KELAS B
FAKULTAS PSIKOLOGI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Makalah ini kami susun sebagai salah satu tugas dalam mata
kuliah Konseling dan Psikoterapi yang kami ampu oleh Dosen yang kami hormati,
Ibu Akta Ririn Aristawati, S.Psi., M.Psi., Psikolog.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang beragam pendekatan konseling dan psikoterapi kepada pembaca, baik
mahasiswa maupun praktisi di bidang psikologi dan bimbingan konseling. Kami
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen Akta Ririn Aristawati,
S.Psi., M.Psi., Psikolog, yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan masukan
yang sangat berharga dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, dan kami sangat
menghargai setiap kritik dan saran yang dapat memperbaiki kualitas makalah ini.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan
menjadi kontribusi kecil kami dalam pengembangan ilmu psikologi dan
konseling.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
ii
1.5.1. Tujuan dan Fokus Konseling Krisis.................................................26
2.1.3. Penafsiran.........................................................................................41
iii
2.4.3. Terapi Gestalt Transformatif:...........................................................50
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................54
iv
BAB I
1
individual merupakan kunci dari semua kegiatan bimbingan dan konseling. Jika
menguasai keterampilan konseling individu, maka akan mudah dalam
menjalankan konseling yang lain.
2
d. Mengubah perilaku negatif menjadi positif
3
balik (feedback) dan pengalaman belajar. Konseling kelompok dalam prosesnya
menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (group dynamic).
a. Psikotrerapi Kelompok
b. Konseling Kelompok
4
proses remedial dan pencapaian fungsi-fungsi secara optimal. Konseling
kelompok mengatasi klien dalam keadaan normal, yaitu tidak mengalami
gangguan fungsi-fungsi kepribadian. Pada umumnya konseling
diselenggarakan untuk jangka pendek atau menengah.
e. Self-help
5
1.2.2. Tujuan Konseling
Konseling kelompok berfokus pada usaha membantu klien dalam
melakukan perubahan dengan menaruh perhatian pada perkembangan dan
penyesuaian sehari-hari, misalnya modifikasi tingkah laku, pengembangan
keterampilan hubungan personal, nilai, sikap atau membuat keputusan karier
(Gibson dan Mitchell, 1981). Konseling kelompok merupakan salah satu
bentuk terapeutik yang berhubungan dengan pemberian bantuan berupa
pengalaman penyesuaian dan perkembangan individu.
6
12) To move away from merely meeting others, expectation and to learn to live
by one's own expectation; dan
13) To clarify one's values and decide whether and how to modify them."
7
d. It enables client to put their problems in perspective and to
understanding how they are similiar to and different from others.
e. Clients form a support system for each others.
f. Clients learn interpersonal communication skill.
g. Clients are given the opportunity to give as well as to receive help."
8
5) Seseorang sulit percaya kepada anggota kelompok, akhirnya perasaan,
sikap, nilai dan tingkah laku tidak dapat di bawa ke situasi kelompok.
Jika hal ini terjadi hasil yang optimal dari konseling kelompok tidak
dapat dicapai.
Jika dilihat dari sisi kliennya, menurut George dan Cristiani (1990)
konseling kelompok tidak cocok untuk klien yang karakteristiknya sebagai
berikut:
9
isteri untuk memecahkan masalah dan cara menentukan pola pemecahan masalah
yang lebih baik (Riyadi, 2013).
10
perkawinan. Pemahaman tidak sekadar dalam aspek pengetahuan,
tetapi juga dapat ditunjukkan dengan afeksi dan tindakan nyata.
c. Kehilangan ketetapan untuk membangun keluarga secara langgeng.
Sebagian orang memandang bahwa keluarga yang dibangunnya tidak
lagi dapat dipertahankan. Sekalipun sudah cukup waktu membangun
keluarga, mempertahankan keluarga bagi suatu pasangan adalah
sangat sulit. Mereka ini melihat mempertahankannya tidak membawa
kepuasan sebagaimana yang diharapkan (satis- faction) bagi dirinya.
11
a. Meningkatkan kesadaran terhadap dirinya dan dapat saling empati di
antara patner.
b. Meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan potensinya masing-
masing.
c. Meningkatkan saling membuka diri.
d. Meningkatkan hubungan yang lebih intim.
e. Mengembangkan keterampilan komunikasi, pemecahan masalah, dan
mengelola konfliknya.
12
yaitu concurrent, collaborative, conjoint, dan couples group counseling
(Capuzzi dan Gross, 1991).
13
emosional antara pasangan, selanjutnya mereka belajar dan
memelihara perilaku yang lebih rasional dalam kelompok.
14
dapat diikuti (misalnya pelan, sederhana, detail, dan jelas) dalam
kehidupan mereka.
5) Tahap konferensi, yaitu tahap untuk meramalkan keakuratan hepotesis
dan memformulasi langkah-langkah pemecahan. Pada tahap ini
konselor mendesain langsung atau memberi pekerjaan rumah untuk
melakukan atau menerapkan pengubahan ketidak berfungsinya
perkawinan.
6) Tahap penentuan tujuan, tahap yang dicapai klien telah mencapai
perilaku yang normal, telah memperbaiki cara berkomunikasi, telah
menaikkan self-esteem dan membuat keluarga lebih kohesif.
7) Tahap akhir dan penutup, merupakan kegiatan mengakhiri hubungan
konseling setelah tujuannya tercapai.
15
menjadi klien adalah orang yang memiliki masalah pertumbuhan di dalam
keluarga. Sedangkan masalah yang dihadapi adalah menetapkan apa kebutuhan
dia dan apa yang akan dikerjakan agar tetap survive di dalam sistem keluarganya.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Golden dan Sherwood (1991) yang
menjelaskan bahwa konseling/terapi keluarga merupakan metode yang
difokuskan pada keluarga dalam usaha untuk membantu meme-cahkan problem
perilaku anak. Dasar diselenggarakan konseling keluarga karena keluarga
memiliki kekuatan untuk mendorong atau menghambat usaha yang baik dari
konselor atau guru yang berusaha membantu guru meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan kliennya.
16
perbaikan perilaku anak. Konseling ini menjadi sangat efektif terutama untuk
mengatasi masalah-masalah anak yang berhubungan dengan sikap dan perilaku
orangtua sepanjang berinteraksi dengan anak.
17
menelantarkan kehidupan rumah tangganya sehingga tidak terjadi kondisi
yang berkeseimbangan dan penuh konflik, atau memberi perlakuan secara
salah (abuse) kepada anggota keluarga lain, dan sebagainya merupakan
keluarga yang memiliki berbagai masalah. Jika mengerti dan berkeinginan
untuk membangun kehidupan keluarga yang lebih stabil, mereka
membutuhkan konseling.
18
b. Ada anggota keluarga yang merasa kesulitan untuk menyampaikan
perasaan dan sikapnya secara terbuka di hadapan anggota keluarga lain,
padahal konseling membutukan keterbukaan ini dan saling kepercayaan
satu dengan lainnya.
19
2) Pendekatan Conjoint
3) Pendekatan Struktural
20
1.4.3. Tujuan Konseling Keluarga
Tujuan konseling keluarga oleh para anselinrumuskan secara berbeda.
Bowen menegaskan baha tujuan konseling keluarga adalah merbeatu kien
(angota keluarga) untuk meara pas individualitas, meniba dirinya sebagai hal
yang berbeda dari sistem keluarga. Tujuan demikian ini relevan dengan
pandangannya tentang masalah keluarga yang berkaitan engan kehilangan
kebebasan anggota keluarga akibat dari peraturan dan kekuasaan keluarga.
21
dialami dan pemecahannya tidak dapat mengesampingkan peran
keluarga.
2) Berfokus pada saat ini, yaitu apa yang diatasi dalam konseling
keluarga adalah masalah-masalah yang dihadapi klien pada kehidupan
saat ini, bukan kehidupan yang masa lampaunya. Oleh karena itu,
masalah yang diselesaikan bukan pertumbuhan personal yang bersifat
jangka panjang.
22
4) Membelajarkan klien untuk berbuat secara dewasa dan untuk
bertanggung jawab dan melakukan self-control.
5) Konselor menjadi penengah dari pertentangan atau kesenjangan
komunikasi dan menginterpretasi pesan-pesan yang disampaikan klien
atau anggota keluarga.
6) Konselor menolak pembuatan penilaian dan membantu menjadi
congruence dalam respon-respon anggota keluarga.
23
mengimplementasikan ide tersebut. Pertama kali mengajarkan kepada
anak, sedangkan orangtua melihat bagaimana melakukannya sebagai
ganti pembicaraan tentang bagaimana hal itu dikerjakan.
Secara tipikal, orangtua akan membutukan contoh yang menunjukkan
bagaimana mengkonfrontasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat
penting menunjukkan kepada orangtua yang memperlakukan anaknya.
3) Selanjutnya orangtua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip
yang telah mereka pelajari menggunakan situasi sessi terapt. Terapis
selama ini dapat memberi koreksi jika dibutuhkan.
4) Setelah terapis memberi contoh kepada orangtua cara menangani anak
secara tepat. Setelah mempelajari dalam situasi terapi, orangtua
mencoba menerapkannya di rumah. Saat dicoba di rumah, konselor
dapat melakukan kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai.
Permasalahan dan pertanyaan yang dihadapi orangtua dapat ditanyakan
pada saat ini. Jika mash diperlukan penjelasan lebih lanjut, terapis dapat
memberi contoh lanjutan di rumah dan diobservasi orangtua,
selanjutnya orangtua mencoba sampai mereka merasa dapat menangani
kesulitannya mengatasi persoalan sehubungan dengan masalah
anaknya.
24
mengajak anak untuk berbicara, memperhatikan apa yang mereka
kemukakan, dan meresponnya secara tepat.
3) Mengilmiahkan dan mendiskusikan masalah, atau menjelaskan
pandangannya kepada orangtua dan bukan menunjukkan
(mendemonstrasikan) cara penanganan masalah yang dihadapi dalam
situasi kehidupan yang nyata.
4) Melihat/mendiagnosis untuk menjelaskan perilaku anak dan orang tua,
bukan mengajarkan cara untuk memperbaiki masalah-masalah yang
terjadi. Jadi penekanannya adalah mengubah sistem interaksi dengan
jalan menguban perilaku orangtua dan mengajarkan mereka
bagaimana cara mengubah perilaku anak-anak mereka.
5) Mengajarkan teknik modificas i perilaku pada keluarga yang terlalu
otoritarian atau terlalu membiarkan dalam interaksi mereka.
25
Konseling krisis dapat dilakukan dengan beragam pendekatan konseling
pada umumnya seperti pendekatan Person Centered,behavioral, kognitif, SFBC,
Realita dan lain sebagainya. Hanya saja, konseling krisis dilakukan secara singkat
dan langsung pada saat itu juga, mengingat kondisi krisis yang berlangsung
dalam jangka waktu tertentu saja.
26
lain mendefinisikan masalah yaitu mengeksplorasi dan mendefinisikan
masalah dari sudut salah dari pandang klien, menggunakan teknik
mendengarkan dengan aktif, termasuk pertanyaan terbuka, memperhatikan
pesan-pesan yang disampaikan klien secara verbal maupun nonverbal,
memastikan keselamatan klien yaitu menilai tingkat bahaya, kritis, imobilitas,
atau keseriusan ancaman terhadap keselamatan fisik, dan psikologis klien dan
jika perlu memastikan bahwa klien menyadari alternatif lain selain tindakan
impulsif yang dapat menghancurkan diri sendiri, menyediakan dukungan yaitu
berkomunikasi dengan klien bahwa pekerja krisis adalah sosok pendukung
yang tepat peragakan kepada klien (dengan kata-kata, suara dan bahasa tubuh)
keterlibatan personal yang penuh kasih sayang positif, non-posesif, tidak
menghakimi dan menerima.
27
1.5.4. Kekuatan dan Kontribusi Konseling Krisis
Sebagai sebuah spesialitas, konseling krisis mempunyai keunikan dan
kontribusi pada profesi konseling sebagai berikut yaitu pendekatan ini
memberikan keuntungan karena singkat dan langsung, pendekatan ini
menggunakan tujuan dan maksud yang sederhana karena sifat krisis yang tiba-
tiba dan/atau traumatis, pendekatan ini bergantung pada intensitas yang lebih
besar dari pada bentuk konseling biasa, pendekatan ini sifatnya lebih
transisional. Keterbatasan konseling krisis yaitu pendekatan ini berhadapan
dengan situasi yang harus ditangani dengan cepat, pendekatan ini tidak
memberi resolusi sedalam seperti yang dilakukan pendekatan konseling lain,
pendekatan ini lebih terbatas waktu dan berorientasi pada trauma disbanding
kebanyakan bentuk intervensi terapi lainnya.
28
b. Klien harus menunjukkan unsur kejujujan dalam artian segala
permasalahannya disampaikan tanpa ada suatu kebohongan. (sesuai
etika konseling).
c. Permasalahan tidak diutarakan secara tergesa-gesa. (sesuai etika
konseling)
d. Konselor harus mendengarkan klien dengan penuh perhatian agar
tercipta suasana yang kondusif saat konseling berlangsung. (sesuai
prinsip konseling)
e. Konselor punya keyakinan dan kepercayaan bahwa dia pasti
mampu membantu klien dalam penyelesaian masalahnya. (sesuai
syarat konseling)
f. Agar permasalahan jelas makan konselor harus mampu memahami
aspek permasalahan yang diutarakan klien baik itu berupa teknis,
sosial, budaya, sosial ekonomi, hukum, maupun filosofi program.
(sesuai syarat konseling)
g. Konselor harus bersungguh-sungguh dan tulus untuk
mendengarkan klien. (sesuai prinsip konseling)
h. Klien lebih aktif berbicara saat memberikan informasi. Selain itu
informasi yang disampaikan tidak ditutup-tutupi. (sesuai prinsip
konseling)
2) Bantuan dalam pemahaman dan penerimaan diri agar klien bisa leluasa
menerima masukan dan percaya pada konselor maka harus dijaga
hubungan yang harmonis. (sesuai etika konseling)
a. Konselor harus bisa mengetahui perasaan dan akseptensi dari klien
agar ia bisa mengetahui pola pikir klien dalam memahami dan
menerima dirinya sendiri.
b. Tentunya selama membantu memberi pemahaman dan penerimaan
diri bagi klien ini, konselor mempunyai peran serta yang tidak
sedikit baik dari segi pengarahan, pemberian masukan, maupun
berusaha mengerti sikap klien. (sesuai etika konselor)
29
c. Penemuan rencana tindakan dalam mengatasi masalah untuk
menemukan rencana tindakan dalam mengatasi permasalahan maka
diperlukan beberapa hal berikut:
Konselor memberikan informasi yang dibutuhkan klien
secara tepat dan jelas. Sesuai bentuk informasi dalam
konseling yakni singkat, klasifikasi, terstruktur, sederhana,
diulang kembali, dan spesifik. Pada poin ini setelah sagala
informasi konselor disampaikan maka harus diulang untuk
memberikan poin-poin penting. (sesuai informasi konseling)
Dalam hal ini tentunya konselor tidak diperbolehkan untuk
bersifat seperti menggurui dan mendikte klien karena
nantinya klien sendirilah yang akan memutuskan pilihan atas
penyelesaian masalahnya. (sesuai prinsip konseling)
3) Melaksanakannya sesuai tanggung jawab klien sendiri. Dengan pernyataan
ini berarti seorang klien sudah dapat memenuhi tujuan dari konseling,
yaitu:
a. Klien lebih memahami filosofi dan mengetahui manfaat program
karena disini klienlah yang dituntut untuk aktif memikirkan
penyelesaian masalahnya sedangkan konselor hanya sebagai
mediator. Klien pada akhirnya akan mengerti akan arti dari setiap
tahap dari kehidupannya.
b. Klien secara mandiri memilih dan mengambil sikap dengan
berbekal informasi dari konselor dan pemahaman akan dirinya
sendiri.
c. Klien tahu perannya sendiri karena ia lebih bisa membuka diri dan
percaya pada dirinya sendiri bahwa ia bisa memecahkan
masalahnya.
30
konselor dan konseling harus tetap mematuhi setiap kebutuhan dalam melakukan
konseling. Oleh karenanya dari sini maka dapat pula dikatakan bahwa konseling
ini sangat bermanfaat bagi para kliennya dalam menghadapi permasalahan
mereka.
a. Perencanaan karier
c. Masalah menganggur
Pengangguran merupakan hal yang tak asing lagi di telinga kita, bahkan
karena masalah penggangguran ini seseorang tidak dapat menafkahi
kelurganya yang dapat mengakibatkan rasa stress. Dengan arahan dan
informasi dari konselor diharapkan klien dapat memilih sendiri pekerjaan
yang cocok untuknya agar tidak lagi menggur, dan bagi klien yang malas
bekerja akan mendapat pemahaman yang baik akan kesalahannya itu sehingga
bisa lebih giat lagi dalam mencari atau membuat pekerjaan.
31
d. Masalah dengan lingkungan
e. Pengidentifikasian kelebihan-kelebihan
32
Cara yang ditempuh bermacam-macam, antara lain : memelihara situasi yang
baik dan menjaga situasi itu agar tetap baik. Dalam hal ini hubungan siswa
dengan guru dan staf yang lain harus dijaga sebaik mungkin. Saling mengerti
kedudukannya sehingga satu dengan yang lainnya tidak saling membenci.
Demikian juga guru dalam menyampaikan materi harus disesuaikan dengan
keadaan anak. Minat anak dan guru berusaha semaksimal mungkin menimbulkan
semangat anak agar tidak merasa bosan terhadap guru dan materi yang diberikan.
33
merasa diliputi dalam kesibukan. Hal ini sedikit sekali bagi mereka memikirkan
dan mengatur waktunya pada hal-hal yang tidak baik dan menjurus pada kegiatan
amoral.
Dari nash tersebut di atas dapat dipahami bahwa Islam sangat menghargai
akan perlunya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya yaitu mengisi waktu
engan perbuatan yang bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi diri lingkungan.
a. Tata Tertib
Tata tertib adalah beberapa peraturan yang harus ditaati dalam situasi atau
dalam suatu tata kehidupan tertentu. Peraturan tersebut dalam hal ini dapat
berbentuk tulisan atau tidak tertulis. Yang tertulis misalnya tata tertib
antara guru dengan murid, tata tertib pergaulan dan sebagainya.
b. Menanamkan kedisiplinan
Disiplin adalah merupakan suatu sikap mental yang dengan kesadaran dan
keinsafannya mematuhi terhadap perintah-perintah atau larangan yang ada
terhadap suatu hal. Karena mengerti betul-betul tentang pentingnya dan
larangan tersebut. Karena itu disiplin harus ditanamkan dalam sanubari
anak. Menurut Hafi Anshari untuk menanamkan kedisiplinan pada anak
dapat diusahakan dengan jalan : pembiasaan, dengan contoh dan teladan,
dengan penyadaran dan dengan pengawasan atau kontrol. (Anshari,
1991:68)
Dengan Pembiasaan
34
Anak dibiasakan untuk melakukan sesuatu dengan baik, tata tertib dan
teratur, misalnya berpakaian yang rapi, masuk dan keluar kelas harus
dengan ijin guru, harus memberi salam dan sebagainya.
Dengan contoh dan teladan
Suri tauladan yang baik perlu mendapatkan perhatian yang
sesungguhnya dari guru. Untuk itulah guru harus lebih dahulu
memberikan contoh dengan perbuata yang baik, sebab kalau tidak
maka dikalagan murid akan timbul semacam protes tentang keadaan
tersebut sehingga akan menimbulkan rasa tidak senang, iri hati dan
tidak ikhlas. Perbuatan baik itu dikerjakan oleh murid hanya karena
keterpaksaan.
Dengan penyadaran
Disamping adanya pembiasaan, contoh dan teladan, maka anak
semakin kritis ingin mengerti tentang arti peraturan atau larangan tang
ada. Maka kewajiban para guru untuk memberikan penjelasan, alasan
yang dapat diterima dengan baik oleh pikiran anak. Sehingga dengan
demikian timbul kesadaran anak tentang adanya perintah yang harus
dikerjakan dan larangan-larangan yang harus ditinggalkan.
Dengan pengawasan atau control
Bahwa kepatuhan anak terhadap peraturan atau tata tertib mengenal
juga adanya situasi tertentu yang mempengaruhi terhadap anak.
Adanya kemungkinan anak nyeleweng atau tidak mematuhi tata tertib
maka perlu diadakan pengawasan yang intensif terhadap situasi yang
tidak diinginkan yang akibatnya akan merugikan keseluruhan.
c. Memberi motivasi
Memberikan motivasi disini lebih ditekankan pada pembetukan akhlaq
yang baik, yang mana akhlaq merupakan keseluruhan dari gerak hidup
manusia. Dalam hal ini Sardiman AM mengemukakan pendapatnya :
Istilah motivasi banyak digunakan diberbagai bidang dan situasi dalam hal
ini tidak akan dikemukakan motivasi dalam bidang dan motivasi dalam
pembentukan akhlaq siswa. (Sardiman, 1987:93)
d. Memberikan Nasehat
35
Dalam Bahasa Indonesia kata nasehat diartikan sebagai ajaran atau
pelajaran yang baik. Namun suatu nasehat sudah barang tentu mesti timbul
dari hati nurani yang bersih dan murni. Dengan tulus hati dengan
kepentingan dan kebaikan yang dinasehati. Pemberian nasehat dapat
dilakukan dengan memberikan jalan untuk kebahagiaan hidup didunia dn
kebahagiaan akherat. Mengingat mereka dengan yang halus dan yang
lembut serta memberikan peringatan mengenai kelalaian mereka terhadap
kewajiban sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.
36
yang berlandaskan pada teori-teori perkembangan dan bertujuan mengembangkan
individu ke arah perkembangan optimal dalam lingkungan perkembangan yang
mendukung. Uraian diatas menjelaskan bahwa lingkungan sangat berpengaruh
pada perkembangan seseorang. Karena, dengan lingkungan yang baik atau sehat
maka seseorang akan memiliki perkembangan yang baik juga. Namun apabila
lingkungan tidak baik atau tidak mendukung maka perkembangan pun akan tidak
maksimal atau tidak sesuai.
37
Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis
pekerjaan.
38
Merumuskan masalah, rumusan masalah dalam pengembangan ini
adalah belum adanya sebuah program layanan bimbingan dan konseling
yang sesuai dengan kebutuhan nyata dan kondisi obyektif yang dapat
digunakan sebagai pedoman guru bimbingan dan konseling dalam
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.
Studi literatur, peneliti mempelajari konsep-konsep atau teori-teori yang
berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling
komprehensif yang akan dikembangkan.
Perencanaan.
Pengembangan program awal.
b. Pengembangan Program
Validasi ahli, draft awal program layanan bimbingan dan konseling
komprehensif akan dievaluasi oleh beberapa ahli untuk mendapatkan
masukan, tanggapan, serta kritik dan saran sebagai bahan revisi
program yang dikembangkan.
FGD (Focus Group Discussion), draft program layanan bimbingan dan
koseling komprehensif yang telah di validasiahli kemudian didiskusikan
dengan kepala sekolah dan kelompok guru bimbingan dan konseling.
39
BAB II
40
yang berkaitan dengan situasi traumatis di masa lalu dengan cara meminta
klien untuk berbaring di atas sofa dan terapis duduk di belakang kepalanya.
Hal tersebut berguna agar terapis tidak mengalihkan perhatian klien ketika
asosiasinya sedang mengalir dengan bebas. Dalam terapi ini, terapis meminta
klien untuk mengosongkan pikirannya mengenai pikiran atau renungan sehari-
hari, serta dapat mengatakan apa pun yang muncul dan melintas dalam
pikiran.
2.1.3. Penafsiran
Interpretasi adalah prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi bebas,
mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi. Dalam metode interpretasi, terapis
menyatakan dan mengajarkan klien makna dari setiap tingkah laku yang
dimanifestasikan di dalam mimpi, asosiasi bebas, dan resistensi. Fungsi dari
interpretasi adalah agar dapat mendorong ego untuk bisa mempercepat proses
pemberian arti pada alam bawah sadar. Interpretasi yang diberikan oleh terapis
bisa menghasilkan pemahaman pada diri klien.
41
pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti seperti
kasih saying. Misalnya adalah ketika seorang klien jatuh cinta pada terapis
sebagai pemindahan dari orang tuanya. Dengan cara ini, maka diharapkan
klien dapat memunculkan kembali masa lalu klien dalam terapi dan
memungkinkan klien agar bisa mendapat pemahaman atas sifat-sifat dari
fiksasi dan konflik yang ada, serta mengatakan kepada klien pemahaman
mengenai pengaruh masa lalu terhadap kehidupannya di masa kini.
42
memberikan sumbangan-sumbangan yang berarti baik kepada bidang-bidang
klinis maupun pendidikan. Gerald Corey menuturkan macam-macam teknik
terapi behavioral, antara lain:
43
i. Reinforcement technique; Tujuannya yaitu untuk membantu klien
meningkatkan perilaku yang dikehendaki dengan cara memberikan
penguatan terhadap perilaku tersebut.
j. Modelling; Tujuannya yaitu untuk mengubah tingkah laku yang lama
dengan meniru tingkah laku klien menggunakan model.
k. Cognitive restructuring; Tujuannya yaitu untuk menekankan pengubahan
pola pikiran, penalaran, dan sikap klien yang tidak rasional menjadi
rasional dan logis.
l. Self management; Tujuannya yaitu untuk prosedur dimana individu
mengatur perilakunya sendiri melalui pantauan diri, kendali diri dan ganjar
diri.
m. Behavioral rehearsal; Tujuannya yaitu agar klien belajar keterampilan
antarpribadi yang efektif atau perilaku yang layak.
n. Kontrak; Tujuannya yaitu untuk mengatur kondisi sehingga klien
menampilkan tingkah laku yang diinginkan berdasarkan kontrak antara
konseling dan konselor.
o. Pekerjaan rumah; Tujuannya yaitu untuk memberikan tugas atau
aktivitas yang dirancang agar dilakukan konseling seperti mencoba
perilaku baru, meniru perilaku tertentu atau membaca bahan bacaan yang
relevan dengan masalah yang dihadapinya.
p. Extinction (penghapusan); Tujuannya yaitu untuk menghentikan
reinforcement pada tingkah laku yang sebelumnya diberi reinforcement.
q. Punishment (hukuman); Merupakan intervensi operant-conditioning
yang digunakan konselor untuk mengurangi tingkah laku yang tidak
diinginkan.
r. Satitation (penjenuhan); Yaitu membuat diri jenuh terhadap suatu
tingkah laku, sehingga tidak lagi bersedia melakukannya.
s. Time-out. Tujuannya yaitu untuk menyisihkan peluang individu untuk
mendapatkan penguatan positif.
44
yang lampau orang belajar dalam interaksi dengan lingkungannya, lebih¬lebih
orang lain (Lingkungan sosial).
45
utama terhadap perubahan kepribadian pada klien. (Terapi yang berpusat
pada klien) “Client-centered therapy” (kodrat manusia).
46
Hubungan terapis & klien : Katalisator bagi perubahan, klien
menggunakan hubungan untuk meningkatkan kesadaran serta menemukan
sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan untuk pengubahan hidupnya.
47
Terapis tampil nyata, apa adanya, terintegrasi, otentik, terbuka,
spontan baik (+) maupun (-) , Jika terapis selaras dalam hubungannya
dengan klien maka proses terapeutik berlangsung.
Terapi difokuskan pada apa yang sedang dialami oleh klien dan klien
mengungkapan apa yang sedang dialami kepada terapis. Klien tumbuh
pada suatu rangkaian keseluruhan (continum) dengan belajar terhadap apa
yang sedang dialami.
48
2.4. Terapi Gestalt
Terapi Gestalt dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi
eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu –individu harus
menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika
mereka mengharap kematangan. Karena bekerja terutama di atas prinsip
kesadaran, terapi Gestalt berfokus pada “apa “ dan “ bagaimana”-nya tingkahlaku
dan pengalaman di sini dan sekarang dengan memadukan (mengintegrasikan)
bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tidak diketahui.
Oleh karena itu terapi Gestalt pada dasarnya non-interpretatif dan sedapat
mungkin klien menyelenggarakan terapi sendiri. Mereka membuat penafsiran-
penafsirannya sendiri, menciptakan pernyataan-pernyataanya sendiri, dan
menemukan makna - maknanya sendiri. Akhirnya, klien didorong untuk langsung
mengalami perjuangan disini dan sekarang terhadap urusan yang tak selesai di
masa lampau. Dengan mengalami konflik-konflik, meskipun hanya
membicarakannya, klien lambat laun bisa memperluas kesadarannya.
Terapi Gestalt adalah salah satu bentuk terapi psikologi yang fokus pada
pemahaman diri, pertumbuhan pribadi, dan kesadaran. Terapi Gestalt mencoba
membantu individu mengenali dan memahami perasaan, pikiran, dan tindakan
mereka saat ini, dan biasanya dilakukan dalam suasana yang terbuka dan
empatik. Terdapat beberapa jenis terapi Gestalt yang berbeda yang digunakan
oleh terapis untuk membantu klien. Berikut adalah beberapa jenis terapi Gestalt
beserta penjelasannya:
49
fokus pada pengalaman klien saat ini, dan terapis membantu klien untuk lebih
menyadari perasaan, pikiran, dan tubuh mereka. Terapis juga dapat menggunakan
teknik dramatisasi atau peran bermain untuk membantu klien menggali konflik
internal mereka.
50
menjadi pilihan bagi individu yang ingin mengatasi masalah tertentu dengan
fokus pada saat ini dan solusi.
51
masing dengan pendekatan dan teknik khusus. Berikut adalah jenis-jenis terapi
kognitif:
52
Penggunaan meditasi dan latihan kesadaran untuk membantu klien
mengidentifikasi pola pikir negatif dan mengatasi gejala depresi.
Setiap jenis terapi kognitif memiliki pendekatan dan teknik khusus yang
sesuai dengan kebutuhan klien dan masalah yang dihadapinya. Terapis kognitif
akan memilih jenis terapi yang paling sesuai untuk membantu klien mencapai
tujuan mereka dalam mengatasi masalah emosional dan perilaku.
53
DAFTAR PUSTAKA
Latipun. (2017). Psikologi Konseling . Dalam Latipun, Konseling Psikoterapi
(hal. 228). Malang: UMM Press.
McLeod, John. (2010). Pengantar Konseling: Teori dan Study Kasus. Edisi ketiga.
Alih bahasa : A.K Anwar. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Feist, J., Feist, G.J. (2010). Teori Kepribadian (Theories of Personality). Jakarta:
Salemba Humanika.
54
Prawiro, M. (2023, Agustus 13). Pengertian Preventif, Kuratif, Represif &
penjelasannya. Retrieved from Maxmanroe.com
Sipon, S., & Hussin, R. (2012). Teori Kaunseling dan Psikoterapi (Edisi Ketiga).
Universiti Sains Islam Malaysia.
55