikarenakan mekanisme
koping keluarga yang inefektif.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 126


3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Tindakan Keperawatan untuk PasienHarga Diri Rendah
Tujuan: Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Menilai kemampuan yang dapat digunakan
4) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
6) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya
Tindakan Keperawatan:
1) Membina hubungan saling percaya, dengan cara:
- Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
- Perkenalkan diri dengan klien: perkenalkan nama dan nama
panggilan yang Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama
panggilan pasienyang disukai.
- Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
- Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama
klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
- Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi.
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :
- Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian
yang negatif setiap kali bertemu dengan klien.
3) Membantu pasiendapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
- Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih
dari daftar kegiatan): buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan
saat ini.
4) Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan
daftar kegiatan yang dapat dilakukan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
- Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari.
- Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan klien.

3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan asuhan keperawatan oleh
perawat dan klien. Petunjuk dalam implementasi :
a. Intervensi dilakukan sesuai dengan rencana.
b. Keterampilam interpersonal, intelektual, tekhnikal dilakukan dengan
cermat dan efisien dalam situasi yang tepat.
c. Dokumentasi intrvensi dan respon klien. (Keliat, Budi Anna. 1998 :
15)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 127


3.4 EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tindakan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan
dari perencanaan tercapai dan evaluasi itu sendiri dilakukan terus menerus
melalui hubungan yang erat.
Evaluasi dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan terus menerus untuk
menilai hasil tindakan yang telah dilakukan.
b. Sumatif yaitu evaluasi akhir yang ditujukan untuk menilai
keberhasilan tujuan yang dilakukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP,
sebagai pola pikir:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan.
A :Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
masalah tetap atau muncul masalah baru atau data yang
kontradiktif dengan masalah yang ada.
P :Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkakn hasil analisa pada respon
klien.
Rencana tindak lanjut berupa :
1) Rencana teruskan, bila masalah tidak berubah.
2) Rencana dimodifikasi, jika masalah tetap, semua tindakan sudah
dijalankan tetapi hasil tidak memuaskan.
3) Rencana dibatalkan, jika ditemukan masalah baru dan bertolak
belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkkan.
4) Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan
diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi baru.

TEST
1. Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain disebut.....
a. Depersonalisasi
b. Harga diri rendah
c. Gangguan citra tubuh
d. Aktualisasi diri
e. Identitas kacau
2. Faktor predisposisi yang menyebabkan harga diri rendah sebagai
berikut….
a. Biologis, kultural, dan psikologis
b. Ekonomi, biologis, dan sosial budaya
c. Biologis, psikologis, dan sosial budaya
d. Biologis, psikologis, dan sosial ekonomi
e. Lingkungan, konsep diri, sosial budaya

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 128


3. Menurut kaliat B.A, 2011. perasaan tidak berharga, tidak berani dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri, merupakan pengertian dari…….
a. Harga diri situasional
b. Harga diri rasional
c. Gangguan harga diri rasional
d. Gangguan harga diri fungsional
e. Harga diri rendah
4. Menurut stuart 2006, tanda-tanda harga diri rendah meliputi sebagai
berikut, kecuali……
a. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
b. Kurang memahami diri sendiri
c. Merendahkan martabat
d. Percaya diri kurang
e. Menciderai diri
5. Contoh salah satu tanda gambaran klinis untuk mengetahui data subjektif
pasien dengan ciri harga diri rendah yang dapat ditemukan ialah…..
a. Merasa namanya dipanggil
b. Kebingungan
c. Selalu menyalahkan keadaan
d. Rasa bersalah
e. Memandang rendah manusia sekitar
6. Tanda dan gejala harga diri rendah yang dapat ditemukan melalui
observasi antara lain….
A. Peningkatan produktivitas
B. Pasien menatap lawan bicara saat berinteraksi (berbincang dengan
perawat)
C. Bicara lambat dengan nada suara lemah
D. Pasien mau membicarakan masalah yang sedang dihadapi.
7. Berikut adalah data subyektif yang Anda temukan pada pasiendengan
harga diri rendah….
A. Pasien mengatakan saya bodoh suster, saya tidak bisa apa-apa suster
B. Semua pekerjaan dapat saya kerjakan suster
C. Saya seorang presiden lo suster
D. Walaupun saya sakit jiwa suster tapi saya ini seorang pewaris kerajaan
Inggris
8. Tujuan asuhan keperawatan pada pasien dengan harga diri rendah
adalah….
A. Pasien mampu mengenal aspek positif dirinya
B. Pasien mampu berhubungan dengan orang lain secara bertahap
C. Pasien mampu mengontrol halusinasi
D. Pasien mampu mengontrol rasa marah

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 129


9. Bila tidak dilakukan tindakan keperawatan pada pasienharga diri rendah
dengan benar dan berkelanjutan, maka akan berakibat munculnya
diagnosa….
A. Isolasi Sosial:menarik diri
B. Waham
C. Perilaku kekerasan
D. Mencederai diri dan orang lain
E. Halusinasi
10. Harga diri rendah umumnya disebabkan karena:
A. Harga diri rendah
B. Kegagalan
C. Perilaku kekerasan
D. Defisit perawatan diri
E. Halusinasi

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 130


DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and


Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-BlackwelL
Keliat, B.A, 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC
Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas(CMHN -
Basic Course). Jakarta: EGC
Kementrian Kesehatan RI. 2016. Keperawatan Jiwa : KEMENKES RI.
JAKARTA: Balitbang Kemenkes RI
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina.2009.Asuhan Keperawatan
Jiwa.Jogjakarta:Nuha Medika Press.
Stuart & Laraia , 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta :
EGC
Stuart, G.W., & Laraia, M.T (2009). Principle and practice of psyciatric nursing
9th ed. St Louis : Mosby year book
Stuart,GW & Sunden, SJ, 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Tim Jiwa Prodi DIII Keperawatan Kampus Tuban. Modul Keperawatan Jiwa :
TUBAN: Tim Jiwa Prodi DIII Keperawatan Kampus Tuban Poltekkes
Surabaya

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 131


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 132
BAB 13
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN ISOS

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 130


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 131
BAB 13
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ISOS

1. PENDAHULUAN
Isolasi Sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang
mengalami ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang
lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan
perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk
mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi
diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri
juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan
emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan
yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998).
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain (Townsend
M.C. dalam Muhith A, 2015). Sedangkan, penarikan diri atau withdrawal
merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian ataupun minatnya
terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau
menetap (Depkes RI, dalam Muhith A, 2015). Jadi menarik diri adalah keadaan
dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan dan
menghindari interaksi dengan orang lain secara langsung yang dapat bersifat
sementara atau menetap.

INDIKATOR : a. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi ISOS


b. Mahasiswa dapat memahami rentang respon
sosial
c. Mahasiswa dapat menyebutkan masalah ISOS
d. Mahasiswa dapat menyebutkan penyebab ISOS
e. Mahasiswa dapat memahami skala penilaian
ISOS
f. Mahasiswa dapat menyebutkan faktor-faktor
yang mempengarui ISOS
g. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan
keperawatan pada upaya ISOS yang sesuai
dengan prinsip 5 tahap proses asuhan
keperawatan: pengkajian,diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi
h. Mahasiswa dapat menjelaskan modul
keperawatan pada ISOS yang sesuai dengan
prinsip 5 tahap proses asuhan keperawatan:
pengkajian, diagnosis, perencanaan,
implementasi dan evaluasi
MATERI POKOK ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH
DIRI
Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian, Intervensi,
Implementasi, dan evaluasi Keperawatan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 132


TOPIK 1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ISOS

A. Konsep Dasar ISOS


1. Definisi
Isolasi sosial adalah merupakan keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Pasien isolasi sosial mengalami gangguan dalam
berinteraksi dan mengalami perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain
disekitarnya , lebih menyukai berdiam diri , mengurung diri dan menghindar dari
orang lain .(Yosep,Sutini.2014)

2. Rentang Respon Sosial


Rentang respon sosial menurut (Gail W. Stuart ; 2006 ) adalah :

Respons adaptif Respons maladaptif


Menyendiri
Manipulasi Menarik diri
Otonomi Ketergantungan
Implusif
Kebersamaan
Narkisisme
Saling ketergantungan

Keterangan rentang respons:

3. Respons adaptif adalah respons yang diterima oleh norma sosial dan
kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas
normal. Adapun respons adaptif tersebut:
a. Menyendiri
Respons yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan
di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri
dan menentukan langkah berikutnya.
b. Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-
ide individu.
c. Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal di mana individu
tersebut mampu untuk memberi dan menerima.
d. Saling Ketergantungan
Saling ketergantungan individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal.
4. Respon maladatif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma – norma sosial
dan kebudayaan suatu tempat. Karakteristik dari perilaku maladatif
tersebut adalah sebagai berikut :

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 133


1) Kesepian
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina
hubungan secara terbukakepada orang lain.
2) Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lainuntuk mencari ketenangan sementara
waktu.
3) Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan
yang dimiliki.
4) Manipulasi
Orang lain diperlakukan seperti objek, hubungan terpusat pada
masalah pengendalian, berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan,
bukan berorientasi pada orang lain.
5) Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, penilaian yang buruk, tidak dapat diandalkan.
6) Narkisisme
Harga diri yang rapuh secara terus-menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, sikap egoisentris, pencemburuan, marah jika
orang lain tidak mendukung.

5. Etiologi
Gangguan ini terjadi akibat adanya faktor predisposisi dan faktor
presipitasi. Kegagalan pada gangguan ini akan menumbulkan
ketidakpercayaan pada individu, menimbulkan ras pesimis, ragu, takut salah,
tidak percaya pada orang lain dan merasa tertekan. Keadaan yang seperti ini
akan menimbulkan dampak seseorang tidak ingin untuk berkomunikasi
dengan orang lain, suka menyendiri, lebih suka berdiam diri dan tidak
mementingkan kegiatan sehari-hari (Direja, 2011).
a. Faktor predisposisi
Menurut Stuart G.W & Lararia, M.T, (2011) ada beberapa faktor
predisposisi penyebab isolasi sosial, meliputi :
1) Faktor perkembangan
Sistem keluarga yang terganggu dapat berperan dalam perkembangan
respon sosial maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang
mengalami masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan
dirinya dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung
hubungan dengan pihak diluar keluarga.
2) Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal ini
akibat dari transiensi; norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang
produktif, seperti lanjut usia (lansia), orang cacat, dan penderita penyakit
kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan
sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 134


yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini.
3) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respons sosial maladaptif. Bukti
terdahulu menunjukkan keterlibatan neurotransmiter dalam
perkembangan gangguan ini, namun tetap diperlukan penelitian lebih
lanjut.
4) Faktor presipitasi
Menurut direja, (2011) ada beberapa faktor presipitasi isolasi sosial,
meliputi sebagai berikut:
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditinggalkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi
akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhnya kebutuhan
individu.

6. Tanda dan Gejala


Menurut Townsend, M.C, 1998 (dalam Muhith, A. 2015), tanda dan
gejala isolasi sosial meliputi :
1. Kurang spontan.
a. Apatis (acuh tak acuh terhadap lingkungan).
b. Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih).
c. Afek tumpul
d. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
e. Tidak ada atau kurang terhadap komunikasi verbal.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain.
g. Mengisolasi diri (menyendiri)
h. Kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya.
i. Asupan makan dan minuman terganggu.
j. Aktivitas menurun.
k. Rendah diri
B. Proses Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian pasienisolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan
observasi kepada pasiendan keluarga.
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dengan wawancara, melelui
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?
b. Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa
yang Anda rasakan? Apakah Anda merasa nyaman ?
c. Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda
(keluarga atau tetangga)?
d. Apakah Anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 135


punya siapa anggota keluarga dan teman dekatnya itu?
e. Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan Anda? Bila
punya siapa anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
f. Apa yang membuat Anda tidak dekat dengan orang tersebut?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasi adalah
sebagai berikut:
1. Pasienbanyak diam dan tidak mau bicara
2. Pasienmenyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
3. Pasientampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
4. Kontak mata kurang
Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu
berobat pasiendi puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian
sebagai berikut:

mengatakan malas berbicara dengan orang lain.

a. Diagnosis Keperawatan Isolasi Sosial


Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala Isolasi
sosial yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala isolasi
sosial, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:
POHON MASALAH

Efek

Causa
Harga Diri Rendah

Gambar 5.3 Pohon Masalah pada Pasien dengan Isolasi Sosial


Berdasarkan Gambar 5.3 dapat dijelaskan sebagai berikut: Masalah utama (Core
Problem)pada gambar diatas adalahisolasi sosial. Penyebab pasien mengalami isolasi
sosial dikarenakan pasien memiliki harga diri rendah. Apabila pasien isolasi sosial
tidak diberikan asuhan keperawatan akan mengakibatkan gangguan sensori persepsi
halusinasi.
a. Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial
Tindakan keperawatan pada isolasi social, dilakukan terhadap pasiendan
keluarga. Saat melakukan pelayanan di poli kesehatan jiwa di Puskesmas atau
kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui
klien.
Bersama keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasiendan
keluarga. Setelah itu, perawat menemui pasienuntuk melakukan pengkajian dan
melatih cara untuk mengatasi isolasi sosial yang dialami klien.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 136


Setelah perawat selesai melatih klien, maka perawat kembali menemui
keluarga dan melatih keluarga untuk merawat klien, serta menyampaikan hasil
tindakan yang telah dilakukan terhadap pasiendan tugas yang perlu keluarga
lakukan yaitu untuk membimbing pasienmelatih kemampuan mengatasi isolasi
sosial yang telah diajarkan oleh perawat.
Tindakan Keperawatan Untuk PasienIsolasi Sosial
Tujuan : Pasienmampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menyadari isolasi sosial yang dialaminya
c. Berinteraksi secara bertahap dengan anggota keluarga dan lingkungan
sekitarnya
d. Berkomunikasi saat melakukan kegiatan rumah tangga dankegiatan sosial
Tindakan Keperawatan:
1. Membina hubungan saling percayadengan cara:
a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien
b. Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai
pasien
c. Menanyakan perasaan dan keluhan pasiensaat ini
d. Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
e. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
f. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
g. Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan

2. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial


a. Tanyakan pendapat pasiententang kebiasaan berinteraksi dengan orang
lain
b. Tanyakan apa yang menyebabkan pasientidak ingin berinteraksi
dengan orang lain
c. Diskusikan keuntungan bila pasienmemiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka
d. Diskusikan kerugian bila pasienhanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
e. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien

3. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap


a. Jelaskan kepada pasiencara berinteraksi dengan orang lain
b. Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
c. Beri kesempatan pasienmempraktekkan cara berinteraksi dengan orang
lain yang dilakukan di hadapan Perawat
d. Bantu pasienberinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
e. Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 137


1. Evaluasi Kemampuan Pasiendan Keluarga
a. Evaluasi kemampuan pasienisolasi sosial berhasil apabila pasiendapat:
1. Menjelaskankebiasaan keluarga berinteraksi dengan klien.
2. Menjelaskanpenyebabpasientidak mau berinteraksi dengan orang lain.
3. Menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
4. Menyebutkan kerugian tidak bergaul dengan orang lain.
5. Memperagakan cara berkenalan dengan orang lain,dengan perawat,
keluarga, tetangga.
6. Berkomunikasi dengan keluarga saat melakukan kegiatan sehari-hari
7. Berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial
8. Menyampaikan perasaan setelah interaksi dengan orang tua.
9. Mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain.
10. Merasakan manfaat latihan berinteraksi dalam mengatasi isolasi
sosial
b. Evaluasi kemampuan keluarga dengan pasien isolasi sosial berhasil
apabila keluarga dapat:
1. Mengenal Isolasi sosial (pengertian, tanda dan gejala, dan
proses terjadinya isolasi sosial) dan mengambil keputusan
untuk merawat klien
2. Membantu pasienberinteraksi dengan orang lain
3. Mendampingi pasiensaat melakukan aktivitas rumah tangga dan
kegiatan sosial sambil berkomunikasi
4. Melibatkan pasienmelakukan kegiatan harian di rumah dan
kegiatan sosialisasi di lingkungan
5. Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung pasienuntuk meningkatkan interaksi sosial
6. Memantau peningkatan kemampuan pasiendalam mengatasi Isolasi
sosial
7. Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh
dan melakukan rujukan
2. Dokumentasi
Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan
dengan pasiendan keluarga. Berikut contoh pendokumentasian asuhan
keperawatan isolasi sosial pada kunjungan kedua.Pendokumentasian
dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasiendan keluarga.
Berikut contoh pendokumentasian asuhan keperawatan isolasi sosial pada
kunjungan kedua

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 138


Tabel 5.2 Dokumentasi Keperawatan

IMPLEMENTASI EVALUASI

Tgl….bulan….tahun…jam…
S: Klien
Data pasiendan kemampuan : Pasien mengatakan senang dapat
Pasienmengatakan masih malu bercakap- berbicara dengan anaknya saat masak dan
cakap dengan orang lain. Sudah mencoba mencuci piring Pasien mengatakan senang
latihan bercakap-cakap dengan adiknya kenal dengan 2 orang kader kesehatan
saat adiknya datang kerumahnya. Sudah
kenalan dengan satu orang tetangga baru. S Keluarga
Keluarga mentakan senang
Data keluarga dan kemampuan mendampingi pasienmemasak, mencuci
Keluarga mengatakan sudah lebih faham piring, dan berkenalan dengan kader
dengan masalah ibunya yang sulit bergaul
dengan orang lain, sudah mendampingi O:klien
orang tuanya bercakap- cakap dengan tamu Pasien mampu berkenalan dengan 2 orang
dan tetangga. kader dengan sikap tubuh dan verbal
yang sesuai.
DK: Pasienmampu bertanya dan menjawab
Isolasi Sosial pertanyaan anaknya saat memasak dan
mencuci piring
Intervensi:
Tindakan pada klien: O : Keluarga
1) Melatih pasien berbicara saat melakukan Keluarga mampu mendampingi pasiensaat
melakukan kegiatan, tampak semangat,

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 139


IMPLEMENTASI EVALUASI

kegiatan memasak dan cuci piring memberikan stimulus pada pasien saat
bersama . berinteraksi.
2) Melatih pasien berkenalan dengan 2
orang kader kesehatan jiwa
A: Isolasi Sosial mulai teratasi
Tindakan pada keluarga:
a. Menjelaskan kegiatan rumah yang P:
dapat dilakukan pasien sambil Klien
bercakap-cakap, melatih keluarga Latihan berkenalan dengan 2 orang
membimbing pasien berbicara, tetangga yang belum dikenal
memberikan pujian Melakukan percakapan saat memasak
RTL: dan cuci piring setiap hari
Klien: Keluarga:
Melatih berbicara saat melakukan kegiatan Mendampingi pasienberkenalan dengan 2
harian lain (2 kegiatan) Melatih pasien tetangga lain
berbicara dengan 4- 5 orang Terus mendampingi pasien dalam
Keluarga: melakukan kegiatan memasak, mencuci
Menjelaskan cara melatih klien bercakap- sambil berkomunikasi
cakap dan melakukan kegiatan sosial
berbelanja, dan melatih keluarga
mendampingi pasien berbelanja

Latihan
1. Yang tidak termasuk tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui
observasi adalah sebagai berikut:
a) Pasien banyak bicara
b) Pasienmenyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
c) Pasien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
d) Kontak mata kurang

2. Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dengan wawancara, melelui
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a) Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?
b) Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa
yang Anda rasakan? Apakah Anda merasa nyaman ?
c) Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda
(keluarga atau tetangga)?
d) Semua benar

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 140


3. Tujuan Tindakan keperawatan pada isolasi social
1. Berinteraksi secara bertahap dengan anggota keluarga dan lingkungan
sekitarnya
2. Pasien mampu menyusun rencana masa depan atau kegiatan sehari-hari
yang positif
3. Pasien mampu melakukan kegiatan rencana masa depan yang telah
disusun
4. Pasien tetap aman dan selamat

4. Evaluasi kemampuan pasienisolasi sosial berhasil apabila pasiendapat


1. Mendampingi pasiensaat melakukan aktivitas rumah tangga dan kegiatan
sosial sambil berkomunikasi
2. Melibatkan pasienmelakukan kegiatan harian di rumah dan kegiatan sosialisasi
di lingkungan
3. Menjelaskanpenyebabpasientidak mau berinteraksi dengan orang lain
4. Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
pasienuntuk meningkatkan interaksi sosial

5. Evaluasi kemampuan keluarga dengan pasien isolasi sosial berhasil apabila


keluarga dapat:
a) Berkomunikasi dengan keluarga saat melakukan kegiatan sehari-hari
b) Membantu pasienberinteraksi dengan orang lain
c) Menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
d) Menyebutkan kerugian tidak bergaul dengan orang lain.

6. Keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama


sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mengalami gangguan dalam berinteraksi dan mengalami perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain disekitarnya , lebih menyukai berdiam diri ,
mengurung diri dan menghindar dari orang lain merupakan pengertian dari ...
a. Isolasi sosial
b. Sosialisasi
c. Malu
d. Strees
7. Yang termasuk proses terjadinya isolasi sosial
1. Faktor predisposisi
2. Faktor Sosial Budaya
3. Faktor Psikologis
4. Benar Semua

8. Rentang respon sosial menurut (Gail W. Stuart ; 2006 ) dibagi menjadi


berapa?
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 141


9. Respons yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan
di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan
menentukan langkah berikutnya disebut...
G. Otonomi
H. Menyendiri
I. Kebersamaan
J. Saling ketergantungan

10. Tanda dan gejala dibawah ini adalah,kecuali...


a. Kurang spontan.
b. Apatis (acuh tak acuh terhadap lingkungan).
c. Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih).
d. Percaya diri

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 142


DAFTAR PUSTAKA

Stuart dan Sundeen, 1998, Buku Keperawatan (alih bahasa) Achir Yani S.Hamid.
Edisi 3.Jakarta : EGC
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa( Teori dan Aplikasi).
Yogyakarta: Andi.
Yosep, H. I., dan Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance
Mental Health Nursing. Bandung: Refika Aditama.
Stuart, Gail W., 2006, Buku Saku Keperawatan Jiwa (Cetakan 1), Jakarta :EGC
Direja, A. H. S., (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 143


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 144
BAB 14
ASUHAN KEPERAWATAN
JIWA HALUSINASI

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 142


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 143
BAB 14
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI
Ns. Titik Sumiatin, S.kep.,M.Kep
PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa adalah keadaan sejahtera yang ditandai dengan perasaan
bahagia, keseimbangan, merasa puas, pencapaian diri dan harapan (Stuart, Keliat
& Pasaribu, 2016).
Berdasarkan Riskesdas (2018), prevalensi gangguan jiwa di Indonesia
pada tahun 2013 sebanyak 1,7 permil dan mengalami peningkatan pada tahun
2018 menjadi 7 per mil.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan persepsi sensori yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa (Keliat, Akemat, Helena&Nurhaeni, 2013).
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon
neurobiologis maladaptif. Klien sebenarnya mengalami distorsi sensori sebagai
hal yang nyata danmeresponnya (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016).
Oleh karena itu kita sebagai tenaga kesehatan yang nantinya memberikan
asuhan keperawatan yang profesional diharapkan mampu mengatasi hal ini dan
bisa meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat sehingga Indonesia menjadi
negara yang sehat jiwanya.
INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Halusinasi
2. Mahasiswa dapat memahami rentang respon
neurobiologis
3. Mahasiswa dapat menyebutkan masalah Halusinasi
4. Mahasiswa dapat menyebutkan penyebab Halusinasi
5. Mahasiswa dapat memahami skala penilaian
Halusinasi
6. Mahasiswa dapat menyebutkan faktor-faktor yang
mempengarui Halusinasi
7. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan
Halusinasi yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses
asuhan keperawatan: pengkajian,diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi
8. Mahasiswa dapat menjelaskan modul keperawatan
Halusinasi yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses
asuhan keperawatan: pengkajian, diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi

MATERI POKOK ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

TOPIK 1
KONSEP TEORI KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI
A. Definisi Halusinasi
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan
dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi.Ada lima jenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan dan perabaan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 144


B. Etiologi Halusinasi
Untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang halusinasi Marilah kita
belajar mengenai proses terjadinya halusinasi. Proses terjadinya halusinasi
dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi
stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
1) Faktor Biologis :
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
(herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktiflain (NAPZA).
2) Faktor Psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku
maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-
orang disekitar atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Sebahagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial
ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan
pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat
pendidikan yang rendah serta pernahmmengalami kegagalan dalam hubungan
sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan
adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak,
adanya riwayat kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
C. Rentang Respon
Rentang Respon Neurobiologis
Stuart and Laraia menjelaskan rentang respon neurobiologis pada pasien
dengan gangguan sensori persepsi halusinasi sebagai berikut:
Respon Adaptasi Respon Maladaptif

Pikiran logis Proses pikir kadang


terganggu ilusi Gangguan proses pikir
Persepsi akurat
Emosi Waham halusinasi
Emosi konsisten. berlebih/kurang.
Kerusakan proses emosi
Perilaku tidak Perilaku tidak sesuai.
Perilaku
sesuai,hubungan social terorganisir,isolasi
harmonis social.

Tahapan Halusinasi
Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan sebagai berikut:
1. Tahap I
Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien sedang. Pada tahap
ini halusinasi secara umum menyenangkan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 145


2. Tahap II
Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat berat dan
halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
3. Tahap III
Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien, pasien berada
pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi menguasai pasien.
4. Tahap IV
Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat ansietas
berada pada tingkat panik. Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan
saling terkait dengan delusi.
D. Jenis-jenis Halusinasi
Jenis halusinasi Data Obyektif Data Subyektif
Halusinasi 1. Bicara atau tertawa 1. Mendengar suara-suara
pendengaran sendiri. atau kegaduhan.
2. Mendengarkan 2. Mendengar suara yang
telinga kearah mengajak bercakap-
tertentu. cakap.
3. Menutup telinga. 3. Mendengar suara
menyuruh melakukan
sesuatu yang
berbahaya.
Halusinasi Penglihatan 1. Menunjuk-nunjuk kea 1. Melihat
rah tertentu. bayangan,sinar,
2. Ketakutan pada bentuk
sesuatu yang tidak geometris,bentuk
jelas. kartoon,melihat hantu
atau monster.
Halusinasi Penghidu 1. Mengisap-isap seperti 1. Membaui bau-bauan
sedag membaui bau- seperti bau
bauan tertentu. darah,urin,fases,kadang
2. Menutup hidung -kadang bau itu
menyenangkan.
Halusinasi Pengecap 1. Sering meludah 1. Merasakan rasa seperti
2. Muntah darah,urin atau fases.
Halusinasi 1. Menggaruk-garuk 1. Mengatakan ada
Perabaan permukaan kulit seranggan dipermukaan
kulit.
2. Merasa seperti
tersengat listrik.

E. Patofisiologi
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien
serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai
berikut:
a. Data Subyektif:
Pasien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 146


3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data Obyektif
4. Bicara atau tertawa sendiri
5. Marah-marah tanpa sebab
6. Mengarahkan telinga ke arah tertentu
7. Menutup telinga
8. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
9. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
10. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
11. Menutup hidung.
12. Sering meludah
13. Muntah

TOPIK 2
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI
a. Pengakajian
Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga.
Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan
dengan wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut :
a. Dari pengamatan saya sejak tadi, bapak/ibu tampakseperti bercakap-
cakap sendiri apa yang sedang bapak/ibu dengar/lihat?
b. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
c. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan?
d. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya?
e. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak
mengenakkan?
f. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat
bayangan tersebut?.
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi
sebagai berikut:
a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkan atau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup
telinga.
d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
f. Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 147


3.2 Diagnosa Keperawatan
contoh: Analisa data dan rumusan masalah
NO Data Masalah Keperawatan
1.  Data Objektif : Halusinasi
• Bicara atau tertawa sendiri
• Marah marah tanpa sebab
• Mengarahkan telinga ke posisi tertentu.
• Menutup telinga
e. Data Subjektif :
• Mendengar suara-suara atau kegaduhan
• Mendengar suara yang mengajak bercakap-
cakap
• Mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
a. Intervensi Keperawatan
b. Intervensi untuk Pasien Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi.
Tujuan: Pasien mampu:
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan
menghardik
3. Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat
4. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
5. Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari
Tindakan Keperawatan
a) Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
1. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien dan berkenalan
dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat sukai,
serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai pasien.
2. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
3. Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan asuhan
keperawatan.
4. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi.
5. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
6. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
b) Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi.
1. Tanyakan pendapat pasien tentang halusinasi yang dialaminya: tanpa
mendukung, dan menyangkal halusinasinya.
2. Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus,
perasaan,
3. respon dan upaya yang sudah dilakukan pasien untuk menghilangkan atau
4. mengontrol halusinasi.
c) Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi
Secara rinci tahapan melatih pasien mengontrol halusinasi dapat dilakukan
sebagai berikut:

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 148


1. Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, 6(enam) benar
minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti
membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju.
2. Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara menghardik, 6(enam)
benar minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah
seperti membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci
bajuyang dilakukan di hadapan Perawat.
3. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien.
4. Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan tindakan
keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus
menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan latihannya.
3.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah di lakukan untuk
pasien gangguan sensori persepsi halusinasi adalah sebagai berikut
a. Pasien mampu:
1) Mengungkapkan isi halusinasi yang dialaminya
2) Menjelaskan waktu dan frekuensi halusinasi yang dialami.
3) Menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi
4) Menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi
5) Menerapkan 4 cara mengontrol halusinasi:
a. Menghardik halusinasi
b. Mematuhi program pengobatan
c. Bercakap dengan orang lain di sekitarnya bila timbul halusinasi
d. Menyusun jadwal kegiatan dari bangun tidur di pagi hari sampai
mau tidur pada malam hari selama 7 hari dalam seminggu dan
melaksanakan jadwal tersebut secara mandiri.
6) Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan
halusinasi
b. Keluarga mampu:
1) Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien.
2) Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi melalui empat cara
mengontrol halusinasi yaitu menghardik, minum obat,cakap-cakap dan
melakukan aktifitas di rumah.
3) Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi.
Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
pasien. Menilai dan melaporkan keberhasilannnya merawat pasien.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 149


SOAL
1. Ada berapakah faktor penyebab terjadinya Halusinasi?
a. 3
b. 2
c. 5
d. 7
e. 8
2. Faktor Predisposisi penyebab terjadinya Halusinasi di bagi menjadi?
a. 3
b. 4
c. 6
d. 8
e. 10
3. Berapa tahapkah terjadinya Halusinasi?
a. 2 tahap
b. 5 tahap
c. 6 tahap
d. 10 tahap
e. 4 tahap
4. Pada tahap II pasien Halusinasi mengalami ansietas tingkat?
a. Tingkat ringan
b. Tingkat sedang
c. Tingkat berat
d. Tingkat sangat berat.
5. Ada berapa macam jenis gangguan jiwa Halusinasi?
a. 5 macam
b. 4 macam
c. 6 macam
d. 7 macam
6. Metode yang digunakan saat pengkajian pada pasien halusinasi adalah…..
a. Wawancara
b. Observasi
c. Observasi dan wawancara
d. Membaca riwayat kesehatan pasien
7. Untuk mengontrol pasien halusinasi ada ….. tahap
a. 4
b. 3
c. 5
d. 7
8. Saat pasien pasien mampu berinteraksi degan baik, kita sebagai perawat
memberikan….
a. Hadiah
b. Pujian
c. Cemooh
d. Mengabaikannya

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 150


9. Berikut merupakan bentuk distraksi yang dapat diajarkan perawat untuk
mencegah klien berhalusinasi, kecuali ….
a. Mengikuti kegiatan yang bermanfaat
b. Bercerita
c. Relaksasi
d. Mengasingkan diri
10. Berikut yang bukan aspek pada pengkajian klien dengan masalah
keperawatan halusinasi adalah….
a. Aspek ekonomi
b. Aspek fisik
c. Aspek medis
d. Aspek psikososial

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 151


DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2007. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta
: EGC

Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

Rusdi, Deden Dermawan. 2013. Keperawatan Jiwa Konsep Kerangka Kerja


Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publising

Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Nuha Medika

Jaya, Kusnadi. 2015. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Binapurna Aksara Publisher.


Yusuf, Ahmad. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 152


BAB 15
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 151


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 152
BAB 15
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN
Ns. Titik Sumiatin, S.kep.,M.Kep

PENDAHULUAN
Kekerasan merupakan suatu bentu perilaku agresi yang menyebabkan penderitaan
atau menyakiti orang lain, termasuk terhadap hewan atau benda-benda. Agresi
tidak selalu diekspresikan berupa tindak kekerasan menyerang orang lain,
agresivitas terhadap diri sendiri serta penyalahgunaan narkoba untuk melupakan
persoalan hingga tindakan bunuh diri juga merupakan suatu bentuk perilaku
agresi. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan
definisi ini, maka perilaku kekersan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan
secara verbal dan fisik.
INDIKATOR 1. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi perilaku kekerasan
: 2. Mahasiswa dapat memahami rentang respon protektif
3. Mahasiswa dapat menyebutkanmasalah perilaku kekerasan
4. Mahasiswa dapat menyebutkanpenyebab perilaku kekerasan
5. Mahasiswa dapat memahami skala penilaian perilaku
kekerasan
6. Mahasiswa dapat menyebutkan faktor-faktor yang
mempengarui perilaku kekerasan
7. Mahasiswa dapat menjelaskan
asuhankeperawatanpadaupaya perilaku kekerasan yang
sesuai dengan prinsip 5 tahap proses asuhan keperawatan:
pengkajian,diagnosis, perencanaan, implementasi dan
evaluasi
8. Mahasiswa dapat menjelaskan modul keperawatan pada
upaya perilaku kekerasan yang sesuai dengan prinsip 5
tahap proses asuhan keperawatan: pengkajian, diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi
MATERI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
POKOK PERILAKU KEKERASAN
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian, intervensi,
implementasi, dan evaluasi keperawatan
TOPIK 1
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PERILAKU
KEKERASAN
Konsep dasar keperawatan jiwa pada perilaku kekerasan meliputi: definisi, teori.
Rentang respon, faktor predisposisi, faktor presipitasi, mekanisme terjadinya
perilaku agresi, deteksi potensi agresi, gejala marah, mekanisme koping pada
perilaku kekerasan, dan asuhan keperawatan jiwa perilaku kekerasan yang terdiri
dari 5 tahap proses asuhan keperawatan yang terdiri dari 5 tahap proses asuhan
keperawatan (Abdul Muhith, 2015).

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 153


1. KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN
A. Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart
dan Sundeen, 1995) (Abdul Muhith, 2015).
B. Rentang Respon
Perasaan marah normal bagi tiap individu namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang
rentang respon adaptif dan maldaprif (Keliat, 1996) (Abdul Muhith, 2015).
Bagan : Rentang Respon Marah (Keliat, 1996)

Assertif Mengungkapk Karakter assertif sebagai berikut


an marah 1. Moto dan kepercayaan : yakin bahwa diri
tanpa sendiri berharga demikian juga orang lain
menyakiti , asertif bukan berarti selalu menang
melukai melainkan dapat menangani situasi secara
perasaan orang efektif, aku punya hak, demikian juga orang
lain , tanpa lain
merendahkan 2. Pola komunikasi : efektif, pendengar yang
harga diri aktif, menetapkan batasan dan harapan
orang lain mengatakan pendapat sebagai hasil observasi
bukan penilaian, mengungkapkan diri
secaara langsung dan jujur.memperhatikan
perasaan orang lain
3. Karakteristik : tidak menghakimi
mengamati sikap daripada menilainya.
Mempercayai diri sendiri dan orang lain.
Percaya diri memiliki kesadaran diri terbuka,
fleksibel dan akomodatif selera humor yang
baik. Mantap proaktif dan inisiatif.
4. Isyarat bahasa tubuh (Non – variable
cues)terbuka dan gerak gerik alami
alternative, ekspresi wajah yang menaarik,
ekspresi wajah yang menarik, kontak mata
langsung, percaya diri, volume suara yang
sesuai kecepatan bicara yang beragam.
Gaya Pendekatan yang harus dilakukan terhadap
komunikasi orang orang dengan karakteri asertif ini adalah :
dengan orang 1. Hargai mereka dengan mengatakan bahwa
asertif pandangan yang akan kita sampaikan barang
kali telah pernah dimiliki oleh mereka
sebelumnya

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 154


2. Sampaikan topic dengan rinci dan jelas
karena mereka adalah pendengar yang baik
3. Jangan membicarakan sesuatu yang bersifat
penghakiman karena mereka adalah orang
yang sangat menghargai setiap pendapat
orang lain
4. Berikan mereka kesempatan
untukmenyampaikan pokok pokok pikiran
dengan tenang dan runtun
5. Gunakan intonasi suara variatif karena
mereka menyukai hak ini
6. Berikan beberapa alternative jika
menawarkan sesuatu karena mereka tidak
suka sesuatu yang bersifat baku
7. Berbicalah dengan penuh percaya diri agar
daapat mengimbangi mereka
Frustasi Adalah Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman
respons yang dan kecemasan akibat dari ancaman tersebut
timbul akibat dapat menimbulkan kemarahan
gagal
mencapai
tujuan atau
keinginan
Pasif Sikap permisif Sikap asertif merupakan ungkapan perasaan
/ pasif adalah pendapat, dan kebutuhan kita secara jujur dan
respon dimana wajar. Kemampuan untuk bersikap asertif ini
individu tidak sangat penting dimiliki sejak dini, karena hal ini
mampu akan membantu kita untuk bersikap tepat
mengungkapk menghadapi situasi dimana hak hak kita
an perasaan dilanggar. Salah satu alasan orang melakukan
yang dialami pasif adalah karena takut mau terjadi konflik.
,sifat tidak
berani
mengemukaka
n pendapat
sendiri tidak
ingin terjadi
konflik karena
takut tidak
disukar /atau
menyakiti
perasaabn kain
Agresif Sikap agresif Perilaku agresif sering bersifat menghukum,
adalah sikap kasar, menyalahkan atau menuntut, hal ini
membela diri termasuk mengancam melakukan kontak fisik
sendiri dengan berkata kasar komentar dan menjelekan orang
melanggar hak lain dibelakang.
orang lain

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 155


Kekerasan Disebut Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh
sebahai gaduh orang lain secara menakutkan memberi kata
gelisah atau kata ancaman melukai disertai melakui
amok ditingkat ringan dan yamg paling berat adalah
melukai merusak secara serius klien tidak
mampu mengendalikan diri.

C. ETIOLOGI
1. Faktor Prediposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor
prediposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu (Keliat, 1996)
adalah :
a. Faktor psikologis
Pandangan psikologis lainnya mengenai prilaku agresif:
mendukung pentingnya peran dari perkembangan prediposisi atau
pengalaman hidup. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik dan retradasi mental sehingga tidak
mampu untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak atau seduction parental yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan mengeluarkan respon marah
apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa luka
secara psikis atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap
konsep diri seseorang. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien
harus bersama-sama mengidentifikasinya. Bila dilihat dari sudut
perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku
kekerasan terbagi dua, yakni:
a. Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang
percaya diri.
b. Lingkungan: ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga,
konflik interaksi sosial.
Faktor presipitasi bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan (Keliat, 1996).
3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-
tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya,
seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah
dll.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 156


4. Mekanisme terjadinya perilaku agresi
Tindak kekerasan pada agresi permusuhan timbul sebagai
kombinasi antara frustasi yang intens dengan stimulus (implus) dari luar
sebagi pemicu. Pada hakekatnya, setiap orang memiliki potensi untuk
melakukan tindak kekerasan. Namun pada kenyataanya, ada orang-
orang yang mampu menghindari kekerasan walau belakangan ini
semakin banyak orang yang cenderung berespon agresi. Pola
kepribadian tersebut yang membentuk refleks respon pikiran dan
perasaan seseorang saat menerima stimulus ‗ancaman‘. Bila refleks
yang telah terpola berupa tindakan kekerasan, maka saat menghadapi
situasi ‗ancaman‘ respon yang muncul adalah tindak kekerasan. Area di
otak manusia yang menjadi pusat emosi adalah pada ‘sirkuit sistem
limbik’ yang meliputi thalamus hypothalamus amygdala hypocamus.
Amigdala menjadi organ pusat perilaku agresi. Penelitian bauman dkk
menunjukan bahwa stimulasi pada amyygdala mencetuskan perilaku
agresi sedangkan organ hypothalamus berperan dalam pengendali
berita agresi. Setiap stimulus dari luar yang diterima melalui reseptor
panca indera manusia diolah lalu dikirim dalam bentuk pesan ke
thlamus lalu ke hypothalamus, selanjutnya ke amigdala (sirkuit sistem
limbik) yang kemudian menghasilkan respon tindakan. Dalam keadaan
darurat, misalnya pada saat panik atau marah, pesan stimulus yang
datang di thalamus terjadi hubungan pendek (short circuit) sehingga
langsung ke amygdala tanpa pengolahan rasional di hypothalamus.
Amygdala mengolah sesuai isi memori yang biasanya direkamnya,
sebagai contoh: bila sejak kecil anak-anak diberi input kekerasan, maka
amygdala sebagai pusat penyimpanan memori emosional akan
merekam dan menciptakan reaksi pada saat terjadi sirkuit pendek sesuai
pola yang telah direkamnya yakni tindak kekerasan. Kualitas dan
intensitas antara anggota keluarga akan menentukan apakah seseorang
akan mempunyai kecenderungan agresi atau tidak. Bila sejak kecil
anak-anak mendapat perlakuan kekerasan, baik melalui kata-kata
(verbal) maupun tindakan (perilaku), maka akan membentuk pola
kekerasan dalam dirinya. Bila dalam lingkungan keluarga dibina iklim
assertiveneess yakni keterbukaan, kebersamaan, dialog, sikap empati,
maka akan terbentuk pola refleks yang akan assertive bukan pola
agressiveness. Kondisi assertive akan mengurangi terbentuknya sirkuit
pendek agresi dan dapat membunuh kembangkan kecerdasan rasional,
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual sebab eksitensi
humanisme manusia merupakan hasil interaksi kecerdasan (IQ) aspek
fisik kecerdasan emosional (EQ) yang merupakan aspek mental (psiko-
edukatif) kecerdasan spiritual (Keliat, 2002)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 157


D. Deteksi Potensi Agresi
Cara melakukan deteksi potensi agresi adalah dijabarkan dengan singkatan
POSTAL= Profile + Observable Warning Sign + Shotgun + Triggering
Event = Always Lethal (Keliat, 1996) adalah sebagai berikut :
P = Profil Profil 1) Riwayat perilaku kekerasan, khususnya pada
seseorang mereka yang rentan seperti pada wanita, anak-
yang anak, hewan.
potensial 2) Penyendiri, pemalu, pendiam: merasa tidak ada
melakukan yang peduli pada dirinya (feels nobody listen to
tindak him)
kekerasan 3) Penyalahgunaan narkoba (subtance abuser)
(potentially alkoholik
violet 4) Frustasi dalam pekerjaannya
persons) 5) Hubungan relasi buruk dengan orang lain
O = Tanda- 1) Biasa menyelesaikan konflik dengan cara
observable tanda yang kekerasan dan sikap permusuhan (hostility)
warning dapat 2) Sering menunjukkan perilaku aneh (strange
signs diamati behavior)
(observable 3) Sedang mengalami problem emosional, stress,
warning depresi tanpa terapi medis
signs) 4) Problem interpersonal, hypersensitivity
5) Indikasi kecenderungan ingin bunuh diri
S = Memilii Pemilik senjata api (acces to and familiarity with
Shotgun senjata api weapons)
(shotgun)
T = Peristiwa 1) Mengalami pemutusan hubungan kerja,
triggering pencetus kehilangan lahan pencarian, kegagalan
event (triggering kegagalan usaha (mengalami kebangkrutan)
event) 2) Mengalami tindakan indispliner, kritik dan
atasan dipekerjaan tanpa dapat menerima dan
menyadari alasan kesalahannya
3) Mengalami masalah krisis personal (perceraian,
kematian anggota keluarga)
(Keliat, 1996)
Beberapa kiat pendekatan pada seseorang yang potensial melakukan
tindak kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Memahami pola pikiran (the minset) seseorang dengan hostilitas dan
potensi melakukan tindak kekerasan.
2. Sikap empati
3. Hindari sikap konfrontatif mengancam.
4. Alternatif solusi oenyelesaian masalah (merumuskan pemecahan
masalah yang menjadi resolusi)
5. Bergerak ke arah yang win-win resolusi. Memgalihkan fokus dari apa
yang tidak dapat anda lakukan menjadi apa yang dapat anda lakukan
(Keliat, 1996)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 158


E. Gejala-gejala marah
Gejala- gejala atau perubahan yang timbul pada klien dalam
keadaan marah diantaranya adalah:
Perubahan Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan
fisiologik meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual,
frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang
konstipasi, refleks tendon tinggi
Perubahan Mudah tersinggung, tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah
emosional nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri
Perubahan Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga,
perilaku mengamuk, nada suara keras dan kasar
Perilaku Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara
lain:
1) Menyerang atau menghindar (fight of flight), pada keadaan
ini, respon fisiologis timbul karena kegiatan saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat,
konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegagan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku, dan disertai refleks yang cepat.
2) Menyatakan secara asertif (assertiveness), perilaku yang
ering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku, pasif, agresif, dan
asertif.
3) Memberontak (acting out), perilaku yang muncul biasanya
disertai akibat konflik perilaku ―acting out‖ untuk menarik
perhatian orang lain.
4) Perilaku kekerasan, tindakan kekerasan atau amukan yang
ditunjukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

F. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998).
Sublimasi Menerima suatu sasaran penggati artinya saat mengalami
suatu dorongan, penyalurannya kearah lain. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada objek lain seperti mermas adonan kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah
Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita
muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu dan
mencumbunya.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 159


Represi Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membayangkan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang
sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil, membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh tuhan sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
Reaksi formal Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya, seorang yang tertarik pada teman suaminya,
akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
Displacement Melepaskan perasaan yang tertekan, melampiaskan pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu misalnya Timmy
berusia 4 tahun yang marah karena ia baru saja mendapat
hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya, mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN AMUK /
PERILAKU KEKERASAN
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada
pasien dan keluarga. Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat
ditemukan dengan wawancara melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Coba ceritakan ada kejadian apa/apa yang menyebabkan Anda marah?
b. Coba Anda ceritakan apa yang Anda rasakan ketika marah?
c. Perasaan apa yang Anda rasakan ketika marah?
d. Sikap atau perilaku atau tindakan apa yang dilakukan saat Anda marah?
e. Apa akibat dari cara marah yang Anda lakukan?
f. Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah Anda hilang?
g. Menurut Anda apakah ada cara lain untuk mengungkapkan kemarahan
Anda.
Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan yang dapat ditemukan
melalui observasi adalah sebagai berikut:
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Bicara kasar
f. Mondar mandir
g. Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Melempar atau memukul benda/orang lain (Kemenkes RI, 2016)
B. Diagnosa keperawatan
Perilaku Kekerasan
Definisi : Kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak
terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 160


dan/atau merusak lingkungan.
Penyebab : 1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Perubahan status mental
5. Putus obat
6. Penyalahgunaan zat/alkohol

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif
1. Mengancam 1. Menyerang orang lain
2. Megumpat dengan kata kata kasar 2. Melukai diri sendiri/orang lain
3. Suara keras 3. Merusak lingkungan
4. Bicara ketus 4. Perilkau agresif/amuk

Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Mata melotot atau pandangan
tajam
2. Tangan mengepal
3. Rahang mengatup
4. Wajah memerah
5. Postur tubuh kaku
(SDKI, 2016)
C. Perencanaan
Tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko perilaku kekerasan,
dilakukan terhadap pasien dan keluarga. Saat melakukan pelayanan perawat
menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama
keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan
keluarga. Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian,
mengevaluasi dan melatih satu cara lagi untuk mengatasi masalah yang
dialami pasien. Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka (obat),
maka hal pertama yang harus dilatih perawat adalah pentingnya kepatuhan
minum obat. Setelah perawat selesai melatih pasien, perawat menemui
keluarga untuk melatih cara merawat pasien. Selanjutnya perawat
menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas
yang perlu keluarga yaitu untuk mengingatkan pasien melatih kemampuan
mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat.
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Risiko Perilaku Kekerasan
Tujuan: Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Menjelaskan penyebab marah
3) Menjelaskan perasaan saat penyebab marah/perilaku kekerasan
4) Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
5) Menyebutkan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan
6) Melakukan kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 161


7) Memakan obat secara teratur
8) Berbicara yang baik saat marah
9) Melakukan kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah
Tindakan
1) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang Perawat sukai, serta
tanyakan
c) nama dan nama panggilan pasien yang disukai
d) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
e) Buat kontrak asuhan : apa yang Perawat akan lakukan bersama
pasien,
f) berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana
g) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk
h) kepentingan terapi
i) Tunjukkan sikap empati
j) Penuhi kebutuhan dasar pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah/perilaku kekerasan
saat ini dan yang lalu.
3) Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah secara: Verbal
a) terhadap orang lain
b) terhadap diri sendiri
c) terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a) Patuh minum obat
b) Fisik:tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
c) Sosial/verbal: bicara yang baik: mengungkapkan, menolak dan
meminta rasa marahnya
d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
Tindakan keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal
empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga dapat
mengontrol/mengendalikan perilaku kekerasan.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien risiko perilaku kekerasan
Tujuan: Keluarga mampu:
1) Mengenal masalah risiko perilaku kekerasan
2) Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien risiko perilaku
kekerasan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 162


3) Merawat pasien risiko perilaku kekerasan dengan mengajarkan dan
mendampingi pasien berinteraksi secara bertahap, berbicara saat
melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan sosial
4) Memodifikasi lingkungan yang konsusif agar pasien
mampuberinteraksi dengan lingkungan sekita
5) Mengenal tanda kekambubuhan, dan mencari pelayanan kesehatan
6) Keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar
kemampuan pasien risiko perilaku kekerasan mengatasi masalahnya
dapat meningkat.
Tindakan keperawatan kepada keluarga :
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.
2) Menjelaskan pengertian, tAnda dan gejala, dan proses terjadinya
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasan.
3) Melatih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan.
4) Membimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan.
5) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung pasien untuk mengontrol emosinya.
6) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
7) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara
teratur. (Kemenkes RI, 2016)
D. Evaluasi
1. Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku kekerasan berhasil
apabila pasien dapat:
a. Menyebutkan penyebab, tanda dan gejalaperilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yangbiasadilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan.
b. Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal:
1) Secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur
2) Secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan mengungkapkan
perasaan dengan cara baik
3) Secara spiritual
4) Terapi psikofarmaka
c. Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah
perilaku kekerasan
2. Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) risiko perilaku kekerasan
berhasil apabila keluarga dapat:
a. Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat pasien (pengertian,
tanda dan gejala, dan proses terjadinya risiko perilaku kekerasan)
b. Mencegah terjadinya perilaku kekerasan
c. Menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien
d. Memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perasaan marah
e. Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
pasien mengontrol perasaan marah
f. Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam mencegah perilaku
kekerasan pasien
g. Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan
melakukan rujukan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 163


LATIHAN SOAL
1. Berikut ini yang tidak termasuk pengertian perilaku kekerasan adalah. . .
A. Suatu bentuk perilaku agresi
B. Suatu respon terhadap kemarahan, kekecewaan
C. Bentuk perilaku yang bertujuan melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis
D. suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri
sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa
1) Assertif
2) Frustasi
3) Pasif
4) Displacement
2. Rentan respon marah yang benar. . .
A. (1), (2) dan (3) benar
B. (1) dan (3) benar
C. (2) dan (4) benar
D. (4) benar.
E. (1), (2), (3) dan (4) benar

1) Perubahan Fisiologik
2) Sublimasi
3) Perubahan emosional
4) Faktor presdiposisi
3. Gejala yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantarnya. . .
A. (1), (2) dan (3) benar
B. (1) dan (3) benar
C. (2) dan (4) benar
D. (4) benar.
E. (1), (2), (3) dan (4) benar
4. Mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri,
kecuali....
A. Shotgun
B. Sublimasi
C. Proyeksi
D. Represi
5. Respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Pengertian
dari...
A. Pasif
B. Assertif
C. Frustasi
D. Kekerasan
6. Pengkajian pada klien perilaku kekerasan dilakukan dengan . . .
A. Wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga
B. Wawancara pada keluarga saja
C. Observasi pada pasien
D. Wawancara dan pemberian kuisioner

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 164


7. Yang termasuk faktor predisposisi proses terjadinya perilaku kekerasan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart adalah. . .
A. Faktor biologis, faktor psikososial, faktor sosiokultur
B. Faktor presipitasi, faktor sosiokultur
C. Faktor psikososial, faktor sosial
D. Faktor fisik, faktor perilaku
8. Dibawah ini yang merupakan pengertian perilaku kekerasan yang benar
menurut Stuart dan Laraia (2005) adalah. . .
A. Perilaku kekerasan bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis.
B. Perilaku kekerasan merupakan respon perilaku manusia untuk merusak
sebagai bentuk agresif fisik yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang
lain dan atau sesuatu
C. Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
D. Perilaku kekerasan merupakan hasil dari marah yang ekstrim atau ketakutan
sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan
fisik atau konsep diri
9. Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku kekerasan berhasil
apabila pasien dapat seperti dibawah ini, kecuali. . .
A. Menyebutkan penyebab perilaku kekeran
B. Tanda dan gejala perilaku kekerasan
C. Akibat dari perilaku kekerasan
D. Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
10. Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) risiko perilaku kekerasan
berhasil apabila keluarga dapat. . .
A. Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat pasien (pengertian, tanda
dan gejala, dan proses terjadinya risiko perilaku kekerasan)
B. Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan
C. Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal
D. Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah perilaku
kekerasan

Kunci Jawaban :
1. D
2. A
3. B
4. A
5. C
6. A
7. A
8. D
9. D
10. A

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 165


DAFTAR PUSTAKA

Muhith, A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi).Yogyakarta:


Andi.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Modul Bahan Ajar
Keperawatan Jiwa.Kemenkes.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 166


BAB 16
LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP DENGAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 165


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 166
BAB 16
LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PASIEN DENGAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI

PENDAHULUAN
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas-aktivitas
perawatan diri seperti mandi, berpakaian, makan, BAB/BAK (Fitria, 2009).
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2013) menyebutkan prevalensi
gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia sebanyak 1,7 per mil. Gangguan
jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa
Pasien gangguan jiwa memerlukan suatu bimbingan atau dukungan dari
keluarga dan orang lain. Agar pasien gangguan jiwa dapat merawat diri secara
mandiri dan meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah. Penurunan
ADL( Activty of Daily Living) pada pasien jiwa di sebabkan oleh adanya
ganggguan mental pada pasien dan kurangnya pendidikan kesehatan/penyuluhan
mengenai perawatan diri pada pasien gangguan jiwa.

INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Defisit Perawatan Diri


2. Mahasiswa dapat memahami rentang respon Defisit Perawatan Diri
3. Mahasiswa dapat menyebutkan masalah Defisit Perawatan Diri
4. Mahasiswa dapat menyebutkan penyebab Defisit Perawatan Diri
5. Mahasiswa dapat menyebutkan faktor-faktor yang mempengarui
Defisit Perawatan Diri
6. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada Defisit
Perawatan Diri yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses asuhan
keperawatan: pengkajian,diagnosis, perencanaan, implementasi dan
evaluasi
7. Mahasiswa dapat menjelaskan modul keperawatan pada Defisit
Perawatan Diri yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses asuhan
keperawatan: pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan
evaluasi
MATERI ASUHAN KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
POKOK : Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian, Intervensi, Implementasi, dan
evaluasi Keperawatan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 167


TOPIK 1
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Mengapa pasien gangguan jiwa selalu berpenampilan tidak rapih,


mamakai pakaian yang tidak sesuai, terlihat kotor, rambut acak-acakan tidak
tersisir, gigi kotor, kulit yang hitam karena banyak daki (kotoran), bersisik, dan
tercium bau yang tidak sedap dari tubuhnya. Pada saat makan mengapa pasien
selalu makan berantakan dan terburu-buru. Apa yang menyebabkan pasien
berpenampilan seperti itu? Saya ingin pasien saya seperti saya berpenampilan
rapih, bersih, makan dengan tertib dan rapih, untuk itu saya harus memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan defisit perawatan diri, sehingga jika
pasien kembali keingkungan di rumah pasien telah mampu melakukan perawatan
diri secara mandiri. Untuk mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan defisit perawatan diri, maka pelajarilah Topik 2 ini dengan sebaik-baiknya
(Nurhalimah, 2016).

A. Definisi Defisit Perawatan Diri


Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur,
tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas dan penampilan
tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul
pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami
ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif
dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun
masyarakat.(Yusuf, dkk, 2015)

B. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan diri, Tidak melakukan


Seimbang Kadan tidak perawatan diri pada saat
stress

1. Pola perawatan diri seimbang : saat pasien mendapatkan stressor dan


mampu untuk berperilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan
klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak : saat pasien mendapatkan
stressor kadang-kadang pasien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak perduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stress (Ade, 2011).

C. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) Penyebab kurang perawatan diri
adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes RI (2010),
penyebab kurang perawatan diri adalah :

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 168


1. Factor Predisposisi
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif tergangu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c) Kemampuan
Realitas turun klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkunganya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2. Factor Presivitasi
Faktor presivitasi perawatan diri adalah kurang/penurunan motivasi,
kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) Faktor-faktor yang mepengaruhi personal hygiene
adalah :
a) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
b) Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi peubahan pola personal hygiene.
c) Status Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uan untuk
menyediakannya.
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hyegine sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f) Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo dan lain-lain.
g) Kondisi Fisik atau Psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkuran
dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 169


D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat dinilai dari pernyataan pasien
tentang kebersihan diri, berdandan dan berpakaian, makan dan minum, BAB
dan BAK dan didukung dengan data hasil observasi
a. Data subjektif
Pasien mengatakan tentang :
- Malas mandi.
- Tidak mau menyisir rambut.
- Tidak mau menggosok gigi.
- Tidak mau memotong kuku.
- Tidak mau berhias/ berdandan.
- Tidak bisa / tidak mau menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
- Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum.
- BAB dan BAK sembarangan.
- Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB dan
BAK.
- Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar.
b. Data objektif
- Badan bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi kotor, kuku panjang.
- Tidak menggunakan alat-alat mandi pada saat mandi dan tidak mandi
dengan benar.
- Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi, serta tidak
mampu berdandan.
- Pakaian tidak rapi, tidak mampu memilih, mengambil, memakai,
mengencangkan dan memindahkan pakaian, tidak memakai sepatu, tidak
mengkancingkan baju atau celana.
- Memakai barang-barang yang tidak perlu dalam berpakaian,mis memakai
pakaian berlapis-lapis, penggunaan pakaian yang tidak sesuai. Melepas
barang-barang yang perlu dalam berpakaian, mis telajang.
- Makan dan minum sembarangan serta berceceran, tidak menggunakan
alat makan, tidak mampu (menyiapkan makanan, memindahkan makanan
ke alat makan (dari panci ke piring atau mangkok, tidak mampu
menggunakan sendok dan tidak mengetahui fungsi alat-alat makan),
memegang alat makan, membawa makanan dari piring ke mulut,
mengunyah, menelan makanan secara aman dan menghabiskan
makanaan).
- BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri setelah
BAB dan BAK, tidak mampu (menjaga kebersihan toilet dan menyiram
toilet setelah BAB atau BAK) (Nurhalimah, 2016).

E. Jenis-Jenis
Menurut (Damaiyanti, 2012) jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 170


3. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
sendiri.
4. Defisit perawatan diri : eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.

F. Proses Terjadinya Masalah


Bagaimanakah seorang individu bisa mengalami masalah dalam perawatan
diri? Berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabakan individu mengalami
deficit perawatan diri, yaitu:
a. Faktor prediposisi
1) Biologis, seringkali defisit perawaan diri disebabkan karena adanya
penyakit fisik dan mental yang menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan perawatan diri dan adanya faktor herediter yaitu ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
2) Psikologis, factor perkembangan memegang peranan yang tidak kalah
penting hal ini dikarenakan keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
individu sehingga perkembangan inisiatif terganggu. Pasien gangguan
jiwa mengalamai defisit perawatan diri dikarenakan kemampuan realitas
yang kurang sehingga menyebabkan pasien tidakpeduli terhadap diri dan
lingkungannya termasuk perawatan diri.
3) Sosial. Kurangnya dukungan sosial dan situasi lingkungan
mengakibatkan penurunan kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Faktor presiptasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri adalah
penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri. (Nurhalimah, 2016).

G. Pohon Masalah

Penurunan Kemampuan dan motivasi merawat diri

Defisit Perawatan Diri : mandi, berdandan

Isolasi Sosial : menarik diri

H. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
- Obat anti psikis : Penotizin.
- Obat anti depresi : Amitripilin.
- Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozom.
- Obat anti insomnia : Phnebarbital.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 171


2. Terapi
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi maslah
klien dengan memberikan perhatian :
a) Jangan memancing emosi klien.
b) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga.
c) Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.
d) Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan
masalah yang dialaminya.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkemangan, keterampilan sosial, atau
aktivitas lainnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaaan dan
tingkah laku pada orang lain. Ada 5 sesi yang harus dilakukan:
1) Manfaat perawatan diri.
2) Menjaga kebersihan diri.
3) Tata cara makan dan minum.
4) Tata cara eliminasi.
5) Tata cara berias.
4. Terapi Musik
dengan musik klien bisa terhibur, rileks, dan bermain untuk
mengenbangkan kesadaran pasien.
Penatalaksanaan menurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.
- Membimbing dan menolong klien merawat diri.
- Ciptakan lingkungan yang mendukung.

I. Akibat
Akibat dari Defisit Perawatan Diri menurut Damiyanti, 2012 sebagai berikut :
a) Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diserita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan 12 fisik yang
sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membrane
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada
kuku.
b) Dampak psikologi masalah sosial yang berhubungan dengan personal
hygiene adalah gangguan kebutuhan aman nyaman, kebutuhan cinta
mencintai, kebutuan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi
sosial.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 172


TES 1 (Topik 1)
1. Definisi defisit perawatan diri yang tepat menurut SDKI adalah................
a. Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosial.
b. Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan atvititas perawatan diri.
c. Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik individu.
d. Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik
tertentu.
Jawaban : b. Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas
perawatan diri.
2. Salah satu tanda dan gejala defisit perawatan diri yaitu...........
a. Menolak berinteraksi dengan lingkungan sekitar
b. Merasa sulit berkonsentrasi
c. Menolak melakukan perawatan diri
d. Menunjukkan perilaku berlebihan (mis. Apatis, bermusuhan, agitasi, histeria)
Jawaban : c. Menolak melakukan perawatan diri
3. Jenis-jenis defisit perawatan diri yaitu sebagai berikut, kecuali............
a. Defisit perawatan diri : Kebersihan diri (mandi)
b. Defisit perawatan diri : Beristirahat dan berhias
c. Defisit perawatan diri : intoleransi aktivitas
d. Defisit perawatan diri : eliminasi/toileting
Jawaban : c. Defisit perawatan diri : intoleransi aktivitas
4. Gangguan kebersihan diri ditandai dengan, kecuali...........
a. Rambut kotor
b. Gigi kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Makan berceceran
Jawaban : d. Makan berceceran
5. Dilihat dari penampilan fisiknya, apa saja tanda dan fakta pasien yang mengalami
defisit perawatan diri ?
a. Penampilan tidak rapi
b. Malas
c. Menarik diri / isolasi diri
d. Intoleransi aktivitas
Jawaban : a. Penampilan tidak rapi
6. Diagnosis medis terkait defisit perawatan diri yaitu, kecuali...............
a. Kehamilan diluar nikah
b. Skizofrenia
c. Depresi
d. Gangguan persepsi
Jawaban : a. Kehamilan diluar nikah
7. Secara kognitif, tujuan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah defisit
perawatan diri yaitu................
a. Merasa nyaman dengan perawatan diri
b. Melakukan kebersihan diri : mandi, keramas, sikat gigi, berpakaian,
berdandan
c. Melakukan eliminasi BAB dan BAK
d. Menjelaskan perawatan diri

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 173


Jawaban : d. Menjelaskan perawatan diri
8. Secara Afektif, tujuan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah defisit
perawatan diri yaitu................
a. Merasa nyaman dengan perawatan diri
b. Melakukan kebersihan diri : mandi, keramas, sikat gigi, berpakaian, berdandan
c. Melakukan eliminasi BAB dan BAK
d. Menjelaskan perawatan diri
Jawaban : a. Merasa nyaman dengan perawatan diri
9. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk melatih kebersihan diri
(mandi) antara lain seperti :
a. Diskusikan jadwal mandi
b. Diskusikan gunanya pakaian yang bersih dan rapi
c. Diskusikan alat-alat untuk keramas
d. Latih menyisir rambut dengan rapi
Jawaban : a. Diskusikan jadwal mandi
10. Dilihat dari penampilan psikologinya, apa saja tanda dan fakta pasien yang
mengalami defisit perawatan diri ?
a. Penampilan tidak rapi
b. Gigi kotor dan mulut bau
c. Menarik diri / isolasi diri
d. Intoleransi aktivitas
Jawaban : c. Menarik diri / isolasi diri

TOPIK II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kepada pasien
dan keluarga.
Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan dengan
wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut:
a) Coba ceritakan kebiasaan/ cara pasien dalam membersihkan diri?
b) Apa yang menyebabkan pasien malas mandi, mencuci rambut, menggosok
gigi dan,menggunting kuku?
c) Bagaimana pendapat pasisen tentang penampilan dirinya? Apakah pasien
puas dengan penampilan sehari-hari pasien?
d) Berapa kali sehari pasien menyisir rambut , berdAndan, bercukur (untuk
laki-laki) secara teratur?
e) Menurut pasien apakah pakaian yang digunakan sesuai dengan kegiatan
yang akan dilakukan
f) Coba ceritakan bagaimana kebiasaaan pasien mandi sehari-hari ?
peeralatan mandi apa saja yang digunakan pasien ?
g) Coba ceritakan bagaimana kebiasaan makan dan minum pasien ?
h) Menurut pasien apakah alat makan yang digunakan sesuai dengan
fungsinya ?
i) Coba ceritakan apa yang pasien lakukan ketikan selesai BAB atau BAK?

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 174


j) Apakah pasien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB
dan BAK?
k) Tanyakan mengenai pengetahuan pasien mengenai cara perawatan diri
yang benar?

Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan melalui
observasi adalah sebagai berikut :
a) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
b) Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki
tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
c) Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan dan minum sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
d) Ketidakmampuan BAB dan BAK secara mandiri, ditAndai dengan BAB
dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik
setelah BAB dan BAK.

Data hasil observasi dan wawancara didokumentasikan pada kartu status


pasien di contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:

Data : Pasien mengatakan belum mandi, rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.Rambut acak-acakan,tidak disisir,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, makan dan minum
diambilkan oleh keluarga, makan berceceran, dan tidak pada tempatnya.
Tidak
B. Diagnosis menyiram dan
Keperawatan membersihkan
Defisit PerawatandiriDirisetelah BAB dan BAK .
Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tAnda dan gejala defisit
perawatan diri yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tAnda dan
gejala defisit perawatan diri, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan
adalah

Defisit perawatan diri : Kebersihan diri,berdAndan, makan dan minum,


BAB dan BAK

C. Tindakan Keperawatan Defisit Perawatan Diri


Tindakan keperawatan defisit perawatan diri dilakukan terhadap pasien
dan keluarga. Saat memberikan pelayanan di rumah sakit (bila ada pasien
dikunjungi atau didampingi keluarga), puskesmas atau kunjungan rumah, maka
perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama
keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga.
Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih
cara untuk mengatasi defisit perawatan diri yang dialami pasien.
Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui
keluarga dan melatih keluargauntuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil
tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 175


lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi defisit
perawatan diri yang telah diajarkan oleh perawat.
Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap
pertemuan, minimal empat kali pertemuan hingga pasien dan keluarga mampu
mengatasi defisit perawatan diri.
A. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Defisit Perawatan Diri
Tujuan: Pasien mampu:
- Membina hubungan saling percaya
- Melakukan kebersihan diri secara mandiri
- Melakukan berhias/berdAndan secara baik
- Melakukan makan dengan baik
- Melakukan BAB/BAK secara mandiri
B. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Defisit Perawatan Diri
1) Membina hubungan saling percaya dengan cara:
- Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
- Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan
yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien.
- Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
- Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya di mana.
- Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi.
- Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
- Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
2) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri , perawat dapat
melakukan tahapan tindakan yang meliputi:
- Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
- Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
- Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri..
- Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
3) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :Berpakaian, Menyisir rambut
dan Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :Berpakaian, Menyisir rambut
dan Berhias
4) Melatih pasien makan dan minum secara mandiri
Untuk melatih makan dan minum pasien, perawat dapat melakukan
tahapan sebagai berikut:
- Menjelaskan kebutuhan (kebutuhan makan perhari dewasa 2000-
2200 kalori (untuk perempuan) dan untuk laki-laki antara 2400-2800
kalori setiap hari makan minum 8 gelas (2500 ml setiap hari) dan
cara makan dan minum.
- Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib.
- Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan dan minum setelah
makan dan minum.
- Mempraktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 176


5) Mengajarkan pasien melakukan BAB dan BAK secara mandiri
Perawat dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai
tahapan berikut:
- Menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai.
- Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
- Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.
- Mempraktikkan BAB dan BAK dengan baik.

C. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Pasien Defisit Perawatan Diri


Keluarga diharapkan dapat merawat pasien defisit perawatan diri di rumah
dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien
Tujuan: Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
defisit perawatan diri
Tindakan keperawatan
1) Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien defisit
perawatan diri.
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit
perawatan diri dan mengambil keputusan merawat pasien.
3) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
4) Latih keluarga cara merawat dan membimbing kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum, BAB dan BAK pasien.
5) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung perawatan diri pasien.
6) Mendiskusikan tAnda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas kesehatan.
7) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.

D. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga Dalam Defisit Perawatan Diri


1) Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan ditandai dengan peningkatan
kemampuan pasien dalam perawatan diri, seperti
a) Klien mampu melakukan mandi, mencuci rambut, menggosok gigi dan
menggunting kuku dengan benar dan bersih.
b) Mengganti pakaian dengan pakaian bersih.
c) Membereskan pakaian kotor.
d) Berdandan dengan benar.
e) Mempersiapkan makanan.
f) Mengambil makanan dan minuman dengan rapi.
g) Menggunakan alat makan dan minum dengan benar.
h) BAB dan BAK pada tempatnya.
i) BAB dan BAK air kecil dengan bersih.
2) Evaluasi kemampuan keluarga defisit perawatan diri berhasil apabila
keluarga dapat :
a) Mengenal masalah yg dirasakan dalam merawat pasien (pengertian,
tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri).
b) Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 177


c) Merawat dan membimbing pasien dalam merawat diri : kebersihan diri
, berdandan (wanita), bercukur (pria), makan dan minum, BAB dan
BAK.
d) Follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan rujukan.

TEST 2 (Topik 2)
1. Seorang perempuan (18 tahun) dibawa oleh keluarganya ke RSJ karena
mengurung diri di kamar dan tidak mau mandi sejak 1 minggu yang lalu.
Berdasarkan pengkajian : klien mengatakan malas mandi, tubuh kotor, bau badan,
rambut kusut, gigi dan kuku tampak kotor. Saat ini perawat sudah mengajarkan
klien cara perawatan diri : mandi. Berdasarkan kasus diatas, apakah tindakan
keperawatan selanjutnya ?
a. Mengajarkan klien cara berhias/berdandan yang baik
b. Menjelaskan manfaat perawatan diri
c. Membina hubungan saling percaya dengan klien
d. Mengajarkan klien cara BAB dan BAK yang baik
Jawaban: a. Mengajarkan klien cara berhias/berdandan yang baik
2. Seorang perempuan (24 tahun) masuk RSJ sejak 1 minggu yang lalu dengan
masalahHarga Diri Rendah Kronis. Berdasarkan pengkajian : Klien
menggelengkan kepala saat disuruh perawat untuk mandi, rambut kotor dan acak-
acakan, badan bau, kuku kotor dan tercium bau pesing di kamar klien.
Berdasarkan kasus diatas, apakah tindakan keperawatan yang tepat pada klien ?
a. Melatih klien berdandan dan berhias
b. Menjelaskan kepada klien pentingnya menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan kepada klien alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
d. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
Jawaban : b. Menjelaskan kepada klien pentingnya menjaga kebersihan
diri.
3. Pasien laki-laki usia 50 tahun, sudah satu minggu di rawat di RSJ. Hasil
pengkajian di dapatkan rambut acak-acakan, pakaian kotor tidak rapih, pada saat
makan nasinya berceceran dan makan tidak pada tempatnya. Apa diagnosa yang
tepat untuk pasien tersebut ?
a. Hargadiri rendah
b. Resiko prilaku kekerasan
c. Depresi
d. Defisit perawatan diri
Jawaban : d. Defisit perawatan diri
4. Tn. R berusia 40 tahun, dibawa oleh keluarganya ke RS jiwa lawang, malang
karena sudah beberapa hari tidak mau mandi, BAB dan BAK sembarangan
sehingga badannya kotor dan bau serta lingkungan sekitarnya tampak tidak
nyaman untuk ditempati. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, hasilnya dalam
batas normal. Apakah diagnosa utama keperawatan pada kasus di atas ?
a. Gangguan personal hygiene
b. Harga diri rendah
c. Defisit perawatan diri
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Jawaban : c. Defisit perawatan diri

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 178


5. Tn. A umur 45 tahun sudah 6 hari di rumah sakit. Setelah dilakukan pengkajian,
pasien terlihat kusam, rambut acak-acakan dan juga tercium bau badan yang
menyengat. Keluarga mengatakan Tn. A tidak mandi sejak masuk rumah sakit
karena takut untuk memandikannya. Diagnosa apa yang tepat untuk kasus diatas ?
a. Defisit perawatan diri
b. Gangguan citra tubuh
c. Depresi
d. Harga diri rendah
Jawaban : a. Defisit perawatan diri
6. Perempuan berusia 18 tahun dibawa ke IGD Rumah Sakit Jiwa. Keluarga pasien
mengatakan sudah 5 hari pasien diam sendiri di kamar dan tidak mau mandi. Saat
dikaji badan pasien lengket, kotor, mulut bau dan rambut acak-acakan. Apakah
tindakan keperawatan yang tepat pada kasus diatas ?
a. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya berdandan
b. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
c. Identifikasi kebersihan diri, berdandan, makan dan BAB/BAK
d. Latih cara berdandan
Jawaban : c. Identifikasi kebersihan diri, berdandan, makan dan BAB/BAK
7. Klien terlihat tidak bersih, rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki. Pakaian terlihat
kotor, tidak rapi, makan berceceran dan tidak pada tempatnya. Klien suka
BAB/BAK tidak pada tempatnya dan juga tidak membersihkan diri dengan baik
setelah BAB/BAK. Bagaimanakah rencana tindakan pertama keperawatan pada
kasus diatas ?
a. Identifikasi kemampuan klien dalam melakukan kebersihan diri
b. Jelaskan pentingnya kebersihan diri dengan cara memberikan penjelasan
terhdap pentingnyakebersihan diri
c. Jelaskan peralatan yang dibutuhkan dan cara membersihkan diri
d. Minta klien memperagakan ulang alat dan cara kebersihan diri
Jawaban : a. Identifikasi kemampuan klien dalam melakukan kebersihan
diri
8. Tn. K usia 44 tahun sudah satu minggu dirawat di RSJ. Saat dilakukan
pengkajian, Tn. K tampak pucat, menolak berinteraksi, berpakaian lusuh &
tercium bau tidak sedap. Saat ditanya apakahsudah mandi, Tn. K menggeleng dan
menolak untuk mandi, Tn. K berkata ―buat apa mandi‖.
Apakah tindakan keperawatan yang harus dilakukan berdasarkan kasus diatas ?
a. Latih pasien cara-cara melakukan perawatan diri
b. Latih pasien berdandan/berhias
c. Jelaskan tentang pentingnya kebersihan diri
d. Latih pasien mempraktikan cara menjaga kebersihan diri
Jawaban : c. Jelaskan tentang pentingnya kebersihan diri

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 179


9. Seorang perawat di RSJ mengkaji seorang pasien bernama Tn.D berusia 20 tahun.
Saat melakukan pengkajian, didapatkan hasil bahwa pasien sudah 2 hari tidak
mandi, pasien mengatakan malas untuk mandi. Pasien tampak berpenampilan
tidak rapi, tidak mampu berpakaian dengan benar, serta tercium bau yang tidak
sedap dari tubuhnya. Apakah masalah psikososial pada kasus di atas?
a. Harga diri rendah
b. Isolasi Sosial
c. Ketidakberdayaan
d. Defisit Perawatan Diri
Jawaban : d. Defisit Perawatan Diri
10. Seorang wanita, usia 22 tahun, berada RSJ tampak selalu menyendiri, kadang-
kadang duduk disudut tempat tidur, saat diajak bicara oleh perawat selalu
tertunduk dan sangat jarang memulai pembicaran, jawaban singkat dan dan
kadang-kadang hanya mengangguk. Apakah diagnosa keperawatan utama yang
dapat saudara tegakkan pada kasus di atas?
a. Halusinasi
b. Resiko prilaku kekerasan
c. Harga diri rendah
d. Defisit perawatan diri
Jawaban : d. Defisit Perawatan Diri

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 180


DAFTAR PUSTAKA

Ade. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan:
Kemenkes RI

Tarwoto dan Wartonah.,2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan . Edisi :4 .Jakarta

Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 181


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 182
BAB 17
ASKEP PASIEN DENGAN
PERCOBAAN BUNUH DIRI

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 180


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 181
BAB 17
ASKEP PASIEN DENGAN PERCOBAAN BUNUH DIRI
Ns. Titik Sumiatin, S.kep.,M.Kep

PENDAHULUAN
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu akan mengalami resiko
untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan suatu tindakan yang dapat
mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai
perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah
pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas
bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai
sesuatu yang diinginkan.
Bunuh diri adalah segala aktivitas yang bila tidak dicegah dapat mengarah
pada kematian. Pasien dengan gangguan mood seringkali memunculkan
pemikiran atau usaha bunuh diri. Diperkirakan sekitar 15% orang yang didiagnosa
gangguan depresi mayor melakukan usaha bunuh diri.
Dalam bab ini kami akan mengajak Anda untuk mempelajari mengenai
pengetian Bunuh Diri sampai dengan Asuhan keperawatan pasien Bunuh Diri
asuhan. Penjelasan secara teori dan secara lebih khusus adalah agar Anda mampu
mencapai criteria yang di harapkan

INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat menyebutkan Definisi Bunuh Diri


2. Mahasiswa dapat memahami Rentang Respon Protektif
3. Mahasiswa dapat menyebutkan Masalah Bunuh Diri
4. Mahasiswa dapat menyebutkan Penyebab Bunuh Diri
5.Mahasiswa dapat memahami Skala Penilaian Bunuh Diri
6.Mahasiswa dapat menyebutkan Faktor-faktor yang
mempengarui Bunuh Diri
7.Mahasiswa dapat menjelaskan Asuhan Keperawatan
pada upaya Bunuh Diri yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses
asuhan keperawatan: Pengkajian, Diagnosis, Perencanaan,
Implementasi dan Evaluasi
MATERI ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI
POKOK Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian, Intervensi, Implementasi,
dan evaluasi Keperawatan
TOPIK.1
KONSEP TENTANG RESIKO BUNUH DIRI
Percobaan bunuh diri merupakan salah satu kegawatdaruratan psikiatri. Kata
bunuh diri berasal dari kata Suicidere yang merupakam bahasa latin, Sui memilik
arti ―diri‖ dam cadere memiliki arti ―membunuh‖. Jadi bunuh diri adalah segala
tindakan yang dilakukan dengan sadar oleh seserorang untuk mengakhiri
hidupnya.
Mengapa seseorang ingin mati? Mengapa sampai ia bunuh diri? Dalam
kepustakaan psikiatri dikatakan bahwa hampir pada semua orang sekali waktu
dalam hidupnya timbul pikiran ―lebih baik mati saja‖. Apakah pikiran itu akan
menjadi sebuah perbuatan atau tidak, tergantung pada keadaan jiwa dan badan
orang itu, juga pada lingkungan sosial dan fisik serta kebudayaan dan agamanya.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 182


DEFINISI BUNUH DIRI
Dalam kepustakaan terdapat banyak definisi bunuh diri atau suiside
(percobaan bunuh diri) = tentamen suicide (latin), suicide attempt (inggris).
Ada yang mendefinisikan (percobaan) bunuh diri sebagai segala perbuatan
seseroang untuk membinasakan dirinya sendiri dalam waktu singkat dan
orang itu tahu akan akibatnya.
suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk
mati. Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman
verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri
(Davison, Neale, & Kring, 2004).
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu akan mengalami resiko
untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan suatu tindakan yang dapat
mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai
perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap
bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari
hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip
Fitria, Nita, 2009).
Bunuh diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri
dengan sengaja (DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini,
menjadi topik besar dalam psikiatri. Di dunia, lebih dari 1000 bunuh diri
terjadi tiap hari. Percobaan bunuh diri 10 kali lebih sering, sekarang peracunan
diri sendiri bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang masuk rumah
sakit dan pada pasien dibawah 40 tahun menjadi penyebab terbanyak.

RENTANG RESPON
Rentang respon protektif

Gambar . 1 Rentang Respon Protektif-diri


1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan seorang individu dalam menyelesaikan
suatu masalah yang di hadapainya
a. Self enchacement (peningkatan diri) : menyayangi kehidupan diri,
berusaha selslau meningkatakan kualitas diri
b. Growth promoting risk taking : berani mengambil resiko untung
meningkatkan pengembangan diri
2. Respon maladaptif
Repon maladaptif adalah respon yang di berikan oleh individu ketika dia
tidak mampu lagi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
a. Indirect self-destruktif behavior : perilaku merusak diri tidak langsung,
aktifitas yang mengancam kesejahteraan fisik dan berpotensi

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 183


mengakibatkan kematian, individu tidak menyadari atau menyangkal
bahaya aktivitas tersebut
b. Self injury : mencederai diri, tak bermaksud bunuh diri tapi
perilakunya dapat mengancam diri
c. Suicide atau bunuh diri : perilaku yang sengala menimbulkan kematian
diri, individu sadar bahkan menginginkan kematian
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung
atau tidak langsung. Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini
sebagai hasil yang diinginkan. Lama perilaku berjangka pendek.
Perilaku destruktif-diri tak langsung meliputi perilaku Merokok,
mengebut, berjudi, tindakan criminal, penyalahgunaan zat, perilaku yang
menyimpang secara sosial, perilaku yang menimbulakn stress, ketidakpatuhan
pada tindakan medis
Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon
paling adaptif, sementara perilaku destruktif-diri, pencederaan diri, dan bunuh diri
merupakan respon maladaptif.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria,
Nita, 2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
1. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai
tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda
peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya berniat
melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat
pada waktunya.
2. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang
direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara
langsung verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang
mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita
lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian
hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang
sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
Dalam buku keperawatan kesehatan jiwa oleh ns. Emi wuri wuyaningsih
dkk (2018) perilaku bunuh diri dibagi menjadi 7 :
1. Ide bunuh diri (Suicidal ideation) merupakan suatau gagasan, pikiran
atau fantasi untuk membunuh dirinya sendiri yang diberitahukan
kepada orang lain secara verbal, tulisan atau pekerjaan seni.
2. Niat bunuh diri (suicide intent) adalah sebuah komitmen dan
keinginan pasien untuk meninggal dengan cara membunuh dirinya
sendiri.
3. Rencana bunuh diri (Suicide plan) adalah sebuah setrategi,
menetapkan watu, dan sarana-prasarana untuk melaksanakan tindakan
membunuh dirinya sendiri.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 184


4. Ancaman bunuh diri ( suicide threats) merupakan sebauh ungkapan
baik langsung maupun tulisan untuk melakukan tindakan bunuh diri
akan tetapi pada akhirnya tidak melakukannya.
5. Isyarat bunuh diri (suicide gestyre) merupakan sebauah usaha melukai
dirinya sendiri oleh seseorang yang tidak memiliki niat atau harapan
untuk meninggal akan tetapi oleh orang lain diartikan sebagai upaya
untuk bunuh diri
6. Percobaan bunuh diri (suicide attempt)adalah sebuah keadaan dimana
seseorang telah melakukan upaya bunuh diri akan tetapi belum
menyebabkan kematian
7. Bunuh diri selesai (completed suicide) merupakan sebuah kematian
yang diakibatkan oleh seseorang yang mengakhiri kehidupannya
sendiri.

ETIOLOGI
a. Faktor predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya
resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya
adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan
perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
factor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri
terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak
sepeti serotinin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut
dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo
Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 185


memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan.
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti interpersonal, di permalukan didepan umum,
kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan, selain itu mengathui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh
media untuk bunuh diri, juga membuat invidusemakin rentan untuk
melakukan perilaku bunuh diri (Prabowo, 2014)
c. Akibat
Resiko bunuh diri dapat mengakibatkan : keputusaan, menyalahkan
diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga, perasaan tertekan,
insomnia yang menetap, penurunan berat badan,m berbicara lamban,
keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial, pikiran dan rencana bunuh
diri, percobaan atau ancaman verbal (Prabowo, 2014)
d. Perilaku koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku
bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor sosial maupun
budaya. Struktur sosial dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi sosial
dapat menyebabkan kesepian, dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseornag yang aktif dalam kegaiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh
diri. Aktif dalam kegaiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan bunuh diri. (Fitria, Nita, 2009)
e. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah gejala sesuatu yang diarahkan untuk
menanggulangi stress. Usaha ini dapat berorientasi pada tugas dan
meliputi usaha pemecahan masalah langsung. Dari sudut kedokteran dapat
dikemukakan bahwa setidaknya orang yang hendak melakukan bunuh diri
egoistic atau anomik berada dalam keadaan patologis. Mereka semua
sedang mengalami gangguan fungsi mental yang bervariasi dari yang
ringan sampai yang berat karena itu perlu ditolong. Pencegahan bunuh diri
dari altruistic boleh dikatakan tidak mungkin kecuali bila kebudayaan dan
norma-norma masyarakat diubah. Stuart (2006) mengungkapkan bahwa
mekanisme peratahana ego yang berhbunugan dengan perilaku destruktif –
diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi. (Prabowo, 2014)

TANDA DAN GEJALA


Dalam buku keperawatan kesehatan jiwa oleh ns. Emi wuri wuyaningsih
dkk (2018). Ada beberapa tanda-tanda yang sering muncul ketika seseorang
memiliki niat, keinginan dan berencana untuk melakukan tindakan bunuh diri
yaitu :

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 186


F. Mengancam untuk melakukan tindakan yang menyakiti dirinya sendiri
atau bunuh diri
G. Mencari sebuah sarana-prasarana untuk bunuh diri seperti senjata, obat dan
lainnya
H. Sengaja melukai diri sendiri
I. Menulis surat atau berbicara tentang kematian, putus asa, dan balas
dendam
J. Merasa tidak ada jalan keluar dan susah berfikir
K. Menggunakan narkoba dan minuman keras
L. Menarik diri dari lingkungan
M. Nafsu makan menurun dan susah tidur, cemas, dan agitasi
N. Tidak memiliki alasan dan tujuan untuk hidup
SKALA PENILAIAN BUNUH DIRI
SIRS (SUICIDAL INTENTION RATING SCALE)
Skor 0 Tidak ada ide bunuh diri lalu dan sekarang
Skor 1 Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam
bunuh diri
Skor 2 Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
Skor 3 Mengancam bunuh diri, misalnya ―tinggalkan saya sendiri atau saya
bunuh diri‖
Skor 4 Aktif mencoba bunuh diri
Skala bunuh diri : S.A.D. P.E.R.S.O.N.S.
[S] Seks (jenis kelamin) : Pria tiga kali lebih banyak membunuh diri
ketimbang wanita.
[A] Umur (Age) : Orang yang berumur 19 tahun atau lebih muda
dan 45 tahun atau lebih tua berada dalam resiko lebih besar untuk bunuh
diri
[D] Orang yang depresi (depresed people) mempunyai angka bunuh diri
30 kali lebih besar dibandingkan oarang tanpa depresi
[P] Orang dengan usaha sebelumnya (previous attempters) mempunyai
angka bunuh diri hingga 64 kali dibandingkan populasi umumu
[E] Penyalahgunaan etanol (ethanol abusers) : diperkirakan 15% dari
alkoholikmel akukan bunuh diri
[R] Kehilangan pikiran rasional (rational thinking loss) contohnya
psikosis, mania, depresi, atau sindrom otak organik
[S] Kehilangan dukungan sosial (social support lacking), khususnya jika
sebelumnyabaru terjadi kehilangan dukungan
[O] Rencana terorganisasi (organized plan), melalui komunikasi langsung
atau tak langsung
[N] Tanpa pasangan (no spouse) contohnya sendiri, cerai , janda, atu hidup
terpisah
[S] Sakit (sickness) : Berat, kronik atau cacat
Satu poin diberikan untuk setiap faktor skor 0 hingga 2 memungkinkan
penempatan dirumah dengan tindak lanjut, 3 hingga 6 memerlukan pertimbangan
perawatan rumah sakit tergantung pada kepercayaan pada tindak lanjut , dan 2-10
menunjukkan perawatan dirumah sakit atau komitmen. Skala ini paling berguna
dalam mengevaluasi suatu kasus potensial bunuh diri.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 187


JENIS – JENIS BUNUH DIRI
Menurut Emile Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini
disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang
menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan
integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak
menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung
untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu
kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi
antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut
meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan
pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan
kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan
terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

TOPIK. 2
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RESIKO BUNUH
DIRI

Dalam melakukan asuhan keperawatan klien resiko bunuh diri, perawat


perlu memahami tahapan dalam proses keperawatan dan petunjuk dalam
melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang
akurat. (Yosef, 2007).
A. PENGKAJIAN
a. Lingkungan dan upaya bunuh diri
Perawat perlu mengkai pristiwa yang menghina atau menyakitkan,
upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan benda
yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
b. Gejala
Perawat mencatat adaya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri,
perasaan gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi,
gelisah, insomnia menetap, bewrat badan menurun, bicara lamban,
keletihan, withdrawl.
c. Penyakit psikiatrik
Upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat adiktif, depresi
remaja, gangguan mental lansia.
d. Riwayat psikososial
Bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress multiple
(pindah, kehilangan, putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin,
penyakit kronik.
e. Faktor kepribadian

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 188


Impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kakuk, putus
asa, hargadiri rendah, antisocial.
f. Riwayat keluarga
Riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme. Sebagai
perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila
menunjukkan perilaku sebagai berikut: Menyatakan pikiran, harapan dan
perencanaan tentang bunuh diri. Memiliki riwayat satu kali atau lebih
melakukan percobaan bunuh diri. Memilki keluarga yang memiliki
riwayat bunuh diri. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental. Mengalami
penyalahunaan NAPZA terutama alcohol. Menderita penyakit fisik yang
prognosisnya kurang baik. Menunjukkan impulsivitas dan agressif.
Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan
yang bertubi-tubi dan secara bersamaan:
1. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal
pistol, obat, racun.
2. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan
pengobatan
3. Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan
bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :‖Tolong jaga
anak-anak karena saya akan pergi jauh!‖ atau ―Segala sesuatu akan lebih
baik tanpa saya.‖
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti
rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan
harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan
dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh
diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau
melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif
mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong
urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 189


Setelah melakukan pengkajian, perawat dapat merumuskan
diagnosis keperawatan berdasarkan tingkat resiko dilakukannya bunuh
diri. Jika terdapt data pasien menunjukkann isyarat bunuh diri, diagnosis
keparwatan yang muncul adalah harga diri rendag, jika anda telah
merumuskan diagnosis ini, tindakan yang paling utama dilakukan adlah
meningkatkan harga diri pasien. (Keliat, 2009)
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat
perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien
dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah:
7. Tentukan tujuan secara jelas. Dalam melakukan wawancara,
perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian
perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi
depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
8. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu
diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap
memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat
serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
9. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon
klien,karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
10. Jangan terlalu tergesa–gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini
perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara
perawat dan klien.
11. Jangan membuat asumsi, Jangan membuat asumsi tentang
pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
12. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi
akan membuat kabur penilaian profesional.

Data Yang Perlu Dikumpulkan Saat Pengkajian:


Riwayat masa a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
lalu b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan
skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisocial
f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
Symptom yang a. Apakah klien mengalami : Ide bunuh diri
Menyertainya 1. Ancaman bunh diri
2. Percobaan bunuh diri
3. Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan
anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan
resiko bunuh diri.
c. Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk
membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih
mendalam lagi diantaranya :
1. Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 190


2. Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya
atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai
dengan rencananya.
3. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien
untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
4. Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu
diakses oleh klien.
d. Hal–hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian
tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko
bunuh diri :
1. Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
2. Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
3. Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam
dan mendorong komunikasi terbuka.
4. Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata –
kata yang dimengerti klien
5. Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat
pengobatannya
6. Mendapatkan data tentang demografi dan social ekonomi
7. Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
8. Peroleh riwayat penyakit fisik klien

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penetapan diagnosis keperawatan : resiko bunuh diri berdasarlan tanda
dan gejala resiko bunuh diri yang di peroleh saat pengkajian. Penetapan
resiko bunuh diri ini juga disesuaikan dengan terminology dari standart
diagnosis keperawatan
North America Nursing Diagnosis Associattion (NANDA) dan Standart
Keperawatan Indonesia (SDKI) menyebutkan resiko bunuh diri merupakan
kerantanan melukai diri sendiri yang mengancam nyawa.

C. INTEVENSI KEPERAWATAN
1. Listening, kontrak, kolaborasi dengan keluarga Klien bisa ditolong
dengan terapi dan mencoba untuk mengungkapkan peasaannya, berikan
dukungan agar dia tabah dsan tetap berpandangan bahwa hidup ini
bermanfaat. Buatlah lingkungannya seaman mungkin dan jauhkanlah dari
alatttt-alat yang bisa digunakan untuk bunuh diri.
2. Pahami persoalan dari kacamata mereka Harus dihadapi dengan sikap
menerima, sabar, dan empati. Perawat berupaya agar tidak bersikap
memvonis, memojokkan, apalagi menghakimi mereka yang punya niat
bunuh diri. Pada saat sedang menderita ia membutuhkan bantuan orang
lain, ia butuh ventilasi untuk mengalirkan perasaan dan masalahnya.
Namun ia biasanya takut untuk mencari pertolongan.
3. Pentingnya partisipasi masyarakat Gangguan kejiwaan biasanya bisa
sembuh hanya perlu terus dievaluasi karena sewaktu-waktu bisa kambuh,
dalam hal ini dukungan keluarga sangat penting untuk upaya
penyembuhan klien , keluarga perlu didukung masyarakat sekitarnya agar

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 191


klien gangguan jiwa dianggap sama dngan penyakit-penyakit fisik
lainnya.
4. Express feeling Perlu ada dukungan dari lingkungan seperti sharing atau
curhat sehingga membantu meringankan beban yang menerpa, selain
mengontrol emosi, lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa.
5. Lakukan implementasi khusus, seperti menjauhkan benda-benda
berbahaya dari lingkungan klien, dan mengobservasi prilaku yang
berisiko untuk bunuh diri.

Dalam buku keperawatan kesehatan jiwa oleh ns. Emi wuri wuyaningsih dkk
(2018). Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien meliputi :
1. Pasein ancaman/percobaan bunuh diri
a. Pasien mampu membin hubungan saling percaya
b. Pasien tetap aman dan selamat
2. Pasien isyarat bunuh diri
a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
b. Pasien mampu mengontrol pikiran bunuh diri melalui pikiran
positif diri
c. Pasein mampu mengontrol pikiran bunuh diri melalui pikiran
positif keluarga dan lingkungan
d. Pasien mampu menyusun rencana masa depan atau kegiatan
sehari-hari yang positif
e. Pasien mampu melakukan kegiatan rencana masa depan yang
telah disusun

Kesembuhan pasien dengan halusinasi dapat dicapai dengan optimal jika


melibatkan peran keluarga atau caregiver dalam merawatnya. Oleh karena itu
tujuan tindakan keperawatan pada keluarga atau caregiver pasien dengan resiko
bunuh diri meliputi :
1. Keluarga atau caregiver mampu menganal masalah resiko bunu diri
(penyebab, tsaudara dan gejala, serta mencegah ide bunuh diri.
2. Keluarga atau caregiver memiliki ketrampilan dalam merawat pasien
dengan baik
3. Keluarga atau caregiver mampu menganal tanda dan gejala kekambuhan
serta akses rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan jika diperlukan
4. Keluarga atau caregiver mampu mengatasi beban fisik, emosisonal,
sosial, maupun finansial yang dialaminya ketika merawat pasien dengan
halusinasi

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan (PPNI,2009).
RASIONAL Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan partisipasi klien dalam
tindakan keperawatn pada hasil yang diharapakan.

KRITERIA Tatanan praktik menyediakan: sumber daya untuk pelaksana kegiatan,


STRUKTUR pola ketenagaan yang sesuai kebutuhan, adanya mekanisme untuk

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 192


mengkaji dan merevisi pola ketenagaan secara periodik, melakukan
supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan dibawah tanggung
jawabnya, menjadi koordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien
untuk mencapai tujuan kesehatan, menginformasikan kepada klien
tentang status kesehatan dan fasilitas-fasilotas pelayanan kesehatan yang
ada, memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
dan keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakan, megkaji ulang dan merevisi pelaksanaan
tindakan keperawatn berdasarkan respons klien
KRITERIA Terdokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien secara
HASIL sistematikdan dengan mudah diperoleh kembali, tindakan keperawatan
dapat diterima oleh klien dan keluarga, ada bukti-bukti yang terukur
tentang pencapaian tujuan (PPNI,2009)

Pengelolaan dan perwujudan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan. Hal yang perlu
dilakukan dalam implementasi (Struart,GW dan Sundeen,S.J,2006)

DO Implementasi 1. Dependent intervensions


(Melakukan) pelaksanaan kegiatan Dilaksanakan dengan memgikuti order
yang terbagi beberapa dari pemberi perawatan kesehatan lain.
kriteria 2. Colaborative (interdependent)
Kegiatan yang dilaksanakan dengan
profesional kesehatan lain
3. Otonomi (independent)
Kegiatan yang dilaksanakan dengan
melakukan nursing order dan sering juga
bersamaan dengan order dari medis
Delegate Pelaksanaan order bisa 1. Apakah tugas tersebut tepat untuk
didelegasikan, hanya didelegasikan
saja ada beberapa 2. Apakah komunikasi tepat dilakukan
tanggung jawab yang 3. Apakah ada supervisi
perlu dicermati oleh
pemberi delegasi
Record Pencataatan bisa
dilakukan dengan
berbagai format
tergantung pilihan dari
setiap institusi
Syarat bagi Kondisi perawat 1. Memiliki pengalaman klinik
perawat 2. Pengetahuan tentang riset
melakukan 3. Responsif
implementasi 4. Tindakan mempunyai dimensi perawatan

Perilaku perawat 1. Mempertimbangkan sumber yang tersedia


2. Memunculkan alternatif
3. Berkoordinasi dengan petugas lainnya
(Struart,GW dan Sundeen,S.J,2006)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 193


E. EVALUASI KEPERAWATAN
Proses evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan dari tindakan
keperawaan dan strategi rencana keberhasilan dari tindakan keperawatan
dan strategi rencan tindakan keperawatan selanjutnya. Evaluasi tindakan
keperawatan pada apsien untuk menilain danya penurunan atau peningkatan
tanda dan gejala resiko bunuh diri pasien. Sehingga mampu melakukan
kegiatan-kegiatan yang positif. Kemampuan pasien yang penting dilakukan
evaluasi meliputi :
1. Kemampuan pasien untuk masalag resiko bunuh diri (penyebab,
tanda dan gejala, akibat jika danya ide bunuh diri yang tidak
tertangani dengan baik)
2. Kemampuan pasien dalam menganal benda-benda yang
membahayakan diri sendiri dan asertif untuk menyingkirkannya.
3. Kemampuan pasien untuk untuk mengidentifikasi aspek positif diri
yang dimiliki baik dari diri sendiri, keluarga, teman dan lingkungan
sosialnya
4. Kemampuan afirmasi positif terhadap aspek positif yang dimiliki
baik dari diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan
Evaluasi tindakan keperawatan pada keluarga untuk menilai
kemampuan keliarga dalam merawat pasien dengan resiko bunuh diri.
Kemampuan keluarga yang penting diakukan evaluasi meliputi :
1. Kemampuan mengidentifikasi masalah dalam merawat pasien
dengan resiko bunuh diri
2. Kemampuan keluarga cara merawat pasien dengan resiko bunuh
diri
3. Kemampuan keluarga mengenal tanda dan gejala kekambuhan
pasien dan melakukan rujukan
4. Kemampuan keluarga me;akukan follow up perawtaan pasien ke
fasilitas pelayanan kesehatan
5. Kemampuan keluarga dalam manajemen stress/emosi dalam
merawat pasien dengan resiko bunuh diri

LATIHAN SOAL :
1. Berikut ini yang tidak termasuk pengertian dari bunuh diri adalah
a. segala tindakan yang dilakukan dengan sadar oleh seserorang untuk
mengakhiri hidupnya
b. perbuatan seseroang untuk membinasakan dirinya sendiri dalam waktu
singkat dan orang itu tahu akan akibatnya.
c. Suatu perubahan dari fungsi jiwa yang menyebabkan ada gangguan
pada fungsi jiwa
d. suatu keadaan dimana individu akan mengalami resiko untuk menyakiti
diri sendiri atau melakukan suatu tindakan yang dapat mengancam
nyawa
2. Dalam buku keperawatan kesehatan jiwa oleh ns. Emi wuri wuyaningsih
dkk (2018) perilaku bunuh diri di bagi menjadi berapa ?
a. 6 c. 8
b. 7 d. 9

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 194


3. Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai beriku, kecuali...
a. Diagnosis Psikiatrik c. Lingkungan Psikososial
b. Riwayat Keluarga d Riwayat penyakit
4. Tanda dan gejala menurut Fitria, Nita (2009) adalah.....
a. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan).
b. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri).
c. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
d. Semua benar
5. Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya disebut.............
a. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
b. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
c. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
d. Bunuh diri personal
6. Yang bukan termasuk dalam format pengkajian pada pasien resiko bunh
diri adalah.....
a. Lingkungan dan upaya bunuh diri c. Riawayat penyakit
b. Penyakit psikiatrik d. Riwayat psikososial
7. Yang termasuk data yang perlu dikumpulkan dalam pengkajian riwayat
masa lalu yaitu:.......
a. Semua benar
b. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
c. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
d. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisocial
8. Penetapan diagnosa resiko bunuh diri ini juga disesuaikan dengan.....
b. Terminology dari standart diagnosis keperawatan
c. Lingkungan psikososial
d. Kejiwaan
e. Keadaan personal
9. Perlu ada dukungan dari lingkungan seperti sharing atau curhat sehingga
membantu meringankan beban yang menerpa, selain mengontrol emosi,
lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa termasuk rencana
keperawatan yang disebut........
a. Listening, kontrak, kolaborasi dengan keluarga
b. Express feeling
c. Pentingnya partisipasi masyarakat
d. Experst lingkungan
10. Tujuan dari proses evaluasi pasien dengan resiko bunuh diri adalah.....
a. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan partisipasi klien
dalam tindakan keperawatan pada hasil yang diharapakan
b. Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses
oleh klien

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 195


c. agar tidak bersikap memvonis, memojokkan, apalagi menghakimi
mereka yang punya niat bunuh diri
d. untuk menilai adanya penurunan atau peningkatan tanda dan gejala
resiko bunuh diri pasien

Kunci Jawaban :

1. C 6. C
2. B 7. A
3. D 8. A
4. D 9. B
5. C 10. D

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 196


DAFTAR PUSTAKA

Davidson,G, Neale,J.M, & Kring,A.M.2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : PT


Raja Grafindo Persada
Guze,Barry,dkk.1997. Buku Saku Psikiatri. Jakarta : RGC
Keliat. B.A 2010. Model Praktik Keperawatan Porfesional Jiwa. Jakarta : EGC
Maramis, W.F. 2009. Catatan Ilmu Kedoteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya :
Universitas Airlangga
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV Andi
Offset
Nita,Fitria. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya : Airlangga
Prabowo, Eko. 2014. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika
Struart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Wuryaningsih, Emi Wuri,dkk. (2018). Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember :
universitas jember
Yosep, Iyus. 2008. Proses Terjadinya Gangguan Jiwa. Sumedang. Jurnal
gangguan jiwa

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 197


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 198
BAB 18
MODEL KONSEP DASAR
KEPERAWATAN JIWA

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 196


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 197
BAB 18
MODEL KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA
Ns. Titik Sumiatin, S.kep.,M.Kep
PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk
terjadinya perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara
optimal, sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal
individu – individu yang lain.
Gangguan jiwa terdiri dari beberapa macam termasuk diantaranya adalah
waham atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak
sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang
budaya, selalu dikemukakan berulang – ulang dan berlebihan biarpun telah
dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak benar secara umum.

INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Waham


2. Mahasiswa dapat memahami etiologi Waham
3. Mahasiswa dapat menyebutkan tanda dan gejala Waham
4. Mahasiswa dapat menyebutkan masalah yang sering
muncul pada Waham
5. Mahasiswa dapat memahami akibat apa saja yang sering
muncul pada Waham
6. Mahasiswa dapat memahami mekanisme koping Waham
7. Mahasiswa dapat menyebutkan fase-fase terjadinya Waham
8. Mahasiswa dapat menyebutkan jenis-jenis Waham
9. Mahasiswa dapat memahami rentang respon Waham
10. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada
Waham yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses asuhan
keperawatan: pengkajian,diagnosis, perencanaan,
implementasi dan evaluasi
11. Mahasiswa dapat menjelaskan modul keperawatan pada
waham yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses asuhan
keperawatan: pengkajian, diagnosis, perencanaan,
implementasi dan evaluasi

MATERI ASUHAN KEPERAWATAN WAHAM


POKOK Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian, Intervensi,
Implementasi, dan evaluasi Keperawatan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 198


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Waham adalah suatu kenyataan yang tidak sesuai dan dipertahankan
secara terus menerus.
Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang
menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka
yang terluka. (Kalpan & Sadock)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003).

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu

C. Tanda dan Gejala


1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga,mudah tersinggung
4. Bermusuhan
5. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan

D. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul


1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Kerusakan komunikasi : verbal
3. Perubahan isi pikir : waham

E. Akibat Yang Sering Muncul


1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
2. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
3. Fungsi emosi
4. Fungsi motorik

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 199


F. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi
berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi
ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik
diri, pada keluarga: mengingkari.

G. Fase-fase terjadinya waham


Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-
orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat
miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft
ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang
sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn diperhitungkan
dalam kelompoknya.
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara
self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang
ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri
dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar
interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi ( rantai yang hilang ).

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 200


H. Jenis – jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, ―Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!‖
atau, ―Saya punya tambang emas.‖
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali,
tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, ―Saya tidak tahu seluruh saudara
saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan
kesuksesan saya.‖
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu
agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh, ―Kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari.‖
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya, ―Saya sakit kanker.‖ (Kenyataannya
pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi
pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, ‖Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini
adalah roh-roh‖.

I. Rentang Respon

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 201


I. A. POHON MASALAH
Gangguan Tidak mampu Penyangkalan,
emosi, psiko, berfikir secara logis melindungi diri dari
factor sosial, dan pikiran mengenal implus yang
kegaduhan dan individu mulai tidak dapat diterima
keadaan social menyimpang didalam dirinya sendiri

Kemandirian
yang kokoh
Fantasi pikiran rahasia Ketidakefektifan koping
sebagai cara untuk Tidak percaya
meningkatkan harga diri terhadap orang
mereka yang terluka lain/pikiran delusi
Resiko ketidakberdayaan
ansietas

Gangguan harga diri Resiko membahayakan Hambatan


rendah situasional diri/orang lain interaksi social
ketidakefektifan
koping keluarga

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN WAHAM

A. Pengkajian
Selama pengkajian saudara harus mendengarkan dan memperhatikan
semua informasi yang diberikan oleh pasien tengang wahamnya. Untuk
mempertahankan hubungan saling percaya yang telah terbina jangan
menyangkal, menolak atau menerima keyakinan pasien.
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :
1. Apakah pasien memiliki pikiran atau isi pikiran yang berulang-ulang
diungkapkan dan menetap
2. Pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien
cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya
3. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya
aneh dan tidak nyata
4. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar tubuhnya
5. Apakah pasien pernah merasa di awasi atau dibicarakan oleh orang
lain

B. Diagnosa keperawatan Jiwa


Berdasarkan data yang diperoleh ditetapkan diagnosa keperawatan yaitu:
1. Gangguan harga diri rendah situasional
Sedangkan masalah keperawatan yang juga perlu dikaji antara lain :
1. Risiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 202


2. Kerusakan komunikasi verbal
3. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
C. Rencana tindakan
PERENCANAAN
N DIAGNOS
KRITERIA
O A TUJUAN INTERVENSI
EVALUASI
1 Gangguan TUM : 1.1 Setelah ... X 1.1 Bina hubungan
harga diri Klien dapat interaksi klien : saling percaya
rendah mengontrol a. Mau dengan klien
situasional wahamnya menerima a. Beri salam
TUK : kehadiran b. Perkenalkan
1. Klien dapat perawat diri,
membina disampingnya Tanyakan
hubungan b. Mengatakan nama, serta
saling percaya mau nama
dengan menerima panggilan
perawat bantuan yang disukai
perawat c. Jelaskan
c. Tidak tujuan
menunjukkan interaksi
tanda-tanda d. Yakinkan
curiga klien dalam
d. Mengijinkan keadaan
duduk aman dan
disamping perawat siap
menolong
dan
mendampingi
nya
e. Yakinkan
bahwa
kerahasiaan
klien akan
tetap terjaga
f. Tunjukkan
sikap terbuka
dan jujur
g. Perhatikan
kebutuhan
dasar dan
bantu pasien
memenuhiny
a
TUK : 1.1 Setelah ... X 1.1 Bantu klien
Klien dapat interaksi Klien : untuk
mengidentifika a. Klien mengungkapka
si perasaan menceritakan n perasaan dan
yang muncul ide-ide dan pikirannya

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 203


secara perasaan yang a. Diskusikan
berulang muncul secara dengan klien
dalam pikiran berulang pengalaman
klien dalam yang dialami
pikirannya selama ini
termasuk
hubungan
dengan orang
yang berarti,
lingkungan
kerja,
sekolah, dsb
b. Dengarkan
pernyataan
klien dengan
empati tanpa
mendukung
atau
menentang
pernyataan
wahamnya
c. Katakan
perawat dapat
memahami
apa yang
diceritakan
klien
TUK 1.1 Setelah ... X 1.1 Diskusikan
Klien dapat interaksi klien tentang
mengidentifika menjelaskan pengalaman-
si konsekuensi gangguan pengalaman
dari fungsi hidup yang tidak
wahamnya sehari-hari menguntungka
yang n sebagai
diakibatkan akibat dari
ide-ide atau wahamnya
pikirannya seperti
yang tidak :Hambatan
sesuai dengan dalam
kenyataan berinteraksi
seperti : dengan
a. Hubungan keluarga,
dengan Hambatan
keluarga dalam interaksi
b. Hubungan dengan orang
dengan orang lain dalam
lain melakukan
c. Aktivitas aktivitas

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 204


sehari-hari sehari-hari
d. Pekerjaan 1.2 Ajak klien
e. Sekolah melihat bahwa
f. Prestasi, dsb waham
tersebut adalah
masalah yang
membutuhkan
bantuan dari
orang lain
1.3 Diskusikan
dengan klien
tentang orang
atau tempat ia
dapat meminta
bantuan
apabila
wahamnya
timbul atau
sulit di
kendalikan
TUK 1.1 Setelah ... X 1.1 Diskusikan
Klien mendapat interaksi pentingnya
dukungan keluarga dapat peran keluarga
keluarga menjelaskan sebagai
tentang cara pendukung
mempraktekkan untuk
cara merawat mengatasi
klien waham waham
1.2 Diskusikan
potensi
keluarga untuk
membantu
klien
mengatasi
waham
1.3 Jelaskan pada
keluarga
tentang
a. Pengertian
waham
b. Tanda gejala
waham
c. Penyebap dan
akibat waham
d. Cara merawat
klien waham
1.4 Latih keluarga
cara merawat

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 205


waham
1.5 Tanyakan
perasaan
keluarga
setelah
mencoba cara
yang dilatih
1.6 Beri pujian pada
keluarga atas
keterlibatannya
merawat klien
di rumah

STRATEGI PELAKSANAAN
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) PASIEN WAHAM
SP 1 PASIEN
1. Identifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
2. Bicarakan konteks realita
3. Latih pasien untuk memenuhi kebutuhannya
4. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan pasien
SP 2 PASIEN
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp 1)
2. Identifikasi potensi/kemampuan yang dimiliki
3. Pilih dan latih potensi/kemampuan yang dimiliki
4. Masukkan ke dalam jadual kegiatan pasien

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) KELUARGA


SP 1 KELUARGA
1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
2. Jelaskan proses terjadinya waham
3. Jelaskan tentang cara merawat pasien waham
4. Latih (simulasi) cara merawat
5. RTL keluarga/jadual untuk merawat pasien

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang dilakukan disesuaikan dengan rencana


keperawatan dan strategi pelaksanaan yang telah disusun.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 206


E. Evaluasi
Lakukan evaluasi setelah dilakukannya implementasi. Contoh lembar
evaluasi sebagai berikut :
PENILAIAN KEMAMPUAN PASIEN DAN
KELUARGA DENGAN MASALAH WAHAM
NAMA PASIEN :
RUANGAN :
NAMA PERAWAT :
NO KEMAMPUAN TANGGAL
A Pasien
Berkomunikasi sesuai dengan
1
kemampuan
Menyebutkan cara memenuhi
2 kebutuhan yang tidak
terpenuhi
Mempraktikkan cara
3 memenuhi kebutuhan
yang tidak terpenuhi
Menyebutkan kemampuan
4
positif yang dimilik
Mempraktikkan kemampuan
5
positif yang dimiliki
Menyebutkan jenis jadwal dan
6
waktu minum obat
Melakukan jadwal aktivitas
7 dan minum obat sehari-
hari
B Keluarga
Menyebutkan pengertian
1 waham dan proses
terjadinya waham
Menyebutkan cara merawat
2
pasien waham
Mempraktikkan cara merawat
3
pasien waham
Membuat jadwal aktivitas dan
4
minum obat untuk klien

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 207


LATIHAN SOAL
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya waham?
A. Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat
B. Disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian
C. Keturunan, paling sering pada kembar satu telur
D. Semua benar
Jawaban: D
2. Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial),
termasuk dari akibat yang sering muncul pada waham yang berarti?
A. Fungsi persepsi
B. Fungsi emosi
C. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
D. Fungsi motorik
Jawaban: C
3. Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat
terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah.
Termasuk dalam waham fase?
A. Fase lack of self esteem
B. Fase lack of human need
C. Fase control internal external
D. Fase comforting
Jawaban: B
4. Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar
lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
Termasuk dalam waham fase?
A. Fase lack of self esteem
B. Fase lack of human need
C. Fase control internal external
D. Fase comforting
Jawaban: A
5. Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. klien lebih sering menyendiri dan
menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
Termasuk dalam waham fase?
A. Fase lack of self esteem
B. Fase improving
C. Fase environment support
D. Fase comforting
Jawaban: D

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 208


6. Tanda dan gejala waham terbagi menjadi beberapa jenis. Waham apa
sajakah itu?
1. Waham ingin tahu
2. Waham curiga
3. Waham emosi
4. Waham kebesaran
Jawaban: B (2 dan 4)
7. Individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, ―Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan
pakaian putih setiap hari.‖
Termasuk waham jenis apa?
A. Waham kebesaran
B. Waham agama
C. Waham somatik
D. Waham nihilistik
Jawaban: B
8. Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau
terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan. Misalnya, ―Saya sakit kanker.‖ (Kenyataannya pada
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi
pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
Termasuk waham jenis apa?
A. Waham agama
B. Waham somatik
C. Waham nihilistik
D. Waham kontrol pikir
Jawaban: B
9. Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal
dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya,
‖Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh‖.
A. Waham agama
B. Waham somatik
C. Waham nihilistik
D. Waham kontrol pikir
Jawaban: C
10. Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien dengan waham ? Kecuali...
1.Apakah pasien memiliki pikiran atau isi pikiran yang berulang-ulang
diungkapkan dan menetap?
2.Pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien
cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
3.Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya
aneh dan tidak nyata?
4.Apakah anda merasa sehat-sehat saja tidak ada yang dikhawatirkan?
Jawaban: D (4 saja)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 209


DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta :
FIK, Universitas Indonesia
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1.
Bandung, RSJP Bandung.
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN
(Basic Course). Jakarta : EGC
Ns. Mustofa, Ali. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa Untuk Praktisi dan
Mahasiswa Keperawatan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 210


BAB 19
LAPORAN
PENDAHULUAN PASIEN
ANAK DENGAN AUTIS

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 209


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 210
BAB 19
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN ANAK DENGAN AUTIS
Ns. Titik Sumiatin, S.kep.,M.Kep

PENDAHULUAN
Istilah Autisme dikemukakan pertama kali oleh Dr Leo Kanner pada tahun
1943, ahli psikiater anak di John Hopkins University, yang mendeskripsikan
bahwa gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang
lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan Bahasa yang
tertunda, echolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain
repetitive dan stereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk
mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya (Dawson & Castelee dalam
Widihastuti 2007).
Autisme seringkali di salah artikan sebagai keadaan yang buruk dengan
keparahan masalah pola perilaku anak (Abbeduto et al, 2012 dalam Weiss,
Robinson, Fung, Tint & Chalmers, 2013), dan keperahan gejala dari autisme itu
sendiri (Duarte et al, 2005 dalam Weiss, Robinson, Fung, Tint & Chalmers,
2013).
Dalam bab ini kami akan mengajak Anda untuk mempelajari mengenai
pengertian Autisme sampai dengan Asuhan keperawatan pasien anak autis .
Penjelasan secara teori dan secara lebih khusus adalah agar Anda mampu
mencapai criteria yang di harapkan.

I
INDIKATOR 1. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi autis
2. Mahasiswa dapat menyebutkan penyebab autis
3. Mahasiswa dapat menyebutkan ciri-ciri autis
4. Mahasiswa dapat menyebitkan gejala autis
5. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan menyeluruh
6. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada
anak autis yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses
asuhan keperawatan: pengkajian,diagnosis, perencanaan,
implementasi dan evaluasi
7. Mahasiswa dapat menjelaskan modul keperawatan pada
anak autis yang sesuai dengan prinsip 5 tahap proses
asuhan keperawatan: pengkajian, diagnosis, perencanaan,
implementasi,dan evaluasi
MATERI ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI
POKOK Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian, Intervensi,
Implementasi, dan evaluasi Keperawatan

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 211


TOPIK.1
TEORI ANAK DENGAN AUTIS

Autis berasal dari Bahasa Yunani ―auto‖ berarti sendiri yang ditunjukan
kepada seseorang yang hidup didalam dunianya sendiri.Autisme atau gangguan
autistik terjadi pada anak yang gejalanya sudah ada sebelum mereka berusia 3
tahun.
Autisme adalah gangguan kronis yang dialami pada masa kanak-kanak yang akan
terjadi seumur hidup mereka. Individu penyandang autis akan mengalami
permasalahan dalam hal berkomunikasi, sosialisasi, dan behavior.
A. DEFINISI AUTIS
Menurut Cridland, Jones, Magee & Caputi (2014), keluarga memiliki
tantangan tersendiri karena kehadiran anak penyandang autisme. Sulitnya
penyusuain diri dalam rutinitas sehari-hari, tolerensi terhadap prilaku, perubahan
mood secara tiba-tiba dan menjadi mediator dalam interaksi sosial merupakan
tantangan yang harus di hadapi keluarga. Dengan tantangan tersebut, autisme
memberikan dampak kepada keluarga di antaranya, dampak terhadap kehidupan
sehari-hari, dampak terhadap karir dan keuangan, dampak terhadap hubungan
bersaudara, dampak terhadap hubungan suami istri dan dampak terhadap orang
tua (Depape & Lindsay, 2015).
Banyaknya tantangan yang di hadapi keluarga,memberikan dampak yang
lebih siginifikan kepada ibu yang berperan lebih banyak untuk merawat anak
penyadang autisme (Lutz, Patterson & Klein, 2012). Tidak mudah bagi ibu untuk
dapat hidup secara tenang dan damai ketika mengetahui anaknya menagalami
salah satu gangguan perkembangan yang cukup berat seperti autisme (Safaria,
2005). Ibu akan merasakan kesedihan memiliki anak sebagai penyandang autisme,
dimana kesedihan akan reda setalah 6-12 bulan namun kesedihan mendalam akan
reda kurang lebih dalam 3-5 tahun (Martocchio, 1985 dalam Lewis et al, 2011).

A. PENYEBAB AUTIS
1. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik.
Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous
sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile-X karena
secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang
tampak seperti patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrome
fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai)
yaitu melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti
penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa digolingkan
sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita
maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH Faradz, Ph.D, 2003).
2. Gangguan pada Sistem Syaraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada
hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada
otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak
kecil pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang
pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 212


abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat
menimbulkan sel purkinye mati. (Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K), 2003).
3. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik
berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi
terhadap makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung
gandum, daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi.
Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001 telah
dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria
gangguan autisme menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 – 10 tahun, dari 120
orang itu 97 adalah anak laki-laki dan 23 orang adalah anak perempuan. Dari
hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak anak ini mengalami gangguan
metabolisme yang kompleks, dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi,
ternyata dari 120 orang anak yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita
alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak (15%) alergi terhadap susu
dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %) alergi terhadap gluten dan makanan
lain. (Dr. Melly Budiman, SpKJ, 2003).
4. Kemungkinan Lain Infeksi yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran
dapat merusak otak seperti virus rubella yang terjadi selama kehamilan dapat
menyebabkan kerusakan otak. Kemungkinan yang lain adalah faktor
psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga tidak memiliki waktu
untuk berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak berbicara
sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.
B. TEORI PENYEBAB AUTIS
Sedang pendapat lain menurut Widyawati dalam sebuah simposium autis
pada tangga 30 Agustus 1997, mengemukakan beberapa teori penyebab
autisme antara lain :
1. Teori Psikososial
Menurut Kanner diantara penyebab autisme pada anak yaitu lahir dari
perilaku sosial yang tidak seimbang, seperti orang tua yang emosional, kaku
dan obsessif, yang mengasuh anak mereka dalam suatu atsmosfir yang secara
emosional kurang hangat bahkan dingin. Pendapat lain mengatakan bahwa
telah adanya trauma pada anak yang disebabkan hostilitas yang tidak disadari
dari ibu, yang tidak mengendaki kelahiran anaknya.
2. Teori Biologis
Dari hasil penelitian, secara genetik terhadap keluarga dan anak kembar
menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam autisme. Pada anak
kembar satu telur ditemukan sekitar 36-89%, sedang pada anak kembar dua
telur 0%. Pada penelitian lain, ditemukan keluarga 2,5-3% utisme pada
saudara kandung, yang berarti 50-100 kali lebih tinggi dibanding pada
populasi normal. Selain itu komplikasi pranatal, perinatal, dan neo natal yang
meningkat juga ditemukan pada anak dengan autisme. Komplikasi yang
paling sering dilaporkan adalah adanya pendarahan setelah trimester pertama
dan ada kotoran janin pada cairan amnion, yang merupakan tanda bahaya dari
janin (fetal distress).
3. Teori Imunologi
Dalam teori ini, telah ditemukan respons dari sistem imun pada beberapa
anak autistik meningkatkan kemungkinan adanya dasar imuniologis pada

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 213


beberapa kasus autisme. Ditemukannya antibodi beberapa ibu terhadap
antigen lekosit anak mereka yang autisme, memperkuat dugaan ini, karena
ternyata anti gen lekosit juga ditemukan pada sel-sel otak. Dengan demikian,
antibodi ibu dapat secara langsung merusak jaringan saraf otak janin yang
menjadi penyebab timbulnya autisme.
4. Infeksi Virus
Penaingkatan frekeuensi yang tinggi dari gangguan autisme pada anakanak
dengan congenital, rubella, herpes simplex encephalitis, dan cytomegalovirus
invection, juga pada anak-anak yang lahir selama musim semi dengan
mekungkinan ibu mereka menderita influensa musim dingin saat mereka ada
di dalam rahim, telah membuat para peneliti menduga infeksi virus ini
merupakan salah satu penyebab autisme. Para ilmuan lain, menyatakan bahwa
kemungkinana besar penyebab autisme adalah faktor kecenderungan yang
dibawa oleh faktor genetik. Sekalipun begitu sampai saat ini kromosom mana
yang membawa sifat autisme belum dapat diketahui, sebab pada anak-anak
yang mempunyai kondisi kromosom yang berbeda ..
C. CIRI-CIRI AUTIS
Ciri yang khas pada anak yang autis :
a. Defisit keteraturan verbal
b. Abstraksi,memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik
c. Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau
dipikirkan orang lain).
Menurut Baron dan Kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah
a. Interaksi sosial dan perkembangan sosial yang abnormal
b. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal
c. Minat serta perilakunya terbatas,terpaku,diulang-ulang,tidak fleksibel dan
tidak imajinatif.
D. GEJALA AUTIS
Depdiknas (2002) mendeskripsikan anak dengan autisme berdasarkan jenis
masalah gangguan yang dialami anak dengan autisme. Karakteristik dari
masing-masing masalah/gangguan itu dideskripsikan sebagai berikut:
A.Masalah/ gangguan di bidang komunikasi dengan karakteristik sebagai berikut
1) Perkembangan Bahasa anak autistik lambat atau sama sekali tidak ada.
Anak tampak seperti tuli, dan sulit bicara
2) Terkadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai dengan artinya
3) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan Bahasa yang tidak
dimengerti
4) Bicara tidak dipakai sebagai alat berkomunikasi, senang meniru atau
membeo (echolalia)
5) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan sesuatu yang dia
inginkan, misalnya bila ia ingin meminta sesuatu
B. Masalah/ ganguan di bidang interaksi sosial, dengan karakteristik berupa :
1) Anak autistik lebih suka menyendiri
2) Anak menghindari kontak mata dengan orang lain atau menghindari
tatapan muka atau mata orang lain
3) Tidak tertarik berteman dengan teman sebayanya atau yang lebih tua
4) Bila diajak main, anak autistik menghindar
C. Masalah/ ganggun di bidang sensoris dengan karakteristinya berupa:

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 214


1) Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
2) Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
3) Anak autistik suka mencium-cium dan menjilat-jilat mainan atau benda-
benda yang ada disekitarnya
4) Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut
D. Masalah/ gangguan di bidang pola bermain, karakteristiknya berupa:
1) Anak autistik tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
2) Anak autistik tidak bisa bermain dengan teman sebayanya
3) Anak autistik tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan
E. Masalah/ gangguan di bidang perilaku, karakteristiknya berupa:
1) Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif)
dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif)
2) Anak autis memperlihatkan stimulasi diri atau merangsang diri sendiri
seperti bergoyang-goyang mengepakan tangan seperti burung
3) Anak autistik tidak suka kepada perubahan
4) Anak autistik mempunyai tatapan kosong
F. Masalah/ gangguan di bidang emosi, karakteristiknya berupa:
1) Anak autistik sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawatawa dan
menangis tanpa alasan
2) Anak autistik terkadang berperilaku agresif dan merusak
3) Anak autistik terkadang menyakiti dirinya sendiri
4) Anak autistik tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang
lain yang ada di sekitarnya
E. KLASIFIKASI ANAK AUTIS
Menurut Yatim (2002) dalam YAI, anak autis dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu:
- Autisme persepsi: dianggap autisme yang asli kerana kelainan sudah
timbul sebelum lahir. Ketidak mampuan anak berbahasa termasuk pada
penyimpangan reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga
kemampuan anak bekerjasama dengan orang lain, sehinggaanak bersikap
masa bodaoh.
- Autisme reaksi: terjadi karena beberapa permasalahan yang di
menimbulkan kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah
rumah/sekolah dan sebagainya. Autisme ini akan memuncukan gerakan-
gerakan tertentu berulang –ulang, kadang-kadang disertai kejang-kejang.
Gejala ini muncul pada usia lebih besar enam sampai tujuh tahun sebelum
anak memasuki tahapan berfikir logis.
- Autisme yang timbul kemudian: terjadi setelah anak agak besar,
dikarenakan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini
akan mempersulit dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan
pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat.
F. PENATALAKSANAAN MENYELURUH
Noviza (2004: 9) mengungkapkan bahwa metode yang dapat digunakan
terhadap penderita autisme akibat dari kesalahan bentukkan perilaku sosial
dapat dilakukan dengan metode terapi:
1. Metode Terapi Applied behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan
penelitian dan didesain khusus anak-anak penyandang autisme. Metode yang

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 215


dipakai dalam terapi ini adalah dengan memberi pelatihan khusus pada anak
dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian).
2. Metode terapi TEACCH
TEACCH adalah Treatment and education of autistic and Related
Communication handicapped Children, yaitu suatu metode yang dilakukan
untuk mendidik anak autis dengan menggunakan kekuatan relatifnya pada hal
terstruktur dan kesenangannya pada ritinitas dan halhal yang dapat
diperkirakan dan relatif mampu berhasil pada lingkungan yang visual
dibanding yang auditori. (Noviza, 2005: 42) Sedangkan menurut Dr.
Handojo (2004: 9) penanganan terpadu yang dilakukan pada penderita
autisme dapat dilakukan dengan menggunakan terapi:
1. Terapi psikofarmaka
Kerusakan sel otak di sistem limbic yaitu pusat emosi akan menimbulkan
gangguan emosi dan perilaku temper tantrum,agresivitas baik terhadap diri
sendiri maupun pada orang-orang sekitarnya,serta hiperaktivitas dab
stereotipik. Untuk mengendalikan gangguan emosi ini diperlukan ibat yang
mempengaruhi berfungsinya sel otak. Obat yang digunakan antara lain
sebagai berikut.
a. Haloperidol
Suatu obat antipsikotik yang mempunyai efek meredan
psikomotor,biasanya digunakan pada anak yang menampakkan perilaku
temper tantrum yang tidak terkendali serta mempunyai efek lain yaitu
meningkatkan proses belajar biasanya diguanakan dalam dosis 0,20 mg.
b. Fenfluramin
Suatu obat yang mempunyai efek mengurangi kadar serotonin darah yang
bermanfaat pada anak autism.
c. Naltrexone
Merupakan obat yang antagonis oplat yang diharapkan dapat menghambat
opioid endogen pada diri sendiri dan mengurangi hiperaktivitas.
d. Clompramin
Merupakan obat yang berguna untuk mengurangi
streotipik,konvulsi,perilaku ritual, dan agresevitas,serta biasanyta
diguanakan dalam dosis 3,75 mg.
e. Lithium
Merupakan obat yang dapat diguanakan untuk mengurangi perilaku agresif
dan mencederai diri sendiri.
f. Ritalin
Untuk menekan hiperaktivitas
2. Terapi perilaku
Penatalaksanaan gangguan autism menggunakan metode Lovass. Metode
Lovass adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Apliied
Behavioral Analysis (ABA). ABA sering disebut sebagai intervensi perilaku
(behavioral intervension) atau modifikasi (behavioral medifacation). Dasar
pemikirannya adalah perilaku yang diingibkan atau tida yang diinginkan bisa
dikontrol atau dibentuk dengan sistem penghargaaan (reward) dan hukuman
(punishment).

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 216


3. Terapi bicara
Gangguan bicara dan berbahasa diderita olej hgampit semua anak autism.
Tatalaksana melatih bicara dan berbahasa harus dilakukan karena merupakan
gangguan yang spesifik pada anak autism. Anak dipaksa untuk berbicara kata
demi kata, serta cara ucapan harus diperhatikan. Setelah mampu
berbicara,diajarkan berdialog. Anak dipaksa untuk memandang terapis karena
anak autism tidak mau adu pandang dengan orang lain. Dengan adanya
kontak mata,maka diharapkan anak dapat meniru gerakan bibir terapus.
4. Terapi okupasional
Melatih anak untuk menghilangkan gangguan perkembangan motorik
halusnya dengan memperkuat otot-otot jari supaya anak dapar menulis atau
melakukan keterampilan lainnya.
5. Terapi fisik
Autieme adalah suatu gangguan perkembangan pervasive. Banyak diantara
individu autis mempunya gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Fisioterapi dan terapiintegrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk
menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
6. Terapi sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autis adalah dalam
bidang komunikasi dan interaki. Banyak anak-anak ini membutuhkan
pertolongan dalam keterampilan berkomunikasi dua rah dan bermain bersama
di tempat bermain. Seorang terapis sosial membanti dengan memberikan
fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan
mengajari cara-caranya.
7. Terapi bermain
Meskipun terdengarnya aneh,seorang anak autistic membutuhkan
pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna
untuk belajar bicara,komunikasi,dan interaksi sosial. Seorang terapis bermain
bisa membantu anak dalam hal ini dengan tehnik-tehnik tertentu.
8. Terapi perkembangan
Floortime,Son-rise,dan Relationship Development Intervention (RDI)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari
minatnya,kekuatannya, dan tingkat perkembangannya,kemudian diingatkan
kemampuan sosial,emosional,dan intelektualnya.
9. Terapi visual
Individu dengan autisme lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners
atau visual tinkers). Hal ini yang kemudian dipakai untuk mengembangkan
metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar,misalnya dengan metofe
Picture Exchange Communication System (PECS). Beberapa video games
bisa juga dipakai untuk mengembangkan keterampilan komunikasi.
10. Pendidikan khusus
Anak autism mudah terganggu perhatiannya,sehingga pada pendidikan
khusus satu guru menghadapi satu anak dalam ruangan yang tidak luas dan
tida ada gambar-gambar dinding atau benda-benda yang tidak perlu, yang
dapat mengalihkan perhatian anak. Setelah ada perkembangan, maka mulai
dilibatkan dalam lingkungan kelompok kecil,kemuduan baru kelompok yang
lebih besar. Bila telah mampu bergaul dan berkomunikasi ,maka mulai
dimasukkan pendidikan buasa di TK dan SD untuk anak normal.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 217


TOPIK 2
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak
anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul
kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan
oleh para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air
dan makanan. Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan
organ (organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak
sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan
emosi yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak
terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan
dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam
tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar
yang relatif tinggi.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya
gejala autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi
gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme.
Bahkan sesudah lahir (post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai
pemicu, misalnya : infeksi ringan sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika
yang berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan
menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak
sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten.

B. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel
saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson
dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel
saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah
anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan
proses belajar anak.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf
lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf
tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada
autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia
(jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi
pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 218


abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder.
Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan
gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu
mengkomsumsi makanan yang mengandung logam berat.Degenerasi sekunder
terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang
menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami
aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi,
proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan
reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi
bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara
behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka
dilakukan screening :
- Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa
kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang
didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15;
anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan
gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan
komunikasi verbal
- The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan
autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur
18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
- The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri
dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
- The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme
bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt
didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor
dan konsentrasi.

D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan.

1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari,
penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ, antara lain terapi edukasi
untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk
mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi
okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 219


indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas
terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk
kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan
diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten),
pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan
bakteri yang berada di dinding usus.Dengan berbagai terapi itu, diharapkan
penyandang autis bisa menjalani hidup dan tumbuh menjadi orang dewasa yang
mandiri dan berprestasi

2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantu anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku : anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya
seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif Seorang terapis perilaku
mencari solusin

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 220


BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN
AUTISME

A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau
menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas
100.
- Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
- Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
- Cidera otak
- Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya
pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
- Anak kurang merespon orang lain.
- Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
- Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
- Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
- Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
- Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
- Terdapat ekolalia.
- Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
- Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
- Peka terhadap bau.
e. Psikososial
- Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
- Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
- Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
- Perilaku menstimulasi diri
- Pola tidur tidak teratur
- Permainan stereotip

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 221


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Risiko mutilasi diri dibuktikan dengan individu autistik.
2.Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Risiko mutilasi diri
Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative
(misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons
terhadap kecemasan dengan criteria hasil:
1. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan
perilaku-perilaku mutilatif diri
2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas
Intervensi
- Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang
kondusif untuk mencegah perilaku merusak diri.
Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin keselamatan anak)
- Kaji dan tentukan penyebab perilaku – perilaku mutilatif sebagai respon
terhadap kecemasan
Rasional : pengkajian kemungkinan penyebab dapat memilih cara
/alternative pemecahan yang tepat.
- Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak memukul-
mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik – narik rambut,
pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah luka pada ekstremitas saat
gerakan-gerakan histeris
Rasional : Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera
2. Kerusakan interaksi sosial
- Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang
pemberi perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan
kontak mata dalam waktu yang ditentukan dengan criteria hasil:
- Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
- Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan
perilaku-perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain
- Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Intervensi
- Jalin hubungan satu – satu dengan anak untuk meningkatkan keper-cayaan
- Rasional : Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan
pembentukan kepercayaan
- Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan, selimut)
untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar anak tidak
mengalami distress
Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu
aman bila anak merasa distres
- Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak
berusaha untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasarnya untuk
meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling
percaya

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 222


Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan pembentukan dan
mempertahankan hubungan saling percaya
3.Kerusakan komunikasi verbal
- Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu
yang telah ditentukan dengan kriteria hasil:
- Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain
- Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
- Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain
Intervensi
- Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan dan
komunikasi anak
Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk
memahami tindakan-tindakan dan komunikasi pasien
- Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola
komunikasi terbentuk
Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi kecemasan
anak sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi dengan orang lain
dengan asertif
- Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan kode
pola komunikasi ( misalnya :‖ Apakah anda bermaksud untuk mengatakan
bahwa…..?‖ )
Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan
yang diterima, menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi di dalam
pesan. Hati-hati untuk tidak ―berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya‖
D. IMPLEMENTASI
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang
nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar
semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang
telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung
melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang dipercaya.
E. EVALUASI
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang
dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahuisejauh
mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik
atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam proses
keperawatan.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 223


LATIHAN SOAL

1.Berikut yang bukan definisi autis adalah :


a. Autis diartikan sebagai keadaan yang buruk dengan keparahan masalah pola
perilaku anak dan keparahan gejala dari autis itu sendiri
b. Autis adalah gangguan kronis yang dialami pada masa kanak-kanak yang
akan terjadi seumur hidup mereka
c. Autis dideskripsikan bahwa gangguan ini sebagai ketidakmapuan untuk
berinteraksi dengan orang lain
d. Autis diartikan sebagai kedaan yang baik dalam berinteraksi pada masa
kanak-kanak
3. Dibawah ini penyebab autis yaitu :
a. Kurangnya gizi
b. Bertambahnya umur
c. Gangguan pada sistem syaraf
d. Kurangnya pergaulan
4. Menurut Baron dan Kohen ciri utama anak autis kecuali :
a. Defisit keteraturan verbal
b. Interaksi sosial dan perkembangan sosial yang abnormal
c. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal
d. Minat serta perilakunya terbatas,terpaku,diulang-ulang,tidak fleksibel dan
tidak imajinatif
5. Pada terapi psikofarmaka,obat antipsikotik yang mempunyai efek mereda
psikomotor adalah :
a. Naltrexone
b. Haloperidol
c. Clompramin
d. Fenfluramin
6. Clompramin dalam penggunaannya yaitu dengan dosis :
a. 3,75 mg
b. 2,55 mg
c. 1,25 mg
d. 4,15 mg

7. Yang perlu dikaji dalam pengkajian asuhan keperawatan anak dengan auti
adalah :
a. Riwayat Kesehatan sekarang dan lalu, psikososial
b. Identitas klien, Pemeriksaan Fisik, Riwayat Kesehatan sekarang
c. Riwayat Kesehatan, Pemeriksaan Fisik
d. Identitas klien, Riwayat Kesehatan, Pemeriksaan Fisik, Status
Perkembangan, Psikososial

8. Implementasi keperawatan anak autis adalah :


Tindakan harus bersifat khusus agar semua perawat dapat menjalankan
dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam implementasi
keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat mendelegasikan
kepada perawat lain yang dipercaya.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 224


9. Pada pengkajian kita perlu memeriksa status perkembangan anak, apa saja
yang perlu diperhatikan
a. Anak tertarik pada sentuhan
b. Peka terhadap bau
c. Anak kurang focus terhadap suatu objek
d. Terdapat ekolalia

10. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi
adanya autisme, maka dilakukan screening apa saja
a. CARS,CHAT
b. The Autism Screening Questionare, CARS,CHAT
c. CHAT,CARS, The Autism Screening Questionare, The Screening Test for
Autism in Two-Years Old
d. The Screening Test for Autism in Two-Years Old, The Autism Screening
Questionare, CHAT

11. Yang perlu dikaji dalam identitas klien meliputi apa saja
a. Nama, suku, alamat, status kesehatan, diagnose medis,umur, jenis kelamin
b. Nama, suku dan bangsa, alamat, diagnose medis, umur, jenis kelamin,
tanggal masuk, nomor regristasi, pekerjaan, pendidikan
c. Suku, riwayat kesehatan, status perkembangan, diagnose medis, tanggal
masuk, pekerjaan, pendidikan
d. Pemeriksaan fisik anak, pekerjaan, pendidikan, nama, diagnose medis,
jenis kelamin, tanggal masuk, nama

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 225


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html

Behrman, Kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.
Jakarta: EGC.

Dunia Psikologi. 2011. Autisme,Pengertian dan Defenisisnya. Artikel,


september 2011

E Hasnita, TR Hidayati - Jurnal Ipteks Terapan, 2017 - ejournal.lldikti10.id

Handojo,Y.2008.Autisme: Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk Mengajar


Anak Normal,Autis, dan Perilaku Lain.Jakarta : Bhuana Ilmu Populer

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi 1. Jakarta:


Salemba Medika

Judarwanto.2007. Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta : Puspa Swara

Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Marlina. 2009. Asesmen Pada Anak Berkebutuhan Khusus. Padang: UNP Press.

Nugraheni,SA. (2012). Menguak Belantara Autisme. Bulettin Psikologi. 20(1-2):


9-17.

PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.

Rizky, Yusuf,dkk.2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :


Peneribit Salemba Medika

Sacharin, RM. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sumekar, Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan Khusus. Padang: UNP Press.

Soetjiningsih. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.

Widodo, Judarwanto. Deteksi dini dan Scernning Autis, tersedia dalam


http//autisme.blogsome.com

Yayasan Autisme Indonesia.2007.‖10 jenis Terapi Autis‖.http://autism.or.id.20


Febuari 2009

Yupi, Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:
EGC.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 226


BAB 20
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN RETARDASI MENTAL

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 225


Modul Ajar Keperawatan Jiwa 226
BAB 20
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN RETARDASI MENTAL

Ns. Titik Sumiatin, S.kep.,M.Kep


PENDAHULUAN
American Assosiation on Mental Retardation (AAMR) mengungkapkan
bahwa Retardasi mental yaitu : Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul
pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan
dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain sehingga
retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan
masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya
masih merupakan masalah yang tidak kecil.
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar
terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental
berat sekitar 0.3% dari seluruh populasi dan hamper 3% mempunyai IQ dibawah
70.Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bias dimanfaatkan karena
0.1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan
sepanjang hidupnya.(Swaiman KF, 1989).
Dalam bab ini kami akan mengajak Anda untuk mempelajari mengenai
pengertian Retardasi Mental sampai dengan Asuhan keperawatan pasien anak
dengan retardasi mental.Penjelasan secara lebih khusus adalah agar Anda mampu
mencapai kriteria yang diharapkan.

INDIKATOR : 1. Mahasiswa dapat menyebutkan definisi Retardasi


Mental
2. Mahasiswa dapat menyebutkan masalah Retardasi
Mental
3. Mahasiswa dapat menyebutkan penyebab Retardasi
Mental
4. Mahasiswa dapat menyebutkan faktor-faktor yang
mempengarui Retardasi Mental
5. Mahasiswa dapat memhami penatalaksananan
Retardasi Mental
6. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan
pada Retardasi Mental yang sesuai dengan prinsip 5
tahap proses asuhan keperawatan: pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi
MATERI POKOK ASUHAN KEPERAWATAN RETARDASI MENTAL

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 227


TOPIK 1
KONSEP TEORI ANAK DENGAN RETARDASI MENTAL

A. Definisi Retardasi Mental


Retardasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari
gangguan fungsi dibawah rata-rata dan gangguan dalam ketrampilan adaptif yang
ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun (Mansjoer,2001)
Retardasi mental yaitu suatu kondisi yang ditandai dengan fungsi intelektual
yang rendah atau dibawah normal, yang menyebabkan ketidak mampuan individu
untuk belajar dan beradaptasi sosial ,timbul pada masa perkembangan dibawah
usia 18 tahun.
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi
retardasi mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu
penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa
perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial. Ada 3 hal
penting yang merupakan kata kunci dalam definisi ini yaitu penurunan fungsi
intelektual, adaptasi sosial, dan masa perkembangan.

B. Etiologi Retardasi Mental


Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Ke-1 (W.F.
Maramis, 2005: 386-388) faktor-faktor penyebab retardasi mental adalah sebagai
berikut.
a. Infeksi dan atau intoksinasi
Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada
perkembangan janin, yaitu rusaknya jaringan otak. Begitu juga dengan
terjadinya intoksinasi, jaringan otak juga dapat rusak yang pada akhirnya
menimbulkan retardasi mental.
b. Terjadinya rudapaksa dan / atau sebab fisik lain
Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiper radiasi, alat
kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan berupa
retardasi mental.
c. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme (misalnya gangguan metabolism karbohidrat dan protein),
gangguan pertumbuhan, dan gizi buruk termasuk dalam kelompok ini
d. Penyakit otak yang nyata
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat beberapa reaksi sel-
sel otak yang nyata, yang dapat bersifat degeneratif, radang, dst. Penyakit otak
yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat menyebabkan penderita mengalamai
keterbelakangan mental.
e. Penyakit atau pengaruh prenatal
Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan, tetapi tidak
diketahui etiologinya, termasuk anomaly cranial primer dan defek congenital
yang tak diketahui sebabnya.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun bentuknya.
Kelainan pada jumlah kromosom menyebabkan sindroma down yang dulu sering
disebut mongoloid.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 228


g. Prematuritas
Retardasi mental yang termasuk ini termasuk retrdasi mental yang
berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat badannya kurang
dari 2500 gram dan/atau dengan masa kehamilan kurang dari 38 minggu.

C. Klasifikasi Retardasi Mental


Uji intelegensia pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikolog Perancis
yang bernama Alfred Binet dan Theodore Simon pada tahun 1900. Pada tahun
1916 Dr Lewis Terman mengadaptasi pemeriksaan intelegensia berdasarkan skala
Binet tersebut di Stanford University. Saat ini uji intelegensia tersebut dinamakan
Stanford Binet Intelligence Scale yang sudah direvisi 4 kali yaitu tahun 1937,
1960, 1973, dan 1986.
Berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders,
WHO, Geneva tahun 1994 retardasi mental dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1. Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69
2. Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
3. Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20 - 34
4. Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20
Berdasarkan kriteria tersebut didapat tingkatan / klasifikasi dari Retardasi mental
(APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994) :
1. Ringan (IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik :
a. Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, tetapi terlambat dalam
kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
b. Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik
dengan pendidik khusus, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.
c. Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional,
diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan
psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
2. Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 – 55; umur mental 3 – 7 tahun)
Karakteristik :
a. Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik,
terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
b. Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan,
perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada kemampuan
membaca dan berhitung.
c. Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dlm
rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yang dikenal,
tidak bisa membiayai sendiri.
3. Berat (IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)
Karakteristik :
a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik,
kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam
perawatan diri tingkat dasar seperti makan.
b. Usia sekolah, gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan, memahami
sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 229


c. Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu
arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara
minimal, meggunakan gerak tubuh.
4. Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)

D. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari.
Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang
muncul pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan
fungsi kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai
keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara
dan berbahasa , kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan,
ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri ,
kesehatan dan keamanan , akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca
natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.

E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa
kelainan fisik yang merupakan stigmata congenital yang kadang-kadang
gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini
beberapa kelaianan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu :
1. Kelainan pada mata :
Katarak, Bintik cherry-merah pada daerah macula, Korioretiniti, Kornea
keruh
2. Kejang : Kejang umum tonik klonik, Kejang pada masa neonatal
3. Kelainan kulit : Bintik café-au-lait
4. Kelainan rambut : Rambut rontok, Rambut cepat memutih, Rambut halus
5. Kepala :Mikrosefali, Makrosefali
6. Perawakan pendek: Kretin, Sindrom Prader-Willi
7. Distonia :Sindrom Hallervorden-Spaz
8. Gangguan kognitif ( pola, proses pikir )
9. Lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa
10. Gagal melewati tahap perkembangan yang utama
11. Lingkar kepala diatas atau dibawah normal ( kadang-kadang lebih besar
atau lebih kecil dari ukuran normal )
12. Lambatnya pertumbuhan
13. Tonus otot abnormal ( lebih sering tonus otot lemah )
14. Terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar

F. Komplikasi
a. Serebral palcy
b. Gangguan kejang
c. Gangguan kejiwaan
d. Gangguan konsentrasi /hiperaktif
e. Defisit komunikasi
f. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan
antikonvulsi, kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan)

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 230


G. Penatalaksanaan
Berikut ini adalah obat-obat yang dapat digunakan :
1. Obat-obat psikotropika ( tioridazin,Mellaril untuk remaja dengan perilaku
yang membahayakan diri sendiri
2. Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan
konsentrasi/gangguan hyperaktif.
3. Antidepresan ( imipramin (Tofranil)
4. Karbamazepin ( tegrevetol) dan propanolol ( Inderal )

H. Latihan Untuk penderita retradasi mental


Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi
mental, yaitu:
1. Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan
berpakaian sendiri, dst.
2. Latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social.
3. Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin
penderita
4. Latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal
yang baik dan buruk secara moral.
I. Pencegahan
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat
dibedakan menjadi dua yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
1. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat
dilakukan dengan:
a) Pendidikan kesehatan pada masyarakat
b) Perbaikan keadaan sosial-ekonomi
c) Konseling genetic
d) Tindakan kedokteran, antara lain:
Perawatan prenatal dengan baik, Pertolongan persalinan yang baik, dan
Pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan
dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan
lainnya.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 231


TOPIK 2
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN RETARDASI
MENTAL

3.1 Pengakajian
Pengakjian dapat dilakukan melalui:
1. Neuroradiologi dapat menemukan kelainan dalam struktur kranium, misalnya
klasifikasi atau peningkatan tekanan intrakranial.
2. Ekoesefalografi dapat memperlihatkan tumor dan hamatoma.
3. Biopsi otak hanya berguna pada sejumlah kecil anak retardasii mental. Juga
tidak mudah bagi orang tua untuk menerima pengambilan jaringan otak dalan
jumlah kecil sekalipun karena dianggap menambah kerusakan otak yang
memang tidak adekuat.
4. Penelitian bio kimia menentukan tingkat dari berbagai bahan metabolik yang
diketahui mempengaruhi jaringan otak jika tidak ditemukan dalam jumlah
besar atau kecil, misalnya hipeglekimia pada neonatus prematur, penumpukan
glikogen pada otot dan neuron, deposit lemak dalam otak dan kadar fenilalanin
yang tinggi.
Atau dapat melakukan pengkajian sebagai berikut:
1. Lakukan pengkajian fisik.
2. Lakukan pengkajian perkembangan.
3. Dapatkan riwayat keluarga, teruma mengenai retardasi mental dan gangguan
herediter dimana retardasi mental adalah salah satu jenisnya yang utama
4. Dapatkan riwayat kesehatan unutk mendapatkan bukti-bukti adanya trauma
prenatal, perinatal, pascanatal, atau cedera fisik.
5. Infeksi maternal prenatal (misalnya, rubella), alkoholisme, konsumsi obat.
6. Nutrisi tidak adekuat.
7. Penyimpangan lingkungan.
8. Gangguan psikiatrik (misalnya, Autisme).
9. Infeksi, teruma yang melibatkan otak (misalnya, meningitis, ensefalitis,
campak) atau suhu tubuh tinggi.
10. Abnormalitas kromosom.
11. Bantu dengan tes diagnostik misalnya: analis kromosom, disfungsimetabolik,
radiografi, tomografi, elektro ersafalografi.
12. Lakukan atau bantu dengan tes intelegensia. Stanford, binet, Wechsler
Intellence, Scale, American Assiciation of Mental Retardation Adaptif
Behavior Scale.
13. Observasi adanya manifestasi dini dari retardasi mental:
14.
15. Penurunan aktivitas spontan
16. Penurunan kesadaran terhadap suara getaran
17. Peka rangsang.
18. Menyusui lambat.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 232


3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan
fungsi kognitf.
2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita retardasi mental.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelainan fs. Kognitif
4. Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fs, kognitif
5. Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa 1 : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan kerusakan fungsi kognitf.
Kriteria Hasil:
a. Anak dan keluarga aktif terlibat dalam program stimulai bayi.
b. Keluarga menerapkan konsep-konsep dan melanjutkan aktivitas
perawatan anak di rumah.
c. Anak melakukan aktivitas hidup sehari-hari pada kapasitas optimal.
d. Keluarga mencari tahu tentang program pendidikan.
Intervensi keperawatan dan rasional.
1. Libatkan anak dan keluarga dalam program stimulasi dini pada bayi
Rasional : untuk membantu memaksimalkan perkembangan anak
2. Kaji kemajuan perkembangan anak dengan interval regular, buat catatan yang
terperinci untuk membedakan perubahan fungsi samar
Rasional : agar rencana perawatan dapat diperbaiki sesuai kebutuhan.
3. Bantu keluarga menyusun tujuan yang realitas untuk anak
Rasional : untuk mendorong keberhasilan pencapaian sasaran dan harga diri.
4. Berikan penguatan positif / tugas-tugas khusus untuk perilaku anak
Rasional : karena hal ini dapat memperbaiki motivasi dan pembelajaran.
5. Dorong untuk mempelajari ketrampilan perawatan diri segera setelah anak
mencapai kesiapan.
Rasional: untuk mengoptimalkan keterampilan perawatan diri
6. Kuatkan aktivitas diri
Rasional: untuk menfasilitasi perkembangan yang optimal.
7. Dorong keluarga untuk mencari tahu program khusus perawatan sehari dan
kelas-kelas pendidikan segera.
Rasional: agar keluarga tahu tentang program pendidikan yang tepat
8. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama dengan anak lain.
Rasional: agar anak tidak merasa dibedakan sehingga anak percaya diri dan
mau melakukan aktivitas hidup sehari-hari pada kapasitas optimal.
9. Sebelum remaja, berikan penyuluhan pada anak dan orang tua tentang
maturasi fisik, perilaku seksual, perkawinan dan keluarga.
Rasional: sehingga orangtua mampu memahami dahulu sebab-sebab
perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak.
10. Dorong pelatihan optimal.
Rasional: agar anak dan keluarga menjadi aktif terlibat dalam pelaksanaan
program.

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 233


Diagnosa 2: Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak
yang menderita retardasi mental.
Kriteria Hasil:
a. Keluarga mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mengenai kelahiran
anak dengan retardasi mental dan impikasinya.
b. Anggota keluarga membuat keputusan yang realistik berdasarkan kebutuhan
dan kemampuan mereka.
c. Anggota keluarga menunjukan penerimaan terhadap anak.

Intervensi keperawatan / rasional.


1. Berikan informasi pada keluarga sesegera mungkin pada saat atau setelah
kelahiran.
Rasional ; Agar keluarga mampu menerima keadaan yang sesungguhnya.
2. Ajak kedua orang tua untuk hadir pada konferensi pemberian informasi.
Rasional : Agar orang tua mendapatkan banyak informasi tentang retardasi
mental.
3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang manfaat dari perawatan
dirumah, beri kesempatan pada mereka untuk menyeldiki semua alternatif
residensial sebelum membuat keputusan.
Rasional : Agar mereka dapat mengambil keputusan yang terbaik bagi
mereka dan anaknya.
4. Dorong keluarga untuk bertemu dengan keluarga lain yang mempunyai
masalah yang sama sehingga mereka dapat menerima dukungan tambahan.
Rasional : sehingga mereka dapat menerima dukungan tambahan.
5. Tekankan karakteristik normal anak
Rasional: untuk membantu keluarga melihat anak sebagai individu dengan
kekuatan serta kelemahannya masing-masing.
6. Dorong anggota keluarga untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran
Rasional: karena hal itu merupakan bagian dari proses adaptasi.

3.4 Evaluasi
1. Pasien mencapai potensi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
2. Keluarga mampu menerima keadaan yang anaknya yang retardasi mental

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 234


LATIHAN SOAL

1. Berikut ini yang termasuk definisi retardasi mental menurut (crocker AC)
adalah ...
a. apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah,yang di sertai adanya
dalam penyesuaian perilaku,dan gejalanya timbul pada masa perkembangan.
b. suatu gangguan heterogen yang terdiri dari gangguan fungsi dibawah rata
dan gangguan dalam ketrampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang
Berusia 18 tahun
c. suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan
mampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan
atas kemampuan yang di anggap normal
d. suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi intelektual berada dibawah
timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat
lemahnya belajar dan adaptasi sosial
2. Berikut ini yang tidak termasuk faktor faktor penyebab retardasi mental adalah.
a. Infeksi
b. Kelainan jantung
c. Kelainan kromosom
d. Prematuritas
3. Ada berapa obat obatan yang di gunakan untuk penderita retardasi mental ...
a. 4
b. 8
c. 3
d. 6
4. Maksud dari latihan teknis untuk penderita retardasi mental adalah ...
a. belajar makan sendiri, membersihkan badan dan berpakaian sendiri, dst.
b. belajar keterampilan untuk sikap social.
c. latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita
d. latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik dan
Buruk secara moral.
5. Kelainan pada mata terdapat gejala ...( Kecuali )
a. Mikrosefali
b. Katarak
c. Bintik Cherry
d. Korenea keruh
6. Yang tidak termasuk dalam pengkajian adalah ...
a. Menyusui cepat
b. Lakukan pengkajian fisik
c. Peka rangsang
d. Menyusui lambat
7. Ada berapa diagnosa keperawatan pada pasien retardasi mental ...
a. 8
b. 9
c. 7
d. 6

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 235


8. Rasionalnya / intervensi dorongan anggota keluarga untuk mengekpresikan
perasaan dan kekhawatiran yaitu ...
a. untuk membantu keluarga melihat anak sebagai individu dengan kekuatan
Serta kelemahannya masing-masing
b. Agar keluarga mampu menerima keadaan yang sesungguhnya
c. Karena hal itu merupakan bagian dari proses adaptasi
d. Agar orang tua mendapatkan banyak informasi tentang retardasi mental
9. Rasionalnya / intervensi tekankan karakteristik normal anak yaitu ...
a. Agar keluarga mampu menerima keadaan yang sesungguhnya
b. Agar orang tua mendapatkan banyak informasi tentang retardasi mental
c. Karena hal itu merupakan bagian dari proses adaptasi
d. untuk membantu keluarga melihat anak sebagai individu dengan kekuatan
Serta kelemahannya masing-masing
10.Pengkajian yang dapat memperlihatkan tumor dan hematoma adalah ...
a. Ekoesefalografi
b. Neuroradiologi
c. Biopsi otak
d. Biopsi tulang

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 236


DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2007. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta
: EGC
Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama
Rusdi, Deden Dermawan. 2013. Keperawatan Jiwa Konsep Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publising
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika
Jaya, Kusnadi. 2015. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Binapurna Aksara Publisher.
Yusuf, Ahmad. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 237


Catetan :

....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 238


Catetan :

....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 239


Catetan :

....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

Modul Ajar Keperawatan Jiwa 240

Anda mungkin juga menyukai